You are on page 1of 26

STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Organisasi

Kelompok 3 Disusun oleh: Garnis Yuniar Ai Rosmiati Febi Alvianti Putri Metiara C B Lastiar Veronika Kelas: VI A 130103100007 130103100009 130103100035 130103100038 130103100041

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012

STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN

4 Strategi Pokok Dalam Pembangunan Kesehatan Setelah menentukan visi pembangunan kesehatan yang ditunjang oleh misi pembangunan kesehatan, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan juga suatu strategi khusus dalam mencapai tujuan tersebut.

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang sangat fundamental. Pembangunan kesehatan juga sekaligus sebagai investasi pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan bagiandari pembangunan nasional. Dalam kaitan ini pembangunan nasional perlu berwawasan kesehatan. Diharapkan setiap program pembangunan nasionalyang terkait dengan pembangunan kesehatan, dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tercapainya nilai-nilai dasar pembangunan kesehatan. Untuk terselenggaranya pembangunan nasional berwawasan kesehatan, perlu dilaksanakan kegiatan advokasi, sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan, sehingga semua pelaku pembangunan nasional (stakeholders ) memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan penjabaran lebih lanjut dari pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar dapat dilaksanakandan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang dihasilkan. Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, pengembangan hukum dimasa mendatang menjadi sangat penting,

untukmenjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.

Secara makro setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat tersebut. Secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Didalam kerangka strategi ini perlu dilakukan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye, dan advokasi serta pelatihan sehingga semua sektor pembangunan berwawasan kesehatan.

2.

Profesionalisme Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Secara terus menerus ditingkatkan profesionalisme para petugas kesehatan serta profesionalisme di bidang manajemen pelayanan kesehatan. Didalam kerangka profesionalisme di bidang kesehatan, dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta peningkatan kualitas lainnya.

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) A. Pengertian JPKM merupakan model jaminan kesehatan pra-bayar yang mutunya terjaga dan biayanya terkendali, JPKM dikelola oleh suatu badan penyelenggara (bapel) dengan menerapkan jaga mutu dan kendali biaya. Masyarakat yang ingin menjadi peserta/anggota mendaftarkan diri dalam kelompok-kelompok ke bapel dengan membayar iuran di muka. Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak, yang memenuhi kebutuhan utama kesehatannya dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau. Pemberi pelayanan kesehatan (PPK) adalah bagian dari jaringan pelayanan kesehatan yang dikontrak dan dibayar praupaya di muka oleh bapel, sehingga terdorong untuk memberikan pelayanan paripurna yang
2

terjaga mutu dan terkendali biayanya. Jaringan pelayanan berjenjang terdiri atas : 1. Pemberi pelayanan tingkat pertama (PPK-1) dapat berupa dokter umum atau dokter keluarga, dokter gigi, bidan praktek, puskesmas, balkesmas, maupun klinik yang dikontrak oleh bapel JPKM yang bersangkutan. Selanjutnya bila diperlukan akan dirujuk ke tingkat sekunder. 2. Sekunder (PPK-2), yakni praktek dokter spesialis, kemudian dapat dilanjutkan ke tingkat tertier. 3. Tertier (PPK-3) yaitu pelayanan spesialistik di rumah sakit untuk pemeriksaan atau rawat inap. Masyarakat memerlukan jaminan pemeliharaan kesehatan yang dibiayai dengan iuran bersama, karena : 1. Biaya pemeliharaan kesehatan cenderung makin mahal seiring dengan perkembangan iptek dan pola penyakit degeneratif akibat penduduk yang menua. 2. Pemeliharaan kesehatan memerlukan dana yang berkesinambungan. 3. Tidak setiap orang mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, Sakit dan musibah dapat datang secara tiba-tiba. 4. Pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan secara sendirisendiri cenderung lebih mahal dan tidak menjamin terpeliharanya kesehatan karena bersifat kuratif semata. 5. Beban biaya perorangan dalam pemeliharaan kesehatan menjadi lebih ringan bila ditanggung bersama. Dana dari iuran bersama yang terkumpul pada JPKM dapat menjamin pemeliharaan kesehatan peserta. Para pelaku jaminan kesehatan prabayar yang berdasarkan JPKM : 1. Peserta Peserta yang mendaftarkan diri dalam satuan keluarga, kelompok atau unit organisasi, dengan membayar kepada bapel sejumlah iuran tertentu secara teratur untuk membiayai pemeliharaan kesehatannya.

2. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PPK merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan terorganisir untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang secara efektif dan efisien. 3. Badan Penyelenggara JPKM (Bapel JPKM) Bapel JPKM sebagai badan hukum yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan manajemen, JPKM secara manajemen profesional menerapkan keuangan trias dan

meliputi

kepesertaan,

pemeliharaan kesehatan. 4. Pemerintah Pemerintah sebagai (badan), pembina yang melaksanakan, fungsi untuk mengembangkan, membina dan mendorong penyelenggaraan JPKM. Di antara ke empat pelaku tersebut terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan berlaku penerapan jurus-jurus kendali biaya, kendali mutu pelayanan dan pemenuhan kebutuhan medis para peserta : dalam bentuk pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang.

B. Manfaat JPKM 1. Manfaat bagi Masyarakat : a. Masyarakat memperoleh pelayanan paripurna ( preventive,

Promotive, Kuratif, rehabilitatif ) dan bermutu.


4

b. Masyarakat mengeluarkan biaya yang ringan untuk kesehatan, karena azas usaha bersama dan kekeluargaan. JPKM memungkinkan terjadinya subsidi silang, dimana yang sehat membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua/balita dan yang kaya membantu yang miskin. c. Masyarakat terlindung/terjamin dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan utamanya. d. Terjaminnya pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Manfaat bagi PPK : a. PPK dapat merencanakan pelayanan kesehatan yang lebih efisien dan efektif bagi peserta karena ditunjang sistem pembayaran dimuka (praupaya). b. PPK akan memperoleh balas jasa yang makin besar dengan makin terpeliharanya kesehatan peserta (konsumen). c. PPK dapat lebih meningkatkan prefesionalisme, kepuasan kerja dan mutu pelayanan. d. Sarana pelayanan tingkat primer, sekunder dan tertier, yang selama ini menerapkan tarif wajar akan mendapat pasokan dana lebih banyak apabila masyarakat telah ber JPKM dari tarif yang diberlakukan dalam JPKM. e. Sarana Pelayanan (terutama pada tingkat ke tiga) yang selama ini sudah mahal memang akan mengalami penurunan pasokan dana dari jasa pelayanan karena efisiensi dalam JPKM.

3. Manfaat bagi dunia usaha : a. Pemeliharaan kesehatan karyawan dapat terlaksana secara lebih efisien dan efektif b. Biaya pelayanan kesehatan dapat direncanakan secara tepat. c. Pembiayaan untuk pelayanan menjadi lebih efisien karena

penerangan system pembayaran pra-upaya bagi jasa pelayanan

kesehatan , dibandingkan dengan sistem klaim , ganti rugi atau Fee For service ( balas jasa pasca pelayanan ). d. Terjaminnya kesehatan karyawan yang pada gilirannya mendorong peningkatan produktivitas. e. Merupakan komoditi baru yang menjanjikan bagi dunia usaha yang akan menjadi Bapel.

4. Manfaat bagi Pemerintah/Pemda : a. Pemda memperoleh masyarakat yang sehat dan produktif dengan biaya yang berasal dari masyarakat sendiri. b. Subsidi pemerintah dapat dialokasikan kepada yang lebih

memerlukan , utamanya bagi masyarakat miskin, Pembayaran praupaya dalam JPKM memakai perhitungan non subsidi, sehingga pemda dapat menyesuaikan tarif bagi masyarakat mampu. c. Pengeluaran pemda untuk membiayai bidang kesehatan dapat lebih efisien.

C. Tujuan JPKM JPKM bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui : 1. Jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kebutuhan utama peserta yang berkesinambungan. 2. Pelayanan kesehatan paripurna yang lebih bermutu dengan biaya yang hemat dan terkendali 3. Pengembangan kemandirian masyarakat dalam membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukannya. 4. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat.

D. Sasaran JPKM 1. Karyawan perusahaan atau dunia usaha. 2. Seluruh anggota keluarga atau masyarakat. 3. Pelajar dan mahasiswa.

