You are on page 1of 25

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa. Perkembangan pertanian di Indonesia apabila ditelusuri dari waktu ke waktu mengalami berbagai pasang surut. Bidang pertaian sebagai dasar perekonomian kerakyatan yang pada awalnya sangat diandalkan dalam menopang sendisendi pembangunan bangsa, pada akhirnya mengalami berbagai gejolak permasalahan. Penyebabnya adalah berbagai kebijakan yang justru menciptakan keadaan yang tidak menguntungkan bagi para petai. Kebijakan kebijakan yang di tempuh oleh pemerintah dan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan pertanian malah bermuara pada permasalahan yang sangat kompleks. Kebijakan kebijakan tersebut hanya memberatkan para petani sebagai mayoritas pelaku di bidang pertanian. Upayaupaya yang di tempuh dalam mensejahterakan kehidupan para petani di anggap belum berhasil. Karena dalam mengambil keputusan, pemerintah kurang berpihak kepada kaum petani dan cenderung merugikan petani. (Soeranto, 2012). Salah satu kendala dalam usaha peningkatan di bidang pertanian adalah adanya gangguan akibat serangan hama yang secara tidak langsung keberadaan hama ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi petani di dalam suatu daerah. Serangan hama tanaman merupakan salah satu kendala yang sangat meresahkan para petani. Bagaimana tidak, dalam batas tertentu populasi hama dapat menyebabkan penurunan produksi pertanian yang akhirnya dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi petani. Serangan hama tersebut dapat terjadi pada berbagai

komoditas baik itu komoditas pangan, holtikultura maupun perkebunan. Keberadaan hama disuatu daerah sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya seperti cuaca, faktor geografis serta tindakan manusia, sehingga jenis hama, dominansi, intensitas dan luas serangannya berbeda antar daerah satu dengan yang lain. (Agustyna, 2011). Menurut Faperta UIR (2011), Hama pada tanaman merupakan momok dalam budidaya tanaman meningkatkan hasil produksi. Penanggulangan hama yang tepat dan meminimalkan dampak negatif terhadap organisme-organisme biotik sebagai musuh alami menjadi prioritas penting dalam pengendalian. Dampak yang timbul akibat serangan hama dan penyakit menyebabkan kerugian baik terhadap nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta petani sebagai pelaku budiaya tanaman dengan kegagalan panen serta turunnya kualitas dan kuantitas hasil panen. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan perebutan unsur hara dan mineral, air, cahaya matahari, proses fisiologi tanaman, pertumbuahan dan perkembangan tanaman yang terhambat akibat hama dan penyakit. Selain berdampak pada tanama budidaya, serangan hama dan penyakit juga berdampak terhadap agroekosistem pertanian. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan oleh adanya pemikiran oleh para pembudidaya tanaman untuk mengendalikan serta

memusnahkan hama dan penyakit yang menyerangan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang tidak sesuai dan tepat tersebut memberikan dampak kerugian yang lebih besar dari pada serangan hama dan penyakit itu sendiri terhadap tanaman. Dampak kerugian akibat serangan hama tersebut adalah : 1. Gagal Panen Akibat serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah terjadinya gagal panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang tanaman menjadikan tanaman sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi mereka. Hama merusak tanaman dengan cara: menghisap cairan tanaman, memotong batang tanaman baik yang muda maupun tua, memakan daun muda dan tua serta tunas-tunas muda pada tanaman, menghisap cairan dan memakan daging buah yang dapat menurunkan nilai ekonomis buah, membuat rumah atau sarang sebagai tempat tinggal dan berkembang biak baik pada batang, daun maupaun buah

2. Menurunnya Jumlah Produksi Tanaman Dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman tidak akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya pembatasan pertumbuhan akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis. 3. Pertumbuhan Tanaman yang Terganggu Serangan hama dapat meyebabkan pertumbuh tanaman menjadi terhambat dan bahkan tidak jarang mengalami stagnan pertumbuhan atau kerdil. Seperti serangan hama wereng pada tanaman padi yang dapat mengakibatkan tanaman padi menjadi kerdi dan tidak dapat berproduksi. 4. Menurunkan Nilai Ekonomis Hasil Produksi Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagianbagian buah mupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian yang diseranga oleh hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat atau larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi. 5. Kerugian bagi para Petani Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh tanaman atau gagal panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian ini disebabkan tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka dapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di indonesia 6. Terjadinya Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha pertanian. Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih fungsikan lahan pertanian

yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikan keuntungan bagi mereka. Kondisi seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di Indonesia serta ketahan bahan pangan dalam negeri. 7. Degradasi Agroekosistem Degradasi ekosistem terjadi karena adanya usaha yng dilakukan oleh para petani dalam penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak negatif terhadap lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem. Pencemaran lingkungan tersebut kerena adanya zat-zat yang berbahaya akibat digunakannya pestisida. Dengan adanya penanggulanag serangan hama yang tida sesuai ini menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem alami. 8. Munculnya resistensi dan returgensi hama Dengan penanggulangan serangan hama yang tidak sesuai akan menyebabkan resistensi atau kekebalan hama terhadap pestisida dan returgensi atau ledakan jumlah populasi hama yang berakibat pada damapa kerugian aygn lebih komplek dalam usaha budidaya tanaman itu sendiri. Manfaat mempelajari hama, khususnya 6 ordo serangga hama yang termasuk merugikan ini adalah agar dapat mengetahui jenis serangga yang merugikan yang dilihat dari bentuk tubuh dan gejala serangan dari hama tersebut. Selain itu dapat diketahui pula bagaimana cara hama tersebut menyerang dan merusak bagian tanaman yang dibudidaya. Setelah kita mengetahuinya maka kita dapat melakukan tindakan pengendalian terhadap serangan hama-hama tersebut dengan menekan perkembangan serangannya.

1.2.Tujuan Adapun tujuan praktikum mengenal ordo serangga hama adalah untuk mengetahui perbedaan ke enam ordo serangga tersebut dan untuk mengetahui lebih jelas perbedaan masing-masing bagian tubuh serangga (kepala, dada, sayap, perut, dan kaki) sehingga memudahkan pengklasifikasian/identifikasi ke enam serangga hama tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Serangga Hama Menurut Riolo (2009), bahwa serangga dikatakan hama apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan, pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau panen, pengolahan dan dalam penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias, bunga serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya. Hama adalah semua organisme atau agens biotik yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. Dalam arti yang luas bahwa hama adalah makhluk hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya manusia yang berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil dan seratnya dapat diambil untuk kepentingan manusia. Sedangkan menurut Massofa (2008) Hama adalah makhluk hidup yang menjadi pesaing, perusak, penyebar penyakit, dan pengganggu semua sumber daya yang dibutuhkan manusia. Definisi hama bersifat relatif dan sangat antroposentrik berdasarkan pada estetika, ekonomi, dan kesejahteraan pribadi yang dibentuk oleh bias budaya dan pengalaman pribadi.

2.2. Golongan Serangga Hama Menurut Arbar (2011) Berdasarakan penggolongannya terdapat 20 ordo dari serangga, tetapi yang termasuk dalam golongan hama yang merugikan terdapat enam ordo serangga. Serangga merupakan objek penting yang dipelajari karena merupakan hama yang merusak tanaman diarea pertanian dan serangga merupakan jumlah spesies yang terbesar yaitu sekitar 686.000 (91% dari 750 spesies arthropoda) dan dari seluruh spesies binatang yang dikenal yakni sekitar 72% dari seluruh spesies binatang. Serangga yang penting yang tidak lain sering merusak tanaman adalah kelompok kelas Hexapoda. Serangga Hexapoda mempunyai ciri khas yakni memiliki enam buah kaki. Jenis ini memiliki beberapa jenis ordo yakni sebagai berikut: 1. Ordo Orthoptera. Berasal dari kata orthos yang artinyalurus dan pteron artinya sayap. Golongan serangga ini sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan,

namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator. Sewaktu istirahat sayap bagian belakangnya dilipat secara lurus dibawah sayap depan. Sayap depan mempunyai ukuran lebih sempit daripada ukuran sayap belakang. Alat mulut nimfa dan imagonya menggigit-mengunyah yang ditandai adanya labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya. Tipe metamorfosis ordo ini adalah paurometabola yaitu terdiri dari 3 stadia (telur-nimfa-imago). Beberapa contoh serangga jenis ordo orthoptera: belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.), belalang pedang (Sexava spp.), jangkrik (Gryllus mitratus Burn dan Gryllus bimaculatus De G.), anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.) dan lain-lain. 2. Ordo Hemiptera Hemi artinya setengah dan pteron artinya sayap. Beberapa jenis serangga dari ordo ini pemakan tumbuhan dan adapula sebagai predator yang mengisap tubuh serangga lain dan golongan serangga ini mempunyai ukuran tubuh yang besar serta sayap depannya mengalami modifikasi, yaitu setengah didaerah pangkal menebal, sebagiannya mirip selaput, dan syap belakang seperti selaput tipis. Paurometabola merupakan tipe perkembangan hidup dari ordo ini yang terdiri dari 3 stadia yaitu telur-nimfa-imago. Tipe mulut menusuk-mengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan stylet yang berfungsi sebagai alat pengisap. Nimfa dan imago merupakan stadium yang bisa merusak tanaman. Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah: kepik buah jeruk (Rynchocoris poseidon Kirk), hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii), walang sangit (Leptocorixa acuta Thumb), kepik buah lada (Dasynus viridula), dan lain-lain. 3. Ordo Homoptera Homo artinya sama dan pteron artinya sayap serangga golongan ini mempunyai sayap depan bertekstur homogen. Sebagian dari serangga ini mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya kutu daun (Aphis sp.) sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Namun bila populasinya tinggi sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan

untuk berpindah habitat. Tipe perkembangan hidup serangga ini adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Jenis serangga ini, antara lain; wereng coklat (Nilaparvta lugens), wereng hijau (Nephotettix apicalis), kutu loncat

