You are on page 1of 44

Surat Al Lahab

tabbat yadaa abii lahabin watabba maa aghnaa anhu maaluhu wamaa kasaba sayashlaa naaran dzaata lahabin wamra-atuhu hammaalata lhathabi fii jiidihaa hablun min masadin Artinya :

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut

Surat Al Lahab (nama lainnya: surat Al Masad) mengisahkan paman Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang betul-betul memusuhi beliau yaitu Abu Lahab. Nama asli beliau adalah Abdul Uzza bin Abdil Mutholib. Nama kunyahnya adalah Abu Utaibah. Namun beliau lebih dikenal dengan Abu Lahab, karena wajahnya yang memerah (makna lahab: api yang bergejolak). Beliau lah yang paling banyak menentang Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga Allah Taala membicarakan Abu Lahab dalam satu surat. Berikut beberapa pelajaran tafsir yang kami gali dari Tafsir Al Quran Al Azhim (karya Ibnu Katsir) dan kami tambahkan faedah dari kitab tafsir lainnya. Semoga manfaat. Allah Taala berfirman, )1( )2( )3( )4( (5) Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al Lahab: 1-5) Sebab Turunnya Ayat Mengenai asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat ini diterangkan dalam riwayat berikut: Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau naik ke bukit seraya berseru, "Wahai sekalian manusia." Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, "Bagaimana, sekiranya aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda lagi, "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab yang pedih." Akhirnya Abu Lahab pun berkata, "Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya: "TABBAT YADAA ABII LAHAB.." Hingga akhir ayat. (HR. Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208) Tafsir Ayat

Ayat ( ,) yaitu binasalah kedua tangan Abu Lahab, menunjukkan doa kejelekan padanya. Sedangkan ayat ( ,)yaitu sungguh dia akan binasa, menunjukkan kalimat berita. Firman Allah Taala ( ,) maksudnya adalah sungguh Abu Lahab merugi, putus harapan, amalan dan usahanya sia-sia. Sedangkan makna ( ,)maksudnya adalah kerugian dan kebinasaan akan terlaksana. Firman Allah Taala ( ,) yang dimaksud ( ) yaitu apa yang ia usahakan adalah anaknya. Firman Allah Taala ( ,) yaitu kelak Abu Lahab akan mendapat balasan yang jelek dan akan disiksa dengan api yang bergejolak, sehingga ia akan terbakar dengan api yang amat panas. Firman Allah Taala ( ,) istri Abu Lahab biasa memikul kayu bakar. Istri Abu Lahab bernama Ummu Jamil, salah seorang pembesar wanita Quraisy. Nama asli beliau adalah Arwa binti Harb bin Umayyah. Ummu Jamil ini adalah saudara Abu Sufyan. Ummu Jamil punya kelakuan biasa membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan dan pembakangan pada Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada hari kiamat, Ummu Jamil akan membantu menambah siksa Abu Lahab di neraka Jahannam. Oleh karena itu, Allah Taala katakan dalam ayat selanjutnya, (5) )4( Dan (begitu pula) istri Abu Lahab, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. Yaitu istri Abu Lahab akan membawa kayu bakar, lalu ia akan bertemu suaminya Abu Lahab. Lalu ia menambah siksaan Abu Lahab. Dan memang istri Abu Lahab dipersiapkan untuk melakukan hal ini. Yang dimaksud firman Allah Taala ( ,) yaitu maksudnya di leher Ummu Jamil ada tali sabut dari api neraka. Sebagian ulama memaknakan masad dengan sabut. Ada pula yang mengatakan masad adalah rantai yang panjangnya 70 hasta. Ats Tsauri mengatakan bahwa masad adalah kalung dari api yang panjangnya 70 hasta. Tafsiran Istri Abu Lahab Pembawa Kayu Bakar Di sini ada beberapa tafsiran ulama:

Pertama: Mengenai ayat ( ,) pembawa kayu bakar maksudnya adalah Ummu Jamil adalah wanita sering menyebarnamimah, yaitu si A mendengar pembicaraan B tentang C, lantas si A menyampaikan berita si B pada si C dalam rangka adu domba. Ini pendapat sebagian ulama. Kedua: Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ummu Jamil pembawa kayu bakar adalah karena kerjaannya sering meletakkan duri di jalan yang biasa dilewati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir Ath Thobari. Ketiga: Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud ( ) adalah Ummu Jamil biasa mengenakan kalung dengan penuh kesombongan. Lantas ia katakan, Aku aku menginfakkan kalung ini dan hasilnya digunakan untuk memusuhi Muhammad. Akibatnya, Allah Taala memasangkan tali di lehernya dengan sabut dari api neraka. Surat Al Lahab adalah Bukti Nubuwwah Surat ini merupakan mukjizat yang jelas-jelas nampak yang membuktikan benarnya nubuwwah (kenabian), bahwasanya betul-betul beliau adalah seorang Nabi. Karena sejak turun firman Allah Taala, 5) ) )3( )4( Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut, Abu Lahab dan Ummu Jamil tidaklah beriman sama sekali baik secara zhahir atau batin, dinampakkan atau secara sembunyi-sembunyi. Maka inilah bukti benarnya nubuwwah beliau. Apa yang dikabarkan pada beliau, maka itu benar adanya. Faedah berharga dari Surat Al Lahab: 1. 2. Allah telah menetapkan akan kebinasaan Abu Lahab dan membatalkan Hubungan kekeluargaan dapat bermanfaat jika itu dibangun di atas tipu daya yang ia perbuat pada Rasulnya. keimanan. Lihatlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Lahab punya kedekatan dalam kekerabatan, namun hal itu tidak bermanfaat bagi Abu Lahab karena ia tidak beriman. 3. Anak merupakan hasil usaha orang tua sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Sesungguhnya anak adalah hasil jerih payah orang tua. (HR. An Nasai no. 4452, Ibnu Majah no. 2137, Ahmad 6/31. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini shahih). Jadi apa pun amalan yang dilakukan

oleh anak baik shalat, puasa dan amalan lainnya, orang tua pun akan memperoleh hasilnya. 4. Tidak bermanfaatnya harta dan keturunan bagi orang yang tidak beriman, namun sebenarnya harta dan keturunan dapat membawa manfaat jika seseorang itu beriman. 5. 6. Api neraka yang bergejolak. Mendengar berita neraka dan siksaan di dalamnya seharusnya membuat

seseorang takut pada Allah dan takut mendurhakai-Nya sehingga ia pun takut akan maksiat. 7. Bahaya saling tolong menolong dalam kejelekan sebagaimana dapat dilihat dari kisah Ummu Jamil yang membantu suaminya untuk menyakiti Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 8. 9. 10. 11. Akibat dosa namimah, yaitu menyulut api permusuhan sehingga Siksaan pedih akibat menyakiti seorang Nabi. Terlarang menyakiti seorang mukmin secara mutlak. Setiap Nabi dan orang yang mengajak pada kebaikan pasti akan diancam akan disiksa dengan dikalungkan tali sabut dari api neraka.

mendapat cobaan dari orang yang tidak suka pada dakwahnya. Inilah sunnatullah yang mesti dijalani dan butuh kesabaran. 12. 13. sallam. 14. 15. Ummu Jamil dan Abu Lahab mati dalam keadaan kafir secara lahir dan Tidak boleh memakai nama dengan bentuk penghambaan kepada selain batin, mereka akan kekal dalam neraka. Allah, karena Abu Lahab disebut dalam ayat ini tidak menggunakan nama aslinya yaitu Abdul Uzza (hamba Uzza). Padahal Al Quran biasa jika menyebut nama orang akan disebut nama aslinya. Maka ini menunjukkan terlarangnya model nama semacam ini karena mengandung penghambaan kepada selain Allah. (Ahkamul Quran, Al Jashshosh, 9/175) 16. Nama asli (seperti Muhammad) itu lebih mulia daripada nama kunyah (nama dengan Abu ... dan Ummu ...). Alasannya karena dalam ayat ini demi menghinakan Abu Lahab, ia tidak disebut dengan nama aslinya namun dengan nama kunyahnya. Sedangkan para Nabi dalam Al Quran selalu disebut dengan nama aslinya (seperti Muhammad) dan tidak pernah mereka dipanggil dengan nama kunyahnya. (Ahkamul Quran, Ibnul Arobi, 8/145) Akibat jelek karena infaq dalam kejelekan dan permusuhan. Benarnya nubuwwah (kenabian) Muhammad shallallahu alaihi wa

17.

Kedudukan mulia yang dimiliki Abu Lahab dan istrinya tidak bermanfaat

di akhirat. Ini berarti kedudukan mulia tidak bermanfaat bagi seseorang di akhirat kelak kecuali jika ia memiliki keimanan yang benar. 18. Imam Asy Syafii menyebutkan bahwa pernikahan sesama orang musyrik itu sah, karena dalam ayat ini Ummu Jamil dipanggil dengan imro-ah (artinya: istrinya). Berarti pernikahan antara Ummu Jamil dan Abu Lahab yang sama-sama musyrik itu sah.

