You are on page 1of 19

Wisata Kuta Juang (Bireuen - Aceh)

Kabupaten Bireuen Ibukotanya adalah Kota Bireuen. Kabupaten Bireuen adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Alamat Lokasi : Kantor Bupati Bireuen: Jl. Laksamana Malahayati. No. 1 Kabupaten Bireuen. Kabupaten Bireuen adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara.

Tugu Batee Kureng Tugu Batee Kureng merupakan Tugu kebanggaan dari daerah ini. Alamat Lokasi : Terletak dipusat Kota Bireuen, didepan Meuligoe Bupati. Tugu Bate Kureng merupakan Tugu kebanggaan dari daerah ini. Terletak di tengah Kota Bireuen, tepatnya di depan Meuligoe (kediaman resmi) Bupati Bireuen. Batee adalah batu, dalam bahasa Aceh.

Pantai Krueng Juli Ujong Blang Pantai Krueng Juli - Ujong Blang menjadi salah satu tujuan rekreasi masyarakat, dan selalu ramai dikunjungi diakhir pekan. Pemandangan pantai yang indah menjadi daya tarik pantai ini. Alamat Lokasi : Desa Ujong Blang - Krueng Juli, Kec. Kuala. Kabupaten Bireun. Pantai Krueng Juli - Ujong Blang menjadi salah satu tujuan rekreasi masyarakat, dan selalu ramai dikunjungi diakhir pekan. Pemandangan pantai yang indah menjadi daya tarik pantai ini.

Pantai Kuala Jeumpa Dipantai ini selain sebagai tempat wisata pengunjung menikmati pemandangan pantai, juga sebagai tempat para nelayan menangkap ikan. Alamat Lokasi : Kecamatan Kuala Jeumpa, Kab.Bireuen. Selain sebagai tempat obyek wisata, disini pengunjung bisa melihat para nelayan beserta perahu mereka untuk menangkap ikan.

Makam Syuhada 8 (Kubu Lapan) Makam Syuhada 8 terletak dipinggiran jalan B. Aceh - Medan. Makam ini merupakan salah satu makam syuhada yang syahid dalam peperangan melawan Penjajah Belanda. Alamat Lokasi : Jalan B.Aceh - Medan, Simpang Mamplam, Kabupaten Bireun. Pada awal tahun 1902, para syuhada ini menyerang pasukan patroli serdadu Marsose Belanda hingga menewaskan sepasukan yang berjumlah 24 orang. Dikala para syuhada sedang mengumpulkan senjata serdadu yang menjadi korban, tiba - tiba diserang oleh pasukan bantuan lainnya dari jurusan Jeunib, hingga kedelapan syuhada syahid sebagai bunga - bunga di tempat ini. Adapun 8 Syuhada yang syahid yaitu: 1. Tgk. Panglima Prang Rayeuk Djurong Bindje 2. Tgk. Muda Len Mamplam 3. Tgk. Njak Bale Ishak Blang Mane 4. Tgk. Meureudu Tambu 5. Tgk. Bale Tambue 6. Apa Sjech Lantjok Mamplam 7. Muhammad Sabi Blang Mane 8. Njak Ben Matang Salem Blang Teumeulek. Makam Syuhada 8 selalu ramai dikunjungi pengunjung, bahkan setiap orang yang melintasi jalan B. Aceh - Medan.

Sungai Bate Iliek Merupakan tempat rekreasi yg banyak dikunjungi, karena panorama sungai yang indah serta pemandangan alam yg mempesona. Alamat Lokasi : Jln. B. Aceh - Medan, Kecamatan Samalanga, 47 Km dari ibukota kabupaten Bireuen. Bate Iliek merupakan suatu sungai yang sangat jernih & dipenuhi dengan bebatuan besar, serta teduhnya pepohonan. Letaknya begitu

strategis (dilintasan jalan B. Aceh - Medan). Tempat favorit masyarakat untuk berakhir pekan.

Keripik Pisang Keripik pisang merupakan makanan camilan khas dari daerah ini, karena Kabupaten ini terkenal dengan penghasil pisang. Alamat Lokasi : Sentra produksi: Kecamatan Jeumpa, Kec.Peusangan, dan Kec.Juli. Dari 151.933 batang pisang, dihasilkan 3.792 ton buah pisang. Pisang ini diolah menjadi keripik. Industri keripik pisang terbanyak di Kecamatan Jeumpa dengan 80 sentra produksi. Di kecamatan Peusangan dan Juli masing-masing terdapat 40 dan 10 sentra produksi. Masing-masing sentra rata-rata memiliki empat tenaga kerja, sehingga pembuatan keripik pisang setidaknya menyerap 500 tenaga kerja. Keripik pisang Bireuen menjadi buah tangan dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 12.000 per kilogram.Keripik pisang ini dibuat dengan berbagai rasa, yaitu manis, dan asin.

Krueng Simpo Merupakan tempat rekreasi yg banyak dikunjungi, karena panorama sungai yang indah serta pemandangan alam yg mempesona. Alamat Lokasi : Jln. Takengon, Kecamatan Juli, 18 Km dari ibukota kabupaten Bireuen. Krueng Simpo juga merupakan suatu sungai yang sangat jernih & dipenuhi dengan bebatuan besar, serta teduhnya pepohonan. Letaknya begitu strategis di lintansan jalan takengon. Tempat ini merupakan tempat favorit masyarakat untuk berakhir pekan.

Cot Panglima

Merupakan daerah di Perbukitan, merupakan tempat yang strategis untuk melihat panorama Kabupaten Bireuen, Aceh. Cot Panglima terletak di jalan Bireuen-Tekengon Km 29 Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Daerah ini rawan longsor, dan uniknya jika longsor terjadi, maka penanganannya biasanya lambat. Kenapa? Daerah ini wilayah Kabupaten Bireuen, namun merupakan urat nadi perekonomian Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah. Terhadap objek wisata sejarah itu pernah dilakukan rehabilitasi seperti tempat santai atau tangga dan pagar untuk menaiki kawasan itu. Namun belakangan obyek wisata ini terlihat sepi. Salah satu penyebabnya barangkali karena jalannya sempit, terletak ditepi jurang, sehingga area untuk memarkirkan kendaraan pun sulit. Mudah-mudahan obyek wisata peninggalan Radio Rimba Raya yang merupakan Radio Republik Indonesia Darurat yang disiarkan di dataran tinggi Gayo ini dapat ramai kembali.