4. Organisasi sosial dan kemasyarakatan.

E. Cara menjadi peserta JPKM 1. Untuk menjadi peserta JPKM, sebaiknya dilakukan secara berkelompok untuk membangun solidaritas dan memudahkan administrasi dengan daya tawar yang tinggi. 2. Anggota suatu organisasi (perusahaan, sekolah/perguruan tinggi, kelompok pedagang, organisasi kemasyarakatan,organisasi kepemudaan, dll) dapat menjadi peserta secara berkelompok dengan menghubungi Bapel JPKM terdekat. 3. Calon peserta wajib mengisi formulir isian dengan jujur dan jelas. 4. Anggota JPKM membayar sejumlah iuran yang besarnya disepakati bersama atau disepakati antara Bapel dan Calon peserta melalui kelompoknya. 5. Setiap peserta JPKM akan mendapatkan kartu identitas JPKM yang akan berlaku selama masa yang disepakati. 6. Dengan menunjukkan kartu identitas JPKM tersebut, peserta dapat memeriksakan diri dan mendapat perawatan (jika dianggap perlu) sesuai dengan ketentuan di tempat-tempat Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah dikontrak oleh Bapel JPKM. 7. Setiap anggota JPKM harus dapat mengerti dan memahami hak dan kewajibannya sebagai peserta JPKM.

F. Hak dan Kewajiban peserta JPKM 1. Hak Peserta : a. Memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan paripurna yang berjenjang sesuai dengan kebutuhannya yang tertuang dalam paket pemeliharaan kesehatan dalam kontraknya dengan Bapel. b. Mendapat kartu peserta JPKM sebagai tanda identitas untuk memperoleh pelayanan di sarana kesehatan yang ditunjuk.

c. Mengajukan keluhan dan memperoleh penyelesaian atas keluhan tersebut. d. Memberikan masukan atau pendapat untuk perbaikan

penyelenggaraan JPKM.

2. Kewajiban Peserta : a. Membayar iuran dimuka secara teratur kepada Bapel JPKM. b. Mentaati segala ketentuan dan kesepakatan. c. Menandatangani kontrak.

G. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam JPKM adalah sarana kesehatan yang dikontrak oleh Badan Penyelenggara JPKM untuk melaksanakan pemeliharaan kesehatan peserta secara efektif dan efesien berdasarkan paket pemeliharaan kesehatan yang disepakati bersama. Sarana Pemberi Pelayanan Kesehatan tersebut dapat berupa : 1. Praktek dokter dan dokter gigi 2. Klinik yang melakukan praktek dokter bersama, baik umum maupun spesialis. 3. Bidan praktek. 4. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu. 5. Balkesmas. 6. Praktek dokter spesialis. 7. Rumah Sakit Umum Pemerintah. 8. Rumah Sakit Swasta. 9. Rumah bersalin, dll. PPK berhak mendapatkan pembayaran praupaya dari Bapel JPKM, PPK berwajiban memberikan jasa pelayanan kepada peserta JPKM sesuai ketentuan. Peraturan mengenai pemberi pelayanan kesehatan tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan R I No.571/Menkes/Per/VII/1993, tentang

penyelenggaraan program JPKM. Pengaturan tersebut meliputi hal-hal berikut : 1. PPK dilarang menarik pembayaran dari peserta sepanjang pelayanan yang diberikan sesuai dengan paket yang disepakati bersama (pasal 27). 2. PPK tidak boleh menolak peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan (pasal 28). 3. PPK dilarang menghentikan perawatan dalam suatu proses karena alasan administratif ( pasal 29 ). 4. Peserta tidak perlu membayar sepanjang pelayanan sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam kontrak. Untuk memperoleh pelayanan pada sarana kesehatan, peserta JPKM hanya perlu menunjukkan identitas kepesertaan JPKM yang masih berlaku, Pemberian Pelayanan Kesehatan ( PPK ) memeriksa dan menetapkan jenis pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan medis peserta. Kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh PPK adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan selesai karena peserta hanya membutuhkan konsultasi. 2. PPK memberikan pengobatan kepada peserta JPKM. 3. PPK memberikan rujukan ke rumah sakit, konsultasi dengan dokter spesialis atau jika diperlukan rawat inap di rumah sakit. 4. PPK meminta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen, dan lain-lain yang dianggap perlu.

H. Badan Penyelenggara (Bapel JPKM) Badan Penyelenggara (BapelJPKM) adalah suatu badan hukum yang telah diberi izin operasional dari Menteri Kesehatan RI untuk menyelenggarakan pengelolaan JPKM Bapel JPKM dapat berbentuk koperasi, yayasan, perseroan terbatas, BUMN, BUMD, atau bentuk usaha lainnya yang memiliki izin usaha dibidang JPKM.

