You are on page 1of 9

CERPEN PILIHAN HATIKU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Menulis Kreatif DosenPengampu : Dr. Suyetno M.Pd Oleh :

Erni Rahayu K1210024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

PILIHAN HATIKU Terbangun akibat ponselku yang bergetar pada malam ini...terlihat empat pesan masuk inbox, uh, ganggu aja, gerutuku dengan mata yang masih terpejam. Ternyata masih sama, cowok-cowok itu lagi, bosan baca smsnya. Zony, teman laki-lakiku saat SD yang semangat sekali sms aku, dia hampir tak pernah melewatkan jam tanpa sms aku, walaupun hanya sekedar basa-basi. Tertulis hay, ra..malem, lagi ngapa? Itu smsnya yang pertama yang ku baca, hingga menjelang sms selanjutnya aku pun terkalahkan tuk membalasnya karena nggak ku balas, dia terus sms dan sms lagi. Males banget sebenarnya, tapi bisa-bisa nggak tidur aku, gara-gara dia sms terus. Tertulis iya zon, lagi tidur capek banget ni bis latihan basket tadi sore, aku bobok dulu ya, balasku sinis. Aku lari-lari menuju penjamasan tubuhku pagi ini Yakin akan telat hari ini aku, sial, pasti dapat omelan dari guru matematikaku yang amat sangat killer itu, gumamku panjang lebar. Bergegas berdandan cantik lalu menghampiri ibuku mi, berangkat dulu tanpa menuruti perintahnya untuk sarapan, namun tanganku masih mencomot sepotong roti yang tergeletak di atas meja sebagai pengganjal perut. Pelan-pelan, perintah mamiku setiap aku akan berangkat kemanapun. Guruku sudah di depan kelas. Mati aku, umpatku pada diriku sendiri. Dengan sangat hati-hati ku langkahkan kaki ke dalam kelas, apa daya bak jatuh karena tersandung batu, aku pun diomelinya. Dendam atau memang beliau mau mengujiku untuk mengerjakan soal darinya di depan kelas, tak masalah, bagiku ini tak terlalu sulit, gumamku. Terlambat mungkin kebiasaan burukku, tapi selalu jadi juara kelas itu juga aku. Kriiiiingggg......bak anak kambing di lepas di padang rumput, hampir semua murid keluar kelas kegirangan termasuk juga aku, akhirnya terlepas dari si penggembala jahat, ungkapku. Guruku ini memang momok di pagi buta, sebelum pukul 07.00 dia sudah stand by di depan kelas, jangan ditanya, berapa kali aku terlambat masuk pelajarannya, karena selama satu semester ini aku hanya dua kali tidak terlambat, sampai banyak sindiran dari temantemanku kamu yang malas atau guru kita yang terlalu rajin yah?haha. Ketiga sahabatku beriringan jalan kekantin denganku, seperti biasa layaknya jam makan narapidana aku pun ikut ke dalam penuh sesaknya kantin ini dengan siswa-siswa yang lain. Aku duduk di salah satu kursi bak tersangka yang diinterogasi, ketiga sahabatku ini memang sangat rempong, cerita dan pamer tentang cowoknya masing-masing, bahkan aku dihujat segala pertanyaan Ra, kok kamu masih jomblo aja sih, padahal kan banyak cowok yang mendekatimu, tanya Afika. heehm...?, tetap pada jurus diam seribu bahasa. ditanya gitu dech!, sahut Ulina ya, begitulah...hahahahaha, kamu nggak kan ngerti, seribu silat lidah ku gunakan. Terus menerus mereka cerewet bertanya. Mereka belum mendapat jawaban dariku, tapi bel telah merebutnya, membuatku merasa senang, karena terbebas dari interogasi mereka, hingga akhirnya masuk kelas. Hari ini memang ada jadwal ulangan, bahkan persiapan yang kulakukan berbeda dengan teman-temanku yang sibuk membuat contekan, sedangkan aku hanya membuka-buka catatanku untuk sekedar membacanya, tapi aku percaya aku bisa. Ulangan dimulai dan telah berjalan, tapi ada sedikit masalah, 20% dari semua soal aku tak mampu mengerjakan