(Heteropsylla) dan kutu daun (Myzus persicae) dan lain-lain. 4. Ordo Lepidoptera Berasal dari kata lepidos sisik dan pteron artinya sayap. Tipe alat mulut dari ordo lepidoptera menggigit-mengunyah tetapi pada imagonya bertipe mulut menghisap. Perkembangbiakannya bertipe holometebola (telur-larva-pupaimago). Larva sangat berpotensi sebagai hama tanaman, sedangkan imagonya (kupu-kupu dan ngengat) hanya mengisap madu dari tanaman jenis bungabungaan. Sepasang sayapnya mirip membran yang dipenuhi sisik yang merupakan modifikasi dari rambut. Yang termasuk jenis serangga dari ordo ini, antara lain: ulat daun kubis (Plutella xyllostella), kupu-kupu pastur (Papilio memnon L), ulat penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls), penggerek padi putih (Tryporyza innotata Walker) dan lain-lain. 5. Ordo Coleoptera Coleos artinya seludang pteron sayap. Tipe serangga ini memiliki sayap depan yang mengeras dan tebal seperti seludang berfungsi untuk menutup sayap belakang dan bagian tubuh. Sayap bagian belakang mempunyai struktur yang tipis. Perkembangbiakan ordo ini bertipe holometabola atau metamorfosis sempurna yang perkembangannya melalui stadia : telur larva kepompong (pupa) dewasa (imago). Tipe alat mulut nyaris sama pada larva dan imago (menggigit-mengunyah) jenisnya bentuk tubuh yang beragam dan ukuran tubuhnya lebih besar dari jenis serangga lain. Anggota-anggotanya sebagian sebagai pengganggu tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai pemangsa serangga jenis yang berbeda. Serangga yang yang merusak tanaman, antara lain: kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros L.), kumbang daun kangkung, semangka, dan terung (Epilachna sp.), kumbang daun keledai (Phaedonia inclusa Stal.), penggerek batang cengkih (Nothopeus fasciatipennis Wat.) dan lain-lain.

6. Ordo Diptera Di artinya dua dan pteron artinya sayap merupakan bangsa lalat, nyamuk meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedangkan sayap belakang telah berubah menjadi halter yang multifungsi sebagai alat keseimbangan, untuk mengetahui arah angin, dan alat pendengaran. Metamorfosisnya holometabola (telur-larva-kepompong imago). Larva tidak punya tungkai, dan meyukai tempat yang lembab dan tipe mulutnya menggigitmengunyah, sedangkan imago bertipe mulut menusuk-mengisap atau menjilatmengisap. Jenis serangga golongan ini, antara lain : lalat buah (Bactrocera sp.), lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon), lalat bibit padi (Hydrellia philippina), hama ganjur (Orseolia oryzae Wood Mason) dan lain-lain.

2.3. Tipe-tipe Perkembangan Hidup Serangga Hama Menurut Hidayat (2012) Metamorfosis (perubahan bentuk) dari ordo serangga dikelompokkan dalam empat tipe, yaitu: a. Tanpa metamorfosis/ametamorfosis (ametabola) Pada tipe ini beberapa spesies serangga tidak memperlihatkan adanya metamorfosis, maksudnya segera setelah menetas maka lahir serangga muda yang mirip dengan induknya kecuali ukurannya yang masih kecil dan perbedaan pada kematangan alat kelaminnya. Kemudian setelah tumbuh membesar dan mengalami pergantian kulit, baru menjadi serangga dewasa (imago) tanpa terjadi perubahan bentuk hanya mengalami pertambahan besar ukurannya saja. Serangga pra dewasa sering disebut dengan istilah gaead. Tipe metamorfosis ini terdapat pada serangga dari ordo Collembola, ordo Thysanura, dan ordo Protura. b. Metamorfosis Bertahap (Paurometabola) Serangga yang mengalami perubahan bentuk secara paurometabola selama siklus hidupnya mengalami tiga stadia pertumbuhan, yaitu stadia telur, nimfa dan imago. Serangga pradewasa disebut nimfa. Nimfa dan imago memiliki tipe alat mulut dan jenis makanan yang sama, bentuk nimfa menyerupai induknya hanya ukurannya lebih kecil, belum bersayap, dan belum memiliki alat kelamin. Serangga