METODE DAKWAH RASULULLAH SAW

A. BIOGRAFI SINGKAT NABI MUHAMMAD SAW

Nasab-nya ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (namanya Syaibatul Hamd) bin Hisyam bin Abdi Manaf (namanya al-Mughirah) bin Qushayyi (namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin an-

Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Muiddu bin Adnan.

Itulah batas nasab Rasulullah saw yang telah disepakati. Selebihnya dari yang telah disebutkan masih diperselisihkan. Tetapi, hal yang sudah tidak diperselisihkan lagi ialah, bahwa Adnan termasuk anak Ismail, Nabi Allah, bin Ibrahim, kekasih Allah. Dan bahwa Allah telah memilihnya (Nabi saw) dari kabilah yang paling bersih, keturunan yang paling utama dan suci. Tak sedikit pun dari karat-karat jahiliyah menyusup ke dalam nasabnya.

Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun gajah, yakni tahun dimana Abraham alAsyram berusaha menyerang Mekah dan menghancurkan Kabah. Lalu Allah menggagalkannya dengan mujizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan dalam al-Quran. Menurut riwayat yang paling kuat jatuh pada hari Senin malam, 12 Rabiul Awwal.

Ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya Abdullah, meninggal ketika ibunya mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh kakeknya, Abdul-Muththalib, dan disusukannya-sebagaiman tradisi Arab pada waktu itu-kepada seorang wanita dari Bani Sad bin Bakar, bernama Halimah binti Abu Dzuaib.

Ketika sudah berumur enam tahun, ibunya, Aminah, meninggal dunia. Kemudian berada dalam asuahan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi setelah genap berusia delapan tahun, ia ditinggal mati oleh kakeknya. Setelah itu ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.

B. SEKILAS KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT ARAB PRA-RISALAH

Untuk mengenal metode pengembangan dakwah yang dilakukan Rasulullah, terlebih dahulu mengenal situasi dan kondisi masyarakat Arab pra-Islam (sebelum risalah Muhammad saw) sebagai kondisi objektif mad`u yang dihadapi Rasulullah.

Sebelum risalah Nabi Muhammad saw., kondisi kehidupan masyarakat Arab secara umum dikenal sebagai masyarakat Jahiliyah, zaman kebodohan, atau dalam istilah AlQur`an diisyaratkan sebagai kehidupan adz-dzulumat. Dekandesi moral masyarakat tampak dalam aktifias tercelanya seperti minum-minuman keras, berjudi, berzina, riba dan mengubur anak perempuan hidup. Disebut demikian, karena kondisi sosial, politik, dan kehidupan spiritualnya, yang dalam waktu cukup lama, tidak memiliki nabi, kitab suci, ideology agama, dan tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki sistim pemerintahan dan hukum yang ideal, dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Tingkat keberagamannya hampir kembali pada masyarakat primitif yang jauh dari nur Ilahi.

Mereka terpecah belah menjadi berbagai suku yang saling bermusuhan sehingga secara politis tidak mengenal sistim pemerintahan pusat yang dapat mengendalikan perpecahan dan permusuhan. Sebagian mereka belum mengenal sistim hukum. Hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah.

Secara geografis dan demografis, wilayah Arab merupakan daerah gersang dan mata pencaharian sebagai besar penduduknya adalah beternak. Kelompok bangsawan menguasai hubungan perdagangan domestik dan luar negeri. Sistim perekonomian didominasi oleh kaum aristokrat yang konglomerat. Masyarakat pada umumnya miskin dan menderita, sebagai akibat dari kesenjangan sosial ekonomi yang melahirkan ketidakadilan dan penindasan.

Dari segi kebudayaan, masyarakat Arab terkenal mahir dalam bidang bahasa dan syair (sastra). Bahasanya sangat kaya sebanding dengan bahasa bangsa Eropa dewasa ini. Hal tersebut merupakan kontribusi yang cukup penting dalam pengembangan dan penyebaran Islam. Menurut Pilihip K. Hitti, keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keleluasaan bahasa Arab, khususnya bahasa Al-Qur`an. Namun, kemajuan kebudayaan mereka dalam bidang sya`ir khususnya, diwarnai semangat kesukuan.

Adapun dari sisi keagamaan, mayoritas masyarakat bangsa Arab merupakan penyembahan berhala, kecuali sebagian kecil menganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain penyembah berhala, ada juga yang menyembah matahari, bintang, dan angin. Di antara mereka ada yang atheis, tidak mempercayai Tuhan YME., adanya hari pembalasan, dan tidak mempercayai keabadian jiwa manusia. Setiap daerah dan suku mempunyai dewa dewi (berhala). Di antara berhala yang paling dipuja merka adalah Al-Uzza, Al-Latta, Manah, dan Hubbal. Tidak kurang dari 360 berhala yang ditata disekeliling kabah untuk disembah. Setiap tahun masyarakat Arab datang ke kabah untuk melakukan penyembahan massal terhadap berhala tersebut, bersamaan dengan diselenggarakannya pekan raya yang dikenal dengan Pekan Raya Ukaz.

Dalam kondisi sosial dan moral, khususnya yang berkaitan dengan martabat kaum wanita, masyarakat Arab pra-Islam memandang bahwa wanita ibarat barang mainan, binatang piaraan, atau lebih hina. Wanita sama sekali tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki hak apa pun. Derajat wanita pada waktu itu menempati kedudukan yang terendah sepanjang sejarah umat manusia.

Adapun faktor positif dari sifat dan karakter masyarakat Arab, antara lain adalah: mempunyai ketahanan fisik yang perima; pemberani, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpinnya, pola kehidupannya sederhana, ramah tamah, dan mahir dalam bersyair. Namun, sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya

karena diselimuti kondisi ketidak adilan, kekejaman, dan keyakinan terhadap khurafat.

C. TAHAPAN DAWAH RASULULLAH SAW

1. Dawah Secara Rahasia (Sirriyatud Dawah)

Nabi mulai menyambut perintah Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi dawah Nabi ini dilakukannya secara rahasia untuk menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi saw tidak menampakan dawah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan dawah kecuali kepada orang-orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.

Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash dan lainnya.

Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.

Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita, Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abil Arqam, sebagai tempat pertama untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dawah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah

menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.

Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup ini berjalan selama tiga tahun.

2. Dawah Secara Terang-terangan (Jahriyatud Dawah)

Ibnu Hisyam berkata: kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki, memeluk Islam, sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi bahan pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan dawah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya:

Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepdamu dan janganlah kamu pedulikan orang musyrik.(al-Hijr : 94)

Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (AsySyuara: 214-215)

Dan katakanlah, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan. (al-Hijr: 89)

Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah, kemudian menyambut perintah Allah, Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang musyrik dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil, Wahai Bani Fihir, wahai Bani Adi, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw berkata, Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?Jawab mereka, Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta. kata Nabi, Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari sisksa pedih. Kemudian Abu lahab memprotes, Sungguh celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami. Lalu turunlah firman Allah: Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.

Kemudian Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman Allah, Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat dengan mengumpulkan semua keluarga dan kerabatnya, lalu berkata kepada mereka, Wahai Bani Kab bin Luai, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin Kab, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa dapat membela kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian mempunyai tali kekeluargaan yang akan aku sambung dengan hubungannya.

Dawah Nabi saw secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oleh bangsa Quarisy, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taqlid. Selanjutnya di jelaskan oleh Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat memberi faidah atau bahaya sama sekali. Dan, bahwa turun-temurunya nenek moyang mereka

dalam menyembah tuhan-tuhan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman Allah menggambarkan mereka:

Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,mereka menjawab,(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga,) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu pun, dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170)

Ketika Nabi saw mencela tuhan mereka, membodohkan mimpi mereka, dan mengecam tindakan taqlid buta kepada nenek moyang mereka dalam menyembah berhala, mereka menentang dan sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya, Abu Thalib, yang membelanya.

D. PRINSIP-PRINSIP DAWAH RASULULLAH

Prinsip dakwah Rasulullah saw dapat diturunkan dari fase atau pembabakan kehidupan Muhammad saw. Banyak ahli yang merumuskan kehidupan Rasulullah dalam beberapa fase, yakni fase pertamaMuhammad saw sebagai pedagang, fase kedua Muhammad saw sebagai nabi dan rasul. Kedua fase ini berlangsung dalam periode Mekah. Fase ketiga Muhammad saw sebagai politisi dan negarawan, danfase keempat Muhammad saw sebagai pembebas. Fase ketiga dan keempat berlangsung dalam periode Madinah.

