You are on page 1of 30

LBM 1 PINGSAN SETELAH KEPALA TERBENTUR STEP 7 1.

Apa yang menyebabkan ngeluh nyeri kepala dan muntah beberapa kali sebelum pingsan? 2. Mengapa ditemukan ekimisis preorbial bilateral? Fraktur atap orbita Fraktur merobek duramater dan arachnoid LCS + darah keluar ke celah orbita dari luar tampak kolopak mata berwarna kebiru-biruan (MONOCLE HEMATOMA/RACCONS EYES) Buku Neurologi Dasar

3. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaan? Trauma kapitis yang menimbulkan pingsan sejenak ( Komosio ) Derajat Kesadaran ditentukaan oleh integritas dari diffuse ascending reticular system. Batang otak yang pada ujung rostal bersambung dengan otak dan ujung caudalnya bersambung dengan medulla spinalis , mudah terbentang dan teregang pada waktu kepala bergerak secara cepat dan sekaligus secara mendadak . Secara cepat dan mendadak itu dinamakan akselerasi. Peregangan menurut poros batang otak ini bisa menimbulkan blokade itu berlangsung , otak tidak mendapatkan input aferen , yang berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang rendahh ( pingsan ) . Hilangnya blokade terhadap lintasan ascendens itu akan disusul dengan

pulihnya kesadaran. ( Neurologi klinis Dasar ) Otak mempunyai banyak bagian-bagian, termasuk dua hemisphere,cerebellum, dan batang otak (brain stem). Otak memerlukan aliran darah untuk menyediakan oksigen dan glucose (gula) pada sel-selnya untuk menopang kehidupan. Untuk tubuh terjaga atau sadar, area yang dikenal sebagai reticular activating system yang berlokasi dalam batang otak perlu dinyalakan, dan paling sedikit satu hemisphere otak perlu berfungsi. Untuk pingsan terjadi, salah satu darinya yaitu reticular activating system perlu kehilangan suplai darahnya, atau kedua-dua hemisphere dari otak perlu dicabut darah, oksigen, atau glucosenya. Untuk otak berhenti berfungsi, aliran darah harus diganggu secara singkat ke seluruh otak atau ke reticular activating system. Pingsan berawal dari kecenderungan terkumpulnya sebagian darah dalam pembuluh vena bawah akibat gravitasi bumi. Hal itu menyebabkan jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang sehingga curah darah ke jantung dan tekanan darah sistoliknya menurun. Guna mengatasi penurunan tersebut, otomatis timbul refleks kompensasi normal, berupa bertambahnya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung, dengan tujuan mengembalikan curah ke jantung ke tingkat semula. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta 4. Mengapa GCS menurun dan tidak didapatkan tanda lucid interval?

GLASGOW COMA SCALE Reaksi Membuka Mata ( E ) 4 Buka Mata Spontan 3 Buka Mata bila ada rangsangan suara panggilan 2 Buka Mata bila dirangsang nyeri 1 Tidak Buka Mata walaupun dirangsang apapun Reaksi Berbicara ( V ) 5 Komunikasi Verbal baik, jawaban tepat 4 Bingung Disorientasi waktu, tempat, orang 3 Dengan Rangsangan hanya ada kata-kata tetapi tidak berbentuk kalimat 2 Dengan Rangsangan hanya ada suara tetapi tidak berbentukkata-kata 1 Tak ada Suara dengan rangsangan apapun Reaksi Gerakan Lengan /Tungkai ( M ) 6 Mengikuti Perintah 5 Mengetahui tempat rangsangan nyeri dengan menolak rangsangan 4 Hanya menarik bagian tubuhnya bila dirangsang nyeri 3 Timbul Fleksi (ditekuk) abnormal bila dirangsang nyeri 2 Timbul ektensi (diluruskan) abnormal bila dirangsang nyeri 1 Tak ada gerakan dengan rangsangan apapun 6 5 MOTORIK nilai maksimalnya 4 VERBAL nilai maksimalnya 15. Tiap fungsi mempunyai nilai Maksimal EYE nilai maksimalnya Dianggap nilai 4 bila mata pasien bias terbuka lebar dengan spontan dan bila pasien bias diajak komunikasi. Bila dilontarkan pertanyaan dapat menjawab dengan benar maka Verbalnya dinilai 5. Begitu juga