pradewasa mengalami beberapa kali pergantian kulit, diikuti pertumbuhan tubuh dan sayap secara bertahap. Serangga yang termasuk dalam tipe ini yaitu ordo Orthoptera, Hemiptera, dan Homoptera. c. Metamorfosis Tidak Sempurna (Hemimetabola) Hemimetabola memiliki cara hidup yang hampir sama dengan paurometabola, hanya habitat dari serangga pradewasanya berbeda dengan imagonya. Stadia dalam perkembangan hidupnya terdiri dari telur, naiad, dan imago. Serangga pradewasa disebut dengan istilah naiad. Naiad hidup di air, dan mempunyai alat bernafas semacam insang sedangkan habitat imago habitatnya di darat atau di udara. Serangga yang memiliki perkembangan hemimetabola adalah ordo Odonata (Capung). d. Metamorfosis Sempurna (Holometabola) Pada tipe ini serangga memiliki empat stadia selama siklus hidupnya, yaitu telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago. Serangga pradewasa disebut larva, dan memiliki habitat yang berbeda dengan imagonya. Larva merupakan fase yang aktif makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya perombakan dan penyususunan kembali alat-alat tubuh bagian dalam dan luar. Serangga yang memiliki perkembangan holometabola yaitu ordo Lepidoptera, ordo Coleoptera, ordo Hymenoptera.

2.4. Pengendalian Serangan Hama Menurut UNS (2011) Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi. Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak

10

hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan berikut ini yang terdiri dari : Pengendalian Mekanik Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual. Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.

Pengendalian Fisik Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup. Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen. Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara-cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga.

Pengendalian Hayati Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh-musuh alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen-agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya.

11

Pengendalian Dengan Varietas Tahan Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap serangan hama. Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : Toleransi Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan hama yang menyerang pada suatu saat. Antibiosis Tanaman-tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis. Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga. Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis serangga tertentu. Non prefens Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal ini

12

disebabkan adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga untuk memakan atau meletakkan telur. Pengendalian Hama Dengan Pengaturan Cara Bercocok Tanam Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang belerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu. Pengendalian Hama Dengan Sanitasi Dan Eradikasi Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak-semak, gulam dan lain-lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama tertentu.

13

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan praktikum Acara II (Mengenal Ordo Serangga Hama) dilakukan dengan mencari serangga yang termasuk hama di lapangan lalu ditangkap dan pengamatan dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, 16 April 2012 pukul 15.15-16.55 WIB.

3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah specimen serangga hama (belalang kayu dari ordo orthoptera, walang sangit dari ordo hemiptera, kutu daun dari ordo homoptera, ulat daun pisang dari ordo Lepidoptera, lalat buah dari ordo dipteral, dan kumbang kelapa/kutu beras dari ordo coloeptera). Sedangkan alat yang digunakan adalah lup, alat gambar, dan alat tulis lainnya.

3.3. Cara Kerja Setiap praktikan membuat hasil pengamatan dalam bentuk gambar dari masing-masing ordo serangga hama, menggambar bentuk serangga secara keseluruhan, masing-masing bagian yaitu sayap depan, dan belakang, kepala (caput), dada (thorax), perut (abdomen), dan kaki. Melakukan pengklasifikasian (genus, spesies, ordo dan familia). Membuat resume singkat meliputi gejala serangan, tanaman yang diserang dan biologi serangga tersebut (telur-larva-pupa-imago atau telur-nimfa-imago) dan mencantumkan dalam laporan. Mengilustrasikan contoh gambar ke 6 ordo serangga hama tersebut. Kemudian gambar hasil pengamatan (per kelompok) ini dibuat sebagian laporan sementara yang ditanda tangani oleh asisten yang bertugas.

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Dari hasil pengamatan terhadap setiap masing-masing contoh ke enam ordo serangga disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil Pengamatan Mengenal Ordo Serangga Hama Nama Serangga Belalang Kayu (Valanga nigricornis) Walang Sangit (Leptocorisa acuta) Hemiptera Paurometabola Ordo Serangga Orthoptera Tipe Perkembangan Paurometabola Tipe Alat Mulut Nimfa & Imago (menggigitmengunyah) Nimfa & Imago (menusukmengisap) Kutu Daun (Aphis sp) Ulat Penggulung Daun Pisang (Erionota thrax L.) Lalat Buah (Dacus sp) Diptera Holometabola Mengunyahmenggigit Imagonya menjilat Kutu Beras (Sitophilus oryzae) Coloeptera Holometabola Menggigitmengunyah Beras Buah Belimbing Lepidoptera Holometabola Homoptera Paurometabola Menyerangmengisap Menggigitmengunyah Menuskmengisap Daun Jambu Biji Daun Pisang Daun dan batang Bagian Tanaman yang diserang Daun, batang malai padi

15

4.2. Pembahasan 4.2.1. Belalang Kayu (Valanga nigricornis)

(a)

(b)

Gambar 1. (a) bagian-bagian dari tubuh belalang kayu dan (b) bentuk tubuh belalang kayu (Sumber: dokumentasi pribadi dan internet) Klasifikasi dari belalang kayu adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Subphylum: Hexapoda, Kelas: Insekta, Ordo: Orthoptera, Subordo: Caelifera, Family: Acrididae, Subfamily:

