You are on page 1of 21

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN BELAJAR MATEMATIKA TENTANG BILANGAN KUADRAT PULUHAN MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY LEARNING) PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MOJOREJO 3 TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh :

HARIYANTO NIP. 19860311 201101 1 009

DINAS PENDIDIKAN UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN BELAJAR MATEMATIKA TENTANG BILANGAN KUADRAT PULUHAN MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY LEARNING) PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MOJOREJO 3 TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, baik melalui peningkatan kualitas guru matematika melalui penataran-penataran, maupun peningkatan prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata prestasi belajar matematika siswa pada jenjang Pendidikan Dasar masih jauh dari harapan. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pemahaman matematika siswa Indonesia masih rendah. Tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui proses. Sebab mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk (Bruner : 1977). Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki. Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Belajar matematika berkaitan dengan belajar konsep-konsep abstrak, dan siswa merupakan makluk psikologis (Marpaung : 1999), maka pembelajaraan matematika harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri.

Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, Bruner (1992) menyatakan

pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola (pattern) dan hubungan/keterkaitan (relations). Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses drill & practice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir intuitif dan analitik, merupakan usaha luar biasa untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Terkait dengan pembelajaran matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan sekarang dan mendatang. Beberapa diantaranya adalah model-model (1) contextual learning, (2) cooperative learning, (3) Realistic Mathematics Education (RME), (4) problem solving, (5) mathematical investigation, (6) guided discovery, (7) open-ended (multiple solutions, multiple metod of solution), (8) manipulative material, (9) concept map, (10) quantum teaching/learning, dan (11) writing in mathematics. Matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, dedukatif, konsisten, hierarkis, dan logis. Soedjadi (1999) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana, menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari, dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika (masih lebih untung daripada membenci atau alergi terhadap matematika). Ini berarti perlu ada jembatan yang dapat menghubungkan keilmuan matematika tetap terjaga dan matematika dapat lebih mudah dipahami.

Persoalan mencari jembatan merupakan tantangan, yaitu tantangan pendidikan matematika untuk mencari dan memilih model matematika yang menarik, mudah dipahami siswa, menggugah semangat, menantang terlibat, dan pada akhirnya menjadikan siswa cerdas matematika. Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, dari 24 siswa hanya 12 siswa saja yang bisa memahami konsep dan operasi pemecahan bilangan kuadrat. Selama ini guru kurang minat untuk menemukan dan menerapkan motode pembelajaran yang tepat. Banyak siswa yang kurang bisa memahami apa yang telah disampaikan dalam pembelajaran, sehingga banyak siswa yang prestasi belajarnya kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimun. Untuk meningkatkan pemahaman siswa diperlukan adanya metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar dan motivasi siswa. Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001 : 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu teknik penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning). Menurut Soedjadi (dalam Purwaningsari, 2001 : 1) metode pembelajaran terbimbing adalah metode pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan pendekatan penemuan. Para siswa diajak atau didorong untuk melakukan kegiatan eksperimental, sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan sesuatu yang diharapkan.

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul Peningkatan Motivasi Dan Pemahaman Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Melalui Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning) Dapat Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012? 2. Apakah Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning) Dapat Meningkatkan Pemahaman Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning). 2. Meningkatkan Pemahaman Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning).

D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Siswa Dengan penelitian ini diharapkan motivasi dan pemahaman belajar siswa meningkat, sehingga prestasi belajar meningkat.

2. Guru Jika penelitian ini dirasakan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih baik, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para guru agar dapat menerapkan metode penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) sebagai usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran. 3. Peneliti Sebagai masukan dan pengetahuan untuk mengetahui upaya

meningkatkan motivasi dan pemahaman belajar siswa melalui metode penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning). 4. Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian berikutnya.

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Istilah matematika (dari yunani: mathematikos ialah ilmu pasti, dari kata mathema atau mathesis yang berarti ajaran, pengetahuan, atau ilmu pengetahuan). Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua, terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Matematika merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Menurut Roy Hollands matematika adalah suatu sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang. Pada suatu tingkat rendah ada ilmu hitung, aljabar (bagian dari matematika dan perluasan dari ilmu hitung, yang banyak digunakan diberbagai bidang disiplin lain, misal fisika, kimia, biologi, teknik, komputer, industri, ekonomi, kedokteran dan pertanian) dan ilmu ukur, tetapi setiap ini telah diperluas pada tingkat yang lebih tinggi dan banyak cabang baru yang bertambah seperti ilmu ukur segitiga, topologi (cabang-cabang matematika yang mempelajari posisi dan posisi relatif unsur-unsur dalam himpunan), mekanika (suatu cabang ilmu yang mempelajari kerja gaya terhadap benda, kesetimbangan dan gerakan), dinamika (mempelajari penyebab dan sebab benda-benda nyata bergerak), statistika (cabang matematika yang menangani segala macam data numeris yang penting bagi masalah dalam berbagai cabang kehidupan manusia, misal cacah jiwa, angka kematian, angka produktivitas, pertanian, angka perdagangan), peluang (kebolehjadian atau angka banding banyaknya cara suatu kejadian dapat muncul dan jumlah banyaknya semua kejadian yang dapat muncul), analisis (cara memeriksa suatu masalah, untuk menemukan semua unsur dasar dan hubungan antara unsur-unsur yang bersangkutan), dan logika, dan banyak lagi yang lainnya.