dan bahkan belum aku jawab ngawur, ini karena aku tak belajar kemarin, namun tak apa masih ada 8 soal yang mampu aku jawab dengan baik, karena penjelasan guruku kemarin, kilahku. Jam pulang dan hari ini tak ada jadwal tambahan, ah, bisa merenda mimpi siang hari, kata-kataku dalam hati. Tidur siang memang kebiasaan dan pilihanku untuk sekedar menghabiskan waktu. Namun, seiring melangkah keluar kelas, ketiga sahabatku merengekrengek bak anak domba kehilangan induknya, mereka mengajakku jalan-jalan. ayo ikut ke GM mumpung jumat nih, bujuk Afika, sang shoppaholic ayo dong, Ra, imbuh Ulina. Malas, tapi bisa bilang apa, aku bak caleg yang kalah suara dalam pemilu. Masuk rumah dengan wajah yang lesu, langsung masuk kamar. Mamiku menuju kamar tapi hanya sampai depan pintu kamar seraya menyuruh Makan siang dulu sana. Nanti, ngantuk, Mi, jawabku sambil tiduran. lha, apa sudah makan?, tanya mamaiku. iya, Mi. ya dah, lekas tidur, dah kayak kebo kau ini, sindir mami Rasanya ingin memejamkan mata, namun ponselku berdering. Dari: Zony Message: Besok, sabtu malam main ma aQ, Ra?. Segera saja ku balas Males ah zon, tugasku banyak, aku mau bobok siang dulu ya. Langsung kumatikan Hpku, karena aku tak mau mendengar deringnya yang akan mengganggu mimpiku. Jam 3, sayang, cepat sholat, mandi, kata mami membangunkanku, bergegas aku berjalan menuju kamar mandi, sholat. Perlu ku selesaikan dulu tugasku yang menumpuk ini. Sambil mengerjakan tugas, ku raih ponsel dan ku aktifkan, huih, gumamku. 6 pesan belum terbaca serta 3 misscalled. Dari Ade, Galih, dan tak mau ketinggalan dari Zony. Hampir sama, hal-hal yang nggak penting, hanya sekedar basa-basi. Bukannya aku tak suka mereka, atau karena mereka tidak baik, namun hanya kerena aku masih belum ingin pacaran, atau aku masih ingat dengan semua yang pernah mereka lakukan padaku dulu waktu SD dan SMP. Tak pernah lelah mereka mendekatiku, meskipun dari mereka pernah aku tolak beberapa kali. Sekarang, aku tak seperti dulu, bahkan sangat berbeda, dulu aku cupu, hitam, bodoh dan mungkin karena itu aku tak pernah dianggap oleh cowok-cowok, bahkan mereka sering menghinaku, hal ini yang membuatku masih tetap menjomblo, aku tak mau mereka menyukaiku hanya kerena, aku yang sekarang cantik, pandai, gaul. Aku akan punya pacar jika ada seseorang yang benar-benar menyayangiku dengan tulus, tidak hanya melihat kelebihanku saja, serta aku tak mau punya pacar seperti kemarin seorang playboy cap tengiri, yang bisanya cuma janji dan janji kayak pejabat, bikin makan hati. Ahh...aku kan mau mengerjakan tugas, bukan untuk memikirkan hal itu, kataku menghapus pikiran itu. Hari Sabtu. Aku tak terlambat ke sekolah, untuk pertama kalinya rekor terpecahkan dalam satu minggu ini. Seharusnya aku bisa lebih konsentrasi belajar tidak begini. Karena ketiga sahabatku, yang duduk di samping dan depanku, mengajakku bicara terus, dan membujukku ngedate bareng-bareng untuk merayakan ulang tahun pacarnya Afika, dan aku pun disuruh bawa salah satu cowok yang mendekatiku. Hei, kalian ribut terus dari tadi!, bentak pak guru menegur. Pikiranku membawaku kemana-kemana tentang siapa cowok yang harus ku bawa. Masih tak bisa konsentrasi, aku hanya akan datang tuk merayakan ulanag tahun pacar Afika, bukan memperkenalkan cowok-cowok Siapa juga mereka, kilahku. Aku tak mungkin tak datang, bisa-bisa si Afika marah-marah. Terlintas ajakan Zony kemarin. Aku akan sms dia sampai rumah, soalnya ada peraturan dilarang membawa HP di sekolah.