Sejarah Bireuen

Jun 2, '08 12:36 AM untuk semuanya

Kategori: Lainnya Kabupaten Bireuen dalam catatan sejarah dikenal sebagai daerah Jeumpa. Dahulu Jeumpa merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh. Menurut Ibrahim Abduh dalam Ikhtisar Radja Jeumpa, Kerajaan Jeumpa terletak di di Desa Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen. Di atas bukit kecil di dusun Tgk Keujreuen di desa itu menurut Ibrahim, makam Raja Jeumpa ditemukan. Secara geografis, kerajaan Jeumpa terletak di daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Dahulu kala desa-desa Paloh Seulimeng, Abeuk Usong, Bintanghu, Blang Seupeung, Blang Gandai, Cot Iboeh, Cot Meugo, Blang Seunoeng, Blang Rheum, Cot Leusong, Glumpang Payong, Lipah Rayeuk, Batee Timoh dan Lhaksana, berada di daerah yang terletak di tepi pantai. Daerah persawahan sekarang merupakan daerah genangan air laut dan rawa-rawa yang ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan. Di antara tumbuhan dan hutan-hutan itu ada undukan tanah yang lebih tinggi dari permukaaan laut, yang merupakan pulau-pulau kecil. Saat itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong. Menurut Ibrahim dalam tulisannya itu, bukti yang menunjukkan bahwa daerah tersebut dilingkari oleh air laut terdapat di Cot Cut, antara Abeuk Usong dengan Paloh Seulimeng, yaitu berupa lobang yang konon tak pernah tersumbat. Setahun sekali bila air pasang, maka air di lubang tersebut akan terasa asin. Bukti lainnya adalah sumur-sumur di desa-desa tersebut airnya asin. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet.

Pada awal tahun 1989 dua pemuda Cina, laki laki dan perempuan mengunjungi makan Raja Jeumpa. Kepada sesepuh desa mereka mengatakan berasal dari Indo Cina, Kamboja. Mereka sengaja datang ke lokasi kerajaan Jeumpa untuk mencari tongkat nenek moyangnya zaman dahulu. Konon tongkat emas Raja Cina tersebut jatuh dan hilang saat menyerbu kerajaan Jeumpa, yang kemudian ditemukan oleh Raja Jeumpa. Kerajaan Jeumpa pernah diperangi oleh pasukan Cina, Thailand dan Kamboja. Mereka pernah menduduki benteng Blang Seupeung. Disebutkan, peperangan tersebut terjadi karena Raja Cina menculik permaisuri Raja Jeumpa yang cantik jelita, Meureudom Ratna. Permaisuri Raja Jeumpa itu berhasil mereka bawa kabur sampai ke Pahang (Malaysia). Namun kemudian Meureudoem Ratna berhasil dibawa kembali ke Blang Seupeueng. Setelah Panglima Prang Raja Kera yang berasal dari Ulee Kareung , Samalanga, berhasil mengalahkan Raja Cina. Tidak diketahui persis riwayat berakhirnya masa kejayaan kerajaan Jeumpa. Begitu juga dengan penyebab mangkatnya raja Jeumpa. Namun dari cerita turun-temurun, masyarakat di sana meyakini pusara Raja Jeumpa terdapat di atas sebuah bukit kecil setinggi 40 meter, yang ditumbuhi pohon-pohon besar yang sudah berumur ratusan tahun. Makam raja itu hanya ditandai dengan batu-batu besar, yang berlokasi di dusun Tgk Keujruen, Desa Blang Seupeueng. Sedangkan makam isterinya, Maureudom Ratna, berada di Desa Kuala Jeumpa. Raja Jeumpa adalah putra dari Abdullah dan Ratna Kumala. Abdullah memasuki kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India belakang untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa. Dia kemudian diterima oleh penduduk pribumi dan disediakan tempat tinggal. Kesempatan itu digunakan oleh Abdullah untuk memulai menjalankan misinya sebagai Dai Muslim. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima agama Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Abdullah akhirnya dinobatkan sebagai menjadi raja dan Ratna Keumala sebagai permaisuri di negeri Blang Seupeung tersebut. Raja Abdullah kemudian menamakan negeri yang dipimpinnya itu dengan nama Jeumpa. Sesuai dengan nama negeri asalnya yang bernama Kampia, yang artinya harum. Raja Abdullah mengatur strategi keamanan kerajaan dengan mengadakan latihan perang bagi angkatan darat dan laut. Saat itu angkatan laut merupakan angkatan perang yang cukup diandalkan, yang dipimpin oleh seorang Laksamana Muda. Raja Abdullah meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, yaitu Siti Geulima dan Raja Jeumpa. Setelah Raja Jeumpa dewasa dia membangun benteng pertahanan di tepi Pantai, yaitu di Laksamana (sekarang Desa Lhakmana-red). Raja Jeumpa kemudian memperistri seorang putri anak Raja Muda yang cantik jelita, bernama Meureundom Ratna, dari Negeri Indra ( kira-kira daerah Gayo). Menurut rentetan sejarah, Meureudom Ratna masih ada hubungan keluarga dengan putri Bungsu.