Secara luas matematika tidak hanya berhubungan dengan bilanganbilangan tetapi lebih luas ia berhubungan dengan alam semesta. The Liang Gie mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edwar Jeanneret yang mengatakan: Mathematics is the majestic structure by man to grant him comprehension of the universe, yang artinya matematika adalah struktur besar yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai jagat raya.

B. Pengertian Belajar Matematika Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Muhibin Syah mengutip pendapat seorang ahli psikolog bernama Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an organisms behavioral repertoire that occurs as a result of experience, artinya belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Menurut Abu ahmadi dan Widodo Supriyono pengertian belajar jika dilihat secara psikologi adalah Suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan perkataan lain, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Pengertian dan pemahaman seseorang tentang sesuatu (secara ilmiah) pastilah didapatkan melalui belajar dengan ulet dan sungguh-sungguh. Relevan dengan ini maka ada pengertian bahwa belajar

adalah penambahan pengetahuan. Selanjutnya ada yang mendefinisikan belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, serta penyesuaian diri. Terlebih lagi dalam mempelajari matematika yang struktur ilmunya berjenjang dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, dari yang konkret sampai ke abstrak. Dalam belajar matematika diperlukan pemahaman dan penguasaan materi terutama dalam membaca simbol, tabel dan diagram yang sering digunakan dalam matematika serta struktur matematika yang kompleks, dari yang konkret sampai yang abstrak, apalagi jika yang diberikan adalah soal dalam bentuk cerita yang memerlukan kemampuan penerjemahan soal kedalam kalimat matematika dengan memperhatikan maksud dari pertanyaan soal tersebut. Belajar matematika tidak sama dengan belajar Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, PKn, maupun IPS, itu dikarenakan matematika mempunyai karakteristik/ciri tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. Ciri tersebut antara lain: 1. Objek pembicaraannya abstrak 2. Pembahasannya mengandalkan tata nalar 3. Pengertian/konsep atau pernyataan/sifat sangat jelas berjenjang sehingga terjaga konsistensinya 4. Melibatkan perhitungan/pengerjaan (operasi) 5. Dapat dialihgunakan dalam berbagai aspek keilmuan maupun kehidupan sehari-hari Jadi, belajar matematika harus merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti/dipahami sebelum sampai pada latihan yang aplikasinya pada materi dan kehidupan sehari-hari.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Matematika Menurut M. Dalyono faktor-faktor mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut : 1. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri), meliputi kesehatan, inteligensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar. 2. Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri), meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Sedangkan menurut Muhibbin Syah secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa 2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa 3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika adalah: 1. Peserta didik/orang yang belajar. 2. Pengajar 3. Sarana dan prasarana. Sedangkan menurut E.P. Hutabarat, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika itu ialah, seperti faktor kecerdasan, faktor belajar, faktor sikap, faktor fisik, faktor emosi dan sosial, faktor lingkungan, serta faktor guru.

D. METODE PENEMUAN TERBIMBING Menurut Jerome Bruner (Cooney, Davis:1975,138), penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis.

Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Karakteristik pelajaran matematika yang lebih merupakan deductive reasoning dalam perumusannya. Di samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa model penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dapat dipelajari karena kekurangan waktu bahkan siswa cenderung tergesagesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Mengingat hal tersebut timbul metoda pembelajaran dengan penemuan yang dipandu oleh guru. Metode penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney, Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya

menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Metode pembelajaran penemuan adalah suatu metode pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswasiswanya menemukan sendiri informasi-informasi yang secara tradisional bisa diberitahukan atau diceramahkan saja (Suryabrata, 1997: 1972).