Aku langsung sms Zony dan mengcancle balasanku kemarin, dan seperti prakiraan cuaca yang bisa ditebak, dia mau malah seperti lebih semangat dari aku. Sebenarnya tak ada rasa suka sebagai calon pacar, tapi aku sedikit bisa menikmati malam minggu ini bersama teman-temanku, yang berbeda dengan biasanya, hanya nonton film dengan mamiku di rumah. Tapi, aku masih ingat dengan semua yang pernah dia lakukan dulu. Tak ada rasa buat dia. Dek, nanti ikut aku nggak?, tanya Kak Vera. Kemana, Kak?, jawabku. Rumah eyang, jawabnya singkat. Ikut kakak lebih baik dari pada harus mikirin siapa yang harus aku pilih. Pikiran kasihan dengan ke empat cowok itu pun hinggap. Zony yang baik, penyabar tapi dia terlalu pendiam, nggak cocok dengan aku yang cerewet. Ade yang baik, tapi selalu mengalah, itu juga aku tak suka, bisa-bisa ntar jadi jajahanku lagi. Lalu Goro kakak tingkatku saat di pelatihan beladiri, baik juga, tapi dia terlalu dewasa, pastinya. dan Tigor, temanku saat SMP, dia sedikit beda dari yang ketiga tadi, cuek, jaim, tapi sebenarnya perhatian dan baik. Cara yang berbeda, tak sama dengan yang lain, tak berani terang-terangan mengajakku jalan. Sebenarnya, aku cukup tertarik dengannya karena aku merasa cocok dan nyaman dengannya, tapi kalau soal sayang, nothing. Silahkan makan, pinta si penjual dengan ramah. Lamunanku berhenti saat sate yang dipesan datang, tempat biasa, yakni di depan alun-alun Karanganyar setelah pulang dari rumah nenek. Tiba-tiba dua cowok datang mengahampiri kami, tak ku hiraukannya, karena aku sudah tak mau nambah daftar pedekate lagi. Tak seperti biasa. kakakku ramah dan menanggapi keduanya, ternyata perawat seprofesi dengan jurusan kakakku yang saat ini belum mendapatkan pekerjaan. Mungkin pikir kakak mereka bisa membantunya mendapatkan pekerjaan. Mau tak mau aku juga kenalan dengan mereka. Rara, kenalku singkat, Ibud dan Lanang, bersamaan mereka jawab. Boleh minta nomor HP?, tanya Ibud. Aku tak berniat memberi nomor HP ku pada mereka, tapi kakakku malah tukaran nomor HP dengan Ibud. Sampai di rumah, kakakku disms Ibud, Dek, Ibud minta nomor kamu dan udah ku berikankata kakakku. Ah, kakak, kenapa dikasih?, keluhku. Panggilan masuk dari nomor baru, dan ternyata Ibud. Aneh ini orang, kenapa juga telfon-telfon aku, keluhku. Ku angkat dan bicara dengannya, ternyata dia asyik juga, cukup nyambung ngobrol sama dia, itu kesan pertama ngobrol dengannya. Hampir setiap hari aku komunikasi lewat sms atau telfon dengan Kak Ibud, dia lebih tua 7 tahun dariku. Tak lupa aku cerita dengan sahabat-sahabatku itu, mereka sepertinya tak begitu tertarik dengan kak Ibud. Tapi, aku masih bingung siapa yang harus aku pilih. Pasti mereka tidak sabar menunggu jawabanku. Ku putuskan untuk menolak Ade, dan Kak Goro. Tak ada chemistry diantara kita, pikirku sembari mencoret dari daftar buku. Tergambar jelas kesedihan dan kekecewaan di wajah mereka tentunya, saat aku mengatakn itu pada mereka satu persatu, Tak mungkin memberinya harapan palsu, itu sangat menyakitkan, tambahku dalam hati untuk menguatkan tekadku. Zony semakin hari kami memang semakin dekat, itu juga karena rumah kami hanya berjarak dua ribu meter, sehingga memudahkannya mendekatiku. Tak ada kurangnya, dia baik, tidak terlalu jelek, materi cukup, loyal, sholeh, dari segi motor keren juga. Tapi kenapa hatiku belum sreg ya?, pikirku. Tampak masih mengganjal, ada sesuatu yang tersembunyikan, tapi mungkin itu cuma perasaanku saja.