Dari keempat fase tersebut, terlihat bahwa perjuangan Rasululllah saw dalam menegakan amanat risalahnya, mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup penting, strategis, dan sistimatis, menuju keberhasilan dan kemenangan yang gemilang, terutama dengan terbentuknya masyarakat muslim di Madinah dan

terjadinya futuh Mekah. Juga sebagai dasar bagi perkembangan dan perjuangan untuk menegakan dan menyebarkan ajaran Islam ke segala penjuru dunia.

Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang pengembangan dan pembangunan masyarakat, terdapat tiga posisi penting fungsi Rasulullah saw sebagai figur pemimpin umat, yakni: Pertama, Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, kedua, Rasulullah saw sebagai pendidik masyarakat,ketiga Rasulullah saw sebagai negarawan dan pembangun masyarakat.

Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, berlangsung ketika beliau menjadi pedagang. Ketika itu beliau sering kali melakukan perjalanan ribuan mil ke sebelah utara jazirah Arab. Dalam perjalannya, Rasulullah saw berhubungan dengan berbagai ragam orang dari berbagai bangsa, suku, agama, bahasa, tradisi, dan kebudayaan, dengan bermacam watak dan sifatnya. Beliau berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai agama dan kepercayaan yang dianut; yaitu Yahudi, Nasrani, Majusi, dan orang-orang Romawi.

Dalam perjalannya ini, beliau mengadakan fact-finding, (menghimpun data dan fakta) mengenai berbagai aspek hidup dan kehidupan berbagai bangsa. Hal ini menjadi pengalaman dan pengetahuan beliau tentang geografis, sosiologis, etnografis, religius, psikologis, antropologis, karakter dan watak dari berbagai bangsa. Pengeahuan tentang situasi dan kondisi ini sangat bermanfaat dalam menentukan taktik, strategi, dan metode perjuangannya.

Dari data dan fakta yang menjadi pengetahuan dan pengalamannya itu, Rasulullah saw sering mengadakan tafakur (merenung), dan kadang-kadang berkhalwat, bersemedi (tahannus) di suatu tempat sunyi yang terkenal dengan Gua Hira. Di tempat inilah beliau mengolah, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengambil kesimpulan yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam sikap, langkah, dan

pendekatan strategi perjuangan hidup dan kehidupannya. Objektivitas, akurasi, dan validitas hasil penelitian dan perenungan itu tidak diragukan lagi karena beliau termasyhur sebagai orang jujur (al-amin). Kesimpulan utama dari hasil penelitian dan perenungan adalah masyarakat Arab harus diselamatkan dari jurang kehancuran serta membangun landasan yang baru. Upaya kerja keras Rasulullah saw dalam mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapinya itu, kemudian dijemput oleh hidayah ilahi dengan turunnya wahyu pertama, lima ayat surat al-alaq. Dengan ayat Al-Quran yang mulia inilah, dimulai kegiatan dakwah dan risalah Islamiyah yang ditugaskan kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk disampaikan kepada segenap manusia, melalui pembinaan dan pendidikan yang berdasarkan la ilaha illa alllah (nilai dasar ketahuidan).

Dengan demikian, dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah saw mulai berfungsi sebagai pendidik dan pembimbing masyrakat (social educator), melalui perombakan dan revolusi mental masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah berhala yang merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak menggunakan akal pikiran yan sehat, tidak memiliki peri kemanusiaan dan menghinakan kaum wanita dan sebagainya, menuju sikap mental yang mengangkat derajat kemanusiaan yang penuh percaya diri dan hanya menyembah dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.

Adapun sistim pembinaan dan pendidikan yang dikembangkan Rasulullah saw adalah sistim kaderisasi dengan membina beberapa orang sahabat. Kemudian para sahabat ini mengembangkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Dimulai dari Khulafa ArRasyidin, kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari pembinaan dan kaderisasi di Mekah yang agak terbatas, kemudian dikembangkan di Madinah dengan membentuk komunitas muslim di tengah-tengah masyrakat Madinah yang cukup heterogen. Pembinaan dan pendidikan di Mekah lebih dioerientasikan pada pembinaan ketauhidan sehingga ayat Al-Quran yang turun dalam periode ini lebih ditekankan pada pembinaan akidah dan ibadah. Ayat-ayat dan surat yang turun biasanya pendek-pendek dan diawalii ungkapan Ya ayyuha an-nasa.

Adapun di Madinah, pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw lebih banyak ditekankan pada pembentukan masyarakat muslim di tengah-tengah masyarakat nonmuslim. Ayat-ayat Al-Quran yang turun di periode ini lebih ditekankan pada masalah muamalah, sistim kemasyarakatan, kenegaran, hubungan sosial, hubungan antaragama (toleransi), taawun, ukhuwah, dan sebagainya. Ayat-ayat yang turun pada periode ini biasanya panjang-panjang dan diawali ungkapan Ya ayyuha alladzina amanu.

Pada peride Madinah ini, lahirlah suatu peristiwa yang monumental dan sangat penting sebagai cermin bagi kehidupan beragama dan bermasyarakat di masa mendatang, yakni terumuskannya suatu naskah perjanjian dan kerja sama antara kaum muslimin dan masyarakat Madinah (nonmuslim), yang kemudian terkenal dengan sebutan Piagam Madinah

Di Madinah itulah Rasulullah saw mulai membangun sistim hukum, tatanan masyarakat, dan kenegaraan. Fungsi Rasulullah saw meningkat dari fungsi pendidik menjadi negarawan pembangun masyarakat (community builder) atau pembangun Negara (state builder). Di bawah pembinaan dan kepemimpinan Rasulullah saw, kota Madinah menjadi sebuah kota masyarakat yang beradab, sadar hukum, penuh toleran, bersikap saling tolong menolong, dihiasi persaudaraan dan semangat kerja sama antara warga masyarakat. Gambaran masyarakat seperti itu, kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat madani.

Pada masa awal-awal perkembangan Islam, masyarakat Islam menampilkan diri sebagai masyarakat alternative, yang memberi warna tertentu pada kehidupan manusia. Karakter yang paling penting yang ditampilkan oleh masyarakat Islam ketika itu adalah kedamaian dan kasih sayang.

Masyarakat model seperti ini tampil di tengah kehadiran Rasulullah saw, baik di Mekah atau Madinah, yang banyak disebut sejarawan sebagai model masyarakat ideal dalam level masyarakat Arab yang masih sangat sederhana. Sejumlah karakteristik penting yang diperlihatkan masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw ini, diantaranya adalah: memiliki akidah yang kuat dan konsisten dalam beramal (berkarya). Semua itu dipandu oleh kepemimpinan yang penuh wibawa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip dakwah Rasulullah saw, yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui medan (madu) melalui penelitian dan perenungan. 2. Melalui perncanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan masyarakat. 3. Bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum. 4. Melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi yang negative untuk menguasai suasana yang lebih positif. 5. Melalui syiar dan pranata Islam, antara lain melalui khotbah, adzan, iqamah, dan shalat berjamaah, taawun, zakat, dan sebagainya. 6. Melalui musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa. 7. Melalui cara dan tindakan yang akomodatif, toleran, dan saling menghargai. 8. Melalui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis. 9. Menggunakan bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri uqulihim). 10.Melalui surat. Sebagaimana yang telah dikirim ke raja-raja berpengaruh pada waktu itu, seperti pada Heraklius. 11.Melalui uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan motivasi (tarhib wa targhib). 12.Melalui Kelembutan dan pengampunan. Seperti pada peristiwa Fathul Mekah disaksikan para pemimpin kafir Quraisy sambil memendam kemarahan dan

kebencian. Begitu pula isi hati Fadhalah, yang begitu dalam kebenciaanya kepada Rasulullah sehingga ingin membunuhnya. Tanpa ia duga, Rasulullah mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur dengan lembut, fadhalah menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela diri. Tetapi Rasulullah tidak marah, bahkan melempar dengan senyumnya. Seketika Fadhalah terpesona dengan reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia yang berada dalam puncak ketakutan merasakan kelegaan luar biasa. Tumbuh simpatinya dan kebenciannya mulai surut. Hatinya benar-benar berbalik ketika Rasulullah meletakan tangan kanan tepat di dadanya. Sentuhan fisik refleksi dari kasih sayang Rasulullah ini benar-benar mengharubiru perasaan Fadhalah. Kedengkian dan kebenciaan berubah menjadi kecintaan yang mendalam.

E. KAIDAH-KAIDAH DAWAH RASULULLAH

Dari prinsip dan langkah-langkah perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat diturunkan kaidah-kaidah dakwah Rasulullah saw sebagai berikut:

1) Tauhidullah, yakni sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati, tidak menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon, dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Kaidah ini bertujuan untuk membersihkan akidah (tathir al-itiqad) masyrakat dari berbagai macam khurajat dan kepercayaan yang keliru, menuju satu landasan, motivasi, tujuan hidup dan kehidupan dari Allah dan dalam ajaran Allah menuju mardhatillah (min al-Lah, fi al-Allah, dan ila Allah).

