You are on page 1of 16

PROPOSAL TUGAS AKHIR

STUDI PERKIRAAN JALUR ALIRAN AIR AKI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT DAN SRTM
(STUDI KASUS : GUNUNG IJEN JAWA TIMUR)

OLEH : ZAINIA FITRIANINGTYAS (3508 100 037)

JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Api Ijen merupakan gunung api aktif yang memiliki danau kawah di puncak, dengan panjang dan lebar danau masing-masing sebesar 800 m dan 700 m serta kedalaman danau mencapai 180 m. Secara geografis Gunung Ijen berada pada posisi 8 03 30 LS dan 114 14 30 BT dengan tinggi puncaknya 2386 meter dari permukaan laut. Secara administratif terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Erupsi Gunung Ijen yang tercatat dalam sejarah adalah berupa letusan-letusan freatik yang bersumber dari danau kawah. Erupsi freatik terakhir terjadi pada tahun 1993 menghasilkan tinggi kolom asap berwarna hitam yang mencapai ketinggian 1000 m. Sejak 18 Desember 2011 pukul 04:00 WIB status kegiatan Gunung Ijen dinaikkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) dan Tanggal 8 Februari 2012 status kegiatan Gunung Ijen diturunkan dari Siaga menjadi Waspada (Badan Geologi, 2012). Petaka lebih besar bisa terjadi jika Gunung Ijen yang menjadi sumber Kali Banyuputih meletus dan menumpahkan banjir bandang air aki. Kadar keasaman air (pH) di hulu Sungai Banyupahit yang mencapai 0,8 (pH netral 7) membuat sungai itu seperti mengalirkan air racun bagi kehidupan (Hidayat, 2012). Potensi bahaya aktivitas Gunung Ijen saat ini adalah semburan lumpur di sekitar kawah, munculnya gas berbahaya bagi kehidupan di sekitar kawah, dan meluapnya air danau kawah yang besifat sangat asam. Air danau Kawah Ijen menjadi asam terutama akibat gas CO2, SO2 dan HCl. Konsentrasi Gas CO2 bila melebihi 10% volume dapat berakibat menbahayakan keselamatan manusia, sedangkan air asam sulfat dan bikarbonat akibat pelarutan gas CO2 dan SO2 maupun HCL di dalam air danau kawah membuat korosif logam dengan cepat, selain itu air sangat asam ini membahayakan kesehatan kulit (Badan Geologi, 2012). Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk mendukung sistem peringatan dini bencana alam diyakini sebagai suatu teknik yang dapat memberi kontribusi sangat banyak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuat peta jalur aliran air aki yang diperlukan sebagai salah satu komponen sistem peringatan dini sebagai upaya meminimumkan jumlah korban dan kerugian akibat bencana letusan gunung api. Data yang digunakan mencakup data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran dan pengamatan seperti koordinat titik-titik control lapangan dari pengukuran Global Positioning Sytem (GPS), pengukuran karakteristik air, tanah dan vegetasi serta data lapangan yang lain seperti batas administrasi, landmark, nama jalan, informasi masyarakat dan lain lain. Sedangkan data sekunder adalah data geospasial yang berbasiskan data satelit penginderaan jauh seperti: Landsat dan DEM SRTM (Digital Elevation Model, Shuttle Radar Topography Mission), peta topografi (Peta Rupabumi), peta thematic dan data statistik. 1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah bagaimana cara mengolah dan menganalisa citra Landsat dan DEM SRTM sehingga menjadi sebuah peta jalur aliran air aki kawah Gunung Ijen.