Aku curhat dengan teman-temanku, jawaban mereka berbeda-beda. Zony, Ra, motor sama kayak orangnya.hahahahaha..., kata Afika sambil tertawa. Nisa pun menyahut Lebih mendukung Ade, baik lho. dan Ulina dengan candanya Tigor, Bang Tigor, batagor. hahahaha. Dengan Kak Ibud?, lirihku pelan. No!!!!, serentak mereka menjawab bak pasukan tentara. Menemukan yang paling cocok denganku dan sesuai pilihan hatiku memang sulit. Sahabatku selalu menjejali telingaku saran dan nasehat agar segera memilih. Dengan misiku tadi untuk menemukan yang terbaik dan tak ingin memberi harapan yang belum pasti pada mereka, aku akan menyelami mereka, mengiyakan setiap ajakan mereka pergi, untuk mengenal mereka lebih dekat, bagaimana mereka dan siapa yang paling cocok dengan ku. Akhirnya aku semakin dekat dengan cowok-cowok itu. Hari ini, Senin aku dirumah. Tapi besoknya, aku akan pergi dengan Zony. Ibud dia mengajak hari Kamis dan Jumat aku pergi dengan Tigor. Sabtu aku sengaja diam di rumah, karena itu khusus pangeran nantinya, tak mau membedakan mereka, sedang mereka belum tentu yang akan menjadi pacarku. Nonton film itu hobiku, dan itu ku gunakan sebagai tes penjajakan. Bioskop, aku bisa tahu bagaimana sifat cowok-cowok itu dalam memerlakukan cewek, apakah mereka sopan atau kurang ajar di tempat seperti itu. Aku tak sudi punya pacar jelalatan, dan suka memanfaatkan situasi, jadi aku harus mendapatkan cowok yang sopan dan polos Hari Selasa, Zony sudah menjemputku tepat pukul 19.00, sesuai janjian. Kami nonton Merah Putih, film bernuansa kemerdekaan ini, membuat kita menjadi lebih dekat, dia juga sopan. Sembari menunggu makanan, terlihat kertas dengan beberapa deret angka, penasarn, langsung saja kumasukkan ke tas. Ku lontarkan pertanyaan untuk Zony Bagaimana dengan aku SD dulu? Kamu kan yang selalu mengejekku. Aku seperti menghakiminya, dengan pertanyaan itu. Kenapa dan kenapa. Kenapa begitu kok senyum aja, sewotku. Dan pastinya hanya senyum yang dilontarkan. Mungkin itu penyesalannya serta rasa malunya, karena sekarang mungkin dia menyukai, mengejar-ngejar cewek dihadapannya, yang dulu diolokoloknya itu. Aku memang telah memaafkannya dan menjadikannya sebagai pengalaman serta pelajaran dalam hidupku, karena itu yang bisa mendorongku untuk menjadi Rara yang seperti sekarang, tapi tetap saja aku masih mengingatnya. Cukup malam bagiku jika belum sampai rumah, Solo Grand Mall sudah mau tutup seakan menyuruhku untuk pulang agar tak mendapat masalah dari orangtuaku, lagian aku harus bangun pagi , jika tak ingin telat ke sekolah besok harinya. Niatku untuk lekas memejamkan mata harus