You are on page 1of 12

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pengamatan untuk perkembangan embrional hewan mamalia, sebaiknya kita harus mengetahui secara pasti kapan telur tersebut dibuahi oleh spermatozoa, dengan mengetahui saat terjadinya pembuahan maka umur embrio dapat diketahui sacara tepat. Terjadinya ovulasi pada mamalia betina ketika fase estrus. Fase estrus ini ditandai dengan tingkah laku aneh dan gelisah dan tidak menolak jika didekati pejantan. Fase estrus biasanya hanya berlangsung dalam waktu singkat, oleh karenanya pemahaman mengenai siklus estrus pada suatu hewan perlu dilakukan melalui pengamatan yang cermat selama waktu tertentu. Hewan-hewan rodentia memiliki siklus yang mudah diamati. Daur estrusnya terdiri dari lima fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, anestrus, dan diestrus. Fasefase ini mudah dikenal dengan mengamati sel-sel penyusun vagina yaitu mukosa vagina. Kejadian yang penting dari daur estrus adalah pelepasan sebuah telur yang matang dari ovarium. Tipe sel yang digunakan untuk mengidentifikasi dalam fasefase dalam siklus estrus adalah sel ephitel dan leukosit. Sel ephitel ditandai dengan bentuk oval atau polygon, sedangkan leukosit berbentuk bulat. Pengamatan mengenai tipe sel dan proposi masing-masing sel yang ditemukan pada apusan yang diperoleh dapat ditentukan fase yang sedang dialami oleh hewan yang bersangkutan. Metode apus vagina (vaginal smear) didasarkan pada kenyataan bahwa pada saat estrus sel-sel ephitel vagina mengalami kornifikasi sebagai akibat kadar estrogen tinggi. Metode ini dapat pula digunakan pada mamalia betina seperti marmut atau juga manusia. Hewan dapat diamati siklus estrusnya melalui pembuatan apus vagina adalah yang telah masak kelamin dan sedang tidak hamil. Cavia porcellus digunakan dalam praktikum ini karena mudah didapat dan termasuk kelas mammalia yang kecil tubuhnya tapi organnya lengkap seperti hewan kelas mamalia lainnya.

B.

Tujuan

Tujuan dari praktikum vaginal smear adalah agar praktikan dapat melakukan prosedur pembuatan apus vagina, dapat mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat dan dapat menentukan fase estrus dari hewan uji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan embrio dimulai dari proses pembuahan . Pertumbuhan embrio merupakan kelanjutan kelenjar dari proses pembuahan. Ovum yang telah dibuahi oleh spermatozoa menjadi zigot dan tumbuh menjadi embrio melalui proses pembelahan. Embrio adalah makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan (Martini, 2000). Sistem reproduksi hewan betina biasanya menampakkan perubahan -perubahan secara teratur dan disebut siklus birahi. Periode estrus merupakan periode terpenting dalam siklus birahi, yaitu pada saat hewan betina akan dikawini hewan jantan dan setelah itu terjadi pelepasan telur dari ovarium. Hormon juga berperan dalam mempersiapkan alat reproduksi untuk menerima spermatozoa, menghasilkan ova, dan membantu terjadinya kehamilan, implamantasi, dan pemberian makanan bagi embrio dan fetus (Bradley, 1958). Siklus estrus atau siklus birahi umumnya dibagi dalam empat fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Ada juga yang membagi menjadi dua fase folikuler atau estrogenic yang meliputi proestrus dan estrus, serta fase luteum atau progestationat yang terdiri dari metestrus dan diestrus (Toelihere, 1981). Berilkut ini penjelasan masing-masing fase birahi (Frandson, 1993): 1. Proestrus Produksi estrogen meningkat di bawah stimulasi FSH (Folicle Stimulating Hormon) dan adenohipofisis pituitari dan LH (Luteinizing Hormon) ovari yang menyebabkan meningkatnya perkembangan uterus, vagina, oviduk, dan volikel ovari. Fase yang pertama (proestrus) dari siklus estrus dianggap sebagai fase penumpukan. Dalam fase ini folikel ovarium dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi hormon hormon estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang penaikan vesikularitas dan pertumbuhan sel genitalia tubular, dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang akan terjadi.