Metode pembelajaran ini merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan melalui proses menemukan. Fungsi pengajar disini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi peserta didiknya, melainkan membuat peserta didik mampu menyelesaikan masalah itu sendiri (Hudojo, 1988, 114). Metode pembelajaran yang ekstrim seperti ini sangat sulit dilaksanakan karena peserta didik belum sebagai ilmuwan, tetapi mereka masih calon ilmuwan. Peserta didik masih memerlukan bantuan dari pengajar sedikit demi sedikit sebelum menjadi penemu yang murni. Jadi metode pembelajaran yang mungkin dilaksanakan adalah metode pembelajaran penemuan terbimbing dengan demikian kegiatan belajar mengajar melibatkan secara maksimum baik pengajar maupun pesertra didik. Seperti uraian di atas bahwa penemuan terbimbing (Guided Discovery) merupakan salah satu dari jenis metode pembelajaran penemuan. Oleh Howe (dalam Hariyono, 2001: 3) menyatakan bahwa penemuan terbimbing tidak hanya sekedar keterampilan tangan karena pengalaman, kegiatan pembelajaran dengan model in tidak sepenuhnya diserahkan pada siswa, namum guru masih tetap ambil bagian sebagai pembimbing. Penemuan terbimbing merupakan suatu metode pembelajaran yang tidak langsung (Indirect Instuction). Siswa tetap memiliki porsi besar dalam proses penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Menurut Soedjadi (dalam Purwaningsari, 2001 : 1) metode

pembelajaran penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan pendekatan penemuan. Para siswa diajak atau didorong untuk melakukan kegiatan eksperimental, sedemikian sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan sesuatu yang diharapkan. Dalam pembelajaran penemuan terbimbing tugas guru cenderung menjadi fasilitator. Tugas ini tidaklah mudah, lebih-lebih kalau menghadapi kelas besar atau siswa yang lambat atau sebaliknya amat cerdas. Karena itu sebelum melaksanakan metode pembelajaran dengan penemuan ini guru perlu benar-benar mempersiapkan diri dengan baik. Baik dalam tiap hal pemahaman konsep-konsep yang akan diajarkan maupun memikirkan kemungkinan yang akan terjadi di kelas sewaktu pembelajaran tersebut

berjalan. Dengan kata lain guru perlu mempersiapkan pembelajaran dengan cermat, Soedjadi (dalam Purwaningsari, 2001: 18).

E. Langkah-Langkah Penemuan Terbimbing Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut : a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar

F. Keuntungan Dan Kelemahan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing 1. Keuntungan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Keuntungan atau kelebihan dari model penemuan terbimbing adalah sebagai berikut : a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencaritemukan) c. Mendukung kemampuan problem solving siswa. d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya (Marzano, 1992)

Menurut Siadari (2001: 26) keuntungan dari pembelajaran metode pembelajaran penemuan terbimbing adalah : a. Pengetahuan ini dapat bertahan lama, mudah diingat dan mudah diterapkan pada situasi baru. b. Meningkatkan penalaran, analisis dan keterampilan siswa

memecahkan masalaha tanpa pertolongan orang lain. c. Meningkatkan kreatifitas siswa untuk terus belajar dan tidak hanya menerima saja. d. Terampil dalam menemukan konsep atau memecahkan masalah.

2. Kelemahan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing Kelemahan atau kekurangan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah sebagai berikut : a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan Terbimbing.

Adapun kelemahan metode pembelajaran penemuan terbimbing menurut Ruseffendi (dalam Siadari, 2001: 26) adalah sebagai berikut : a. Tidak semua materi dapat disajikan dengan mudah, menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing. b. Proses pembelajaran memerlukan waktu yang relatif lebih banyak. c. Bukan merupakan metode pembelajaran murni, maksudnya tidak dapat berdiri sendiri (hanya dapat digunakan jika ada keterlibatan metode lain misal ekspositori, ceramah, dan lain sebagainya).

BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian ini dilaksanakan bagi siswa kelas V sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah pada Semester Ganjil Tahun ajaran 2011/2012. B. Prosedur Penelitian

1. Perencanaan Tindakan yang akan dilaksanakan pada penelitian ini adalah : Meningkatan Motivasi Dan Pemahaman Belajar Matematika Tentang Bilangan Kuadrat Puluhan Melalui Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning) Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mojorejo 3 Tahun Pelajaran 2011/2012. Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah : a. Penyusunan RPP dengan model pembelajaran yang direncanakan dalam PTK. b. Penyusunan lembar masalah/lembar kerja siswa sesuai dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai. c. Membuat soal tes yang akan diadakan untuk mengetahui hasil

pembelajaran siswa. d. Membentuk kelompok yang bersifat heterogen baik dari segi kemampuan akademis, jenis kelamin,maupun etnis. e. Memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan dilaksanakan

2. Pelaksanaan Secara keseluruhan langkah-langkah yang dilakukan dalam metode penelitian ini dapat divisualisasikan ke dalam siklus kegiatan sebagai berikut :