tertunda, karena Zony tak henti-hentinya sms Makasih aQ seneng bgt. Memang pertama kalinya aku pergi berdua dengannya. Aku sebenarnya juga cukup senang, tapi tetap belum ada respon sayang. Udah dulu ya zon, aku ngantuk mau bobok dulu selalu itu balasku. Rabu pagi. Ternyata ada PR, dan aku lupa mengerjakan, karena semalam nonton dengan Zony. ah sialan, sesalku. Terbesit sedikit penyesalan karena baru pertama kali ini tak mengerjakan PR, woy, sang ratu rajin lupa ama PRnya,haha.. ejek afika, tapi tetap dengan senang hati dia menyodorkan PRnya di depanku. Satu bulan kedepan, tegasku dalam hati. Tak tega membuat mereka menunggu. Aku harus belajar dan menyelesaikan tugasku segera setelah pulang sekolah, mau tak mau jam

tidur siangku terpotong. Nanti malam, aku tak ada jadwal pergi, jadi aku bisa menyelesaikan semua tugas-tugasku dan belajar untuk ulangan hari jumat Kamis malam aku tak bisa belajar, aku sudah janji dengan Ibud. Masih sama dengan tes yang dilalui Zony. Nonton Hantu Rumah Ampera jadi sarananya. Aku tak begitu suka, bahkan pertama kali ini nonton horor, tapi Ibud sudah membeli tiket sejak dia pulang kerja tadi sore, mau tak mau. Filmnya tak terlalu serem, jadi tak masalah buatku. Kak Ibud, dia tutup mata saat hantunya keluar, hal lucu, sebelumnya tak pernah menemui cowok seperti itu, tak ada jaim-jaimnya dan tak malu memperlihatkan ketakutnnya, padahal dia yang mengajakku nonton film ini. Makan di foodcourt, lama banget makanannya. Merokok, Kak?, tanyaku. Tidaklah. Tak baik untuk kesehatan, jawabnya. Laki-laki yang sudah bekerja biasanya merokok, namun dia tidak, itu adalah poin plus padanya. Mahal, tidak enak, lama, bisiknya padaku sesaat nota pembayaran ditujukan kepada kami. Tak pernah ku duga dia berkata seperti itu. Seorang cowok pertama kali ngedate sama cewek dan dia tanpa jaim bilang seperti itu. Apa yang ada di pikiranku selanjutnya, dia orang yang pelit, ceplas-ceplos dan hampir tak punya malu. Aku tak diantar pulang, karena dia belum tahu rumahku, hanya sampai parkiran. Hah, cowok nggak mutu gerutuku dalam hati. Padahal cowok-cowok lain, selalu mengantarku sampai rumah, bahkan memintakan izin kepada orang tuaku. Di kamar, aku tiduran dengan membawa bukuku, kesan pertama aku pergi dengannya, nyambung kalau ngobrol, tapi kayaknya?. Ahh..aku tak mau sibuk memikirkannya, karena aku harus mengulangi materi untuk ulangan besok pagi. Mataku ingin sekali terpejam tapi tiba-tiba Hpku bergetar. Siapa sih?,gumamku. Aku bilang pada Zony dan Tigor kalau jangan sms aku, aku sedang sibuk belajar untuk ulangan besok. Ternyata Ibud. Kenapa lagi orang ini sms, kupikir dia sudah kapok pdkt denganku, kesalku. Tertulis pesan maaf, tak bisa mengantarmu pulang karena keburu kerja dan shift malam. Aku hanya membalas,Ya, Kak. Lalu dia sms lagi, tapi aku tak membalasnya. Panggilan masuk dari Ibud. Maaf ya, kamu jangan marah katanya. Iya, aku nggak marah, aku cuman ngantuk. Dah ya!, jawabku. Aku tak marah sama sekali, memang siapa aku, walaupun jika dia memang benar