2. Estrus Estrus adalah periode penerimaan seksual pada hewan betina, yang terutama ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Selama atau segera setelah periode itu terjadilah ovulasi, ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan peningkatan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi folikel membesar dan mengalami turgit, serta ovum yang berada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira kira pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi. Pada saat itu ovum dilepaskan dari volikel menuju ke bagian tuba uterine. 3. Metestrus Metestrus adalah fase setelah ovulasi di mana korpus luteum mulai berfungsi. Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya waktu LTH (Lutetropik Hormon) disekresi oleh adenohipofisis. Selama periode ini terdapat penurunan estrogen dan penaikan progesterone yang dibentuk oleh ovari. 4. Diestrus dan anestrus Diestrus adalah periode quiescence yang relatif pendek antara siklus estrus pada hewan hewan yang tergolong poliestrus, sedangkan anestrus merupakan periode quiescence antar musim kawin. Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan seluruh hewan itu. Sistem reproduksi terdiri dari dua buah ovarium, dua buah tuba falopi, uterus, vagina, dan vulva. Ovum atau telur dilepaskan dari ovarium dan diterima oleh infundibulum lalu dibawa masuk ke tuba falopi, di mana dalam keadaan normal terjadi proses pembuahan (fertilisasi) dalam perjalanan ovum itu dari ovarium menuju ke uterus ( Frandson, 1993). Sistem reproduksi betina mengalami suatu daur yang berkala dan teratur. Waktu daur pembiakan itu berbeda pada masing-masing jenis mamalia. Manusia memiliki daur pembiakan rata-rata 28 hari, sedangkan pada mamalia yang hidup bebas atau hewan liar mempunyai waktu pembiakan hanya satu kali dalam setahun dan dilakukan dalam musim pembiakan, tetapi bila telah menjadi hewan peliharaan musim biakan menjadi jelas (Yatim, 1982). Beberapa mamalia dapat mempunyai banyak keturunan secara musiman, dapat bereproduksi hanya sekali dalam setahun, sedangkan yang lainnya memiliki daur reproduksi yang singkat. Kebanyakan mamalia betina mengalami kegelisahan

di mana pada saat mau menerima jantan seksualitas (terjadi ovulasi). Periode ini di disebut fase estrus dan daur reproduksinya disebut daur estrus. Mamalia dan primata memiliki siklus menstruasi yang sama dengan daur estrus pada mamalia lainnya. Tidak seperti mamalia dan primate mengalami pendarahan yang disebut menstruasi (Frandson, 1993). Sistem hormon yang berperan dalam daur pembiakan adalah hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu GnRH, hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior yaitu FSH dan LH, dan hormon yang dikeluarkan oleh ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Hormon yang tidak disekresikan dalam jumlah konstan sepanjang daur seksual tetapi dengan kecepatan yang sangat berbeda dalam berbagai bagian dari daur tersebut (Bradlay, 1958).

III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

a.

Alat

Alat yang digunakan pada acara praktikum ini meliputi objek glass, pipet tetes, cotton but, bak preparat, mikroskop, mangkuk, dan tisu. b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah marmut betina masak kelamin yang sedang tidak hamil, larutan NaCl 0,9 %, larutan alkohol 70% dan pewarna methilen blue 1% akuamosa. c. Cara Kerja

1. Marmut betina yang akan diperiksa dipegang dengan tangan kanan, dengan cara menelentangkannya diatasi telapak tangan sementara tengkuk dijepit oleh ibu jari dan telunjuk. Ekor dijepit dengan telapak tangan dan jari kelingking. 2. Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9 % kemudian secara perlahan dimasukkan ke dalam vagina marmut sedalam kurang lebih 5 mm dan diputar searah secara perlahan-lahan dua hingga tiga kali. 3. Objek glaas dibersihkan dengan alkohol 70 % dan dikeringkan. Ujung cotton bud yang sudah dibasahi oleh larutan NaCl dioleskan dua sampai tiga baris dengan arah yang sama pada objek glass 4. Olesan vagina tersebut ditetesi dengan larutan methilen blue 1 % sambil sesekali dimiringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan ditunggu selama kurang lebih 5 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan membilas menggunakan akuades atau air mengalir kemudian ditutup dengan gelas penutup. 5. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah kemudian perbesaran kuat. Diperhatikan tipe dan proporsi sel dalam preparat apusan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Dari hasil pengamatan diketahui bahwa mencit sedang mengalami siklus proestrus