Cyrtacanthacridinae, Genus: Valanga, Spesies: Valanga nigricornis. (Estiara, 2011). Daur hidup Valanga nigricornis termasuk pada kelompok metamorfosis tidak sempurna. Pada kondisi laboratorium (temperatur 28 C dan kelembapan 80 % RH) daur hidup dapat mencapai 6,5 bulan sampai 8,5 bulan. Fekunditas rata-ratanya mencapai 158 butir. Keadaan yang ramai dan padat akan memperlambat proses kematangan gonad dan akan mengurangi fekunditas. Metamorfosa sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur, nimfa, dan dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya. (Arvy, 2009). Umur belalang ini bertelur pada awal musim kemarau dan akan menetas pada awal musim hujan, yaitu bulan oktober dan november. Telur menetes skitar 5-7,5 bulan. Sekitar 90 butir telur diletakkandi kantung berwarna cokelat yang panjangnya 2-3 cm. Kantung tersebut dimasukkan ke lubang tanah dengan kedalaman 5-8 cm. Lubang kemudian diisi dengan massa berbuih yangdapat mengeras. Demikian pula di atas tanah diberi massa berbuih

16

yang dapat mengeras. Nimfa yang baru saja menetas berwarna kuning kehijauan dengan bercak hitam. Nimfa keluar dari lubang tanah, lalu naik kepohon dan memakan daunnya. Warna nimfa akan kemudian akan berubahubah. Umumnya nimfa berwarna kelabu dan kuning, tetapi seriing kali menjadi kuning tua sampai hitam kecokelatan. Nimfa tetap tinggal di atas dengan aman dan membuang kotorannya yang berbentuk seperti tongkat (batang). Setelah bersayap, nimfa terbang dan mencari makanan ke tempat lain.belalang dewasa ini kemudian melakukan perkawinan di atas pohon. Setelah itu, belalng terbang ke tanah untuk mencari tempat bertelur dan berkumpul di tempat terbuka untuk mencari sinar matahari. (Pracaya, 2008). Belalang dewasa berwarna abu-abu kecoklatan dengan spot-spot/bercakbercak pada femur (paha) kaki belakang dan berwarna kemerahan atau ungu pada tibia belakang/tulang betisnya. Pangkal sayap bagian bawah berwarna merah. Panjang belalang betina dari kepala sampai ke ekor sekitar 58-71 mm, sedangkan jantan sekitar 49-63 mm. Nimfa muda berwarna kuning kehijauan dengan spot hitam. Nimfa lebih tua warna tubuhnya bervariasi, biasanya abuabu, kuning, dan cokelat gelap. Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen). (Arvy, 2009). Pengendalian populasi hama ini dapat dengan menggunakan ekstrak daun dan biji nimba (Azadirachta indica). Pengujian ekstrak ini terhadap hambatan makan belalang, menunjukkan adanya kenaikan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak nimba. (Arvy, 2009). Sedangkan menurut Pracaya (2008), pengendalian secara mekanis dengan cara, telur belalang di dalam tanah dan nimfa yang ada diambil untuk diberikan kepada ayam. Jika mungkin, belalang ditangkap dan dimatikan atau diberikan kepada ayam atau binatang piaraan

17

lainnya. Selain itu juga bisa dengan penanaman tanaman bunga, seperti turi (Sesbania grandiflora). Tujuannya untuk mengundang kumbang endol. Kumbang dewasa menyukai bunga, sedangkan larvanya akan memakan teluttelur belalang.

4.2.2. Walang Sangit (Leptocorisa acuta)

(a) Gambar 2. (a) bentuk tubuh walang sangit. (Sumber: internet) Klasifikasi dari walang sangit adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Hemiptera, Famili: Alydidae, Genus: Leptocorisa, Spesies: Leptocorisa acuta. (Rio, 2009) Walang sangit biasanya bertelur pada waktu sore hari atau senja. Umumnya telur diletakkan pada permukaan daun di dekat malai yang segera muncul. Tujuannya agar pada waktu menetes nimfa segera dapat mengisap malai yang masih masak susu. Jumlah total telur sekitar 100 butir. Jarak bertelurnya kira-kira 2 atau 3 hari. Telur menetas lebih kurang 25 hari. Umur yang dewasa lebih kurang 21 hari. Nimfa tidak dapat memakan padi yang telah masak sehingga akan mati kelaparan jika hidup di tempat padi yang telah tua butirnya. Walang sangit dewasa selalu beterbangan mencari malai yang masih matang susu. (Pracaya, 2008) Walang sangit mengalami metamorfosis sederhana yang

perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 30 mm.