2) Ukhuwah Islamiah, yakni sikap persaudaraan antarsesama muslim karena adanya kesatuan akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistim sosial, dan peradaban sehingga terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang melahirkan persaudaraan yang erat dan mesra, dan terjalin pula kasih sayang, perasaan senasib sepenanggungan, serta

memperhatikan kepentingan orang lain, seperti mementingkan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, terhindar dari sikap individualisme, fanatisme golongan, firaunisme, materialisme, dan dari segala penyakit jiwa lainnya.

3) Muswah, yakni sikap persamaan antar sesama manusia, tidak arogan, tidak saling merendahkan dan meremehkan orang lain, tidak saling mengaku paling tinggi. Ini karena perbedaan dan penghargaan di sisi Allah adalah dilihat prestasi pengabdian dan ketakwaannya.

4) Musyawarah, yakni sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain, tidak menonjolkan kepentingan kelompok, memperhatikan kepentingan bersama untuk meraih kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw, antara lain di Madinh, yaitu dengan munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 159, Q.S. Asuara: 38.

5) Taawun, yakni sikap gotong-royong, saling membantu, kebersamaan dalam menghadapi persoalan dan tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah: 2, Q.S. At-Taubah: 71, q.s. Al-Anfal: 46.

6) Takaful al-ijtima, yakni sikap pertanggungjawaban bersama senasib sepenanggungan, kebersamaan dan sikap solidaritas sosial. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. At-Tahrim: 6, Q.S. AlBaqarah:195.

7) Jihad dan Ijtihad, yakni sikap dan semangat kesungguh-sungguhan, serius menunjukan etos kerja yang tinggi, kreatif, inovatif dalam penyelesaian yang

dihadapi. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4, 10-13.

8) Fastahiq al-khayrat, yakni sikap dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, pada berbagai lapangan hidup dan kehidupan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 114, Q.S. Al-Muminun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.

9) Tasamuh, yakni silap toleransi, tenggang rasa, tidak memaksakan kehendak, mengikuti dan melaksanakan sesuatu dengan landasan ilmu, saling menghargai perbedaan pandangan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Az-Zumar: 18, Q.S. Al-Baqarah: 256, Q.S. Al-Ankabut: 46, Q.S. AnNahl: 125, 109, 1-6.

10) Istiqamah, yakni sikap dan semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan terus di atas ajaran yang benar dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain Q.S. Fushshilat: 6, 30, 32, Q.S. Al-Ahqaff: 1314, Q.S. Asy-Syuara: 13-15.

F. KEBERHASILAN DAN PENGARUH DAWAH ISLAM

Sebelum kita melangkah untuk melihat masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah saw, sepatutnya kita memberikan perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang menjadi inti kehidupan beliau dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan Rasul, sehingga Allah mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu maupun orang-orang di kemudian hari.

Dikatakan kepada Rasulullah saw: Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat), di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (al-Muzzamil: 1-2)

Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! (al-Muddatstsir: 1-2)

Maka, beliau pun bangkit dan terus bangkit lebih dari dua puluh tahun, memikul beban amanat besar di bumi ini, seluruh beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di berbagai medan.

Beliau memikul beban perjuangan dan jihad di medan perasaan manusia yang tenggelam dalam angan-angan dan konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan dunia dan syahwat. Ketika perasaan manusia berhasil dibersihkan dari noda-noda jahiliyah dan kehidupan dunia, mulailah peperangan lain di medan yang lain pula, bahkan peperangan ini tiada putus-putusnya. Yaitu, peperangan melawan musuh-musuh dawah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan dawah ini sampai ke akarnya sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah Arab hampir saja berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi umat yang baru ini serta menghadangnya di perbatasan bagian utara.

Ketika semua ini berlangsung, peperangan pertama yaitu peperangan perasaan tidaklah berhenti, karena peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan. Sesaat pun syaithan tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati manusia. Di sanalah, Muhammad saw bangkit menyerukan dawah Allah, dan melakukan peperangan yang tiada henti-hentinya di berbagai medan. Beliau berjuang menghadapi kesulitan hidup, padahal dunia berada di hadapannya. Beliau berjuang keras tidak kenal lelah, ketika orang-orang mumin beristirahat menikmati ketenangan dan ketentraman. Semua itu beliau lakukan dengan semangat yang tak

pernah kendor dan kesabaran tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan qiyamul lail dan beribadah kepada Rab-Nya, membaca Al-Quran, dan bermunajat kepada-Nya sebagaimana yang diperintah-Nya.

Demikianlah, beliau hidup dalam perjuangan dan peperangan yang tiada hentihentinya lebih dari dua puluh tahun. Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan karena sibuk dengan urusan yang lain. Sehingga, dawah meraih suatu keberhasilan yang gemilang, sulit dicerna oleh akal manusia. Jazirah Arab tunduk kepada dawah Islam, debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab, dan akal yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala ditinggalkan, bahkan dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid. Suara adzan terdengar membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah dihidupkan oleh iman yang baru. Para dai bertolak ke arah utara dan selatan membacakan ayat-ayat Al-Quran dan menegakkan hukum-hukum Allah.

Berbagai bangsa dan kabilah bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia pun keluar dari penyembahan terhadap hamba menuju peribadatan kepada Allah. Di sana, tidak ada pihak yang memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa dan rakyat, orang yang zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah, bersaudara dan saling mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Allah telah menyingkirkan penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang dari diri mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang yang berkulit merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh manusia adalah anak keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah.

Berkat dawah Islam, terwujudlah kesatuan Arab, keadilan sosial, kebahagiaan manusia dalam segala urusan dunia dan akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun berubah, demikian garis sejarah dan pola pikir.

Sebelum ada dawah Islam, dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan, sehingga perasaannya memburuk, jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-norma sosialnya jadi kacau, dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh gelombang kemewahan dan kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan kegelapan, meskipun pada saat itu sudah terdapat agama-agama langit. Namun, agama itu telah jauh diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak berdaya menguasai manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak memiliki ruh.

Setelah dawah Islam tampil dan memainkan perannya dalam kehidupan manusia, jiwa manusia menjadi bersih dari khayalan dan khurafat, perbudakan, kerusakan dan kebusukan, kekotoran dan kemerosotan. Masyarakat pun menjadi bersih dari kezhaliman dan kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan kelas, kediktatoran penguasa, dan pelecehan para dukun. Dawah ini tampil membangun dunia di atas kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun, kebebasan dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan, kehormatan, serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan.

Berkat perkembangan-perkembangan ini, jazirah Arab mengalami suatu kebangkitan yang penuh berkah, yang belum pernah dialaminya sejak adanya bangunan di atas jazirah tersebut.

G. DAFTAR PUSTAKA

Amahzun, Muhammad, Manhaj Dakwah Rasulullah (Manhajun Nabiyy fid Dawah min Khilalis Sirah ash-Shahihah: al-Marifah, at-Tarbiyah, ath-Thakhthith, at-Tanzhim), terj. Anis Maftukhin dan Nandang Burhanuddin, Jakarta: Qisthi Press, 2004.

Buthy, Al-, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah (Fiqhus Sirah), terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani Press, 2002.

Jada, Al-, Ahmad, Meneladani Kecerdasan Emosi Nabi (Wallahu Yashimuka Minannas) terj. Abdurrahim Ahmad, Jakarta: Pustaka Inti, 2004.

Mubarakfuri, Al-, Syaikh Shafiyur Rahman, Sejarah Hidup Muhammad; Sirah Nabawiyah (ar-Rahiq al-Makhutum Bahtsun fi as-Sirah an-Nabawiyah ala Shahibiha afdhal as-Shalat was-Salam), terj. Rahmat, Jakarta: Robbani Press, 2002.

Muhyiddin, Asep dan Syafei, Ahmad, Agus, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Makalah Kelompok I di Presentasikan pada mata kuliah Sejarah Filsafat Pendidikan Islam KI-MP III-B,Kondisi pendidikan masyarakat Arab pada saat kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, UIN Jakarta, 2006.

Pemeluk-Pemeluk Islam Pertama

Khadijah ra kemudian ia pergi menjumpai saudara sepupunya (anak paman), Waraqa b. Naufal, seorang penganut agama Nasrani yang sudah mengenal Bible dan sudah pula menterjemahkannya sebagian ke dalam bahasa Arab. Ia menceritakan apa yang pernah dilihat dan didengar Muhammad dan menceritakan pula apa yang dikatakan

Muhammad kepadanya. Waraqa memastikan bahwa Muhammad Saw adalah Nabi umat ini. Setelah mendapat keterangan demikian, Khadijah pulang.