MOTORIK, bila pasien dapat menggerak-gerakkan lengan dan tungkai sesuai perintah maka nilainya maksimal 6. Ketiga nilai tersebut selanjutnya dijumlah berarti pasien dianggap sadar baik bila nilai total GCS nya 15

Sebaliknya bila semua tidak merespon Maka nilainya masing-masing 1 jadi nilai totalnya 3. Kalau nilai GCS nya diantara 15 dan 3 berarti kesadarannya menurun. Penurunan kesadaran ini bias ringan, sedang atau berat. Dianggap ringan, bilai nilai total GCS nya 14 sampai 13 sedang nilai 12 sampai 9 adalah kesadaran menurun sedang, dan bila kurang dari 9 maka penurunan kesadaran cukup berat EMPAT MIRIP KOMA Selain penilaian dengan menggunaka GCS ini, ada istilah lstilah yang dipakai untuk menggambarkan derajat kesadaran pasien. Antara lain aletargi , obtundation, stupor coma . Penilaian ini tergolong lebih sederhana tetapi kurang standart, sebab perbedaan satu pemeriksa dan yang lain kadang-kadang cukup besar LETARGI Secara definisi adalah suatu keadaan dengan gangguan pemusatan perhatian. Pasien mudah sekalai dialihkan perhatiannya dan kemampuan mengingatnya turun. Namun pasien masih mampu berkomunikasi dengan kata-kata, gejala yang nyata adalah pasien tampak sangat mengantuk OBTUNDATION adalah kesadaran yang menjadi tumpul ringan sedang, sering disertai manurunnya minat atau respon terhadap lingkungan. Bila diajak komunikasi kadang-kadang nyahut kadangkadang hilang STUPOR Lebih turun lagi kesadarannya, secara klinik setara dengan tidur dalam yaitu pasien tidak dapat dibangunkan penuh atau bangun hanya sebentar, (itupun dengan rangsangan yang keras dan berulangulang KOMA Seperti yang diketahui banyak orang, pasien tidak dapat dibangunkan dengan rangsangan sekuat apapun.Pasien hanya berbaring dengan mata tertutup dan tanpa gerakan spontan. Hal ini karena terdapat penurunan fungsi sel-sel saraf disebabkan kerusakan integritas lapisan konteks otak atau batang otak Irreversibel Reversibel Mati biologis Kematian sel / jaringan yang sifatnya menetap. Pada manusia kerusakan paling cepat terjadi pada otak 23. Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan dan sistem pernapasan

5. Kenapa didapatkan battles sign bilateral?

Fraktur melintas os. Petrosum Fraktur os.petrosum sampai os.mastoid LCS + darah kluar melalui celah fraktur berada di atas mastoid dari luar tampak biru (BATTLE SIGN +) Buku Neurologi Dasar 6. Apa yang menyebabkan otorhea DS? A. Fraktur melintas Lamina Cibrosa menyebabkan rusaknya serabur saraf penciuman (n. olfactorius) gangguan berkurngnya penciuman(hyposmia) sampai hilangnya penciuman (anosmia) merobek duramater dan arachnoid sehingga LCS + darah kluar dari hidung (RHINORRHOEA) B. Fraktur os. Petrosum Apex os. Petrosum ssangat rapuh LCS + darah masuk ke rongga telinga tengah dan memecahkan membrane timpani OTORRHOEA Buku Neurologi Dasar

7. Apa hubungan tanda vital dengan keluhan yang diderita? 8. Nilai-nilai GCS dan interpretasinya? Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut : Parameter / Respons Membuka Mata (E) 1. Spontan : membuka mata spontan 2. Terhadap rangsang suara : membuka mata bila dipanggil atau diperintahkan 3. Terhadap rangsang nyeri : membuka mata bila ada tekanan pada 4 3 Skor

