You are on page 1of 15

Aprillia NurAida (0810720014) LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA A.

Definisi Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya Struma adalah Pembesaran tiroid menyeluruh atau sebagian (Martin Von Planta, 2002) Apabila pada pemeriksaan kelenjar tyroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. (Afiatma Tjokronegoro, dkk, 1996) Struma nodosa tanpa disertai hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. (Afiatma Tjokronegoro, dkk, 1996: Arif Mansjoeri, 1999) B. Etiologi Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. b. Agent Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara berlebih. Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian. c. Environment Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak

a. Host

Aprillia NurAida (0810720014) menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.

C.

Klasifikasi Berdasarkan Fisiologisnya Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. b. Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini.

c. Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai

Aprillia NurAida (0810720014) respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.

Berdasarkan Klinisnya Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : a. Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai

Aprillia NurAida (0810720014) hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. b. Struma Non Toksik Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat >30 %. Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American society for Study of Goiter membagi : 1. Struma Non Toxic Diffusa 2. Struma Non Toxic Nodusa 3. Stuma Toxic Diffusa 4. Struma Toxic Nodusa Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. 1. Struma non toxic nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Aprillia NurAida (0810720014) Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism. 2. 3. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting Goitrogen : penyakit tiroid autoimun
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang

mengandung yodium
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari

tambang batu dan batubara.


Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels

kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar. 4. tiroid 5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanakkanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004) 2. Struma Non Toxic Diffusa Etiologi : (Mulinda, 2005) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Defisiensi Iodium Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar

penurunan pelepasan hormon tiroid. terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin biosynthesis hormon tiroid. Terpapar radiasi Penyakit deposisi Resistensi hormon tiroid Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis) Silent thyroiditis Agen-agen infeksi Suppuratif Akut : bacterial Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit Keganasan Tiroid

Aprillia NurAida (0810720014)

3. Struma Toxic Nodusa Etiologi : (Davis, 2005) 1. 2. 3. 4. 4. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4 Aktivasi reseptor TSH Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth Struma Toxic Diffusa

factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor. Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004) D. Manifestasi Klinik Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien struma adalah : a. Status Generalis (umum)
Tekanan darah meningkat (systole) Nadi meningkat Mata : Exophtalamus

- Stellwag sign : jarang berkedip - Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke bawah. - Morbius sign : sukar konvergensi - Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi. - Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup.
Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor Jantung : takikardi.

b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior.


Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan. Palpasi : - permukaan, suhu

- Batas atas kartilago tiroid - Batas bawah incisura jugularis - Batas medial garis tengah leher - Batas lateral m.sternokleidomastoid. c. Struma kistik
Mengenai 1 lobus Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan. Kadang multilobularis. Fluktuasi (+)

Aprillia NurAida (0810720014) d. Struma Nodusa


Batas jelas Konsistensi : Kenyal sampai keras Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma tiroidea

e. Struma Difusa
Batas tidak jelas Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.

f.

Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein

E.

Patofisiologi Nodul tiroid nontoksis

Sidik tiroid

Panas

Hangat

Dingin USG Campuran

L-Thyroxin 45 bulan

Krista FNA (+Asp>)

Padat FNA

Sidik tiroid ulang

FNA

Panas Observasi

Dingin

FNA

F. -

Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri

Aprillia NurAida (0810720014) dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah : a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu : 1. Inspeksi Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. 2. Palpasi Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 3. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin

Aprillia NurAida (0810720014) serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. 4. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas). 5. Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 6. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. 7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. Penatalaksanaan Medis Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut : 1. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obatobat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan

Aprillia NurAida (0810720014) tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. 2. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. 3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. Pencegahan Tertier 21

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

Aprillia NurAida (0810720014)

ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian 1. Identitas Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal MRS/jam, diagnosa masuk, No. Reg ruangan, serta identitas yang bertanggung jawab. 2. Keluhan Utama Biasanya klien mengeluh tidak nyaman karena adanya benjolan pada leher. B. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada umumnya klien mengeluh nyei dan tidak nyaman pada leher dan klien merasa takut karena akan dilakukan operasi. 2. Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang pernah diderita pasien seperti, DM, HT, dan lain-lain. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi penyakit-penyakit yang pernah diderita keluarga baik yang menular ataupun yang menurun seperti DM, HT, TB. C. Pola pola Fungsi Kesehatan 1. Pola Persepsi dan tatalaksana Hidup Sehat Meliputi : kebiasaan pola hidup, perawatan diri dan pengetahuan tentang perawatan kesehatan dirinya. 2. Pola Nutrisi dan Metabolisme Meliputi : kebiasaan makan (porsi, komposisi) sebelum dan selama MRS dan kebiasaan minumnya sebelum dan selama MRS, dan biasanya nafsu makan menurun karena leher terasa tidak nyaman. 3. Pola eliminasi Biasanya pasien tidak mengeluh adanya gangguan dan kesulitan saat BAB dan BAK 4. Pola Istirahat tidur Biasanya pasien saat MRS akan susah tidur karena cemas akan dilakukan operasi. 5. Pola Sensori dan Kognitif Biasanya tidak terjadi masalah pada sensorinya. Dan pengetahuan klien tentang penyakitnya kurang, sehingga klien cemas dan sering bertanya tentang keadaannya. D. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Biasanya tensinya normal, jika tidak ada riwayat HT, Nadi Normal, RR normal dan suhu