1.3 Batasan Permasalahan Batasan masalah dari penulisan tugas akhir ini adalah: a. Wilayah studi adalah daerah Gunung Ijen yang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso, Propinsi Jawa Timur. b. Data citra satelit yang digunakan adalah citra LANDSAT tahun 2011 dan DEM SRTM c. Data sekunder yang digunakan berupa softcopy data vektor Peta RBI Kabupaten Sempol (skala 1 : 25.000), Peta Rawan Bencana kawasan Gunung Ijen (skala 1 : 100.000), data statistik, dan literatur. d. Hasil penelitian adalah peta jalur aliran air aki pada Gunung Ijen. 1.4 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah pembuatan peta jalur aliran air aki pada Gunung Ijen menggunakan teknologi penginderaan jauh menggunakan data citra Landsat dan DEM SRTM. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi spasial (peta) mengenai jalur aliran air aki pada Gunung Ijen yang nantinya bisa digunakan sebagai penunjang sistim mitigasi bencana alam Gunung Ijen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gunung Api Gunung api terbentuk sebagai akibat proses vulkanisme, yaitu proses naiknya material magma dari dalam bumi menuju permukaan baik dikeluarkan secara eksplosif maupun efusif. Naiknya cairan magma ke permukaan bumi tidak terjadi secara tiba-tiba begitu saja, namun ada faktor yang menyebabkan proses tersebut. Peristiwa subduksi antar dua lempeng tektonik berimbas pada melelehnya material batuan pada kerak bumi sehingga bergerak ke permukaan karena berat jenis batuan yang relative lebih rendah, yang disebut dengan proses undasi. Direktorat Vulkanologi dalam menentukan zonasi daerah bahaya letusan Gunung Api menyatakan bahwa daerah di sekitar kawah dikategorikan sebagai daerah terlarang karena kemungkinan terkena aliran piroklastik dan lava sangat besar. Daerah dengan tingkat bahaya lebih rendah adalah daerah bahaya ke-1 yaitu daerah yang tidak dapat diserang oleh awan panas namun saat letusan besar akan tertimpa hembusan piroklastik (pyrocfostic surge) dan jatuhan piroklastik (hujan abu dan bom). Sedangkan daerah bahaya ke-2 yaitu daerah yang berdekatan dengan sungai yang berhulu di puncak gunung api, letaknya secara topografis rendah, sehingga pada musim hujan dapat terlanda aliran lahar (Asriningrum, 2004). 2.2 Visual Danau Kawah Warna air danau kawah Gunung Ijen tidak mengalami perubahan secara mencolok, yaitu tetap dominan hijau toska. Volume air danau kawah G Ijen masih berkisar antara 30 hingga 32 juta meter kubik dengan pH berkisar antara 0,4-0,6. Air danau kawah yang bersifat sangat asam ini mengandung gas CO2, SO2 dan HCl yang berbahaya meracuni tanah maupun tanaman serta korosif terhadap bahan logam terlebih terhadap kesehatan manusia. Pemantauan visual Kawah Ijen dilakukan pada 3 Maret 2012, teramati asap solfatara berwarna putih tebal tinggi sekitar 200 meter dengan tekanan sedang sampai kuat, bau belerang tercium sedang. Suhu air danau kawah pada kedalaman 5 meter 42,7C. Pada tanggal 10 Maret 2012 melaui CCTV teramati adanya bualan air danau kawah dengan dimameter sekitar 10 meter. Jarak pintu air dengan muka air danau kawah sekitar 17 meter (tinggi muka air danau kawah bertambah sekitar 2 meter), peningkatan muka air danau kawah diduga berasal dari air hujan, karena saat ini musim hujan. Semula, pada saat status kegiatan Ijen Waspada (level II), tumbuhan di sekitar kawah nampak subur, namun saat ini teramati beberapa pohon cemara di sekitar kawah Ijen sampai Paltuding nampak daunnya layu (Badan Geologi, 2012). 2.3 Ancaman Air Aki Gunung Ijen Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Surono memperingatkan warga sekitar kawah ijen agar waspada terhadap potensi meletusnya kawah tersebut. Jutaan kubik magma dan air asam yang ada di kawah tersebut, mampu menjadi 'Tsunami Air Aki'. Terlebih lagi aktivitas Gunung Ijen yang terletak di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, saat ini terus meningkat. Saat ini, statusnya saja ada di dalam level III. Meningkatnya aktivitas kawah ini dapat dilihat dari warna airnya yang dulu kehijau-hijauan, saat ini sudah berwarna putih susu (Dhani, 2011). Aliran Kali Banyuputih yang asam telah menggerogoti kesehatan warga Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Petaka lebih besar bisa terjadi jika Gunung Ijen yang menjadi sumber Kali Banyuputih meletus dan menumpahkan banjir bandang air aki. Kadar keasaman air (pH) di hulu Sungai Banyupahit yang mencapai 0,8 4