Kakak Raja Jeumpa, Siti Geulima dipinang oleh seorang Raja di Darul Aman yang bernama Raja Bujang. Maka atas dasar perkawinan itu antara Kerajaan Jeumpa dengan Darul Aman ( sekarang Peusangan Selatan ) terjalin hubungan lebih erat. Sesuai dengan namanya Darul Aman yakni negeri yang aman sentosa. Menelisik Bireuen dari Akarnya Menulis tentang Bireuen adalah merekan jejak perubahan. Sebut saja Kerajaan Jeumpa sebagai akar yang kemudian melahirkan Kabupaten Bireuen. Ada riwayat panjang terekam fragmentaria sejarah. Kerajaan-kerjaan kecil di Aceh tempo dulu termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda. Secara de facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian barat Kabupaten Bireuen. Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan). Kewedanan dikepalai oleh seorang Countroleur (wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (Kini Kota Lhokseumawe) dan Onder Afdeeling Lhoksukon (Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara). Selain Onder Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik. Pada masa pendudukan Jepang istilah Afdeeling diganti dengan Bun, Onder Afdeeling diganti dengan Gun, Zelf Bestuur disebut Sun. Sedangkan mukim disebut Kun dan gampong disebut Kumi. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Aceh Utara disebut Luhak, yang dikepalai oleh Kepala Luhak sampai tahun 1949. Kemudian, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949, dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan beberapa negara bagian. Salah satunya adalah Negara Bagian Sumatera Timur, Aceh dan Sumatera Utara tergabung didalamnya dalam Provinsi Sumatera Utara. Kemudian melalui Undang-Undang Darurat nomor 7 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom setingkap kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, maka dibentuklah Daerah Tingkat II Aceh Utara. Keberadaan Aceh dibawah Provinsi Sumatera Utara menimbulkan rasa tidak puas masyarakat Aceh. Para tokoh Aceh menuntut agar Aceh berdiri sendiri sebagai sebuah provinsi. Hal ini juga yang kemudian memicu terjadinya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1953. Pemberontakan ini baru padam setelah keluarnya Keputusan Perdana Menteri Republik

Indonesia Nomor 1/Missi/1957 tentang pembentukan Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Aceh Utara sebagai salah satu daerah Tingkat dua, Bireuen masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara. Baru pada tahun 2000 Bireuen menjadi Kabupaten tersendiri setelah lepas dari Aceh Utara selaku Kabupaten induk, pada 12 Oktober 1999, melalui Undang Undang Nomor 48. Melongok Potensi Bireuen Kabupaten Bireuen dibentuk pada 12 Oktober 1999, melalui Undang Undang Nomor 48. Letak pada jalur Banda Aceh Medan serta simpang menuju Aceh Tengah, membuat Bireuen sebagai daerah transit yang maju. Daerah tingkat dua pecahan Aceh Utara ini termasuk dalam agraris. 52,2 persen wilayahnya pertanian. Kondisi itu pula yang membuat 33,05 persen penduduknya bekerja di sektor agraris. Sisanya tersebar di berbagai lapangan usaha seperti jasa perdagangan dan industri. Dari lima kegiatan pada lapangan usaha pertanian, tanaman pangan memberi kontribusi terbesar untuk pendapatan Kabupaten Bireuen. Produk andalan bidang ini adalah padi dan kedelai dengan luas tanaman sekitar 29.814 hektar. Sentra produksi padi terdapat di Kecamatan Samalangan, Peusangan, dan Gandapura. Untuk pengairan sawah, kabupaten ini memanfaatkan tujuh sungai yang semua bermuara ke Selat Malaka. Salah satunya, irigasi Pante Lhong, yang memanfaatkan air Krueng Peusangan. Padi dan kedelai merupakan komoditas utama di kabupaten ini. Bireuen juga dikenal sebagai daerah penghasil pisang. Paling banyak terdapat di Kecamatan Jeumpa. Pisang itu diolah jadi keripik. Karena itu pula Bireuen dikenal sebagai daerah penghasil keripik pisang. Komoditas khas lainnya adalah giri matang, sejenis jeruk bali. Buah ini hanya terdapat di Matang Geulumpangdua. Potensi kelautan juga sangat menjanjikan. Untuk menopang hal itu di Kecamatan Peudada dibangun Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Selain itu ada juga budi daya udang windu. Sementara untuk pengembangan industri, Pemerintah Kabupaten Bireuen menggunakan kawasan Gle Geulungku sebagai areal pengembangan. Untuk kawasan rekreasi, Bireuen menawarkan pesona Krueng Simpo dan Batee Iliek. Dua sungai yang menyajikan panorama indah. Daerah pecahan Aceh Utara ini juga dikenal sebagai kota juang. Beragam kisah heroik terekam dalam catatan sejarah. Benteng pertahanan di Batee Iliek merupakan daerah terakhir yang diserang Belanda yang menyisakan kisah kepahlawan pejuang Aceh dalam menghadapi Belanda. Kisah heroik lainnya, ada di kubu syahid lapan di Kecamatan Simpang Mamplam. Pelintas jalan Medan-Banda Aceh, sering menyinggahi tempat ini untuk ziarah. Di kuburan itu, delapan syuhada dikuburkan. Mereka tewas pada tahun 1902 saat melawan pasukan Marsose, Belanda. Kala itu delapan syuhada tersebut berhasil menewaskan pasukan Marsose yang berjumlah 24 orang. Namun, ketika mereka mengumpulkan senjata dari tentara Belanda yang tewas itu, mereka diserang oleh pasukan Belanda lainnya yang datang dari arah Jeunieb. Kedelapan pejuang itu pun syahid. Mereka adalah : Tgk Panglima Prang Rayeuk Djurong Bindje, Tgk Muda Lem Mamplam, Tgk Nyak Bale Ishak Blang Mane, Tgk Meureudu

Tambue, Tgk Balee Tambue, Apa Sjech Lantjok Mamplam, Muhammad Sabi Blang Mane, serta Nyak Ben Matang Salem Blang Teumeuleuk. Makan delapan syuhada ini terletak di pinggir jalan Medan Banda Aceh, kawasan Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam. Makam itu dikenal sebagai kubu syuhada lapan. [iskandar norman/dbs] Kata kunci: nuga lantui Sebelumnya: Agresi Majapahit ke Kerajaan Banua, Tamiang Selanjutnya : Kolen Station Van Sabang