I. Tugas dari Bapel JPKM adalah : 1. Manajemen pemeliharaan kesehatan yang paripurna, terstruktur, bermutu dan berkesinambungan. 2. Manajemen keuangan secara cermat. 3. Manajemen Kepesertaan. 4. Sistem Informasi Manajemen. Bapel JPKM berhak atas imbalan jasa penyelenggaraan JPKM. Bapel JPKM wajib menyelenggarakan JPKM sesuai ketentuan yang berlaku sesuai dengan izin operasional yang diberikan. Data pemanfaatan pelayanan diperiksa oleh Bapel dengan telaah utilisasi (utilization review) untuk dapat melakukan pengendalian mutu atau pengendalian pembiayaan, sekaligus untuk melihat apakah pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur dan kontrak.

J. Badan Pembina JPKM (BAPIM JPKM) Badan Pembina JPKM (BAPIM JPKM) adalah badan pemerintah yang melaksanakan fungsi pemerintah yang melaksanakan, seperti diatur dalam pasal 66 ayat 1 UU No . 23/1992 tentang kesehatan, yakni mengembangkan, membina serta mendorong penyelenggaraan JPKM. Anggota badan pembina terdiri dari wakil-wakil pemerintah umum dan jajaran kesehatan serta pihakpihak terkait. Bapim berkewajiban membina, mengembangkan serta mendorong (termasuk mengawasi) penyelenggaraan JPKM. Bapim berhak memperoleh semua data dan informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan JPKM diwilayah kerjanya. Bapim JPKM diharapkan aktif menjalin hubungan dengan Bapel JPKM, peserta dan PPK, untuk kemudian memberikan masukan kepada penentu kebijakan berdasarkan hasil pemantau, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan JPKM.

10

Sebagai suatu jaminan kesehatan yang efektif dan efisien, JPKM mengandung beberapa jurus yang harus diterapkan untuk memenuhi kebutuhan utama kesehatan peserta secara paripurna dengan mutu yang terjamin dan biaya yang terkendali 7 jurus dalam pelaksanaan JPKM yang menjamin efesiensi, efektivitas dan pemerataan pemeliharaan kesehatan dalam JPKM meliputi : 1. Pembayaran iuran dimuka ke Badan Penyelenggara Peserta JPKM membayar sejumlah iuran di muka secara teratur kepada Bapel, sehingga Bapel dapat mengetahui jumlah dana yang harus dikelolanya secara efisien untuk pemeliharaan kesehatan peserta. 2. Pembayaran sejumlah dana dimuka oleh Bapel kepada PPK Sehingga PPK tahu batas anggaran yang harus digunakan untuk merencanakan pemeliharaan kesehatan peserta secara efisien dan efektif. Dapat digunakan beberapa cara seperti kapitasi, sistem anggaran. 3. Pemeliharaan kesehatan paripurna kesehatan, mencakup upaya

promotif/peningkatan

preventif/pencegahan,

kuratif/pengobatan serta rehabilitatif/pemulihan kesehatan. 4. Ikatan Kerja Hubungan antara Bapel dan PPK dan antar Bapel dengan peserta diatur dengan ikatan kerja yang menata secara rinci dan jelas hak dan kewajiban masing-masing. 5. Jaga mutu pelayanan kesehatan Jaga mutu dilaksanakan oleh Bapel agar pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai kebutuhan dan standar profesi serta kaidah pengobatan rasional. 6. Pemantauan pemanfaatan pelayanan Pemantauan ini perlu dilakukan untuk dapat melakukan penyesuaian kebutuhan medis peserta, mengetahui perkembangan epidemologi penyakit peserta dan pengendalian penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta.

11

7. Penanganan keluhan dilaksanakan oleh Bapel dengan tujuan menjamin mutu dan stabilitas dalam menjalankan kegiatan JPKM.