tak mau bertemu denganku lagi, bisikku dalam hati. Alasan yang benar-benar logis. Dalam keadaan masih telepon, basah-basah, teriak Ibud dari sana. Kenapa Kak?, tanyaku lirih menahan kantuk. Bajunya masuk di kolam ikan, basah dan ikannya menggigit-gigit baju seragamku, jawabnya dengan nada agak pelan menahan malu mungkin. Aku hanya bisa ikut tertawa, saat dia bercerita dan menyalahkanku untuk menutupi malunya. Dia menyuruhku untuk melanjutkan belajar, seperti mendapat semangat baru tibatiba rasa kantukku hilang lenyap sudah sehingga aku bisa melanjutkan belajar. Hari Jumat. Aku mampu bangun pagi, walaupun semalam aku tidur cukup larut malam, Aku sangat bersemangat bersekolah, dan aku mampu mengerjakan semua soal ulangan dengan baik. Dan seperti biasa, ketiga sahabatku ini hanya nyontek terus, tapi tak masalah buat ku, karena aku tak merasa dirugikan, karena sesungguhnya mereka membohongi dirinya sendiri. Kriiinngg....bel tanda isitirahat. Berceritalah aku kepada mereka, tentang dua malam yang ku lalui kemarin, serta nanti rencanaku pergi dengan Tigor. Berharap, aku akan segera menentukan pilihan. Ada tiga pesan dari mereka bertiga, isinya hampir sama menanyakan bagaimana ulanganku tadi, sukses, alhamdulillah semua

lancar langsung aku send ke mereka bertiga. Meja makan, dan menyantap semua masakan ibuku yang lezat. Mataku terasa sangat mengantuk, tapi aku harus mengerjakan tugasku, karena aku akan keluar dengan Tigor nanti sore. Beranjak ke tempat tidur, sekadar meletakkan tubuhku yang begitu lelah. Ponselku bergetar terus. Alarm yang ada pukul 16.30, padahal aku janji pukul 17.00. Aku harus bergegas, tak mau membuat orang menunggu. Tak lupa minta izin kepada oarangtuaku, dan aku sempat tak mendapat izin, karena dalam satu minggu ini aku sudah tiga kali main. Dengan susah payah, aku berhasil mendapatkan izin dengan alasan akan pergi ke rumah teman SMPku dulu, yang sudah lama tak bertemu. Tampak Tigor, sudah memarkir motornya di depan rumahku. Kali ini berbeda, tak menyambangi Mall apalagi nonton, dia malah mengajakku ke sebuah waduk, pemandangannya keren banget gumamku lirih, terkesan aku sangat kagum. Melihat matahari tenggelam dari samping waduk, cukup terpesona dengan pemandangannya, yang sebelumnya tak pernah kesana. Tampak banyak orang mengambil foto dengan kamera HP, digital, bahkan DSLR yang membuatku menahan lama pandangan terhadap para fotografer. Bercerita dengannya membuat aku tahu bahwa dia bukan cowok yang suka pergi ke Mall, bahkan dia belum pernah nonton film, bukan karena dia pelit atau hemat, mungkin memang karena dia anak punk, nggak gaul jadi pergaulannya sangat mempengaruhi. Seperti yang aku tahu sejak dulu, dia cowok yang bawel dan jaim, jadi dia sama sekali tak mengeluarkan pujiannya, tak seperti cowok-cowok yang lainnya. Poin minus untuknya karena rokok. Sore telah menanggalkan namanya jadi malam, dia mengajak aku makan, tapi bukan di resto seperti halnya yang lain. Angkringan, tempat tujuannya. Tempat seperti ini pertama kalinya bagiku