Gambar Proestrus pada Mencit Apus vagina (vaginal smear) mencit betina yang dipaksa dalam praktikum ini tampak gambaran sel berbentuk oval atau polygon disebut sel ephitel. Sel ephitel dalam sediaan apus vagina memiliki inti berwarna gelap dan sel ephitel mengalami penandukan (kornifikasi). Sel dalam sediaan apus vagina yang berbentuk bulat disebut leukosit. Leukosit tampak berwarna terang bila dibandingkan debgan sel ephitel. Letak sel ephitel dan leukosit letaknya tidak beraturan. Dalam preparat tampak sel ephitel berinti dan sel leucocyte.

B.

Pembahasan

Organ reproduksi mamalia jantan pada mencit meliputi sepasang testis yang bentuknya bulat telur berwarna putih, terletak dalam rongga perut. Epididymis terdiri dari caput, corpus, dan cauda epididymis. Ductus deferens berupa saluran berjalan di sebelah dorsal dari kantung urine yang bermuara pada ductus spermatikus yang terdapat pada batang penis (Villee et al, 1998). Diantara kaki belakangnya terdapat sepasang papilla mamae muara glandula mamae, namun pada hewan jantan, glandula mamae tidak melakukan sekresi. Bagian belakang penis terdapat lekuk pirenium yang merupakan lekukan yang dalam dan nampak selalu kotor. Lekuk ini merupakan tempat bermuara kelenjar bau yang digunakan sebagai tanda pengenal spesies dan hedonik atau pemikat lawan jenis (Nalbandov, 1990). Organ reproduksi pada mamalia betina meliputi: vagina, ovarium, oviduk, tuba falopii, dan uterus. Sebagian besar mamalia menahan telur yang telah dibuahi di dalam saluran reproduksi sampai perkembangan embrio selesai. Embrio mendapatkan makanan dari induk dan untuk itu ovidak mengalami modifikasi. Pada hewan betina ostium terletak di dekat ovarium dan melingkarinya. Jika terjadi ovulasi, telur yang dilepaskan berada cukup dekat dengan ostium sehingga mudah bergerak ke dalamnya dengan gerak jalan siliari. Bagian anterior dari tiap ovidak merupakan saluran kecil yang disebut tuba falopii, dan telur dibawa ke bawah dengan gerakan siliari dan kontraksi ototnya. Sisa dari ovidak primitif menyatu dan membentuk uterus yang berdinding tebal dan sebagai vagina. Bagian terminal vagina dan uterus berkembang dari pembagian lebih lanjut bagian ventral kloaka. Vagina merupakan tabung yang khusus untuk penerimaan penis dan dilapisi oleh epitel pipih berlapis. Vagina terpisah dari bagian utama uterus, tempat embrio berkembang, oleh leher uterus seperti sfingter yang disebut serviks. Lubang vagina dan uretra dibatasi oleh lipatan yang berpasangan, yaitu labium minor dan labium mayor (Yatim, 1982). Pubertas (dewasa kelamin) dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu di mana organorgan reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Pada hewan betina pubertas dicirikan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan-lahan bertambah dalam