KERIPIK PISANG KHAS BIREUEN


Ketika kita akan pulang berpergian ke suatu daerah atau berwisata, dalam benak kita tentu bertanya apa yang dapat kita bawa pulang oleh-oleh untuk sanak saudara yang kita tinggalkan di rumah. Bagi dunia wisata oleh-oleh merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Biasanya, orang-orang akan mencari suatu yang khas dari suatu daerah sebagai oleh-oleh yang akan dibawa pulang. Oleh-oleh itu dapat berupa makanan, benda/barang atau yang lain. Selain sebagai tanda mata kepada sanak saudara/kerabat/tetangga, oleh-oleh juga dapat digunakan sebagai tanda kenangan dari suatu daerah. Apabila kita ke Aceh, banyak oleh-oleh yang menjadi ciri khas dari daerah ini, mulai dari rencong, siwah, tas/dompet, hingga makanan. Masing-masing daerah memiliki ciri khas, misalnya Sabang terkenal dengan bakpia, Saree (Aceh Besar) terkenal dengan tape, Aceh Tengah dengan kopi, dan sebagainya. Tulisan ini akan membahas oleh-oleh yang khas dari Bireun. Kripik Pisang Khas Bireun Kalau anda ingin membeli dan membawa oleh-oleh khas dari Bireuen, maka hal itu tidak lain adalah keripik pisang. Yakni sejenis keripik tahan lama yang terbuat dari buah pisang gepok, pisang wak dan jenis lainnya kemudian digoreng dijadikan dua rasa, manis dan asin, serta beberapa jenis keripik lainnya, yakni sukun ubi kayu, dan ubu rambat. Di kota Bireuen, mendapatkan oleh-oleh tersebut sangatlah mudah, karena tak perlu menempuh jarak lama dan tempat yang jauh dari jalan negara. Deretan kios penjual keripik berjejer rapi di depan eks Hotel Murni, depan terminal bus maupun depan Kantor Telkom Bireuen dan tempat lainnya di seputaran Kota Bireuen. Para pengunjung atau pengguna kendaraan tinggal memarkirkan kendaraannya persis di jalan masuk terminal utama Bireuen, banyak gerobak-gerobak dan lapak (tempat jualan) tersedia di sepanjang jalan yang menyediakan beragam keripik. Letaknya yang strategis semakin tidak menyulitkan bagi pengguna kendaraan umum yang lazim menyempatkan diri untuk singgah sesaat memberi peluang kepada awak bus untuk membeli keripik. Dengan pilihan rasa dan bentuk beragam, harga yang yang ditawarkan untuk masing-masing keripik tersebut bervariasi pula. Untuk jenis keripik pisang rasa manis dan asin per kilogram dijual dengan harga Rp. 14 ribu, harga tersebut diakui sejumlah pedagang tergolong tinggi mengingat harga minyak goreng sudah naik lagi. Harga naik sedikit karena harga minyak dan kebutuhan lainnya juga meningkat, kata Pak Muhammad. Beberapa waktu lalu per kilogram harga keripik pisang bertahan pada Rp12 ribu per kilogram saja. Untuk jenis lainnya juga mengalami peningkatan harga. Jenis sukun sebelumnya per kilogram dijual dengan harga Rp 40 ribu, saat ini naik menjadi Rp 45-48 ribu /kg. Sedangkan jenis keripik ubi dari harga Rp 18 ribu per kg, kini terpaksa dijual dengan harga Rp 25 ribu.

Namun untuk jenis ubi sedikit kurang diminati karena kota Saree Aceh Besar lebih dikenal sebagai daerah penghasil keripik ubi di Aceh. Pak Muhammad menuturkan, kenaikan harga itu lazim terjadi ketika harga minyak naik dan minimnya bahan baku pembuat keripik yakni pisang dan sukun di pasaran serta ketersediaan tenaga kerja. Biasanya industri keripik ini memakai beberapa tenaga kerja, ada sebagian menggoreng sendiri dan menjualnya di kios-kios, namun lebih banyak mengambil dari sejumlah tempat penggorengan keripik di seputaran kota Kota Bireuen, kata Ibrahim, seorang pedagang keripik di depan terminal Bireuen. Begitupun, harga yang dipatok saat ini tidak mengurangi minat konsumen mendapatkan oleholeh keripik. Banyak konsumen yang membeli puluhan kilogram keripik guna mereka jadikan sebagai buah tangan untuk kerabat, famili, maupun teman kerja di luar daerah Bireuen. Serta banyak pula konsumen yang berasal dari luar daerah menyempatkan diri untuk singgah guna membeli keripik-keripik tersebut. Walaupun keripik menjadi makanan khas Bireuen, pedagang kadang-kadang tidak memperoleh untung lumayan, karena harga bahan baku maupun ongkos lainnya ikut naik. Biasanya hasil penjualan setiap hari mencapai Rp 200.000 atau lebih sangat tergantung banyaknya pembeli, kata Ibrahim. Keadaan yang dimaksud adalah moment tertentu, seperti dekat lebaran, event olahraga di Bireuen dan event-event lainnya.

MAKANAN RINGAN KHAS BIREUEN,MENGOLAH PISANG,SUKUN,SINGKONG DAN UBI RAMBAT HINGGA SEDEMIKAN RUPA SEHINGGA MENJADI KERIPIK YANG RENYAH DI NIKMATI,HARGA NYA TERJANGKAU DISEMUA KALANGAN.COCOK BUAT MAKANAN RINGAN SEHARI-HARI MAUPUN LEBARAN. TERSEDIA BERANEKA RAGAM KERIPIK,ANTARA LAIN: * KERIPIK PISANG KEPOK - RASA ASIN PERKILO Rp.45.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM - RASA MANIS PERKILO Rp.45.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM *PISANG WAK - RASA GURIH PERKILO Rp.45.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM * KERIPIK SUKUN PERKILO Rp.70.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM * KERIPIK UBI RAMBAT PERKILO Rp.60.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM * KERIPIK UBI - KERIPIK UBI GURIH PERKILO Rp. 50.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM - KERIPIK UBI PEDAS PERKILO Rp 60.000 BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM.