jari dia tasa bantalan kuku proksimal 4. Tidak ada : mata tidak membuka terhadap rangsangan apapun Respons Verbal Terbaik (V) 1. Orientasi baik : dpt bercakap2, mengetahui siapa dirinya, dimana berada, bulan, dan tahun. 2. Bingung : dapat bercakap2, tetapi ada disorientasi pada satu atau lebih sferis 3. Kata yg diucapkan tdk tepat : percakapan tdk dpt bertahan, susunan kata kacau atau tidak tepat 4. Tidak dapat dimengerti : mengeluarkan suara (mis:merintih) tetapi tidak ada kata2 yg dapat dikenal. 5. Tidak ada : tdk mengeluarkan suara apapun walaupun diberi rangsang nyeri Respons Motorik Terbaik (M) 1. Mematuhi perintah : misal angkat tangan, tunjukkan dua jari 2. Melokalisasi nyeri : tdk mematuhi perintah, tapi berusaha menunjukkan lokasi nyeri dan mencoba menghilangkan rangsang nyeri tsb 3. Reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberi rangsang nyeri tp tdk ada usaha yg jelas utk menghilangkan rangsang nyeri, dan tanpa posisi fleksi abnormal 4. Fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi di siku dan pronasi, tangan mengepal (postur dekortikasi) 5. Ekstensi abnormal thd nyeri : ekstensi lengan di siku, lengan biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi) 6. Tidak ada : tdk ada respon thd nyeri; flaksid Interpretasi :

2 1

5 4 3 2 1

6 5 4 3 2 1

1. 15 = Sadar penuh 2. <8 = koma (Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price, Vol 2 Ed 6, EGC) 1. Cedera Kepala Ringan Nilai GCS 13 15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma. 2. Cedera Kepala Sedang Nilai GCS 9 12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Cedera Kepala Berat Nilai GCS 3 8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial. Tingkat Minimal GCS 15 Gambaran Klinik Tidak pingsan, tidak dijumpai devisit neurology CT - Scan Normal

Ringan Sedang

13-15 9-12

Pingsan < 10 menit, tidak dijumpai devisit neurologist Pingsan > 10 menit 6 jam, dijumpai adanya devisit neurologist Pingsan > 6 jam, dijumpai adanya devisit neurologist

Normal Abnormal

Berat

3-8

Abnormal

9. Apa jenis pemeriksaan radiologi dan apa hasilnya?

1. Foto Rontgen polos Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae. 2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan) CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak.Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis : c.1. SKG < 15 atau terdapat penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur basis kranii c.4. Adanya kejang c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit kepala yang menetap 3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas.Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada

pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan .
10. Biomekanisme trauma Mekanisme cedera : 1. Direct (langsung) 2. Aselerasi 3. Deselerasi 4. Kompresi

1. Cedera langsung Misalnya kepala dipukul martil. Kulit kepala bisa robek dan menimbulkan perdarahan luar, tulang kepala dapat retak atau patah, atau dapat menimbulkan perdarahan di otak. 1. Cedera akibat gaya perlambatan (deselerasi) Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009) Misalnya seorang pengendara sepeda motor menabrak pohon. Setelah badan berhenti di pohon, maka organ dalam akan tetap bergerak maju dalam rongga masing-masing. Jantung akan terlepas dari ikatannya (aorta) sehingga terjadi ruptur aorta. Usus akan robek terlepas darimesenterium. 2. Cedera akibat dari gaya percepatan (akselerasi) Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut Misalnya pengendara mobil ditabrak dari belakang. Tabrakan dari belakang bisa terjadi pada kendaraan yang sedang berhenti atau kendaraan yang kecepatannya lebih lambat. Cederayang sering terjadi

biasanya karena adanya daya pecut (whiplash injuri) dan cedera yang harus diwaspadai adalah cedera dibawah tulang leher, apalagi jika kendaraan tersebut tidak memakai headrest.

4. Cedera kompresi (efek kantong kertas) Ibarat sebuah kantong kertas yang ditiup, kemudian ditutup kemudian dipukul hingga meledak. Hal ini juga bisa terjadi pada organ berongga yang dapat pecah akibat tekanan. -PENYEBAB -MEKANISME -APA YANG TERJADI 12. TRAUMA PRIMER DAN SEKUNDER Berdasarkan patofisiologinya trauma kepala dibagi menjadi dua macam, yaitu trauma primer dan trauma sekunder. Trauma primer merupakan akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Trauma sekunder merupakan trauma yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer. TRAUMA PRIMER Trauma kepala primer dapat menyebabkan komosio serebri, kontusio serebri, hematoma intrakranial, dan cedera axonal difus. a. Komusio Serebri Komusio serebri atau gegar otak ialah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala, vertigo,