untuk makan, pertamanya aku merasa canggung dan asing, tapi asyik juga ternyata. Banyak kesan yang tercipta, seru pokoknya. Pukul 20.00, diantarnya aku sampai rumah. Ponsel yang sengaja ku silent, ternyata tertera 10 pesan dari Zony dan Ibud. Maaf, tadi aku lagi belajar, jadi nggak bisa balas, bohongku lewat sms kepada mereka. Malam ini, malam di akhir bulan Agustus. Beberapa minggu berlalu, tapi aku belum memilih diantara mereka, semakin bingung saja kurasa, aku hanya berdoa semoga aku dapat yang terbaik dan pilihanku adalah piliahan yang tepat, siapapun dia. Teringat oleh suatu saran, aku harus lihat apa yang ada dalam ponsel dari ketiga cowok itu biar aku tahu. Dan kesempatan itu datang, suatu sore ketika aku jalan dengan Zony, aku pinjam ponselnya, Boleh aku pinjam hpnya, bentar, Zon?, pintaku. Eeeee...jangan, jawabnya tampak menyembunyikan sesuatu. Takut dan berniat nggak meminjamakan. Curiga, OK..aku tak mau memaksa, karena aku bukan siapa-siapa kamu, itu yang kukatakan padanya. Dengan wajah mengiba, dia berkata, Ra, aku pengen bilang sama kamu, aku sayang banget sama kamu, tapi sebenarnya, aku masih punya pacar, tapi memang hubungan kami sedang ada masalah, kalau kamu menerima aku, aku akan putuskan cewekku, tapi kalau kamu nolak aku, mungkin aku akan kembali sama cewekku. Kaget, karena aku merasa aku hanya sebagai pelariannya, sebagai seorang cewek pengganggu hubungan orang, tapi aku bersyukur, berarti dia membantuku untuk memilih.

Iya, Zon, nggak apa-apa, kita kan sahabat, kita juga sudah berteman sejak SD, aku nggak mau ini merusak pertemanan kita dan kamu balikan aja dengan pacarmu, karena aku lihat kamu juga masih sayang dia, jawabku. Akhirnya, aku berhasil mengurangi pilihan-pilihan. Sekarang aku tinggal memutuskan siapa yang ku pilih diantara kedua cowok itu ataukah akan tiba seorang pangeran berkuda putih untukku. Tigor terlihat seperti menjahui aku, Ah..mungkin dia lelah dan bosan menunggu jawabanku, kataku dalam hati. Tapi, tak masalah buatku, karena dengan ini aku akan tahu siapa yang benar-benar sayang padaku, mau bersabar menunggu jawabanku. Sedang aku dan Ibud, semakin hari kita semakin dekat. Selain kami sangat nyambung, kami juga memiliki banyak kesamaan dan hobi, dia juga lucu banget, jadi dekat dengan dia tak membuatku menjadi bosan. Ada pesan dari Tigor, sekedar bertanya apa kabar, dan sedang apa. Ini yang membuatku tak begitu terlalu tertarik dengannya karena dia terlalu jaim, jadi dia seperti jalangkung datang dan pergi tanpa diundang, jadi aku sudah menetapkan dia sebagai sahabat saja. Hari minggu. Aku dan Kak Ibud pergi ke Jogja, pertama kalinya ke Jogja dengan naik motor, dan sepertinya kepergian kita tak dikehendaki Allah, dua kali kita kena tilang dan satu kali kita kecelakaan, saat kecelakaan itu aku sadar banget dia sangat perhatian padaku, bahkan lebih peduli denganku dibanding dengan lukanya sendiri, tapi Alhamdulillah kita tak apa-apa. Menikmati pemandangan pantai yang begitu indah serta bermain air, tanpa merasakan kecanggungan