HUB: FANDI 08126960569 VIA SMS or TELPON KERIPIK BIREUEN,RENYAH DAN BERGIZI *PAKET KIRIMAN VIA JNE ATAU TIKI *TARIF HARGA PERKILO BISA ANDA LIHAT DI Web: :stripped:

LEBARAN DIDEPAN MATA,KUMPUL DENGAN KELUARGA MENCICIPI MAKANAN KHAS BIREUEN( KERIPIK BIREUEN),OLEH-OLEH KHAS NYA BIREUEN-ACEH. BISA JUGA UNTUK DIJUAL KEMBALI

RENYAHNYA BISNIS KRIPIK PISANG

Ketersediaan pisang di berbagai daerah di Indonesia membuka peluang usaha yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Pisang mudah tumbuh dengan subur di sebagian besar wilayah. Berbagai jenis pisang tumbuh dan menjadi tanaman yang cukup mudah di temui. Namun sayangnya pisang belum di anggap sebagai sumber usaha yang baik. Masyarakat Indonesia masih menganggap pisang hanya sebagai buah saja, tidak memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Olahan pisang masih sebatas, olahan yang tradisional, dan di gunakan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Salah satu olahan yang dapat meninggkatkan nilai tambah dan nilai jualnya yaitu keripik pisang, produk ini masih sangat potensial untuk di kembangkan, mengingat besarnya peluang pasar yang dapat di tuju dan munculnya diversivikasi produk keripik. Hal ini membuka peluang yang lebih luas bagi pengembangan usaha insustri pengolahan keripik pisang di Indonesia. Guna memulai usaha pengolahan keripik pisang memerlukan beberapa persiapan yaitu : 1. Pengumpulan informasi mengenai usaha pengolahan keripik usaha. 2. Keperluan sarana penunjang produksi

3. 4. 5. 6.

Proses pengolahan Kemasan dan penyimpanan Strategi pemasaran dan analisa kelayakan usaha.

Usaha pengolahan keripik pisang tidak memerlukan teknologi tinggi dan modern. Oleh karena itu, industri ini dapat diterapkan pasa indsutri kecil, industri rumah tangga ataupun industri menengah. Pendirian usaha pengolahan keripik pisang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan menambah nilai tambah buah pisang. Sebagai pusat UKM Kelurahan Babakan perlu di kembangkan usaha kripik pisang agar lebih banyak lagi Varian atau jenis produk yang dihasilkan. diolah dari berbagai sumber (MAN)

[Lomba Menulis] Peremp uan dan Pisang

Tuesday, 24 August 2010


| Viewed

3750 times, 6 times

today | 36 Comments |

EQ di tengah kebun pisang

Sebuah Catatan Pojok untuk Cerpen Perempuan dan Pisang Perempuan dan Pisang, sebuah koneksi yang memberikan banyak persepsi. Baik persepsi biasa maupun persepsi tidak biasa . Seorang kawan, sambil bercanda, bertanya pada saya : kenapa tidak perempuan dan burung saja . Ya, ya..burung dan pisang dan perempuan. Konotasi pisang (burung) adalah ( maaf ) penis laki-laki.

Cerita Perempuan dan Pisang memang mengisahkan seorang perempuan usia pertengahan empat puluhan. Ada Kaitannya dengan sang pisang milik kaum pria. Namun, cerita ini lebih untuk menggambarkan si perempuan itu sendiri. Perempuan dengan nasibnya, perempuan yang menerima keadaannya, baik dan buruk, senang dan susah, nrima ing pandum, pasrah namun tidak tanpa daya. Di negara ini, Negara Indonesia tercinta ini, ada ribuan perempuan yang menyandang nasib seperti itu. Ada beragam sebab dan akibat, namun Turah adalah salah satu contoh prototype perempuan Indonesia yang lugas, lugu namun kuat batin dan jalinan hidupnya. Cerita ini saya tulis bukan dengan keprihatinan saya sebagai seorang perempuan, tapi sebagai, sebuah bahan renungan, sebuah persembahan di kala masih banyak kalangan yang tidak mengindahkan perasaan kaum perempuan dan mendudukkan perempuan dalam posisi yang lemah dan selalu salah, jika ada sebuah kasus yang menimpa sebuah pasangan. Jarang ada telaah yang mendalam, yang mengacu pada perasaan perempuan yang sedalamdalamnya. Jika seorang perempuan di anggap salah, selingkuh, bercerai, dan sebagainya, maka perempuan itu pantas dihujat dan dipersalahkan seumur hidupnya, tanpa pernah ada pertimbangan mengapa ia selingkuh, mengapa ia diceraikan suaminya, mengapa ia diperkosa. Dan hukum perkosaan pun masih belum bisa mengganti sebuah hidup yang kadang-kadang terlanjur remuk, jika tidak perempuan itu sendiri yang berusaha bangkit dengan segala caranya. Cerita ini saya tulis, ketika sebuah kesucian perempuan diukur dari lobang vagina dengan selaput daranya. Kesucian dinilai dari darah yang menitik di malam pertama perkawinan. Ketika kesucian perempuan tidak dilihat dari hatinya, namun dari fisiknya. Sedangkan pria selalu suci, karena pria tidak punya darah untuk diteteskan di malam pertama, Karena sebenarnya kesucian pria tidak pernah bisa diukur ( karena pria tidak pernah benar-benar suci, atau karena pria terlalu takut untuk mengakui kesucian dirinya?) Negeri ini negeri patriarki. Perempuan adalah perempuan yang tetap akan selalu berada di belakang pria. Meskipun jargon emansipasi wanita di tiupkan di mana-mana. Tidak akan ada himbauan bangkitlah perempuan! Majulah perempuan ! Dari saya Buat saya, bagi perempuan, nikmatilah hidup ini, karena hidup ini indah. Dan perempuan adalah keindahan itu sendiri.

Note Redaksi: maap, maap, Nyai, ketlingsuthiksuakeh masalah beberapa hari iki

**************************************

Nama saya Turah. Saya berasal dari sebuah desa di selatan kota Yogyakarta. Jauh, di atas bukit kapur kering.