18

Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telurtelur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 27 hari yang terdiri dari 5 instar. Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Walang sangit dewasa berwarna cokelat. Bentuk walang sangit langsing. Kaki dan sungutnya (antena) panjang. Walang sangit dewasa pandai terbang dan sering kali beterbangan di atas atau di samping orang yang berjalan, di sawah atau di kebun yang banyak dihuni. Sementara itu, walang sangit muda berwarna hijau dan tidak beterbangan seperti yang dewasa sehingga sukar dilihat karena menyerupai warna daun padi. (Rio, 2009). Serangan walang sangit dapat dikendalikan dengan berbagai cara misalnya melakukan penanaman serempak pada suatu daerah yang luas sehingga koloni walang sangit tidak terkonsentrasi di satu tempat sekaligus menghindari kerusakan yang berat. Parasit telur walang sangit yang utama adalah Gryon nixoni dan parasit telur lainnya adalah Ooencyrtus

malayensis.Walang sangit dapat tertarik pada bau-bau tertentu seperti bangkai dan kotoran binatang, beberapa jenis rumput seperti Ceratophyllum dermesum L., C. Submersum L., Lycopodium carinatum D., dan Limnophila spp. Apabila walang sangit sudah terpusat pada tanaman perangkap, selanjutnya dapat diberantas secara mekani. (Rio, 2009). Sedangkan menurut Pracaya (2008), pengendalian dapat dilakukan secara biologis dengan musuh alami yaitu belalang Conocephalus longipennis DeH yang hidup di sawah dan biasa

19

memakan telur, nimfa, dan walang sangit dewasa. Selain itu secara mekanis dengan penggunaan perangkap. Caranya adalah bangkai ketam yang ditancapkan pada belahan bambu di tengah tanaman padi. Bagkai ketam itu akan menarik walang sangit untuk berdatangan. Pada malam hari, walang sangit yang sudah berkumpul di bangkai ketam itu dibakar dengan nyala obor.

4.2.3. Kutu Daun (Aphis sp.)

(a) Gambar 3. (a) bentuk tubuh kutu daun. (Sumber: internet) Klasifikasi dari kutu daun dalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Class: Insecta, Ordo: Hemiptera, Family: Aphididae, Genus: Aphis Species: Aphis sp. (Unhas, 2011) Daur hidup kutu ini dimulai dari telur, kemudian nympha, dan kutu dewasa. Pada fase nympha, kutu ini mengalami 4 tahapan. Tahapan pertama nympha akan tampak berwarna hijau cerah dan sudah terdapat antena. Tahap nympha kedua tampak berwarna hijau pale dan sudah tampak kepala, abdomen, mata berwarna merah, dan antenna yang terlihat lebih gelap dari pada warna tubuh. Pada tahap ketiga, antena akan terbagi menjadi 2 segmen, warna tubuh masih hijau pale dengan sedikit lebih gelap pada sisi lateral tubuhnya, kaki tampak lebih gelap daripada warna tubuh. Kutu dewasa ada beberapa yang memiliki sayap (alate) dan yang tidak memiliki sayap (apterous). Sayap pada kutu ini memiliki panjang antara 0,04 to 0,088 inchi. Tubuh kutu dewasa berwarna kuning kehijauan sampai berwarna hijau gelap. (Arvy, 2009)

20

Kutu ini tidak bersayap dan berwarna hijau pudar atau hijau kekuningkuningan. Panjangnya 1.8-2,3 mm. Sementara itu, kutu dewasa yang bersayap panjangnya 2-2,5 mm. Kepala dan dada kutu dewasa berwarna cokelat sampai hitam dengan perut hijau kekuningan. Panjang antenanya sama dengan ukuran panjang badannya. Nimfanya bersayap kerdil dan sering kali badannya berwarna kemerahan. Perkembangan populasi kutu ini dapat dikontrol dengan kehadiran Aphelinus maidis yang akan memparasit kutu ini pada fase nympha. Selain itu, terdapat juga organisme predator seperti Allograpta sp. dan beberapa jenis kumbang. (Arvy, 2009).

4.2.4. Ulat Penggulung Daun Pisang (Erionata thrax L.)

(a)

(b)

Gambar 4. (a) bentuk tubuh ulat penggulung daun pisang (b) bagian-bagian dari ulat. (Sumber: dokumentasi pribadi dan internet) Keterangan dari gambar 4b: 1.Kepala; 2. Dada; 3. Perut; 4. Spirakulum; 5. Kait anal; 6. Tungkai perut; 7. Segmen; 8. Tungkai dada; 9. Athena. Klasifikasi dari ulat penggulung daun pisang adalah : Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Lepidoptera, Famili: Hesperiidae, Genus: Erionota, Spesies: Erionota thrax L. (Deptan, 2012). Kupu-kupu mengisap madu bunga pisang dan melakukan kopulasi sambil berterbangan pada waktu sore dan pagi hari serta bertelur pada malam hari. Telur diletakkan berkelompok sebanyak 25 butir pada daun pisang yang