(pH netral 7) membuat sungai itu seperti mengalirkan air racun bagi kehidupan. Dari mana pun sumber air asam di Banyupahit dan Banyuputih, aktivitas kompleks Ijen memang mengkhawatirkan. Ancaman terbesar berupa jebolnya danau kawah Ijen yang menyimpan 30 juta meter kubik air asam dengan pH 0-0,8. Jika tersentuh kulit bisa gatal-gatal, bahkan melepuh. Memiliki panjang 800 meter dan lebar 700 meter dengan kedalaman 180 meter, kawah Ijen merupakan salah satu danau berair asam terbesar di dunia. Sejak status Ijen menjadi Siaga (level III) pada 18 Desember 2011, Surono dan para peneliti gunung api dari PVMBG terus memantau Gunung Ijen. Dalam sejarahnya, letusan Ijen pernah menimbulkan kehancuran besar. Menurut catatan Taverne (1926) dalam Kusumadinata (1979), saat meletus 1817, Ijen mengirim banjir lumpur air asam yang sebagian besar melalui Sungai Banyupahit. Padahal, Banyupahit merupakan hulu dari Sungai Banyuputih yang lembahnya dihuni 12.000 jiwa. Bahkan, menurut Palmer, letusan tahun 1817 itu telah menumpahkan isi danau dan menyebabkan banjir lumpur asam yang mencapai Kota Banyuwangi, lebih dari 25 kilometer dari Ijen (Hidayat, 2012). 2.4 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh atau teledeteksi yang bahasa asingnya (Inggris) lebih terkenal dengan remote sensing adalah salah satu ilmu yang akan memberikan banyak manfaat dalam bidang eksplorasi sumber alam, ataupun dibidang survai dan penelitian untuk merencanakan suatu perkembangan (Tjokrosoewarno, 1979). Komponen utama penginderaan jauh antara lain : Sumber energi (matahari, RADAR) Sensor (kamera udara, scanner, radiometer, CASI Hyperspektral) Obyek di bumi (tanah, air, vegetasi) Atmosfer (uap air, gas , debu)
Teknologi penginderaan jauh banyak digunakan untuk memetakan perubahan lingkungan, pertanian, kehutanan, perkebunan, kelautan, mengetahui neraca sumber daya alam dan evaluasi sumber daya lahan. Dengan memanfaatkan kelebihan teknologi penginderaan jauh yaitu daerah liputan yang luas, perekaman dilakukan berulang-ulang, ketelitian pengamatan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan relatif murah persatuan luas, memberikan kemungkinan untuk mempertinggi tingkat keakurasian dan efisiensi dalam penyediaan data dan informasi sumber daya lahan. Dengan menerapkan teknologi penginderaan jauh dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan terdidik, pemerintah dapat memenuhi kebutuhan informasi mengenai sumber daya alam dan lingkungan di daerah perbatasan (Reditya, 2010). Ada tiga sistem yang membedakan teknik penginderaan jauh, yakni : (1) sistem pasif yang menggunakan tenaga pancaran objek, (2) sitem pasif yang menggunakan pantulan sinar matahari, dan (3) sitem aktif yang menggunakan tenaga dari wahana itu sendiri berupa RADAR, LASER, LIDAR dan sebagainya (Cracknell 1981 dalam Syamsa 2008). Penginderaan jauh sistem pasif yang menggunakan pantulan sinar matahari hanya dapat beroperasi pada siang hari pada cuaca cerah. Penginderaan jauh sistem pasif yang menggunakan tenaga pancaran objek atau tenaga termal dapat beroperasi pada siang maupun malam hari. Penginderaan jauh sistem aktif dapat beroperasi pada cuaca berawan atau bahkan dalam keadaan hujan (Syamsa, 2008).

2.5 Pengolahan Citra Pengolahan citra digital merupakan manipulasi dan interpretasi digital dari citra penginderaan jauh dengan bantuan komputer. Pengolahan data dilakukan dengan komputer dimulai dengan pengumpulan data yang relevan, klasifikasi atau pengelompokan dalam kelas tertentu, penyusunan data sesuai dengan kelas masingmasing, perhitungan dan manipulasi data pengujian ketelitian dan perhitungan,