Jarang ada hujan yang menyambangi daerah kami, kalaupun ada hujan yang turun, itu berkah tak terkirakan. Ya, ya, aku lahir dan menuntaskan masa kanak-kanakku yang tidak ramah. Serba kekurangan, itulah sebabnya kenapa aku dinamai Turah, yang artinya berlebih-lebih, turah-turah. Harapan orang tua supaya hidupku kelak tidak lagi serba kekurangan seperti hidup mereka. Saking susahnya hidup kami, makanan pun serba seadanya. Bahkan tak jarang belalang penghancur tanaman yang cuma sepetak tanah itu pun, kami makan juga.Rasanya gurih, apalagi jika dimasak dengan lombok dan dibumbui jahe, belalang mercon namanya, wuuah, nikmat sekali. Tapi dari semua makanan yang serba minimalis itu, saya paling suka pisang goreng. Pisang goreng bikinan simbok, begitulah aku memanggil ibuku, tidak diragukan lagi kelezatannya. Apalagi jika dimakan dalam keadaan masih panas, diberi lelehan susu soklat kental manis yang di beli di warung Lik Sukini, satu-satunya waserba (warung serba ada) di dusunku. Pisang goreng simbok renyah, adonan tepung pembungkusnya tidak terlalu manis, tidak terlalu tebal, tidak terlalu lembek, ukurannya tepat, meskipun tepungnya tidak pernah ditimbang. Bumbunya pun selalu pas. Saya selalu membantu simbok dengan senang hati, dengan harapan bisa mencuil sedikit atau bahkan mendapatkan sepotong besar, jika simbok sedang panen besar. Oh iya, saya belum bercerita tentang bapakku. Laki-laki itu, entah ke mana, aku tidak pernah tahu, tidak juga pernah bertanya. Hanya sekali saja, itu pun tidak mendapatkan jawaban, selain muka simbok yang mengeras lalu berpaling dari hadapanku. Jadi yaaaaa..saya tidak pernah bertanya lagi. Percuma. Lagi pula hidup dengan simbok, meskipun sulit tapi cukup menyenangkan. Simbokku seorang perempuan desa yang tidak kenal baca tulis karena tidak pernah bersekolah, tapi kalau ada soal hitung-hitungan, jangan ditanya. Simbok sangat ahli, bahkan kalkulator di warung Lik Sukini bisa kalah cepat dengan kalkulator alami di dalam kepala simbok. Hidup kami ditopang oleh sebidang tanah kecil peninggalan mbok tuwo, ibunya simbok. Konon katanya, dulu pak tuwo, bapaknya simbok, adalah priyayi yang cukup kaya di dusun ini, hanya saja pak tuwo tidak pernah bisa terlepas dari persoalan perempuan dan sabung ayam, sehingga hartanya ludes, tinggal tanah sepetak itu yang selamat. Itu pun karena pak tuwo keburu meninggal dunia dimakan penyakit raja singa. Sebidang tanah yang terletak di pinggir desa dekat kali yang lebih sering asat itu ditanami pisang kepok kuning. Salah satu jenis tanaman, selain ketela, yang bisa bertahan hidup dengan baik di daerah gersang seperti ini. Pisang-pisang itulah yang menghidupi kami. Kadang-kadang simbok juga menerima setoran pisang dari tetangga, seperti Lik Jinah, Lik Darso Suket dan Lik Sutar, oh ya, dari mbah Legi juga.

Pisang juga yang membuatku mendapatkan suami. Ya, ya, suami. Su a mimeskipun saya tidak pernah meminta atau bahkan tidak sempat memikirkannya. Lho, tapi kenapa pisang memberi saya suami ? Aaaaaa.jangan berpikir saru, rusuh, porno atau neko-neko. Ada ceritanya, meskipun panjang dan sedih dan saya tidak cukup pandai untuk menceritakan dengan baik. Sore itu, saya baru pulang dari waserba Lik Sukini. Seperti biasanya, mengambil uang hasil titipan pisang goreng simbok. Hari sudah menjelang maghrib, langit gelap, mendung, meskipun pada akhirnya tidak juga turun hujan. Saya sebenarnya sangat terburu-buru, takut keburu makin gelap, tapi di warung itu ada mas Samsu, pemuda yang katanya sekolah di ibukota. Hari itu entah mengapa dia nongkrong di warung Lik Sukini. Nama sebenarnya bukan mas Samsu, entah siapa, saya tidak pernah berani bertanya. Dia di panggil begitu karena rokok Djisamsu yang dia hisap setiap hari. Rokok yang cukup mahal dibanding klembak menyan dan rokok-rokok kretek lain yang ada di warung. Jadi, mas Samsu melihat saya di warung Lik Sukini sore itu. Dengan ramah dia menawarkan untuk mengantar pulang dengan sepeda motornya yang kinclong dan wus wus, meski pun di jalan yang tidak mulus. Rumahmu yang dekat kantor kelurahan itu khan ?, Tanya mas Samsu ketika saya nyengkelak di boncengan motornya. Iya mas, buk bengkok itu lurus dikit, ada pohon pisang di depan rumah, Saya berusaha merinci dengan tepat letak rumah simbok. Mas Samsu mengangguk dan segera menstater motornya. Wiiiiiiiing, saya dibawa mas Samsu yang mengendarai sepeda motornya dengan pelan-pelan, karena jalanan bopengbopeng. Ngebut benjut kata anak-anak di sini. Perjalanan membonceng mas Samsu terulang beberapa kali. Ada saja alasan untuk bisa mengantar saya ke suatu tempat. Apalagi jika pas ada pasaran, biasanya bulan Jawa Legi, ada

pasar di lapangan bawah. Rame sekali. Penjual dan pedagang dari berbagai daerah di sekitar desa akan datang membawa barang dagangan masing-masing. Sayur-mayur, buah-buahan, peralatan dapur, sembako, sampai baju, mainan anak-anak dan hewan piaraan semacam burung, ayam dan unggas lainnya. Makanan yang sudah siap saji juga ada, termasuk jajanan.

Tentu saja itu hari besar buat simbok dan saya juga. Hari-hari pasaran seperti itu, pagi-pagi benar, fajar belum lagi merekah, saya dan simbok sudah siap-siap dengan setumpukan pisang goreng yang berkepul-kepul. Uapnya memenuhi udara pagi yang bau kapur basah. Jajanan manis tersebut dimuat dalam baskom blirik warna hijau yang barangkali usianya lebih tua dari saya. Lalu ditutup taplak meja batik yang motifnya sudah berbaur dengan bercak-bercak minyak. Saya membonceng sepeda tua simbok. Ya, ya, sepeda tua itu juga peninggalan mbok tuwo. Pit onthel kuno warna hitam, meskipun renta dimakan usia, namun masih terlihat kukuh, seperti simbok. Perempuan desa yang kenyang dengan penderitaan. Jarang mengeluh, kecuali jika punggung tuanya terasa nyeri oleh rasa capek. Bahkan saya tidak pernah melihat simbok menangis. Nasehat-nasehatnya selalu tepat, meskipun seolah-olah keluar begitu saja dari mulutnya .Simbok sangat ramah, supel dan tidak pernah ragu menolong orang yang memerlukannya. Bahkan kadang-kadang menjadi terlalu baik hati. Jadi orang itu, kalau bisa memberi, jangan cuma bisa minta. Kalau sudah memberi ya jangan mengharap balasan. Lemah teles[i] nok[ii], Gusti Allah yang mbales.