muntah dan pucat. Vertigo dan muntah terjadi akibat gegar di labirin atau terangsangnya pusat-pusat di dalam batang otak (Harsono, 2007). b. Kontusio Serebri Kontusio serebri atau memar otak ialah perdarahan di parenkim otak pada area yang heterogen dan dapat menyebabkan defisit neorologi tergantung dari lokasi anatomi yang terkena. Bagian anterior dari lobus frontal dan lobus temporal khususnya sangat rentan dikarenakan kontur yang kasar pada tengkorak pada regio ini. Kontusio serebri sering dikaitkan dengan gangguan pada sawar darah otak dan diperberat oleh perdarahan, formasi edema, atau kejang. Kontusio yang luas dapat menyebabkan efek yang luas juga mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial atau herniasi otak (Frederic et al., 2002). c. Hematoma Intrakranial Trauma kepala dapat menyebabkan perdarahan di dalam ruang epidural, subdural, atau subaracnoid dan biasanya memerlukan operasi untuk menghilangkan perdarahan tersebut. Hematoma intracranial dibagi menjadi tiga yaitu: c.1 Hematoma epidural Hematoma epidural terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara tengkorak dan durameter akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu. Fraktur tengkorak karena benturan mengakibatkan laserasi (rusak) atau robeknya arteri meningeal media, arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal (Liebeskind,D.S, 2010). c.2 Hematoma subdural Hematoma subdural berasal dari vena. Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat (Harsono, 2007). Hematoma subdural dipilih tipe-tipe berbeda dalam simtomatologi dan prognosis, yaitu: akut, subakut dan kronik. a) Hematoma subdural akut Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik penting dan serius dalam 24 jam sampai 48 jam setelah trauma. Sering kali berkaitan dengan trauma kepala berat, hematoma ini juga mempunyai mortalitas yang tinggi. Gangguan neurologik disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah (Lombardo cit Price & Wilson, 1992). b) Hematoma subdural subakut Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih dari 24 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah trauma. Adanya trauma kepala menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik secara perlahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu terdapat tanda-tanda status neurologik yangmemburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya TIK dan pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Akumulasi darah mengakibatkan peningkatan TIK (Lombardo cit Price & Wilson, 1992).

c) Hematoma subdural kronik Pada hematoma subdural kronik, penyebab dapat sangat ringan sehingga terlupakan. Timbul gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan, dan bahkan beberapa tahun setelah trauma pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan kedalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma (Lombardo cit Price & Wilson, 1992). Hematoma subdural kronik sering disebut peniru karena tanda dan gejala biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi, dan dapat disebabkan oleh banyak proses lain. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala. Tanda dan gejala yang paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat kesadaran termasuk apati, latergi, dan kekurangan perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif yang lebih tinggi (Cohen et al. cit Price & Wilson 1992). c.Hematoma subarachnoid Hematoma subarachnoid adalah akumulasi darah dibawah membrane arachnoid tetapi diatas pia meter. Ruang ini normalnya berisi cairan serebro spinal (CSS). Hematoma subarachnoid biasanya terjadi akibat pecahnya aneurisma intrakranial, hipertensi berat, malformasi arteriovenosa, atau cedera kepala. Darah yang berakumulasi diatas atau dibawah meninges menyebabkan peningkatan tekanan di jaringan otak dibawahnya (Corwin.E.J, 2009). d. Cedera Axonal Difus Rusaknya jaringan otak diikuti terganggunya proyeksi axon dari saraf pada area putih diotak. Hal ini terjadi secara mikroskopik dan dapat terjadi gangguan neurologi yang berat. TRAUMA SEKUNDER Merupakan proses lanjutan dari truma primer dan lebih disebabkan oleh adanya kondisi yang menimbulkan stress metabolik pada jaringan otak yang mengalami trauma baik akibat sistemik maupun intrakranial. Trauma sekunder sebagian dimulai dari perubahan fisiologi yang terjadi beberapa menit, jam, atau beberapa hari sesudah trauma primer. Proses terjadinya trauma sekunder yaitu oleh sebab iskemia, hipoksia, dan pelepasan neurotransmitter Excitatory Amino Acid (EAA). a. Iskemia dan Hipoksia Menyebabkan jumlah ATP dalam sel berkurang mengganggu ion pums sehingga menimbulkan depolarisasi dinding sel menyebabkan ion kalium keluar dan menumpuk di ekstraseluler. Sedangkan ion kalsium akan masuk ke dalam sel. Penumpukan ion kalium merangsang penumpukan glutamate (neutransmiter EAA) yang berasal dari sel neuron yang memproduksi neurotransmitter EAA (Ghofir.A, 2007). b. Pelepasan neurotransmitter EAA Terjadi dalam jumlah besar segera setelah trauma. Neurotransmitter EAA ini akan menuju hipotalamus, bagian-bagian korteks. Reseptor EAA (reseptor NMDA dan AMPA) ini berada pada dinding sel-sel neuron, jadi bila mereka bertemu jadilah gangguan permeabilitas dinding sel. Gangguan permeabilitas dinding sel ini menimbulkan influx ion natrium (Na), klorida (Cl), dan diikuti air (H2O), sehingga dalam waktu cepat terjadi edem sel yang bisa menyebabkan perlahan-lahan kadar ion dalam sel meningkat sehingga merangsang reaksienzim-enzim yang menyebabkan disfungsi dan kematian sel neuron tersebut. Reaksi ini terjadi lambat (delayed type). Efek lain peningkatan ion kalsium menyebabkan arachidonic cascade menimbulkan pelepasan free radicals dan akibat-akibatnya (Gofir.A, 2007).