penyimpulan dan rekapitulasi hasil dan keluaran hasil dalam bentuk informasi (Purwadhi, 2001 dalam Sulistiarto, 2010). 2.5.1 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik mempunyai tiga tujuan, yaitu melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi, Registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau citra multitemporal, Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu. Oleh karena, itu koreksi geometric dilakukan dengan proses transformasi yang dapat ditetapkan melalui hubungan sistem koordinat citra (u,v) dan sistem koordinat geografi (x,y). Rektifikasi adalah koreksi geometrik antara citra dengan peta. Koreksi geometrik yang bersifat random diselesaikan dengan analisa titik kontrol tanah (ground control point) melalui fungsi transformasi yang menghubungkan antara sistem koordinat tanah dan citra. Perhitungan RMS (Root Mean Square). Apabila nilai RMS lebih besar dari satu (RMS > 1) maka harus dilakukan koreksi geometrik lagi, sampai di dapat nilai RMS kurang atau sama dengan satu (RMS 1). Dan apabila nilai RMS kurang atau sama dengan satu (RMS 1) maka citra tersebut sudah terkoreksi secara geometrik. Ortorektifikasi proses memposisikan kembali citra sesuai lokasi sebenarnya, dikarenakan pada saat pengambilan data terjadi pergeseran (displacement) yang diakibatkan posisi miring pada satelit dan variasi topografi. Pada prinsipnya, orthorektifikasi sama dengan rektifikasi. Hanya saja metode ini digunakan untuk daerah yang mempunyai tekstur ketinggian bervariatif, dan dalam pemrosesannya dibutuhkan data DEM (Digital Elevation Model) yang mempunyai interval grid spacing yang makin kecil dan ketelitian vertikal yang makin besar (Leksono, 2008). 2.5.2 Uji Ketelitian Klasifikasi Uji ketelitian interpretasi dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutup/penggunaan lahan. Uji ketelitian pada setiap area sampel penutup/penggunaan lahan yang homogen. Pelaksanaannya pada setiap bentuk enutup/penggunaan lahan diambil beberapa sampel area didasarkan homogenitas kenampakannya dan diuji kebenarannya di lapangan (survei lapangan). Rumus untuk menghitung ketelitian dengan metode ini adalah ( Short, 1982 dalam Purwadhi, 2001 dalam Sulistiarto, 2010) : dimana : KI = Ketepatan interperetasi JKI = Jumlah kebenaran interpretasi JSL = Jumlah sampel lapangan

KI =

JKL JSL X 100%

2.1

2.6 Citra Satelit LANDSAT 7 ETM Program Landsat merupakan program observasi bumi yang tertua, satelit sumber daya bumi ini dipelopori oleh NASA Amerika Serikat. Landsat 1 dimulai tahun 1972, kemudian diikuti Landsat 2 tahun 1975, satelit ini membawa sensor Retore Beam Vidcin (RBV) dan Multi Spectral Scanner (MSS), kemudian diteruskan dengan seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan 7. Landsat 7 ETM merupakan satelit terakhir dan bentuk baru dari satelit Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5 yang diluncurkan tahun 1982, membawa sensor Thematic Mapper (TM) ditempatkan pada sensor MSS, MSS dan TM merupakan 6

whiskbroom scanner. Pada April 1999 Landsat 7 diluncurkan dengan membawa Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) (Thoha, 2008 dalam Maryantika, 2011). Tabel 2.1 Karakteristik Landsat 7 ETM (Thoha, 2008 dalam Maryantika, 2011) Sistem Peluncuran Orbit Orbit inklinasi Periode orbit Sensor Swath width Off-track viewing Revisit time Band (m) Ukuran piksel lapangan (resolusi spasial) Landsat 7 ETM 15 April 1999, di Vanderberg Air Force Base in California 705 +/- 5 km (di khatulistiwa) sun-synchronous 98,2 +/- 0,15 98,9 menit ETM+ 185 km (FOV=15) Tidak tersedia 16 hari 0,45-0,52 (1), 0,52-0,60 (2), 0,63-0,69 (3), 0,76-0,90 (4), 1,551,75 (5), 10,4-12,50 (6), 2,08-2,34 (7), 0,50-0,90 (PAN) 15 m (PAN), 30m (band 1-5, 7), 60m (band 6)