K. JPKM Suatu Strategi Kecenderungan dimasa depan, yang mana pembiayaan kesehatan semakin meningkat, JPKM merupakan salah satu pilihan karena saling

menguntungkan bagi semua pelaku JPKM. Adanya perubahan kebijakan pembiayaan kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004 dan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional yang sedang dalam proses, akan mengokohkan keberadaan JPKM sebagai salah satu embrio pembiayaan kesehatan. Walaupun mungkin nantinya akan ada perubahan nama atau berbagai aturan main, namun JPKM telah terbukti mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa JPKM merupakan satu strategi yang mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan karena : 1. Tidak bertentangan dengan agama 2. Sistemnya managed care. 3. Pelayanan komprehensif dengan mengutamakan pencegahan dan peningkatan tanpa melupakan pengobatan dan pemulihan. 4. Mengurangi bahaya moral dari semua pelaku JPKM. 5. Sesuai dengan budaya gotong royong masyarakat 6. Keuntungan bagi seluruh pelaku JPKM, dengan hubungan harmonis diantara para pelaku JPKM. 7. Dukungan kuat dari Pemerintah; merupakan salah satu strategi Indonesia 8. Sehat 2010, Bagian dari salah satu subsistem Sistem Kesehatan Nasional 9. (SKN) yaitu pembiayaan kesehatan dan akan menjadi bagian dari syarat terjadi

UndangUndang Jaminan Sosial Nasional walaupun mungkin dalam bentuk yang lain.

12

10. Cikal bakal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 11. Strategi ini akan berhasil apabila dilaksanakan dengan sistem asuransi kelompok karena akan memudahkan peningkatan jumlah kepesertaan sehingga sesuai dengan hukum jumlah besar serta adanya komitmen dan tanggung jawab serta hubungan harmonis seluruh pelaku Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

L. Landasan Hukum Penyelenggara JPKM Pasal 1 No. 15 dan pasal 66 dari UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah diatur lebih lanjut dalam serangkaian Keputusan Menteri Kesehatan, sebagai berikut : a. Permenkes no. 571/1993 tentang penyelenggara program JPKM b. Permenkes no. 527/1993 tentang paket pemeliharaan kesehatan c. SK Menkes no. 595/1993 tentang standard pelayanan medis d. SK Menkes no. 378/1995 tentang penunjukan Ditjen Binkesmas sebagai penanggung jawab pengembangan JPKM. e. Permenkes no. 568/1996 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan no. 571/1993 f. SK Menkes no. 56/1996 tentang pengembangan dokter keluarga dalam penyelenggaraan program JPKM. g. SK Menkes no. 172/1999 tentang Badan Pembina JPKM.

M. Jurus-Jurus Dalam Penyelenggaraan JPKM Sebagai suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan, JPKM mempunyai beberapa jurus yang dapat menjamin pemeliharaan kesehatan paripurna dengan mutu yang terjaga dais biaya. yang terkendali, sekaligus dapat menjamin terjadinya pemerataan pemeliharaan kesehatan. Jurus-jurus itu perlu diterapkan oleh semua Badan Penyelenggara JPKM secara menyeluruh dais terpadu, tidak secara terpisah-pisah. Sedikitnya ada 7 jurus dalam pelaksanaan Kontrak ini dengan rinci dan jelas mengatur hak clan kmajiban masing-masing pihak sehingga pelaksanaan upaya pemelihataan

13

kesehatan dapat berjalan dengan mutu yang disepakati dan sesuai peraturan perundang-undangan. a. Adanya jurus pengendalian mute yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara agar dapat menjamin bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan benar-benar diperlukan clan bermutu sesuai standar yang telah disepakati. b. Adanya pemantauan pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk

menyesuaikannya dengan kebutuhan medis peserta clan mengendalikan penggunaan pelayanan yang berlebihan dan pemborosan yang tidak perlu. c. Adanya penanganan keluhan peserta maupun PPK. Kefdakpuasan clan keluhan para. peserta ataupun PPK harus dapat disalurkan lewat suatu mekanisme "Penanganan Keluhan" yang tetap, hingga dapat menjamin stabiftas dalam menjalankan kegiatan JPKM. d. Pembayaran PPK oleh Bapel dilakukan dengan pembayaran pra-upaya (prepaid), dalam hal ini dengan kapitasi atau sistim anggaran. Cara pembayaran di muka ini akan memacu para PPK untuk merencanakan pelayanan kesehatan yang paling efektif clan efisien serta berorientasi lebih banyak kepada tindakan promotif clan preventif. Kapitasi dihitung berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar pada masing-masing PPK (tidak atas dasar jumlah kunjungan) clan dibayar di muka, langsung kepada PPK. e. Mekanisme Bagi Hasil(Risk Profit Sharing). Pembayaran kapitasi biasanya disertai dengan kesepakatan bagi hasil untuk menanggung risiko (kerugian) dan keuntungan secara bersama, dalam hal mana para peserta juga diikutkan. Sistem bagi hasil ini akan dapat memberikan dorongan kepada semua fihak yang berperan untuk berperilaku wajar (tidak berkelebihan dan tidak kurang) dalam menggunakan sarana pemeliharaan kesehatan, sehingga dapat mengendalikan biaya kesehatan. f. Adanya mekanisme Pemeliharaan Kesehalan Paripurna yang berbentuk. suatu "Paket Pemeliharaan Kesehatan Dasar" yang disusun sesuai dengan