1. Cedera kulit kepala. Cedera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi. 1. Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak. 2. Cedera otak. Cedera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. 3. Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cedera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja. 4. Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari. 5. Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan tik. 6. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. 7. Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. 8. Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak; cedera kumpil). 13. TANDA DAN GEJALA BERDASARKAN KLASIFIKASI

14. FISIOLOGI TEKANAN INTRA CRANIAL DAN APA SAJA YANG MEMPENGARUHI

15. PATOGENESIS TRAUMA KAPITIS Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (tik). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya. Bailey Hamilton. Ilmu bedah gawat darurat edisi II. Yogyakarta : gaja mada universiti pree. 1992 16. TANDA DAN GEJALA TEKANAN INTRA CRANIAL YANG MENINGKAT Pada trauma kapitis tekanan intrakranial dapat meninggi pada perdarahan selaput otak (hematoma epidural, hematoma subdural, dan hematoma subaraknoidal), perdarahan di dalam jaringan otak (kontusio serebri berat, laserasio serebri, hematoma serebri besar, dan perdarahan ventrikel), dan kelainan pada parenkim otak (edema serebri berat). Tekanan pada vena jugularis menaikkan TIK yang berlangsung sementara saja. Demikian pula batuk, bersin, mengejan yang mengakibatkan tekanan di dalam sistem vena meningkat. Pada hipoksia terjadi dilatasi arteriol yang meningkatkan volume darah di otak dengan akibat TIK meningkat pula. Pada Trauma kapitis yang dapat meningkatkan TIK adalah hematoma yang besar (lebih dari 50cc), edema yang berat, kongesti yang berat dan perdarahan subarakhnoidal yang mengganggu aliran cairan otak di dalam ruangan subarakhnoidea. Bila TIK meninggi, mula-mula absorbsi cairan otak meningkat kemudian bagian-bagian sinus venosus di dalam dura meter tertekan. Bila massa desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya kompensasi maka TIK akan meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-arahnoidea melebar. Bila

autoregulasi baik aliran darah akan dipertahankan pada taraf normal, akibatnya volume darah otak bertambah. Bila TIK meninggi terus dengan cepat, aliran darah akan menurun dan TIK akan tetap rendah meskipun tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat lambat seperti pada neoplasma jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi banyak karena selain penyerapan otak yang meningkat, otak akan mengempes dan mengalami artrofi ditempat yang tertekan yang dapat menetralisir volume massa desak ruang yang bertambah. 17. OTAK DAN PELINDUNGNYA

1. Dura mater Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat 2. selaput arakhnoid Selauput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.selaput arakhnoid terletak anatara pia mater sebelah dalam dan dura meter sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura meter oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebralis. Pendarahan sub arakhnoid umunya disebabkan akibat cedera kepala. 3. Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana

ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater. 18. HUKUM MONROEKELLI Hukum Monroe-Kellie Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).10 Vic = V br+ V csf + V bl

19. MEMBEDAKAN EDH DAN SDH Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Perdarahan yang terjadi antara tabula interna duramater. Hematom masif akibat pecahnya a.meningea media atau sinus venosus Tanda Diagnostik Klinis : - Lucid interval (+) - Kesadaran makin menurun - Late hemiparese kontralateral lesi - Pupil anisokor - Babinsky (+) kontralateral lesi - Fraktur di daerah temporal Hematoma epidural di fossa posterior Gejala dan tanda klinis : - Lucid interval tidak jelas - Fraktur kranii oksipital - Kehilangan kesadaran cepat - Gangguan serebellum, batang otak dan penapasan - Pupil isokor

Penunjang Diagnostik : HCTS : hiperdens di tulang tengkorak dan dura, umumnya temporal dan tampak bikonveks

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.

Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: - sakit kepala yang menetap - rasa mengantuk yang hilang-timbul - linglung - perubahan ingatan - kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Perdarahan yang terjadi diantara duramater arakhnoid akibat robeknya bridging vein Hematoma Subdural akut

Gejala dan tanda klinis : - Sakit kepala - Kesadaran menurun +/Penunjang diagnostik : - HCTS : Hiperdens antara duramater dan araknoid akibat robeknya bridging vein tampak seperti buan sabit

20. PEMERIKSAAN KLINIS DAN NEUOLOGIS PADA PEMERIKSAAN KEPALA

21. TANDA TANDA LUCID INTERVAL Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi. Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa perdarahan epidural. Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera. DD TRAUMA KAPITIS DEFINISI Trauma kapitis adalah trauma mekanik thd kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yg menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. (Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) ETIOLOGI Kepala dapat dipukul atau ditampar.Tempat yang langsung terkena pukulan dinamakan dampak atau impact.Kepala dapat jatuh pada sesuatu yang keras.Dalam hal ini daerah kepala yang menampar dinamakan dampak. (Neurologi Klinik Dasar) 1. Lesi primer : Terjadi akibat langsung suatu trauma 2. Lesi Sekunder : Lesi yang disebabkan oleh terjadinya gangguan aliran darah dan edema yang terjadi pada cedera kepala MORFOLOGI Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas : a.Fraktur kranium Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain : -Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign) -Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign ) -Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan -Parese nervus facialis ( N VII ) Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan. b.Lesi Intrakranial Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ; -Perdarahan Epidural -Perdarahan Subdural -Kontusio (perdarahan intra cerebral) Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD). 1) Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung 2)Perdarahan subdural Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi

bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural. 3)Kontusio dan perdarahan intracerebral Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut 4)Cedera Difus Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

KLASIFIKASI 1. Berdasarkan Patofisiologi 1. Komosio serebri: Pada keadaan ini tidak ada jaringan otak yang rusak tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat, berupa pingsan kurang dari 10 menit atau amnesia pasca trauma.

2. Kontusio serebri: Kerusakan jaringan otak dengan defisit neurologik yang timbul setara dengan kerusakan otak tersebut, minimal pingsan > 10 menit dan atau lesi neurologik yang jelas. 3. Laserasi serebri: Kerusakan otak yang luas dan jaringan otak robek yang umumnya disertai fraktur tengkorak terbuka. 2. Lokasi lesi 1. Lesi difus: Kerusakan akibat proses trauma akselerasi/deselerasi yang merusak sebagian besar akson di susunan saraf pusat akibat regangan. 2. Lesi kerusakan vaskular otak, disebabkan oleh lesi sekunder iskemik terutama akibat hipoperfusi dan hipoksia yang dapat terjadi pada waktu selama perjalanan ke rumah sakit atau selama perawatan. 3. Lesi fokal: a. Kontusio dan laserasi serebri: Disebut kontusio bila pia-subarachnoid masih utuh dan jika robek dianggap laserasi. b. Hematoma intrakranial i. Hematoma ekstradural (hematoma epidural)/EDH

ii. Hematoma subdural/SDH iii. Hematoma intradural : Hematoma subarakhnoid/SAH iv. Hematoma intraserebral/ICH v. Hematoma intraserebelar 1. Kategori Minimal Ringan Sedang Berat Klinis GCS 15 13-15 9-12 3-8 Gejala klinik Pingsan (-), neurologi (-) defisit CT Scan Normal Normal Abnormal Abnormal

Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-) Pingsan > 10 menit, defisit neurologi (+) Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)

(Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) PATOFISIOLOGI

Jenis keadaan benturan pada kepala 1. Kepala diam dibentur oleh benda bergerak hanya terjadi luka benturan 2. Kepala bergerak membentur benda diam Dapat terjadi : Getaran otak Deformasi tengkorak Pergeseran otak Rotasi otak Lesi kontra benturan 3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain oleh benda yang bergerak (kepala tergencet) Mula-mula terjadi adalah retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila hebat -> otak juga hancur DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis Trauma kapitis dengan atau tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid Perdarahan / otorrhea / rhinorrhea