[i] Lemah teles, Gusti Allah sing mbales (tanah basah, Gusti Allah yang membalas), ungkapan untuk tidak mengharapkan imbal balik atas kebaikan/ pertolongan yang kita berikan pada orang lain, karena Tuhan yang akan membalas. [ii][ii][ii] Nok, dhenok : panggilan untuk anak perempuan, dari yang lebih tua kepada yang lebih muda.

Memang, kata-kata simbok itu benar, tapi sepertinya jaman sekarang ini kebaikan suka tidak dihargai sebagaimana mestinya. Ya, karena orang baik juga kadang-kadang sukar ditemukan, pada masa sekarang ini. Ada yang kelihatannya tidak baik, padahal sebenarnya baik sekali, ada juga yang kelihatannya baik, tapi sebenarnya hanya pura-pura baik. Kalau tentang mas Samsu, saya tidak bisa mengatakan dia itu termasuk yang mana.

Mas Samsu baik pada saya, tapi ternyata hal itu disebabkan karena dia mau sama saya. Kata teman-temanku, dia naksir saya. Ah, pada awalnya saya sama sekali tidak percaya pada semua omongan itu. Iya Rah, dia itu pasti naksir kamu , Kata Murni, anak Lik Sukini, pada suatu sore. Ah, mana mungkin, wong dia aja sekolah di ibukota, lha saya cuma sampai SMP. Ndak mungkinlah, jangan mengada-ada to, Mur , Saya jelas menyangkal. Weeeee.kok ngeyel lho, jelas gitu lho dia tiap sore pasti jemput kamu di sini, Murni bersikukuh dengan pendapatnya, dan dikuatkan dengan anggukan mantap Lik Sukini, ibunya. Saya benar-benar terdiam, tidak punya pendapat apa pun selain menelan semuanya. Ya, sebenarnya dalam hati saya juga bangga, kalau mas Samsu naksir saya, tapi sungguh, saya tidak berani berharap apapun. Mas Samsu orang terpandang, kelihatan kaya, sekolah di kota, kuliah katanya. Sedangkan saya hanya anaknya simbok yang miskin dan tidak bersekolah lagi setelah lulus dari SMP. Saya juga tidak putih dan tidak cantik. Dan lagi, sepertinya mas Samsu juga dekat dengan Endah, anaknya bidan Rohaya yang tinggal di desa bawah. Endah berkulit putih, lumayan cantik, rumahnya bagus, ibunya bidan puskesmas, bapaknya guru SMP tempat saya sekolah dulu. Endah sendiri sekarang melanjutkan ke SMU di kota. Dan dia naik sepeda motor yang sama kinclongnya dengan milik mas Samsu. Sepertinya memang lebih cocok kalau mas Samsu sama Endah, daripada sama saya. Mas Samsu itu lebih cocok sama Endah, ketimbang sama saya, Tiba-tiba suara itu melompat begitu saja dari mulut saya. Dan sebelum saya sadar betul, Murni sudah tergelak. Hahahahhaaakamu cemburu ya Rah, sama Endah Haaah..berhentilah mengejek saya, Mur. Mana mungkin saya cemburu. Saya ini apa lho, kok bisa cemburu sama orang seperti Endah dan mas Samsu itu. Sudahlah, jangan anehaneh., Saya menyudahi pembicaraan yang makin ngawur itu. Menggembol uang di dalam dompet usang bertuliskan Gajah Putih, nama toko emas yang ada di dekat pasar. Ah, cerita ini kok jadi mengewer-ewer ya. Jadi begini, singkatnya, Murni dan yang lainnya benar. Mas Samsu memang naksir saya. Tapi jangan bicara soal cinta. Karena itu hal yang lain. Naksir dan cinta tidak bisa dicampuradukkan jadi satu. Pada kenyataannya, pada suatu sore, benar-benar sudah gelap, karena Murni terus-terusan mengajakku ngobrol waktu mas Samsu datang menjemputku. Oh iya, sejak hari pertama mas Samsu mengantarku pulang dari warung Lik Sukini, hari-hari berikutnya seperti terjadi sebuah kesepakatan tak terucapkan, bahwa mas Samsu akan menjemputku di warung Lik Sukini dan mengantarku pulang. Hari itu hari kesekian, sehari setelah simbok menanyaiku tentang gossip antara saya dan mas Samsu yang beredar beberapa hari belakangan ini. Ya, ya, mas Samsu menjemputku seperti biasa, tapi kali ini dibawanya saya ke tempat yang saya kenali dengan baik. Ladang pisang simbok. Tidak langsung ke rumah. Sepetak tanah kecil yang ditanami beberapa belas pisang