Ssampai di rumah, dilihatnya Muhammad masih tidur. Dipandangnya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba Rasulullah Saw menggigil, napasnya terasa sesak dengan keringat yang sudah membasahi wajahnya. Ia terbangun, ketika itu malaikat datang membawakan wahyu kepadanya:

O orang yang berselimut! Bangunlah dan sampaikan peringatan. Dan agungkan Tuhanmu. Pakaianmupun bersihkan. Dan hindarkan perbuatan dosa. Jangan kau memberi, karena ingin menerima lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, tabahkan hatimu. (Quran 74: 17)

Khadijah menenteramkan hatinya, dan menceritakan apa yang didengarnya dari Waraqa tadi. Khadijah kemudian menyatakan dirinya beriman atas kenabiannya itu. Sesudah peristiwa itu, pada suatu hari Muhammad pergi akan mengelilingi Kabah. Di tempat itu Waraqa b. Naufal menjumpainya. Sesudah Muhammad menceritakan keadaannya, Waraqa berkata: Demi Dia Yang memegang hidup Waraqa. Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pemah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan orang, akan disiksa, akan diusir dan akan diperangi. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahuiNya pula.

Rasulullah Saw memikirkan, bagaimana akan mengajak Quraisy supaya turut beriman; padahal ia tahu benar mereka sangat kuat mempertahankan kebatilan itu. Mereka bersedia berperang dan mati untuk itu. Ditambah lagi mereka masih sekeluarga dan sanak famili yang dekat. Sungguhpun begitu, tetapi mereka dalam kesesatan.

Ia menantikan bimbingan wahyu dalam menghadapi masalahnya itu, menantikan adanya penyuluh yang akan menerangi jalannya. Tetapi ternyata, wahyu itu tidak turun. Malaikat Jibrilpun tidak datang lagi kepadanya. Kembali ia merasa dalam ketakutan seperti sebelum turunnya wahyu. Ia masih dalam ketakutan. Perasaan ini juga yang mendorongnya lagi akan pergi ke bukit-bukit dan menyendiri lagi dalam gua Hira. Ia ingin membubung tinggi dengan seluruh jiwanya, menghadapkan diri

kepada Tuhan, akan menanyakan: Kenapa ia lalu ditinggalkan sesudah dipilihNya? Sementara ia sedang dalam kekuatiran demikian itu sesudah sekian lama terhenti tiba-tiba datang wahyu membawa firman Tuhan:

Demi pagi cerah yang gemilang. Dan demi malam bila senyap kelam. Tuhanmu tidak meninggalkan kau, juga tidak merasa benci. Dan sungguh, hari kemudian itu lebih baik buat kau daripada yang sekarang. Dan akan segera ada pemberian dari Tuhan kepadamu. Maka engkaupun akan bersenang hati. Bukankah Ia mendapati kau seorang piatu, lalu diberiNya tempat berlindung? Dan Ia mendapati kau tak tahu jalan, lalu diberiNya kau petunjuk? Karena itu, terhadap anak piatu, jangan kau bersikap bengis. Dan tentang orang yang meminta, jangan kau tolak. Dan tentang kurnia Tuhanmu, hendaklah kau sebarkan.(Quran, 93: 1-11)

Rasa cemas dan takut dalam diri Muhammad Saw hilang setelah wahyu turun kembali. Ketika Allah Swt telah mengajarkan Nabi bersembahyang, maka iapun bersembahyang, begitu juga Khadijah ikut pula sembahyang. Selain puteri-puterinya, tinggal bersama keluarga itu Ali bin Abi Talib sebagai anak muda yang belum balig. Lalu Rasulullah Saw mengajak sepupunya itu beribadat kepada Allah semata tiada bersekutu serta menerima agama yang dibawa nabi utusanNya.

Ali adalah anak pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid b. Haritha, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya dalam lingkungan keluarga Muhammad: dia sendiri, isterinya, kemenakannya dan bekas budaknya. Masih juga ia berpikir-pikir, bagaimana akan mengajak kaum Quraisy itu. Tahu benar ia, betapa kerasnya mereka itu dan betapa pula kuatnya mereka berpegang pada berhala yang disembah-sembah nenek moyang mereka itu. Pada waktu itu Abu Bakr b. Abi Quhafa dari kabilah Taim, teman akrab Muhammad, adalah orang dewasa pertama yang diajaknya menyembah Allah Yang Esa dan meninggalkan penyembahan berhala. Abu Bakr tidak ragu-ragu lagi memenuhi ajakan Muhammad dan beriman pula akan ajakannya itu.

Keimanannya kepada Allah dan kepada RasulNya itu segera diumumkan oleh Abu Bakr di kalangan teman-temannya. Dari kalangan masyarakatnya yang dipercayai oleh Abu Bakr diajaknya mereka kepada Islam. Usman b. Affan, Abdurrahman b. Auf, Talha b. Ubaidillah, Sad b. Abi Waqqash dan Zubair binl-Awwam mengikutinya pula menganut Islam. Kemudian menyusul pula Abu Ubaida binl-Djarrah, dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah. Mereka yang sudah Islam itu lalu datang kepada

Nabi menyatakan Islamnya, yang selanjutnya menerima ajaran-ajaran agama itu dari Nabi sendiri.

Mengetahui adanya permusuhan yang begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala sesuatu yang melanggar paganisma, maka kaum Muslimin yang mula-mula masih sembunyi-sembunyi. Apabila mereka akan melakukan salat, mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan serupa ini berjalan selama tiga tahun, sementara Islam tambah meluas juga di kalangan penduduk Mekah. Ajaran Muhammad sudah tersebar di Mekah, orang sudah berbondong-bondong memasuki Islam, pria dan wanita.

Syiar Secara Terang-Terangan

Tiga tahun kemudian sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya ia mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah Allah supaya disampaikan. Ketika itu wahyu datang:

Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih-sayang kepada orang-orang beriman yang mengikut kau. Kalaupun mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, Aku lepas tangan dari segala perbuatan kamu. (Quran 26: 214-216) Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kauhiraukan orang-orang musyrik itu.(Quran 15: 94)

Muhammadpun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya bicara dengan mereka dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Talib, pamannya, lalu menyetop pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan tempat. Keesokan harinya sekali lagi Muhammad mengundang mereka. Selesai makan, katanya kepada mereka: Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu ini yang mau mendukungku dalam hal ini? Mereka semua menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Tetapi tiba-tiba Ali bangkit ketika itu ia masih anak-anak, belum lagi balig. Rasulullah, saya akan membantumu, katanya. Saya adalah lawan siapa saja yang kautentang. Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Kemudian mereka semua pergi meninggalkannya dengan ejekan.

Sesudah itu Muhammad kemudian mengalihkan seruannya dari keluarga-keluarganya yang dekat kepada seluruh penduduk Mekah. Suatu hari ia naik ke Shafa2 dengan berseru: Hai masyarakat Quraisy. Tetapi orang Quraisy itu lalu membalas: Muhammad bicara dari atas Shafa. Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, Ada apa? Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kuberitahukan kamu, bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu? Ya, jawab mereka. Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta. Aku mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh berat, katanya, Banu Abdl-Muttalib, Banu Abd Manaf, Banu Zuhra, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad Allah memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluarga-keluargaku terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu bahagian atau keuntungan yang dapat kuberikan kepada kamu, selain kamu ucapkan: Tak ada tuhan selain Allah. Tetapi kemudian Abu Lahab berdiri sambil meneriakkan: Celaka kau hari ini. Untuk ini kau kumpulkan kami? Muhammad tak dapat bicara. Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu membawa firman Tuhan:

Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia. Tak ada gunanya kekayaan dan usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya (Quran 102:1-8)

Kemarahan Abu Lahab dan sikap permusuhan kalangan Quraisy yang lain tidak dapat merintangi tersebarnya dakwah Islam di kalangan penduduk Mekah itu. Setiap hari niscaya akan ada saja orang yang Islam menyerahkan diri kepada Allah. Lebih-lebih mereka yang tidak terpesona oleh pengaruh dunia perdagangan untuk sekedar melepaskan renungan akan apa yang telah diserukan kepada mereka. Akan tetapi bagi Abu Lahab, Abu Sufyan dan bangsawan-bangsawan Quraisy terkemuka lainnya, hartawan-hartawan yang gemar bersenang-senang, mulai merasakan, bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mulamula harus mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendiskreditkannya, dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu.

Langkah pertama yang mereka lakukan dalam hal ini ialah membujuk penyair-penyair mereka: Abu Sufyan binl-Harith, Amr binl-Ash dan Abdullah ibnz-Zibara, supaya mengejek dan menyerangnya. Dalam pada itu penyair-penyair Muslimin juga tampil membalas serangan mereka tanpa Muhammad sendiri yang harus melayani.