Sistem LANDSAT 7 ETM mempunyai tiga instrument pencitraan, yaitu (Thoha dalam Sulistiarto, 2010): a. RBV merupakan instrument semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang waktu tertentu. b. MSS merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara men-scanning permukaan bumi dalam jalur atau baris tertentu. c. TM merupakan alat scanning mekanis yang mempunyai resolusi spektral, spasial dan radiometrik. Tabel 2.2 Band pada LANDSAT-TM dan Kegunaanya (Lillesand and Kiefer dalam Sulistiarto, 2010) Band Panjang Spektral Kegunaan Gelombang (m) 1 0,45-0,52 Biru Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air, pantai, pemetaan tanah, pemetaan tumbuhan, pemetaan kehutanan dan mengidentifikasikan budidaya manusia 2 0,52-0,60 Hijau Pengukuran nilai pantul penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan kenampakan 3 0,63-0,69 Merah Melihat daerah yang menyerap klorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan budidaya manusia 4 0,76-0,90 Inframerah dekat Membedakan jenis tumbuhan, aktifitas dan kandungan biomas untuk membatasi tubuh 7

Band 5 6 7 8

Panjang Gelombang (m) 1,55-1,75 2,08-2,35 10,40-12,50 Pankromatik

Spektral Inframerah sedang Inframerah termal Inframerah sedang

air dan pemisahan kelembaban tanah Kegunaan Menunjukkan kandungan kelembaban tumbuhan tanah, juga untuk membedakan salju dan awan Menganalisis tegakan tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaan panas Pengenalan terhadap mineral dan jenis batuan, sensitif terhadap kelembaban tumbuhan Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

2.7 SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) Citra penginderaan jauh SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) merupakan salah satu jenis citra yang mempunyai kegunaan dalam analisis model elevasi. SRTM menggunakan teknologi SAR (Synthetic Apeture Radar). SRTM memiliki struktur data yang sama seperti format grid, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki nilai ketinggian. Nilai ketinggian pada SRTM dan DEM30 adalah nilai ketinggian dari datum WGS84 dan analisa citra DEM 30m yang digunakan untuk mengetahui akumulasi pola aliran permukaannya, baik pola aliran sungai, pola aliran kelurusan dan formasi batuan (Hanafi, 2010). Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) memperoleh data elevasi mendekati skala global yang paling lengkap untuk menghasilkan basis data resolusi tinggi topografi digital bumi. SRTM terdiri dari sistem radar modifikasi khusus yang terbang pada Space Shuttle Endeavour selama 11 hari di bulan Februari pada tahun 2000. SRTM adalah proyek internasional yang dipelopori oleh National Geospatial-Intelligence Agency (NGA) dan National Aeronautics and Space Administration (NASA) (Ramirez, 2009). 2.8 Penelitian Terdahulu Sulistiarto (2010) yang melakukan penelitian di Kabupaten Jember menggunakan citra satelit Landsat dan Aster. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi daerah yang berpotensi longsor di wilayah Kabupaten Jember. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengambil sample di lapangan dan dicocokkan dengan data hasil pengolahan dari citra Landsat dan Aster sebagai data utama dan peta RBI sebagai data sekunder yang di olah menggunakan software ER Mapper 7.0, AutoCAD Land Desktop 2004 dan Arc View 3.3. Hanafi (2010) yang melakukan penelitian di daerah Kabupaten Wonogiri menggunakan citra ALOS dan DEM SRTM. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan daerah pegunungan selatan dengan penyajian informasi geologi menggunakan data citra satelit ALOS dengan instrument penginderaan jauh AVNIR-2 dan dibantu dengan data DEM SRTM 30m. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan menggunakan data citra satelit Landsat dan DEM SRTM akan dihasilkan peta aliran air aki Gunung Ijen dengan informasi tutupan lahan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Tugas akhir ini mengambil daerah studi di kawasan gunung Ijen yang terletak di (8 03 00 - 8 04 00) LS dan (114 14 00 - 114 15 00) BT.

= daerah penelitian

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Sumber : BAKOSURTANAL) 3.2 Data dan Peralatan 3. 2.1. Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Citra DEM SRTM 30 meter 2. Citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2011 path/row 117/066 3. Data vektor Peta RBI Kabupaten Sempol (skala 1 : 25.000) Lembar 1707-434 4. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Ijen (skala 1 : 100.000) 3. 2.2. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Perangkat keras (Hardware) Notebook ADVAN Core 2 Duo, RAM 1Gb, Hard Disk 160 Gb Printer Cannon PIXMA IP 1980 GPS navigasi / handheld ketelitian 15 meter b. Perangkat Lunak (Software) Software ErMapper 7.0 ArcGIs 9.3 Microsoft Word 2007 Microsoft Excel 2007 Autodesk LandDesktop 2004 9