21

masih utuh. Ulat yang masih muda warnanya sedikit kehijauan, tubuhnya tidak dilapisi lilin. Sedangkan ulat yang lebih besar berwarna putih kekuningan dan tubuhnya dilapisi lilin. Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna kehijauan dan dilapisi lilin. Panjang pupa lebih kurang 6 cm dan mempunyai belalai (probosis). Siklus hidup berkisar antara 5-6 minggu. (Deptan, 2012). Daun yang diserang ulat biasanya digulung, sehingga menyerupai tabung dan apabila dibuka akan ditemukan ulat di dalamnya. Ulat yang masih muda memotong tepi daun secara miring, lalu digulung hingga membentuk tabung kecil. Di dalam gulungan tersebut ulat akan memakan daun. Apabila daun dalam gulungan tersebut sudah habis, maka ulat akan pindah ke tempat lain dan membuat gulungan yang lebih besar. Apabila terjadi serangan berat, daun bisa habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun. Gejala yang terjadi yaitu larva yang baru menetas mamakan daun pisang membuat gulungan daun, seluruh siklus hidupnya terjadi pada daun. Cara

pengendaliannya yaitu dengan memangkas daun yang terserang kemudian dibakar. Cara mekanis yaitu daun pisang yang tergulung diambil, kemudian ulat yang ada di dalamnya dimusnahkan. Cara biologi dengan pemanfaatan predator seperti burung gagak dan kutilang atau pemanfaatan parasitoid telur (tabuhan Oencyrtus erionotae Ferr), parasitoid larva muda (Cotesia (Apanteles) erionotae Wkl), dan parasitoid pupa (tabuhan Xanthopimpla gampsara Kr.). Parasitoid lainnya: Agiommatus spp., Anastatus sp.. Brachymeria sp., dan Pediobius erionatae. (Deptan, 2012)

4.2.5. Lalat Buah (Dacus sp.)

(a)

(b)

22

Gambar 5. (a) siklus hidup lalat buah (b) bentuk tubuh lalat buah. (Sumber: internet) Klasifikasi dari lalat buah adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phyllum: Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Diptera, Famili: Drosophilidae, Genus: Dacus, Spesies: Dacus sp. (Edu, 2011) Di daerah panas, sepanjang tahun semua tingkatan kehidupannya bisa ditemukan, mulai dari telur, larva, pupa, hingga lalat. Telur diletakkan di dalam buah sedalam6 mm di bawah permukaan sebanyak 10-15 butir. Pada temperatur 25-30 C telur akan menetas dalam waktu 30-36 jam. Sesudah menetas, larva memakan daging buah. Larva akan makan selama lebih kurang satu minggu, kemudian keluar dari buah. Larva yang telah dewasa mempunyai kebiasaan melenting dan bisa mencapai jarak 30 cm. Larva masuk ke dalam tanah sedalam 1-5 cm. Selanjutnya larva membuat puparium. Setelah 10 hari, pupa menjadi lalat. Lalat betina mulai bertelur setelah berumur 5-7 hari. Daur hidup dari telur sampai dewasa yaitu 25 hari. Di daerah dingin daur hidupnya lebih lama. (Pracaya, 2008) Pada lalat buah sayapnya transparan. Jika dibentangkan, lebar sayap sekitar 5-7 mm. Panjang badanya 6-8 mm. Jika dilihat dari atas, warna pertnya (abdoment) cekelat muda dengan pita cokelat tua melintang. Warna dada (thorax) cekelat tua dengan bercak kuning atau putih. Telunya putih. Bentuknya memanjang dan runcing kedua ujungnya. Panjang telur 1,2 mm, sedangkan lebarnya 0,2 mm. Larva yang muda berwarna putih. Namun, jika telah dewasa, warna larva menjadi kekuningan dengan panjang 1 cm. (Pracaya, 2008). Pengendalian dengan cara menjaga kebersihan, semua buah yang terserang dikumpulkan menjadi satu, lalu segera dimusnahkan dengan dibakar. Dapat juga dengan perangkap lalat buah. Kontruksi perangkap dibuat sedemikian rupa sehingga waktu lalat masuk perangkap untuk memakan umpan, tetapi tidak bisa keluar lagi. Selain itu, dasar alat perangkap diberi air sehingga lalat akan mati jika jatuh. Cara lain dengan mencangkul tanah atau

23

membajak sehingga kepompong yang ada di dalam tanah terkena sinar matahari dan mati. (Pracaya, 2008).

4.2.6. Kutu Beras (Sitophilus oryzae)

(a) Gambar 6. (a) bentuk tubuh kutu beras. (Sumber: internet) Klasifikasi dari kutu beras adalah sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum: Antropoda, kelas: Insecta, ordo: Coleoptera, family: Cureulionidae, genus: Sitophilus, spesies: Sitophilus oryzae. (Lestari, 2010) Ciri-ciri specimennya memiliki moncong, terdapat elytra diatas abdomen, panjang tubuh dewasa 3,15-5 mm, dewasa berwarna coklat dan tua menjadi hitam. Komoditas yang diserang yaitu beras. Gejala yang ditimbulkan biji menjadi berlubang terdapat serabut setelah terjadi gigitan hama tersebut, biji menjadi terpotong-potong. (Lestari, 2010). Pengendalian dengan cara menangkap secara langsung hama tersebut lalu memusnahkannya, karena yang diserang adalah beras. Selain itu penyimpanan beras juga perlu diperhatikan agar lebih rapat dan tersimpan sangan aman agar jangan sampai hama ini dapat masuk. Hama ini tergolong dalan hama yang merusak hasil panen suatu produk pertanian yang sudah melalui beberapa proses penanganan pascapanen.