Sementara itu, selain penyair-penyair itu beberapa orang tampil pula meminta kepada Muhammad beberapa mujizat yang akan dapat membuktikan kerasulannya: mujizat-mujizat seperti pada Musa dan Isa. Kenapa bukit-bukit Shafa dan Marwa itu tidak disulapnya menjadi emas, dan kitab yang dibicarakannya itu dalam bentuk tertulis diturunkan dari langit? Dan kenapa Jibril yang banyak dibicarakan oleh Muhammad itu tidak muncul di hadapan mereka? Kenapa dia tidak menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang selama ini membuat Mekah terkurung karenanya? Kenapa ia tidak memancarkan mata air yang lebih sedap dari air sumur Zamzam, padahal ia tahu betapa besar hajat penduduk negerinya itu akan air?

Tidak hanya sampai disitu saja kaum musyrikin itu mau mengejeknya dalam soal-soal mujizat, malahan ejekan mereka makin menjadi-jadi, dengan menanyakan: kenapa Tuhannya itu tidak memberikan wahyu tentang harga barang-barang dagangan supaya mereka dapat mengadakan spekulasi buat hari depan? Debat mereka itu berkepanjangan. Tetapi wahyu yang datang kepada Muhammad menjawab debat mereka

Katakanlah: Aku tak berkuasa membawa kebaikan atau menolak bahaya untuk diriku sendiri, kalau tidak dengan kehendak Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib-gaib, niscaya kuperbanyak amal kebaikan itu dan bahayapun tidak menyentuhku. Tapi aku hanya memberi peringatan dan membawa berita gembira bagi mereka yang beriman. (Quran 7: 188)

Perlindungan Abu Talib

Abu Talib pamannya belum lagi menganut Islam. Tetapi tetap ia sebagai pelindung dan penjaga kemenakannya itu. Ia sudah menyatakan kesediaannya akan membelanya. Atas dasar itu pemuka-pemuka bangsawan Quraisy dengan diketahui oleh Abu Sufyan b. Harb pergi menemui Abu Talib. Abu Talib, kata mereka, kemenakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita dan menganggap sesat nenek-moyang kita. Soalnya sekarang, harus kauhentikan dia; kalau tidak biarlah kami sendiri yang akan menghadapinya. Oleh karena engkau juga seperti kami tidak sejalan, maka cukuplah engkau dari pihak kami menghadapi dia. Akan tetapi Abu Talib menjawab mereka dengan baik sekali.

Perlindungan Banu Hasyim dan Banu Muttalib

Sementara itu Muhammad juga tetap gigih menjalankan tugas dakwahnya dan dakwa itupun mendapat pengikut bertambah banyak. Quraisy segera berkomplot menghadapi Muhammad itu. Sekali lagi mereka pergi menemui Abu Talib. Sekali ini disertai Umara binl-Walid binl-Mughira, seorang pemuda yang montok dan rupawan, yang akan diberikan kepadanya sebagai anak angkat, dan sebagai gantinya supaya Muhammad diserahkan kepada mereka. Tetapi inipun ditolak. Muhammad terus juga berdakwah, dan Quraisypun terus juga berkomplot. Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi lagi Abu Talib. Abu Talib kata mereka, Engkau sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami telah minta supaya menghentikan kemenakanmu itu, tapi tidak juga kaulakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek-moyang kita, tidak menghargai harapanharapan kita dan mencela berhala-berhala kita sebelum kausuruh dia diam atau sama-sama kita lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa.

Berat sekali bagi Abu Talib akan berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Dimintanya Muhammad datang dan diceritakannya maksud seruan Quraisy. Lalu katanya: Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul. Pamannya ini seolah sudah tak berdaya lagi membela dan memeliharanya. Sedang kaum Muslimin masih lemah, mereka tak berdaya akan berperang, tidak dapat mereka melawan Quraisy yang punya kekuasaan, punya harta, punya persiapan dan jumlah rmanusia. Sebaliknya dia tidak punya apa-apa selain kebenaran. Tetapi jiwa Rasulullah Saw tetap teguh, ia berkata kepada pamannya: Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu ditanganku, atau aku binasa karenanya.

Gemetar orang tua ini mendengar jawaban Muhammad Saw. Seketika lamanya Abu Talib masih dalam keadaan terpesona. Kemudian dimintanya Muhammad datang lagi, yang lalu katanya: Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau bagaimanapun juga! Sikap dan kata-kata kemenakannya itu oleh Abu Talib disampaikan kepada Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Pembicaranya tentang Muhammad itu terpengaruh oleh suasana yang dilihat dan dirasakannya ketika itu. Dimintanya supaya Muhammad dilindungi dari tindakan Quraisy. Mereka semua menerima usul ini, kecuali Abu Lahab.

Sikap permusuhan Quraisy terhadap kaum muslimin pun semakin menjadi-jadi. Setiap kabilah itu langsung menyerbu kaum Muslimin yang ada di kalangan mereka: disiksa dan dipaksa melepaskan agamanya. Dikisahkan seorang budak yang telah muslim, Bilal, disiksa ke atas pasir di bawah terik matahari yang membakar, dadanya ditindih dengan batu dan akan dibiarkan mati. Dalam kekerasan semacam itu Bilal hanya berkata: Ahad, Ahad, Hanya Yang Tunggal! Ia memikul semua siksaan itu demi agamanya. Hingga suatu hari Abu Bakr melihat Bilal mengalami siksaan begitu rupa, ia dibelinya lalu dibebaskan.

Tidak sedikit budak-budak yang mengalami kekerasan serupa itu oleh Abu Bakr dibeli diantaranya budak perempuan Umar binl-Khattab, dibelinya dari Umar [sebelum masuk Islam]. Ada pula seorang wanita yang disiksa sampai mati karena ia tidak mau meninggalkan Islam kembali kepada kepercayaan leluhurnya. Kaum Muslimin di luar budak-budak itu, dipukuli dan dihina dengan berbagai cara. Muhammad juga tidak terkecuali mengalami gangguan-gangguan meskipun sudah dilindungi oleh Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib. Umm Jamil, isteri Abu Jahl, melemparkan najis ke depan rumahnya. Tetapi cukup Muhammad hanya membuangnya saja. Dan pada waktu sembayang, Abu Jahl melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditanggungnya gangguan demikian itu dan ia pergi kepada Fatimah, puterinya, supaya mencucikan dan membersihkannya kembali.

Di samping semua itu, kaum Muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji kemana saja mereka pergi. Cukup lama hal serupa itu berjalan. Penyair-penyair memakinya, orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Kabah. Rumahnya dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Perioda yang telah dilalui dalam hidup Muhammad Saw ini adalah perioda yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah umat manusia.

Islamnya Hamzah ra

Islamnya Hamzah ra terjadi kira-kira pada tahun ke enam kerasulan beliau. Pada suatu hari Abu Jahl bertemu dengan Muhammad, ia mengganggunya, memakimakinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dialamatkan kepada agama ini. Tetapi Muhammad tidak melayaninya. Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusu, yang masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Ketika itu ia baru kembali dari berburu, dan terlebih dulu mengelilingi Kabah sebelum langsung pulang ke rumahnya.Ketika ia mengetahui

bahwa kemenakannya itu mendapat gangguan Abu Jahl, ia meluap marah. Ia pergi ke Kabah, tidak lagi ia memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, melainkan terus masuk kedalam mesjid menemui Abu Jahl. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras di kepalanya. Beberapa orang dan Banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahl. Tapi tidak jadi. Kuatir mereka akan timbul bencana dan membahayakan sekali, dengan mengakui bahwa ia memang mencaci maki Muhammad dengan tidak semena-mena. Sesudah itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada Muhammad akan membelanya dan akan berkurban di jalan Allah sampai akhir hayatnya.

Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Utba b. Rabia, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.

Ketika itulah Utba bicara dengan Muhammad. Anakku, katanya, seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ketengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka ceraiberai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kamipun siap mengumpulkan harta kami, sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau diatas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami. Jika engkau dihinggapi penyakit saraf yang tak dapat kautolak sendiri, akan kami usahakan pengobatannya dengan harta-benda kami sampai kau sembuh.

Selesai ia bicara, Muhammad membacakan Surah as-Sajda (41 = Ha Mim). Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mujizat.

Selesai Muhammad membacakan itu Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. Persoalannya Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka. Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib.

Hijrahnya Muslimin ke Abisinia

Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Muhammad menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Rasulullah Saw menyarankan supaya mereka pergi ke Abisinia (Ethiopia) yang rakyatnya menganut agama Kristen. Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya disitu. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua. Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama.

Kaum Quraisy tahu akan hal ini, kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna meyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Kedua orang utusan itu ialah Amr binl-Ash dan Abdullah bin Abi Rabia. Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain? tanya Najasyi setelah mereka datang.

Yang diajak bicara ketika itu ialah Jafar b. Abi b. Talib. Ia menjelaskan kepada Raja mengenai prinsip-prinsip islam. Ketika diminta untuk membacakan ajaran islam, Jafar membacakan Surah Mariam sampai ayat 29-33. Setelah mendengar bahwa

keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut. Kemudian mereka menolak untuk menyerahkan kaum muslimin.