kepok kuning penyangga hidup kami sehari-hari. Saya terhera-heran dan bertanya, namun tidak ada jawaban sama sekali. Eloknya, hebatnya mas Samsu, keperawanan saya diambil paksa di ladang pisang milik simbok saya. Tak ada yang bisa saya lakukan kecuali menangis kesakitan. Usia saya lima belas tahun. Dan saya belum pernah disentuh laki-laki manapun, dengan cara seperti itu. Tak lama, memang tidak lama. Saya di peluk erat, tanpa saya tahu apa yang harus saya perbuat. Saya di ciumi, dan membuat saya geli tapi takut. Dan menjadi semakin takut. Dan malu, ketika mas Samsu membuka baju saya, melepas celana dalam saya. Benar-benar malu dan takut. Simbok pernah bilang, tidak boleh memperlihatkan aurat di muka umum. Tidak boleh melepas celana dalam di sembarang tempat. Saru dan tidak ilok. Saya benar-benar bingung. Apalagi ketika mas Samsu mulai meraba-raba nunuk saya dengan jarinya. Ada rasa aneh di sekujur tubuh saya. Demam dan rasanya hampir pingsan. Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, kecuali tiba-tiba selangkangan saya terasa sakit dan semakin sakit. Kemaluan mas Samsu berkali-kali keluar masuk dalam nunuk saya. Mulut saya dibekap, sehingga saya tidak bisa bersuara. Setelah gerakan-gerakan cepat mas Samsu makin menggila, tiba-tiba dia terdiam. Lemas. Saya menangis menahan sakit pada nunuk saya. Mas Samsu diam. Mengenakan celana jeansnya. Memberikan seluruh pakaian saya dan celana dalam saya. Dengan isakan pelan saya memakai semua pakaian. Ah, ini jadi seperti cerita dalam buku porno. Tapi bukan. Itu yang terjadi sebenarnya. Sebulan kemudian mas Samsu melamar Endah, seperti dugaanku. Aku tidak sakit hati, karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Namun nunukku benar-benar sakit. Aku takut bilang simbok. Dia pasti akan marah besar, kalau tahu saya pernah telanjang di depan seorang laki-laki, meskipun itu bukan kemauanku. Saya ditelanjangi dengan paksa. Saya bermaksud melupakan kejadian itu. Dan beruntung, saya tidak hamil. Mungkin mas Samsu sudah mempehitungkan tanggal kesuburan saya. Dia tahu kapan saya mendapat haid, sebab dia pernah melihat saya membeli pembalut di warung Lik Sukini. Saya akhirnya menikah juga, dengan mas Bardi. Seorang pedagang makanan di pasar, salah satu langganan simbok. Tapi mas Bardi segera menceraikan saya, ketika dia tahu bahwa saya sudah tidak perawan lagi. Saya dikembalikan ke rumah simbok setelah dimaki-maki. Katanya simbok menipunya. Memberikan anak perempuannya yang sudah tidak suci lagi. Tidak ada bercak darah di malam pertama kami. Dan malam pertama itu mengingatkan saya pada kejadian ketika saya disetubuhi mas Samsu. Saya sangat ketakutan ketika mas Bardi hendak menyetubuhi saya, karena bagiamana pun saya adalah istrinya. Terlintas rasa sakit yang amat sangat. Membuat saya mencoba menolaknya. Saya jijik melihatnya. Saya takut. Hal itu berlangsung selama satu minggu. Mungkin mas Bardi menganggap saya benar-benar masih perawan, sehingga sangat ketakutan dengan hubungan suami istri. Dia memakluminya, namun hanya satu minggu. Setelah itu, bencana pun terjadi. Saya diperkosa sekali lagi. Kali

ini oleh suamiku sendiri. Lalu dia menghujatku dengan kata-kata kotor, karena dianggapnya kami telah menipunya. Saya dan simbok. Ah.. Saya tidak akan memperpanjang cerita ini menjadi gossip murahan. Saya menikah tiga kali, semuanya berakhir dengan masalah yang sama. Saya adalah perempuan yang sudah tidak perawan lagi ketika pertama kali menikah. Kedua mantan suami saya berikutnya menikahi saya hanya karena mereka pikir saya tetaplah perempuan baik-baik, meskipun saya pernah dicampakkan laki-laki, baik suami saya, maupun bukan suami saya. Simbok tidak pernah bertanya pada saya, siapa yang telah menjatuhkan kehormatan saya. Yang saya tahu, simbok menjadi terlihat lebih renta, wajahnya semakin mengeras, dan suaranya semakin jarang terdengar. Nasehat-nasehat yang kadang melompat dari mulutnya sudah tidak pernah lagi hadir. Hidupnya sepi. Dan saya pun ikut kesepian. Saya dibuang mantan-mantan suami saya, karena saya tidak mampu melayani gairah mereka. Hati saya beku. Tubuh saya sedingin es batu. Keras dan dingin. Saya jijik melihat laki-laki telanjang di depan saya. Saya benci melihat mereka membuka pakaian saya. Saya muak dengan cara mereka menjilati dan menciumi saya. Sentuhan mereka membuat saya terbakar, sehingga secara otomatis saya melindungi diri saya dengan cara menjadi beku dan diam. Saya tidak mau terbakar. Saya tidak mau mati karena nafsu mereka membakar saya. Ya. Ya..

Kejadian itu sudah berlalu lama sekali. Tiga puluh tahun yang lalu. Sekarang usia saya empat puluh lima tahun. Simbok meninggal setelah perceraian saya yang terakhir. Simbok meninggal dalam ketegaran seorang perempuan tua yang hidupnya selalu dirundung kesedihan. Saya menolak kesedihan itu meracuni hidup saya. Hidup sendirian adalah pilihan saya. Kegagalan berumah tangga rupanya tidak mempengaruhi nasib saya. Tuhan masih menolong saya. Meskipun di desa saya sering di cemooh dan dipergunjingkan, tapi resep pisang goreng warisan simbok mengubah nasib saya.

Mungkin juga doa simbok ketika dia memberikan nama pada saya, juga merupakan berkah yang lain lagi. Ah, tidak perlu diteruskan lagi, ini bukan pidato kotbah Jumat atau Minggu sore. Dari pisang saya mendapat banyak kisah untuk di bagikan. Saya kehilangan keperawanan saya, yang katanya tanda kesucian perempuan, di ladang pisang milik simbok saya sendiri. Saya bertemu dengan mas Samsu dan semua laki-laki mantan suami saya, juga karena urusan pisang. Saya belajar hidup dari cara hidup pohon pisang. Bisa tumbuh di tanah kering dan berkapur, meskipun sebenarnya pohon pisang perlu iklim yang basah. Ahlagi-lagi ini membosankan, seperti buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Saya akan berhenti bercerita. Sudah tidak ada lagi yang menarik untuk diceritakan. Saya tetap hidup sendiri sampai sekarang. Namun saya tidak lagi hidup seperti simbok. Nama saya Turah, dan itulah hidup saya sekarang. Turah-turah, seperti nama saya. Dan itu, berkat pisang.

By, Sekar Wang Ditulis berdasarkan ide yang di dapat ketika pada suatu hari melihat pertunjukan para seniman di sebuah restoran di Dago, Bandung bersama Tante Rini dan mbak Dwi. Di tempat itu saya berkenalan dengan Ken Atik. Ada sebuah dekorasi dinding bergambar pisang-pisang warna kuning, dari situlah ide tulisan ini muncul. Baru bisa selesai sebulan kemudian, hari ini, di Jogjakarta, 2010-06-29, 12:35 am, dengan mood yang kurang bagus.

You might also like