Berdasarkan proses tersebut dapat dilihat bahwa pada proses siklus pertama akan dikembangkan kegiatan mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

3. Pengamatan Setelah siklus pertama selesai maka kita akan melihat hasil yang dicapai oleh siswa apakah metode yang kita pakai tersebut dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman belajar matematika. Setelah itu kita akan melanjutkan ke proses siklus kedua dengan menggunakan kegiatan belajar yang sama tetapi dengan kelompok yang lebih kecil, sehingga pada akhir penelitian ini akan diajukan rekomendasi dalam rangka mengambil keputusan berkenaan dengan upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan motivasi dan pemahaman belajar matematika.

4. Refleksi Adanya pembahasan dalam setiap siklusnya untuk dapat menentukan kesimpulan dan hasil dari penelitian. Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai. Refleksi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang dihasilkan, kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan pada siklus II. Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.

C. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara awal dilakukan pada guru dan siswa untuk menentukan tindakan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi awal siswa. 2. Angket Angket merupakan data penunjang yang digunakan untuk

mengumpulkan informasi terkait dengan respon atau tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif. 3. Observasi Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir siswa yang terdiri dari beberapa deskriptor yang ada selama pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Obsevasi dilakukan oleh 3 orang observer. 4. Tes Tes dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Tes tersebut berbentuk multiple choise (pilihan ganda) agar banyak materi tercakup. 5. Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan sebagai pelengkap data penelitian sehingga diharapkan semua data yang tidak termasuk dalam observasi dapat

dikumpulkan pada penelitian ini.

D. Indikator Kinerja 1. Kemampuan Berfikir Kualitas pertanyaan dan jawaban siswa dianalisis dengan rubric. Kemudian untuk mengetahui peningkatan skor kemampuan berfikir, pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus I dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus II. Rumus untuk mencari skor klasikal kemampuan bertanya siswa :

Skor Maks = Skor Riil x 4

Keterangan : Skor Riil : Skor total yang diperoleh siswa dari tiap jawaban

Skor maksimal : Skor total yang seharusnya diperoleh siswa 4 : Skor maksimal dari tiap jawaban

2. Hasil Belajar Hasil belajar pada aspek kognitif dari hasil tes dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Caranya adalah dengan menganalisis hasil tes formatif dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Secara individu, siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai 65 %. Secara kelompok dainggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007). E. Jadwal Kegiatan Penelitian
No 1 2 3 4 5 6 7 Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pengumpulan Data Analisis Data Penyusunan Hasil Pelaporan Hasil I Oktober II III IV V Nopember I II III IV Desember I II III

DAFTAR PUSTAKA Aamprogresif. 2011. Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Tersedia pada http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113717-metodepembelajaran-penemuan-terbimbing/#ixzz1cf3XdprX. Diunduh pada 10 Oktober 2011. Didin. 2010. Mulai Membuat PTK Yuk.... Tersedia pada

http://www.scribd.com/doc/47524241/panduan-PTK. Diunduh pada 1 Oktober 2011. Hartono. 2011. Workshop Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Guru Kelas SD. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Kurniawan, Nursidik. 2007. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Tehnik Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah Bagi Siswa Kelas Vi Sekolah Dasar Negeri 1 Samudra Kulon. Tersedia pada http://sarkomkar.blogspot.com/2009/07/contohproposal-penelitian-tindakan.html. Diunduh pada 2 oktober 2011. Kusumah, Wijaya. 2010. Bagaimanakah Membuat Proposal PTK?. Tersedia pada http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/04/bagaimanakah-membuat-proposalptk/. Diunduh pada 1 Oktober 2011. Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Tersedia pada

http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_Penemuan_terbimbing.pdf. Diunduh pada 11 Oktober 2011. Muhsetyo, Gatot. 2011. Materi Pokok Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka. Sekarwiyati, Pembayun. 2007. Contoh Proposal PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Tersedia pada http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/07/contoh-proposal-ptk-penelitiantindakan.html. Diunduh pada 2 Oktober 2011.

Syamrilaode. 2010. Kajian Teori Pembelajaran Matematika SD. Tersedia pada http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2063167-kajian-teoripembelajaran-matematika-di/. Diunduh pada 7 Oktober 2011. Wardhani, IGAK. Wihardit, Kuswaya. 2008. Materi Pokok Penelitian Tindakan kelas. Jakarta : Universitas Terbuka. ________. 2007. Contoh Proposal PTK. Tersedia pada Diunduh

http://www.4shared.com/get/VPFidnrh/Contoh-Proposal-PTK.html. pada 2 Oktober 2011.

You might also like