A. Pengumpulan Data

Aprillia NurAida (0810720014) mengalami peningkatan dan kesadarannya komposmentis 2. Kepala Leher Tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid 3. Thorax Meliputi ada tidaknya kelainan pada daerah dada. 4. Abdomen Biasanya pada palpasi tidak terdapat masa pada abdomen II. Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya masa pada leher. 2. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan Diagnosa Post op 1. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis. 2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara. 3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang. III. Diagnosa Rencana Intervensi a. Pre Op : Cemas berhubungan dengan pembedahan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 30 menit tidak terjadi kecemasan yang berlanjut sehingga menyebabkan gangguan psikologis yang lebih lanjut. Kriteria Hasil : Dapat mengungkapkan perasaan takutnya. Tampak rilex Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping yang efektif. 1. Tinjau ulang pengalaman pasien dengan kanker dan operasi. 2. Dorong pasien untuk mengungkan pikiran dan perasaan 3. Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara. 4. pertahankan kontak sering dengan pasien. Bicara dengan menyentuk pasien pasien bila tepat. 5. Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis. Hindari

Diagnosa pre op

Rencana Tindakan :

Aprillia NurAida (0810720014) memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi. 6. Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, tujuannya dan potensial efek samping membantu pasien menyiapkan pengobatan. Rasional 1. Membantu dalam identifikasi rasa takut dan kesalahan konsep berdasarkan pada pengalaman dengan kangker dan operasi. 2. Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis. 3. Membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa terhormat dan kontrol 4. Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak; berikan respek dan penerimaan individu, mengembangkan kepercayaan. 5. Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan / pilihan berdasarkan realita. 6. tujuan pengobatan kangker adalah menghancurkan sel-sel melignan sambil meminimasi kerusakan pada sel yang normal. Pengobatan dapat meliputi pembedahan serta kemoterapi, radiasi. 7. Pilihan intervensi ditentukan oleh tingkat kecemasan. b. Post Op Diagnosa pertama Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam Jalan nafas klien efektif Kriteria: Tidak ada sumbatan pada trakhea Rencana tindakan: - Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas. - Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi. - Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis. - Atur posisi semifowler - Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif. - Melakukan suction pada trakhea dan mulut. - Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

Aprillia NurAida (0810720014) Rasional - Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan. - Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas. - Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring. - Memberikan suasana yang lebih nyaman. - Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi - Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas. - Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping operasi. Diagnosa keperawatan kedua Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat berkomunikasi secara verbal Kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata. Rencana tindakan: - Kaji pembicaraan klien secara periodik - Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak. - Kunjungi klien sesering mungkin - Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasionalisasi: - Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan. - Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak. - Mengurangi kecemasan klien - Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien. Diagnosa keperawatan ketiga Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 15 menit rasa nyeri berkurang Kriteria hasil: Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku yang menunjukkan adanya nyeri. Rencana tindakan - Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil - Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri. - Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .

Aprillia NurAida (0810720014) - Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim. - Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasionalisasi - Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka. - Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi. - Mengurangi ketegangan otot. - Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan. - Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri. IV. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Dalam operasionalnya perawat merupakan satu tim yang berkerja secara berkesinambungan dengan berbagai tim. Seluruh kegiatan keperawatan dalam tahap ini ditulis secara rinci sesuai dengan tindakan yang telah dilakukan pada pelaksanaan tindakan keperawatan atau catatan keperawatan (Nasrul Efendi, 1995) V. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan perbandingan yang sistematik dan terencanan tentang kesehatan pasien dan sesama tenaga kesehatan. (Nasrul Efendi, 1995) DAFTAR PUSTAKA Carpernito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Doenges Edisi E, 3, 8, Penerbit Rencana Penerbit Buku Asuhan Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2001. Marilynn Edisi Keperawatan,

Kedokteran, EGC, Jakarta, 2001. Effendi Nasrul, Pengatar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta, 1995. Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2000. Planta Martin Van, Diagnosa Banding Ilmu Penyakit Dalam, Hipokrates, Jakarta, 2002. Tjokronegoro Arjatmo, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

You might also like