14

kebutuhan medis, tidak lebih-tidak, kurang dan wajib diselenggarakan oleh semua PPK. Mekanisme ini bersama mekanisme lainnya menjamin pemerataan pemeliharaan kesehatan peserta. Dengan adanya jurus paket pemeliharaan kesehatan dasar, dapat diwujudkan subsidi silang sebagai perwujudan azas "usaha bersama dan kekeluargaan". Subsidi-silang antar peserta dalam satu Bapel JPKM dapat terlaksana antara yang ekonomis lebih mampu membantu yang kurang mampu, yang sehat mensubsidi yang sakit, yang muda mensubsidi yang tua. Subsidi silang dan alih teknologi antar berbagai Bapel JPKM dapat, didorong dan dikembangkan melalui mekanisme Badan Pembina, baik di satu wilayah maupun antar wilayah atau secara nasional, sehingga menunjang pemerataan upaya kesehatan.

N. Pokok-Pokok Kegiatan Dalam Penyelenggaraan JPKM Pokok-pokok kegiatan dalam penyelenggaraan JPKM. Mencakup : 1. Pengembangan Organisasi Badan Penyelenggara Berdasarkan JPKM harus dilaksanakan UU No. 23 tahun 1992 menggariskan bahwa penyelenggaraan upaya pemeliharaan kesehatan oleh suatu badan hukum agar dengan demikian kepentingan dari semua pihak terlindungi, yaitu peserta, PPK dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara dapat merupakan badan swasta (asuransi atau nonasuransi), BUMNTBUMD atau Koperasi. Fungsi-fungsi utama dari Badan Penyelenggara adalah : a. Fungsi pengelolaan kepesertaan b. Fungsi penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan c. Fungsi pengelolaan keuangan d. Fungsi pengelolaan sistem informasi manajemen Keempat fungsi tersebut harus dilakukan secara terpadu (tidak secara terpisah) dan memerlukan satu tingkat profesionalisme yang

15

memadai

untuk

mengelolanya. harus memenuhi

Oleh

karena

itu

setiap

badan sebelum

penyelenggara

persyaratan

tertentu

memperoleh izin operasional, agar benar-benar memiliki kemampuan melaksanakan sebagian tugas (pemeliharaan kesehatan) Pemerintah yang dilimpahkan kepadanya. Persyaratan yang harus dipenuhi badan penyelenggara itu adalah : a. Badan Penyelenggara harus berbentuk badan hukum b. Telah menyelenggarakan studi kelayakan dengan hasil layak c. Memiliki rencana usaha JPKM yang meliputi : Rencana pemasaran Rencana pemeliharaan kesehatan Rencana keuangan Rencana operasional, yang terdiri atas : organisasi, tatalaksana, tenaga dan perlengkapan serta anggaran d. Memiliki modal dalam bentuk setoran, yang jumlahnya paling sedikit sama dengan anggaran operasional 3 bulan penyelenggaraan JPKM (termasuk iuran bulan pertama), atau mendapat jaminan dari Pemerintah atau organisasi yang dinilai mampu. e. Memiliki dana cadangan sebanyak 25% dari anggaran pelayanan kesehatan setahun, yang berbentuk deposito dalam Bank Pemerintah atas nama Menteri Kesehatan.

2. Pengembangan Kepesertaan Pengembangan kepesertaan dimaksudkan sebagai kegiatan untuk terus meningkatkan jumlah dan mempertahankan keikut-sertaan para peserta dalam penyelenggaraan JPKM tersebut. Peserta JPKM adalah mereka yang telah menyatakan kesediaannya untuk memakai jasa pemeliharaan kesehatan yang dikelola Bapel JPKM dengan mendaftarkan diri dan membayar iuran, dan karena itu mempunyai hak untuk memperoleh pemeliharaan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam

16

ikatan kontrak. Kepesertaan JPKM bersifat aktif, dalam dan bahwa masyarakat melaksanakan kewajibannya untuk ikut serta memelihara kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya seperti dinyatakan dalam pasal 5 UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dan memilih secara aktif salah satu badan penyelenggara yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Pada prinsipnya tidak boleh ada diskriminasi dalam kepesertaan JPKM, namun masyarakat sebaiknya menjadi peserta secara berkelompok. Hal ini mencerminkan jiwa kegotongroyongan dalam upaya menjaga dan memelihara kesehatan. Dengan, demikian juga dapat dihindari terjadinya "adverse selection" dalam kepesertaan, sehingga bukan yang sakit-sakitan atau yang mempunyai risiko tinggi terhadap kesehatan saja yang akan menjadi peserta. Kepesertaan secara berkelompok juga akan mengurangi kecenderungan dari penyelenggara untuk hanya memilih peserta dengan risiko rendah.

3. Pengembangan Pemeliharaan Kesehatan Pemeliharaan kesehatan diselenggarakan melalui suatu paket

pemeliharaan kesehatan-yang merupakan rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesehatan, menvegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan secara berkesinambungan. Paket tersebut terdiri dari : a. Paket pemeliharaan kesehatan dasar, yang wajib diselenggarakan oleh Bapel dan terdiri atas beberapa jenis pelayanan kesehatan sesuai dengan perkiraan tentang jenis, frekuensi, dan intensitas pelayanan kesehatan yang diperlukan setiap peserta dalam kurun waktu tertentu. b. Paket pemeliharaan kesehatan tambahan, yang hanya dapat diselenggarakan bagi peserta yang telah mengikuti paket

pemeliharaan kesehatan dasar dan disusun berdasarkan suatu kesepakatan antara peserta dan Badan Penyelenggara. Dalam peraturan Menteri Kesehatan ditetapkan pedoman penyusunan paket

17

pemeliharaan kesehatan dasar yang antara lain terdiri dari pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan penunjang dan pelayanan gawat darurat. Paket permeliharaan kesehatan dasar inidapat diuraikan sebagai berikut : a. Pelayanan rawat jalan Pencegahan, termasuk imunisasi (DPT, TT, Polio, Campak, dll), penanggulangan hipertensi, diabetes, defisiensi

vitamin, dsbnya serta deteksi dini. Pelayanan KB, tennasuk pil oral, susuk, IUD vasectomy dan tubal ligation. Pelayanan kesehatan ibu dan anak: pemeriksaan prenatal, balita dan postnatal. Penyuluhan kesehatan. Pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis, termasuk gigi. Pelayanan pemulihan

b. Pelayanan rawat inap Perawatan di rumah sakit sesuai kebutuhan medis dan paket pemeliharaan kesehatan yang disepakati. Pertolongan persalinan normal dan patologis Tindakan pembedahan sesuai kebutuhan medis dan paket pemeliharaan kesehatan yang telah disepakati. c. Pelayanan penunjang Radiodiagnostik dan%atau USG Pemeriksaan laboratorium klinik

d. Pelayanan Gawat Darurat Mencakup segala tindakan penanggulangan kegawat-daruratan medik.

4. Pengembangan Pengelolaan Keuangan

5. Pengembangan Sistim Informasi Manajemen

18

Bapel JPKM merupakan suatu organisasi yang bertanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan sejumlah orang yang menjadi pesertanya. Agar usaha itu berjalan lancar, maka Bapel harus memperhatikan kepentingan para pelaku yang terkait, dan memadukan sistem pemeliharaan kesehatan dengan sistem pembiayaan kesehatan. Agar dapat mengendalikan hal-hal termaksud, Bapel memerlukan informasi yang tepat, benar, cepat dan tepat waktu. Mengingat informasi itu banyak macamnya, maka perlu disusun suatu Sistem Informasi Manajemen. Sistem Informasi Manajemen JPKM adalah suatu tatanan yang berfnngsi mengumpulkan dan mengolah data, mengkaji dan menyajikan informasi guna pengelolaan JPKM. Data dan informasi yang terkumpul harus dapat menunjang penyelenggaraan fungsifungsi utama JPKM, yaitu fungsi pengelolaan kepesertaan, pengelolaan pemeliharaan kesehatan, pengelolaan dana dan pengelolaan penyelenggaraan JPKM pada umumnya.