Tetapi Amr binl-Ash tidak berputus asa. Amr binl-Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luarbiasa terhadap Isa anak Mariam. Maka dipanggillah mereka dan ditanyakan apa yang mereka katakan itu. Jafar menerangkan bahwa : Dia adalah hamba Allah dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah. Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram.

Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi. Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, merekapun lalu kembali pulang.

Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapanpuluh orang pria tanpa kaum isteri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.

Islamnya Umar ibnl-Khattab ra

Hal ini terjadi masih di tahun yang sama, tahun ke enam. Umar ibnl-Khattab adalah pemuda yang gagah perkasa, berusia antara tigapuluh dan tigapuluh lima tahun. Dari kalangan Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin. Tatkala itu Muhammad sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya, Ali bin Abi Talib sepupunya, Abu Bakr b. Abi Quhafa dan Muslimin yang lain. Pertemuan mereka ini diketahui Umar. Iapun pergi ketempat mereka, ia mau membunuh Muhammad.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Nuaim b. Abdullah. Setelah mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata: Umar, engkau menipu diri sendiri. Kaukira keluarga Abd Manaf. akan membiarkan kau merajalela begini sesudah engkau membunuh

Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja ke rumah dan perbaiki keluargamu sendiri?! Pada waktu itu Fatimah, saudaranya, beserta Said b. Zaid suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal ini dari Nuaim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui mereka.

Di tempat itu ia mendengar ada orang membaca Quran. Setelah mereka merasa ada orang yang sedang mendekati, orang yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya. Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?! tanya Umar. Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara lantang: Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya! katanya sambil menghantam Said keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri itu jadi panas hati. Ya, kami sudah Islam! Sekarang lakukan apa saja, kata meteka.

Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka saudaranya itu. Ketika itu juga lalu timbul rasa iba dalam hatinya. Dimintanya kepada saudaranya supaya kitab yang mereka baca itu diberikan kepadanya. Setelah dibacanya, wajahnya tibatiba berubah. Menggetar rasanya ia setelah membaca isi kitab itu. Ia langsung menuju ke tempat Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul di Shafa. Ia minta ijin akan masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum Muslimin telah mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat. Ia masuk Islam tidak sembunyi-sembunyi, malah terang-terangan diumumkan di depan orang banyak dan untuk itu ia bersedia melawan mereka. Islamnya Umar ra ini telah memperkuat kedudukan kaum Muslimin.

Pemboikotan dan Propaganda

Dengan Islamnya Umar ra ini, Quraisy lalu membuat rencana lagi mengatur langkah berikutnya. Mereka sepakat bahkan secara tertulis untuk memboikot total terhadap Banu Hasyim dan Banu Abdl-Muttalib: untuk tidak saling kawin-mengawinkan, tidak saling berjual-beli apapun. Piagam persetujuan ini kemudian digantungkan di dalam Kabah sebagai suatu pengukuhan dan registrasi bagi Kabah. Akan tetapi ternyata Muhammad sendiri malah makin teguh berpegang pada tuntunan Allah, juga keluarganya, dan mereka yang sudah berimanpun makin gigih mempertahankannya. Menyebarkan seruan Islam sampai keluar perbatasan Mekah itu pun tak dapat pula dihalang-halangi. Maka tersiarlah dakwah itu ke tengah-tengah masyarakat Arab dan kabilah-kabilah, sehingga membuat agama yang baru ini, yang tadinya hanya

terkurung ditengah-tengah lingkaran gunung-gunung Mekah, kini berkumandang gemanya ke seluruh jazirah.

Mereka, kaum Quraisy itu, juga menyusun suatu alat propaganda anti Muhammad. Lebih gigih lagi mereka memikirkan hal ini sesudah orang-orang yang berziarah itu diajak juga oleh Rasul Saw supaya beribadat hanya kepada Allah yang Esa. Beberapa orang dari kalangan Quraisy berunding dan mengadakan pertemuan di rumah Walid binl-Mughira. Walid mengusulkan supaya kepada peziarah-peziarah orang-orang Arab itu dikatakan bahwa dia (Muhammad) seorang juru penerang yang mempesonakan, apa yang dikatakannya merupakan pesona yang akan memecahbelah orang dengan orangtuanya, dengan saudaranya, dengan isteri dan keluarganya. Dan apa yang dituduhkan itu pada orang-orang Arab pendatang itu merupakan bukti, sebab penduduk Mekah sudah ditimpa perpecahan dan permusuhan.

Di samping propaganda itu Quraisy harus punya propaganda lain lagi. Untuk propaganda itu Quraisy akan mengandalkan pada Nadzr b. Harith. Orang ini pernah pergi ke Hira dan mempelajari cerita raja-raja Persia, peraturan-peraturan agamanya, ajaran-ajarannya tentang kebaikan dan kejahatan serta tentang asal-usul alam semesta. Setiap dalam suatu pertemuan Muhammad mengajak orang kepada Allah, ia lalu datang menggantikan tempat Muhammad dalam pertemuan itu. Maka berceritalah ia kepada Quraisy tentang sejarah dan agamanya, lalu katanya: Dengan cara apa Muhammad membawakan ceritanya lebih baik daripada aku? Bukankah Muhammad membacakan cerita-cerita orang dahulu seperti yang kubacakan juga? Orang-orang Quraisy menuduh, bahwa sebagian besar apa yang dibawa Muhammad berasal dari seorang budak Nasrani yang bernama Jabr. Untuk itulah datang Firman Tuhan:

Kami sungguh mengetahui bahwa mereka berkata; yang mengajarkan itu adalah seorang manusia. Bahasa orang yang mereka tuduhkan itu bahasa asing, sedang ini adalah bahasa Arab yang jelas sekali. (Quran: 16: 103)

SELAMA tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak Quraisy untuk memboikot Muhammad dan mengepung Muslimin itu tetap berlaku. Dalam pada itu Muhammad dan keluarga serta sahabat-sahabatnya sudah mengungsi ke celah-celah gunung di luar kota Mekah, dengan mengalami pelbagai macam penderitaan, sehingga untuk mendapatkan bahan makanan sekadar menahan rasa laparpun tidak

ada. Baik kepada Muhammad atau kaum Muslimin tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan orang, kecuali dalam bulan-bulan suci.

Pada bulan-bulan suci itu orang-orang Arab berdatangan ke Mekah berziarah, segala permusuhan dihentikan tak ada pembunuhan, tak ada penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas dendam. Pada bulan-bulan itu Muhammad turun, mengajak orang-orang Arab itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka arti pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami Muhammad demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya dari kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang itu lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya, kesabaran dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah dapat memikat hati orang banyak.

Gagalnya Pemboikotan

Akan tetapi, penderitaan yang begitu lama, begitu banyak dialami kaum Muslimin karena kekerasan pihak Quraisy padahal mereka masih sekeluarga: saudara, ipar. sepupu banyak diantara mereka itu yang merasakan betapa beratnya kekerasan dan kekejaman yang mereka lakukan itu. Dan sekiranya tidak ada dari penduduk yang merasa simpati kepada kaum Muslimin, membawakan makanan ke celah-celah gunung1 tempat mereka mengungsi itu, niscaya mereka akan mati kelaparan. Hisyam ibn Amr adalah salah orang yang termasuk paling simpati kepada Muslimin. Tengah malam ia datang membawa unta yang sudah dimuati makanan atau gandum. Bilamana ia sudah sampai di depan celah gunung itu, dilepaskannya tali untanya lalu dipacunya supaya terus masuk ke tempat mereka dalam celah itu.

Merasa kesal melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya dianiaya demikian rupa, ia mengajak beberapa orang untuk membatalkan piagam pemboikotan itu. Demikianlah piagam itu batal dengan sendirinya, walaupun beberapa tokoh Quraisy seperti Abu Jahl menentangnya. Beberapa penulis biografi dalam hal ini berpendapat, bahwa diantara mereka yang bertindak menghapuskan piagam itu terdapat orang-orang yang masih menyembah berhala. Sesudah piagam disobek, Muhammad dan pengikut-pengikutnyapun keluar dari lembah bukit-bukit itu. Seruannya dikumandangkan lagi kepada penduduk Mekah dan kepada kabilah-kabilah yang pada bulan-bulan suci itu datang berziarah ke Mekah. Meskipun ajakan Muhammad sudah tersiar kepada seluruh kabilah Arab di samping banyaknya mereka yang sudah

menjadi pengikutnya, tapi sahabat-sahabat itu tidak selamat dari siksaan Quraisy, juga dia tidak dapat mencegahnya.