3.3 Metodologi Penelitian 3.3.1 Tahap Penelitian Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian Tugas akhir ini adalah:
Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi literatur : Gunung Api Penginderaan Jauh

Pengumpulan Data Tahap Persiapan Data Lapangan (Groundtruth) Citra LANDSAT dan DEM SRTM

Pengolahan Data Pemotongan citra Koreksi citra Validasi Data Tahap Pengolahan Data Analisa Tahap Analisa Penyusunan Laporan

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Berikut adalah penjelasan metode penelitian: a. Identifikasi dan Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuatan peta aliran air aki kawah Gunung Ijen. Pengamatan ini dilakukan menggunakan citra satelit LANDSAT dan DEM SRTM b. Tahap Persiapan - Studi Literatur Bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan penginderaan jauh, gunung api, dan literatur lain yang medukung baik dari buku, jurnal, majalah, koran, dan internet. - Pengumpulan Data Pengumpulan data citra satelit LANDSAT, DEM SRTM, data sekunder dan data lapangan berupa hasil pengukuran langsung di lapangan. 10

c. d.

e.

Tahap Pengolahan data Pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari data citra yang nantinya akan dilakukan validasi dengan data yang diperoleh di lapangan. Tahap Analisa Tahap ini dimaksudkan untuk menganalisa tutupan lahan seperti sawah, kebun, pemukiman dan badan air yang akan terkena dampak dari aliran letusan air aki. Analisa ini diperoleh dari data yang telah diolah pada tahap sebelumnya. Sehingga didapatkan suatu hasil dan kesimpulan yang nantinya digunakan untuk menyusun laporan Tugas Akhir. Penyusunan Laporan Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari penelitian tugas akhir ini.

11

3.3.2

Tahap Pengolahan Data Tahapan dalam pengolahan data ini adalah :


Citra LANDSAT 2011 DEM SRTM

Import to .ers

Cropping Image
Cropping area penelitian

Koreksi Geometrik

Peta RBI Skala 1 : 25000

TIDAK

RMS Error 1 YA

Citra Terkoreksi

Klasifikasi Terselia

TIDAK

Citra Terklasifikasi

Uji ketelitian klasifikasi 80%

Ground Truth

YA Peta Tutupan Lahan

Peta Kawasan Rawan

Overlay

Analisa

Peta Aliran Air Aki Kawah Gunung Ijen

Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data

11

Penjelasan dari diagram alir pengolahan data adalah sebagai berikut : a. Import SRTM Proses format SRTM interval 30 meter menjadi format .ers bertujuan supaya data SRTM dapat diolah dengan menggunakan software Er Mapper 7.0 dan digabungkan dengan pengolahan citra Landsat b. Cropping Image (Pemotongan Citra) Karena daerah penelitian yang digunakan adalah daerah kawah Gunung Ijen, maka citra yang telah digabungkan harus dipotong berdasarkan area yang ditentukan supaya proses pengolahan citra lebih efektif. c. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik bertujuan mereduksi kesalahan geometrik sehingga dihasilkan citra terkoreksi geometrik. Dalam penelitian ini koreksi geometrik dilakukan dengan cara rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis. Koreksi geometrik ini menggunakan peta RBI skala 1 : 25000. Peta RBI ini digunakan sebagai referensi terhadap GCP (Ground Control Point) untuk menyamakan proyeksi objek dari citra terhadap peta yang digunakan. Setelah itu dilakukan perhitungan RMS (Root Mean Square), nilai RMS harus kurang atau sama dengan satu (RMS error 1 pixel). Jika memenuhi toleransi maka diperoleh citra terkoreksi. d. Uji ketelitian klasifikasi Sebelum melakukan uji ketelitian dilakukan cek lapangan yang hasilnya digunakan sebagai data uji ketelitian. Cek lapangan dilakukan dengan cara mengambil beberapa sample tutupan lahan dari citra yang sudah diklasifikasi yang kemudian dicocokkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Penentuan posisi sample di lapangan dengan menggunakan GPS dengan ketelitian 15 meter. e. Setelah dihasilkan peta tutupan lahan kemudian dioverlay hasil pengolahan citra Landsat dengan DEM SRTM dan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Ijen skala 1:100.000 f. Analisa dilakukan untuk mengetahui besar dan jenis dari tutupan lahan yang akan terkena dampak dari aliran letusan air aki pada Gunung Ijen. g. Dari pengolahan data dan analisis yang dilakukan diperoleh hasil akhir berupa Peta Aliran Air Aki Kawah Gunung Ijen.