ukuran dan tidak memperlihatkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa. Apabila suatu umur atau berat badan tertentu dicapai estrus dan ovulasi pertama terjadi walaupun dalam beberapa kasus ovulasi pertama mungkin tidak disertai oleh estrus. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat (Toelihere, 1981). Jumlah folikel de graff yang terbentuk per siklus birahi tergantung pada hereditas dan faktorfaktor lingkungan. Pada mamalia, 1020 folikel menjadi matang pada setiap estrus. Folikel dapat mencapai kematangan tergantung pada bangsa, umur dan di negerinegeri beriklim sedang, juga tergantung pada stadium musim kelamin. Baik derajat folikel maupun jumlah yang menjadi matang tergantung pada gonadotropin hypophyseal. Banyak folikel tumbuh pada saat estrus, sedangkan sedikit yang menjadi matang. Hal ini mungkin berarti bahwa hanya sedikit hormon yang dibutuhkan untuk memulai pertumbuhan folikel dibandingkan mendekati ovulasi (Frandson, 1993). Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini hewan betina memperhatikan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula hewan mau menerima pejantan untuk kopulasi. Tanda lain dari fase estrus untuk tiap jenis ternak berlainan, tetapi pada umumnya mereka memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari jika pejantan mendekati (Partodiharjo, 1986). Selama masa birahi (ataupun perkembangan folikel yang maksimal), servicks mensekresi lendir dalam jumlah terbesar dan tercair. Lendir serviks memiliki pH 6,6 sampai 7,5 dan pH ini kirakira tetap stabil sepanjang siklus. Sperma tetap bisa hidup dalam serviks, jauh lebih baik dibanding di dalam vagina, yang hanya dalam beberapa jam saja sudah tidak dapat bergerak. pH vagina bersifat alkali, tetapi diantara individu menunjukkan variasi yang luas dalam siklus (Nalbandov, 1990). Estradiol dari folikel de graff yang matang menyebabkan perubahanperubahan pada saluran reproduksi tubuler yang maksimal pada fase ini. Tuba falopii menegang, epithel menjadi matang, dan cilia aktif, sekresi cairan tuba bertambah. Uterus berereksi, tegang, dan mukosa tumbuh dengan cepat, suplai

darah ke uterus bertambah. Mucosa bverwarna merah jambu dan terjadi kongesti karena faskularisasi bertambah. Mucosa vagina sangat menebal dan pada beberapa species banyak sel-sel epithel berkornifikasi tanggal. Menjelang akhir estrus mungkin terdapat kenaikan jumlah leucosyte yang berpindah ke dalam periode estrus (Toelihere, 1981). Berdasarkan pengamatan terhadap sediaan apus vagina marmut betina didapatkan bahwa marmut tersebut sedang mengalami fase proestrus fase ini merupakan bagian dari fase estrus yang dapat dilihat dengan adanya sel ephitel berinti dan sel leukosit. Menurut Villee et al (19X) fase proestrus adalah fase persiapan. Biasanya terjadi selama 12 jam, tingkah laku dari hewan betina mulai tampak agak lain dari biasanya. Alat kelamin betina mulai memperlihatkan tandatanda peningkatan peredaran aliran darah. Meskipun gairah sex telah meningkat namun hewan betina masih menolak pejantan yang datang karena tertarik dengan perubahan tingkah lakunya. Pada preparat apus vagina tipe sel estrus terlihat sel ephitel yang belum terkornifikasi dan leukosit. Pada ovarium folikel tumbuh dengan cepat. Proestrus adalah periode setelah estrus leukosit muncul lagi di antara sel ephitel yang termodifikasi. Pada periode ini korpora lutea tumbuh dari sel-sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dari adenohypofisa. Fase ini ditandai dengan sel ephitel berinti dan sel leukosit. Digunakannya sel epthitel dan leucocyte dalam vaginal smear, supaya mudah diamati saat terjadinya fase estrus dengan dilihat tanda-tanda yang nampak (Bradlay,1958).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan: 1. progsteron dan estrogen. 2. Pubertas (masak kelamin) dicirikan dengan adanya estrus dan ovulasi. 3. Faktor yang mempengaruhi masak kelamin yaitu tergantung jenis hewannya, umur, musim kelamin, dan gonadotropin hypophyseal. 4. Marmut mengalami fase proestrus sebagai tanda datangnya birahi dimana preparat apus didomonasi oleh sel-sel epitel berinti, muncul secara tunggal atau kelompok. 5. Digunakan sel epithel dan leucocyte, yaitu agar mudah diamati saat terjadinya fase estrus dengan dilihat tanda-tanda yang tampak. Reproduksi betina pada mamalia dipengaruhi adanya hormone

DAFTAR PUSTAKA

Bradley, M. 1958. Dasar Embriologi. Depdikbud RI Pusat, Jakarta. Frandson, R. D. 1993. Anatomy and Phisiology of Farm Animal. Lea Febigur, Philadelphia. Martini, F. H. and Karkenskit, G. 2000. Fundamental of Anatomy and Physiology. Prencite Hall Inc, New Jersey. Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mammalia dan Unggas. Partodiharjo, S. 1986. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara offset, Jakarta. Toelihere, M. 1981. Fisilogi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa, Bandung Villee, C. A. Warren, F. W. and Robert, D. 1998. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta. Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.

You might also like