atau sesuatu yang mengganjal, bahkan tak merasakan perih luka kecelakaan tadi. Pukul 22.00. Aku sampai di rumah, memang aku mendapat omelan dari orangtuaku, tapi itu sama sekali tak terasa, karena rasa senang yang aku rasakan saat ini melebihi semua itu. Semakin hari, kami semakin dekat, walaupun dia belum pernah menyatakan rasa ke aku sampai hari ini, sebenarnya aku bingung bagamaimana perasaan dia. Oh..HPnya, aku belum membaca pesannya seperti Zony dulu, biar aku tahu perasaan dia yang sebenarnya, pikirku. Hari ini, kakakku wisuda, aku tak punya pacar, dan saat ini orang yang terdekat denganku adalah Ibud, dan kakakku juga kenal dia, jadi aku mengajaknya menemani aku datang ke wisuda kakakku. Kak, boleh pinjam Hpnya mau sms, pulsaku habis, izinku saat menunggu kakakku di luar. Tertulis sms dari seorang cewek yang bernama, Yanti dan isinya yan, sory yah, aku sudah nggak sayang ma kamu, kamu pasti akan dapat yang lebih baik dari aku, jadi kita temanan aja ya. Dyaaaarrrr....hatiku serasa meletus, melihat semua ini, air mataku seakan tak bisa kubendung lagi. Aku menghapusnya dengan tisu putih ini. Tapi aku tak boleh menangis dan memperlihatkan kesedihanku di depannya. Diam saja, tanpa menghiraukan omonganomongannya saat dia bertanya. Setelah aku merasa tenang, aku menjawab pertanyaannya dan ku jelaskan mengapa aku seperti ini. Kamu masih punya pacar ya, Kak? kenapa putus? Jadi, selama ini aku pergi dengan pacar orang? tanyaku panjang lebar.

Aku sayang kamu, dek, kilahnya. Dia ingin aku jadi pacarnya, tapi aku hanya berkata nanti aku akan jawab di rumahku. Maaf aku telah jatuh hati pada dia, jawabku sambil memberikan foto pangeran yang telah merebut hatiku dari Zony, Tigor dan bahkan Ibud yang ada di hadapanku, yang saat ini sedang aku ajak bicara. Maaf membuat kamu dan aku larut dalam rasa yang sebenarnya tak kita hendaki. Kembalilah padanya. Aku juga wanita, merasakan hal yang sama yang dialami Yanti, kelak jika kau menjadi pacarku. Temuilah Yanti, pinta ku pada Ibud. Aku telah menjalin hubungan spesial dengan Reka. Dia, lelaki yang ku kenal dari nomor HP kertas yang berada di atas meja makan foodcourt, bahkan dengannya aku bisa tahu isi hati cowok-cowok yang mendekatiku melalui pesan yang tertera di HP, bahkan ku mampu menebaknya kalau dia sayang sama aku. Dia sang pengambil gambar diriku dalam bingkai cinta di hatinya. Dia sang kuli tinta dengan foto hasil jepretannya mampu memberikan artikel terindah dalam hidupku. Dia yang berada di waduk juga sembari memotret waduk,sesekali dia memotret ke arahku. Reka ialah orang yang mengikutiku kemana saja aku pergi dengan cowok-cowok, dia menjagaku dari kejauhan. Reka pula yang tiba-tiba hadir memberikan tisu putih untukku saat aku menangis, bukan Ibud yang melenyapkan cintanya untuk orang lain yang baru hadir. Meskipun tak seperti dalam dongen-dongeng, bukan pangeran berkuda putih yang menghampiriku, namun kehadiarannya mampu membuat warna dalam hidupku. Pangeran untukku....Pilihan Hatiku...Reka

You might also like