Meninggalnya Abu Talib dan Khadijah ra

Pada tahun ke sepuluh kerasulan Nabi Saw, yaitu beberapa bulan kemudian sesudah penghapusan piagam itu, secara tiba-tiba sekali dalam satu tahun saja Muhammad mengalami dukacita yang sangat menekan perasaan, yakni kematian Abu Talib dan Khadijah secara berturut-turut. Waktu itu Abu Talib sudah berusia delapanpuluh tahun lebih. Ketika Abu Talib meninggal hubungan Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah. Dan sesudah Abu Talib, disusul pula dengan kematian Khadijah, Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, Khadijah yang telah mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan perasaan yang lemahlembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan iman yang ada padanya. Khadijah, yang dulu menghiburnya bila ia mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Ia adalah bidadari yang penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan bibirnya Muhammad melihat arti yang penuh percaya kepadanya, sehingga ia sendiripun tambah percaya kepada dirinya.

Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membelanya itu Muhammad melihat Quraisy makin keras mengganggunya. Yang paling ringan diantaranya ialah ketika seorang pandir Quraisy mencegatnya di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepalanya. Tahukah orang apa yang dilakukan Muhammad? Ia pulang ke rumah dengan tanah yang masih diatas kepala. Fatimah puterinya lalu datang mencucikan tanah yang di kepala itu. Ia membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangis anaknya, lebihlebih anak perempuan.

Taif

Terasing seorang diri, ia pergi ke Taif, dengan tiada orang yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar bersorak-

sorai dan memakinya. Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun kepunyaan Utba dan Syaiba anak-anak Rabia. Ketika itu keluarga Rabia sedang memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya.

Mereka merasa iba dan kasihan melihat nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang beragama Nasrani bernama Addas, diutus kepadanya membawakan buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas buahbuahan itu Muhammad berkata: Bismillah! Lalu buah itu dimakannya. Addas memandangnya keheranan. Kemudian Nabi Saw menerangkan itu adalah ajaran islam. Saat itu Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan kaki Muhammad.

Peristiwa Nabi Saw ke Taif itu kemudian diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada kabilahkabilah Arab pada musim ziarah, itu ia memperkenalkan diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran. Muhammad Saw sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan ia mendatangi kabilah-kabilah dan rumah-rumah mereka. Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau mendengarkan.

Isra Miraj

Pada tahun yang sama, tahun ke sepuluh kerasulan Nabi saw, pada masa itulah Isra dan Miraj terjadi. Malam itu Muhammad sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani. Pada tengah malam yang sunyi dan hening, datanglah Malaikat Jibril menemui Nabi untuk berisra dari Masjidil Haram Mekah ke Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi Saw berisra dengan mengendarai seekor hewan ajaib, yaitu buraq. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Nabi Musa menerima wahyu dari Allah Swt. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Seterusnya mereka sampai ke Baitl-Maqdis. Do tempat ini Nabi Saw sudah ditunggu oleh nabi-nabi, antara lain Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi sulaiman sa, dan Nabi Isa as. Mereka bersembahyang bersama-sama dengan Rasulullah Saw sebagai imam. Setelah sambutan-sambutan oleh mereka dan diakhiri oleh Rasulullah Saw, kemudian dibawakan tangga yang disebut Sulam Jannah, yang dipancangkan diatas batu Yaqub.

Dengan tangga itu Muhammad naik ke langit bersama-sama dengan malaikat Jibril. Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan.

Pada langit kedua Muhammad Saw bertemu dengan Nabi Yahya as dan Nabi Isa as. Kemudian di langit ke tiga bertemu dengan Nabi Yusuf as. Di langit ke empat bertemu dengan Nabi Idris as. Dilangit ke lima bertemu dengan Nabi Harun as. Di langit ke enam Rasulullah Saw bertemu dengan Nabi Musa as. Di sini Nabi Musa as berpesan agar Nabi Saw singgah sebentar pada perjalanan pulang nanti. Kemudian Nabi Saw naik lagi ke langit ke tujuh. Di sini Rasulullah Saw berjumpa dengan Nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as menasehatkan agar umat Muhammad Saw banyakbanyak membaca Lahaula wala quata illaa billahilaliyiladziim sebagai tanaman surga.

Kemudian Rasulullah naik lagi bersama-sama malaikat Jibril ke Sidratul Muntaha. Selanjutnya malaikat Jibril mengajak Rasul Saw untuk menyaksikan surga dan juga neraka. Setelah itu Nabi Saw naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi tanpa malaikat Jibril. Jibril menyatakan bahwa ia tidak sanggup untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian sampailah Rasulullah Saw ke tingkat yang dinamakan Arasy. Beliau berjumpa dengan Allah Swt dan menerima perintah sholat sebanyak 50 kali setiap hari bagi umatnya.

Kemudian Muhammad Saw kembali turun dari langit, ia singgah di tempat Nabi Musa as sesuai pesan sebelumnya. Nabi Musa as menyarankan agar Rasulullah Saw meminta keringanan karena dianggapnya perintah itu terlalu berat bagi umat Rasul Saw. Demikianlah, Rasul Saw sampai berkali-kali menghadap Allah Swt untuk meminta keringanan atas usul Nabi Musa as, hingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali. Setelah selesai Miraj, Nabi Saw kembali ke bumi dengan tangga Sulam Jannah. Setelah itu beliau pulang ke Mekah dengan Buraq.

ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra, juga mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama menjadi pengikutnya.

Setelah Isra Miraj itu Rasulullah masih tetap tinggal di Mekah beberapa tahun, walaupun Quraisy tambah keras menentangnya. Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami kebenaran agama yang dibawanya itu.

Ikrar Aqaba Pertama

Sementara itu, ada dua kabilah di Yathrib, Aus dan Khazraj, yang saling bermusuhan. Di sana terdapat juga orang-orang Yahudi. Hubungan tetangga dan hubungan dagang Yahudi membuat Arab -Aus dan Khazraj -lebih banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Dengan demikian penduduk Yathrib ini relatif lebih mudah menerima dakwah Rasul Saw.

Pada waktu itu telah terjadi pertempuran sengit antara Aus dan Khazraj. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk yang telah mereka lakukan itu, karena sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya di Yathrib. Ketika itu musim ziarah tiba setelah isra miraj Nabi Saw, beberapa orang dari Yathrib pergi ke Mekah . Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, mereka menyambut dengan baik dan menyatakan diri masuk Islam. Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara mereka itu dari Banun-Najjar, keluarga Abdl-Muttalib dari pihak ibu Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini.

Tiba tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini bertemu dengan Nabi di Aqaba. Di tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian dikenal dengan nama) Ikrar Aqaba pertama. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa. Kemudian Muhammad Saw menugaskan kepada Mushab bin Umair supaya mengajarkan Islam serta seluk-beluk hukum agama. Setelah adanya ikrar ini Islam

makin tersebar di Yathrib. Mushab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan Muslimin Aus dan Khazraj.

Ikrar Aqaba Kedua

Pada musim haji tahun berikutnya mereka datang lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat. Tahun itu 622 M jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan dua wanita. Rasulullah Saw mengusulkan untuk mengadakan suatu ikrar, yang berupa ikrar pakta persekutuan. Mereka kemudian berjanji untuk bertemu di Aqaba pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq. Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Sesampai mereka di gunung Aqaba, mereka semua memanjati lereng-lereng gunung tersebut. Rasulullah Saw bersama pamannya Abbas b. Abdl-Muttalib yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan golongannya sendiri.

Inilah kata-kata Abbas yang pertama kali bicara. Saudara-saudara dari Khazraj! kata Abbas. Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan sajalah.

Kemudian giliran Rasulullah Saw : Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri. Di antara mereka adalah Al-Bara b. Marur, yang tertua di antara mereka. Ia segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya seraya berkata: Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami. Tetapi sebelum Al-Bara selesai bicara, Abul-Haitham ibnt-Tayyihan, seorang di antara mereka menyela: Rasulullah, kami dengan orang-orang itu yakni orangorang Yahudi terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada

tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami? Muhammad tersenyum, dan katanya: Tidak, saya sehidup semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang tuan-tuan ajak berdamai. Demikianlah, mereka lalu menyatakan ikrar kepadanya.

Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun. Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemukapemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing. Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali. Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu. Ketika Quraisy akhirnya mengetahui, bahwa berita itu memang benar. Tetapi mereka sudah pulang ke Yathrib.

Hijrahnya Muslimin ke Yathrib

Setelah ikrar Aqaba ke dua itu, dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka. Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya sudah diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak, berusaha mengembalikan yang masih dapat dikembalikan itu ke Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri; kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi ikut suami. Yang tidak menurut, isterinya yang masih dapat mereka kurung, dikurung. Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah jika mereka mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu. Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib. Sementara itu Muhammad Saw tetap tinggal.

Setelah banyak orang yang berhijrah, Quraisy mengadakan pertemuan di DarnNadwa membahas semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Mereka memutuskan, dari setiap kabilah akan diambil seorang pemuda yang dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya dapat dipencarkan antar-kabilah. Dengan demikian Banu Abd Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka

menyetujui pendapat ini dan merasa cukup puas. Mereka mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka.

You might also like