Amnesia traumatika (retrograde / anterograde) 1. Hasil pemeriksaan klinis neurologis 2. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial 3. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal Dari hasil foto, perlu diperhatikan kemungkinan adanya fraktur : Linier Impresi Terbuka/tertutup 5. CT-Scan otak : untuk melihat kelainan yg mungkin tjd berupa Gambaran kontusio Gambaran edema otak Gambaran perdarahan Hematoma epidural Hematoma subdural Perdarahan subarakhnoid Hematoma intraserebral (Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) Pemeriksaan klinis umum dan neurologis : a. Penilaian kesadaran berupa GCS b. Penilaian fungsi vital tensi, nadi, pernafasan c. Otorrhea, rhinorrhea d. Ecchymosis periorbital bilateral / eyes / hematoma kacamata e. Ecchymosis mastoid bilateral / battles sign f. Gangguan fokal neurologik g. Fungsi motorik : lateralisasi, kekuatan otot h. Refleks tendon, refleks patologis i. Pemeriksaan fungsi batang otak j. Ukuran besar, bentuk, isokor / anisokor dan reaksi pupil k. Refleks kornea l. Dolls eye phenomen m. Monitor pola pernnafasan : Cheyne stokes : lesi di hemisfer Central neurogenic hyperventilation : lesi di mesenfalon pons Apneustic breath : lesi di pons Ataxic breath : lesi di medulla oblongata n. Gangguan fungsi otonom o. Funduskopi (Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) Pemeriksaan penunjang A. Hasil pemeriksaan laboratorium Pungsi lumbal dapat menegakkan adanya perdarahan subarachnoid dan menentukan tekanan LCS.Acapkali LCS tetap normal dalam hal kontusio otak atau edema cerebri. Pada contusion atau laceratio otak dpt dijumpai LCS yg berdarah dng tekanannya yg meninggi.

B. Hasil pemeriksaan sinar X Foto sinar X tengkorak harus dikerjakan segera setelah keadaan pasien mengijinkan. Angiography cerebral dpt membantu memperlihatkan hematoma subdural atau intracerebral. Kerapkali pneumogram bermanfaat dalam memperlihatkan dilatasi, pergeseran atau distorsi ventrikel yg tjd setelah cedera kepala. CT-scan dpt mengungkapkan adanya hematoma intracerebral atau extracerebral, dilatasi, pergeseran atau distoresi ventrikel. C. Pemeriksaan khusus Electroencephalography dpt menjadi pembantu diagnosa dan prognosa pada kasus2 tertentu Echoencephalogram dpt menunjukkan adanya pergeseran garis tengah sebagaimana halnya pada kontusio otak, hematoma, dan edema cerebri Brain scanning dpt memperlihatkan peningkatan uptake isotop di daerah hematoma, kontusio, atau edema Psikometri sangat berguna setelah fase akut dalam menilai derajat dan tipe deficit organic (Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, J.G. Chusid, UGM Press) PENATALAKSANAAN SURVEY PRIMER 1. Airway (jalan nafas) Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah, gigi yg patah, muntahan, dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai kemungkinan adanya fraktur tulang leher) 2. Breathing (pernafasan) Pastikan pernafasan adekuat.Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanandan kiri (simetris).Bila ada gangguan pernafasan, cari penyebab apakah terdapat gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernafasan atau paru2).Bila perlu berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan dng target saturasi O2>92%. 3. Circulation (sirkulasi) Pertahankan BP sistolik >90mmHg.Berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer.Hindari cairan hipotonis.Bila perlu berikan obat vasopresor dan atau inotropik. 4. Disability (utk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dng pemeriksaan cepat status umum dan neurologi) 5. Tanda vital : BP, RR, nadi, suhu 6. GCS 7. Pupil : ukuran, bentuk, dan reflek cahaya 8. Pemeriksaan neurology cepat : hemiparesis, refleks patologis 9. Luka2 10. Anamnesa : AMPLE (Allergies, Medications, Past illness, Last meal, Events/Environment related to the injury) SURVEY SEKUNDER, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil

11. Laboratorium 12. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, kreatinin, GDS, analisa gas darah dan elektrolit 13. Urine : perdarahan (+) / (-) 14. Radiologi : foto polos kepala (AP, lateral, tangensial), CT scan otak, foto lainnya sesuai indikasi. 15. Manajemen Terapi 16. Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi 17. Siapkan untuk masuk ruang rawat 18. Penanganan luka2 19. Pemberian terapi obat2an sesuai kebutuhan (Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) A. Kritikal GCS 3-4 Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU / ICU) B. Trauma Kapitis Sedang Berat (GCS 5 - 12) 1. Lanjutkan penanganan ABC 2. Pantau tanda vital (suhu, RR, BP), pupil, GCS, gerakan ekstremitas sampai pasien sadar. 3. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intracranial 4. Atasi komplikasi 5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat 6. Roboransia, neuroprotektan, nootropik sesuai indikasi. C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri) 1. Dirawat 2x24jam 2. Tidur dng posisi kepala ditinggikan 30 derajat 3. Obat2 simptomatis spt analgetik, anti emetik, dll sesuai indikasi (Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal, PERDOSSI) PENATALAKSANAAN SECARA UMUM DAN KHUSUS Umum : A. airway ( jalan nafas ) : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan. B. breathing ( pernapasan ) : tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan selidiki dan atasi cedera dengan pasang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum C. circulation ( sirkulasi ) : hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya D. disability Khusus : a. cedera kepala ringan : pasien cidera kepala ini umunya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila

memenuhi kriteria berikut: i. hasil pemeriksaan neurologis dalam batas normal ii. foto servikal jelas normal iii. adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan. b. cedera kepala sedang i. pasien yang menderita komosio otak, dengan skala koma glasglow 15 ( sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah ) dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien dapat dipulangkan untuk observasi di rumah meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia.Resiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal. c. cedera kepala berat i. penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi ii. monitor tekanan darah iii. pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien pada pasien dengan skor GCS < 8, bila memungkinan iv. penatalaksanan cairan : hanya larutan isotonis ( laruatan ringer laktat ) v. nutrisi : cedera kepala berat menimbulkan respon hipermetabolik dan katabolik dengan keperluan 50-100 % lebih tinggi dari normal. vi. Temperatur badan : demam dapa mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin vii. Antikejang : fenitoin 15-20 mg/kg BB viii. Antibiotik : golongan penisilin dapat mengurangi resiko meningitis pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal. ix. CT Scan lanjutan : dilakukan 24 jam setelah cedera awal awal pada pasien dengan perdarahan intrakranial untuk menilai perdarahan yang progresif atau yang timbul belakangan. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi Ke III KOMPLIKASI Konkusio 1. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. 2. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak didalam tulang tengkorak. 3. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Gegar otak (kontusio serebri) 1. merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala.

2. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma. 3. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. 4. Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada. Perdarahan Intrakranial 4. Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. 5. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: - sakit kepala yang menetap - rasa mengantuk yang hilang-timbul - linglung - perubahan ingatan - kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Epilepsi Pasca Trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Afasia Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Apraksia Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Agnosia Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda

tersebut. Amnesia Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. (www.medicastore.com) Pertolongan pertama pada trauma kapitis Menghentikan pendarahan Pendarahan dari kulit kepala biasanya banyak karena pembuluh darah berda di dalam jaringna ikat padat sehingga sukar mencukup. Pendarahan dapat dihentikan dengan memberikan tekanan pada tempat yang rendah sehingga pembulu-pembuluh darah tertutup, kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Usahakan pernafasan yang lapang beri napas buatan bila berhenti Bersihkan mulut dengan hidung dari muntah atau darah bila ada. Keluarkan protesis gigi, kendorkan ikat pinggang, bila perlu hisap lendir dengan alat peng hisap. Miringkan kepala supaya lidah tidak menghalangi faring. Bila pasien muntah letakan seluruh badan pasien dalam sikap miring dan berikan O2. Fisasi leher Pada tiap kasus cedera kepala kulumna vetebralis servikalis harus diperiksa dengan teliti, bila perlu foto rontgen. Bila diperkirakan kemungkinan adanya fraktur, leher harus difiksasi dengan kerah fiksasi leher. Fiksasi tulang yang patah Tulang patah akan menimbulkan rasa nyeri pada pergerakan, karna itu harus difiksasi. Pemerikasan bagian badan yang lain

You might also like