24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Dari kegiatan praktikum Mengenal Ordo Serangga Hama dapat disimpulkan berdasarkan serangga yang terkumpul, memiliki peranan yang berbedabeda. Serangga yang berperan sebagai predator yaitu dari ordo Coleoptera dan Orthoptera, sedangkan Parasitoid yaitu dari ordo Diptera. Yang berperan sebagai hama yaitu dari ordo Diptera, Hemiptera, Homoptera, dan Lepidoptera. Faktor keseimbangan antara jumlah hama dan musuh alami pada suatu ekosistem diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan tidak terjadinya peledakan populasi hama pada ekosistem tersebut. Anatomi luar serangga meskipun pada dasarnya sama pada semua jenis serangga, tetapi ada keragaman menurut jenisnya dan dalam satu jenis serangga menurut tahap perkembangannya. Serangga memiliki dinding tubuh yang disebut integumen. Integumen ini berperan sebagai kerangka luar (eksoskleleton). Terdapat tiga tipe kepala berdasarkan posisi alat mulut, yaitu: Prognatous (menghadap ke depan), contoh : Sithopillus oryzae (Coleoptera, Curculionidae), Hypognatous (menghadap ke bawah), contoh : Valanga nigricornis (Orthoptera, Acrididae), Ophistognatous (menghadap ke bawah dan belakang), contoh : Leptocorisa acuta (Hemiptera, Alydidae). Bagian bagian mulut serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum, mandibulata (pengunyah) dan haustelata (penghisap). Tipe alat mulut pengunyah, mandibel bergerak secara transversal yaitu dari sisi ke sisi, dan serangga tersebut biasanya mampu menggigit dan mengunyah makanannya. Tipe mulut penghisap memiliki bagian-bagian dengan bentuk seperti probosis yang memanjang atau paruh dan melalui alat itu makanan cair dihisap. Mandibel pada bagian mulut penghisap mungkin memanjang dan berbentuk stilet atau tidak ada. Beberapa tipe alat mulut serangga yaitu: a. tipe alat mulut menggigit mengunyah, b. tipe alat mulut mengunyah dan menghisap, c. tipe alat mulut menjilat mengisap, d. tipe alat mulut mengisap, e. tipe alat mulut menusuk mengisap. Serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan kepemilikan sayap, yaitu kelompok serangga bersayap (Pterygota) dan kelompok serangga tidak bersayap (Apterygota).

25

5.2. Saran Saran penulis kepada pemerintah dan masyarakat khususnya dalam hal pengendalian serangan serangga hama yang dapat mengurangi kualitas dan kuantitas dari hasil penen pertanian adalah saat ini pengendalian serangan hama memerlukan perhatian yang serius. Dinamika pembangunan tanaman yang berkembang saat ini, dihadapkan pada berbagai tantangan seperti perubahan lingkungan strategis baik secara nasional maupun global, revitalisasi bidang pertanian, dan lain-lain. Sehubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan nasional, tugas dan tanggung jawab perlindungan tanaman pangan dalam rangka pengamanan produksi untuk pencapaian produksi tanaman pangan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan semakin berat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawalan yang lebih intensif, tepat, erintegrasi, dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pihak terkait guna meminimalkan kehilangan hasil akibat gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI). Dalam rangka pengamanan produksi tanaman dan peningkatan daya saing produk tanaman, perlindungan tanaman pangan merupakan bagian penting yang berperan dalam menjaga kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas hasil yang berkaitan erat dengan penanganan gangguan OPT dan DPI yang merupakan dua aspek kegiatan utama. Oleh karena itu, perlindungan tanaman pangan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan balk di tingkat on farm maupun off farm.Terhadap gangguan OPT, perlindungan. tanaman pangan berperan dalam mengelola OPT agar tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis, sedangkan terhadap DPI berfungsi mengantisipasi dan mitigasi penanganan terjadinya dampak perubahan iklim berupa kekeringan, banjir, dan bencana alam lainnya seperti longsor, badai, dan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, tugas dan tanggungjawab perlindungan tanaman dalam rangka pengamanan produksi untuk pencapaian produksi sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan semakin berat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawalan yang lebih intensif, tepat, dan berkesinambungan ke seluruh areal pertanaman yang ada guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan akibat gangguan OPT maupun DPI berupa banjir dan kekeringan.

You might also like