12

BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1 Jadwal Pelaksanan Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini diperkirakan selesai selama empat bulan. Adapun rencana jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut : Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Bulan April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

No. 1 2 3

Kegiatan Tahap Persiapan Studi Literatur Pengumpulan Data Tahap Pelaksanaan Pengolahan Data Analisa Tahap Akhir Penyusunan Laporan Akhir

13

DAFTAR PUSTAKA
Asriningrum, W. 2004. Pengembangan Metode Zonasi daerah Bahaya Letusan Gunung Api Studi Kasus Gunung Merapi. Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 1, No.1, Juni 2004:66-75 Badan Geologi. 2012. Peningkatan Kegiatan G. Ijen dari Waspada menjadi Siaga. <http://www.vsi.esdm.go.id>. Dikunjungi pada tanggal 15 Maret 2012, jam 20.20. Dhani, R. R. 2011. Mbah Rono: Awas 'Tsunami Air Aki' Gunung Ijen. < http://news.detik.com >. Detiknews : Sabtu, 31 Desember 2011. 15 Maret 2012 pukul 20.30 WIB. Dwiyanti, E. 2009. Analisis Data Landsat ETM+ Untuk Kajian Geomorfologi Dan Penutup/Penggunaan Lahan Dan Pemanfaatannya Untuk Pemetaan Lahan Kritis Di Kota Cilegon. Tugas Akhir. Bogor : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Ekadinata, A. Dewi, S. Hadi, D. Nugroho, D. Johan, F. 2008. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source. Bogor : World Agroforestry Centre Hanafi, R. A. 2010. Pemetaan Geologi dengan Menggunakan Data Citra Alos di Daerah Pegunungan Selatan (Kabupaten Wonogiri-Jawa Tengah). Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik Geomatika. Hidayat, F. 2012. Ancaman Banjir Air "Aki" dari Ijen. < http://regional.kompas.com >. Kompas : 26 Januari 2012. Dikunjungi pada tanggal 25 Maret 2012, jam 20.10. Kervyn, M. Kervyn, F. Goossens, R. Rowland, S. K. and Ernst. G. G. J. 2007. Mapping volcanic terrain using high-resolution and 3D satellite remote sensing. Geological Society, London, Special Publications 283: 5-30 Kustiyo, Manalu dan Pramono. 2005. Analisis Ketelitian Ketinggian Data DEM SRTM. Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. LAPAN : Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. < http://www.perpustakaan.lapan.go.id >. Dikunjungi pada tanggal 15 April 2012, jam 19.30. Lagios, E. Vassilopoulou, S. Sakkas, V. Dietrich, V. Damiata, B.N. Ganas, A. 2007. Testing satellite and ground thermal imaging of low-temperature fumarolic fields: The dormant Nisyros Volcano (Greece). < http://www.remsenslab.geol.uoa.gr > . dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam 13.30. Leksono, B. E. Susilowoti, Y. 2008. The Accuracy Improvement of Spatial Data for Land Parcel and Buildings Taxation Objects by Using The Large Scale Ortho Image 14

Data (Case study of Setra Duta residential housing). < http://www.fig.net >. Dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam 13.10. Maryantika, N. 2011. Analisa Perubahan Vegetasi ditinjau dari Tingkat Ketinggian dan Kemiringan Lahan menggunakan Citra Satelit Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus: Kab. Pasuruan). Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik Geomatika. Ramirez, E. 2009. Shuttle Radar Topography Mission. < http://www2.jpl.nasa.gov >. Dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam 11.40. Sulistiarto, B. 2010. Studi Tentang Identifikasi Longsor dengan Menggunakan Citra Landsat dan Aster (Studi Kasus: Kabupaten Jember). Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik Geomatika. Susanto, S. 2010. Sistem Mitigasi Bencana Alam Gunung Api Guntur Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Sains dan Teknologi Dirgantara Vol 5 No. 4 Desember 2010 : 144-153. Syamsa, KN. 2008. Pemetaan Prediksi Lokasi Mineral Uranium dengan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus : Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat). Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik Geomatika. Thoha, A, S. 2008. Karakteristik Citra Satelit. Medan : Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Tjokrosoewarno, S. 1979. Dasar-Dasar Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Bandung : Departemen Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITB.

15

You might also like