O. Dampak JPKM Bagi Pembangunan Kesehatan Melalui berbagai mekanisme operasional yang sekaligus merupakan jurus jurus JPKM sebagaimana disebutkan di atas, diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan yang menjadi tujuan setiap bentuk pemeliharaan kesehatan berdasarkan JPKM, bukannya untuk menghimpun dana masyarakat sematamata. Beberapa dampak JPKM terhadap Pembangunan Kesehatan yang dapat diharapkan antara lain adalah : a. Dapat diperolehnya pemeliharaan kesehatan paripuma melalui satu upaya perlindungan kesehatan dalam bentuk Paket Pemeliharaan Kesehatan Dasar paripuma, berkesinambungan dan bermutu yang disusun sesuai dengan kebutuhan peserta. b. Dapat ditingkatkannya efektifitas dan efisiensi pelayanan kesehatan antara lain melalui peningkatan efisiensi dalam : Produksi pelayanan kesehatan

19

Konsumsi pelayanan kesehatan Alokasi sumberdaya kesehatan

c. Dapat ditekannya biaya pemeliharaan kesehatan dan karenanya mampu meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan d. Meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan yang berarti

meningkatnya jumlah orang sehat. e. Meningkatnya peranserta swasta dalam penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan. f. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam membiayai pemeliharaan kesehatan sendiri, sejalan dengan meningkatnya kemampuan

ekonomi/daya beli sebagai darnpak keberhasilan pembangunan nasional.

4. Desentralisasi A. Definisi Desentralisasi dalam arti umum didefinisikan sebagai pemindahan

kewenangan, atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintahan, manajemen dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah (Rondinelli, 1981). Secara lebih umum desentralisasi didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, kekuasaan, perencanaan pemerintahan, dan pengambilan keputusan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah (Mills, dkk, 1989).

Desentralisasi yang intinya adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai untuk pengelolaan pembangunan pada masa mendatang. Untuk terselenggaranya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah, pengembangan sumber

20

daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tanaga dan kegiatan kegiatan lain yang mendudkung terselenggaranya startegi desentralisasi.

Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan termasuk yang terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusia. Perlu dilakukan analisis dan penentuan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah bidang kesehatan, penentuan kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilakukan oleh daerah, pengembangan sumber daya manusia, dari pelatihan, berbagai penempatan sumber kembali tenaga

kesehatan. (dirangkum kesehatan)

referensi

pembangunan

Dalam bidang kesehatan, desentralisasi kesehatan berarti memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk memanajemen usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut. Sejatinya masalah kesehatan bukan mutlak urusan pusat, namun merupakan urusan bersama pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sistem desentralistik akan memperpendek rantai birokrasi. Selain itu, sistem desentralistik juga memberi kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat (community involvement) menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengeksplorasi kebutuhan dan potensi lokal..

21

Implikasi

desentralisasi

pembangunan

kesehatana

adanya

kebijakan

desentralisasi dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut: 1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat. 2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan, 3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap, 4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan, 5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.

Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen dari aparatur pemerintah.

Fakta yang terjadi di lapangan Data APBN 2008 menunjukkan, ternyata 65

22

persen dari total anggaran berputar di daerah, 35 persen di antaranya transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus. Sebanyak 30 persen lainnya adalah kegiatan pemerintah pusat yang dilakukan di daerah. Dengan hanya 35 persen APBN bagi belanja pemerintah pusat untuk keperluannya sendiri, keberhasilan aktivitas pembangunan dari perputaran 65 persen APBN di daerah menjadi sangat menentukan.

Menurut Tagela (2001), beberapa kendala umum yang dihadapi daerah (Kabupaten/Kota) dalam melaksanakan desentralisasi adalah terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana, manajemen, sumber daya alam, pendapatan asli daerah, dan mental aparatur yang sudah terbiasa dengan mengikuti petunjuk atasan. Disamping itu, kesulitan dalam merubah cara pandang masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari subjek pembangunan, tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan yang menunggu pelayanan.

Pihak DPRD diharapkan dapat menghasilkan peraturan daerah yang memberi iklim kondusif terhadap pembangunan kesehatan di daerah. Kebiasaan egosektoral yang selama ini terjadi juga merupakan kendala dalam pelaksanaan desentralisasi kesehatan, karena pembangunan kesehatan hanya dapat berhasil jika terdapat kerjasama lintas sektor yang baik. Nasib pelaksanaan desentralisasi kesehatan di masa yang akan datang. Desentralisasi kesehatan di Indonesia saat ini dijalankan dengan tidak ideal. Walaupun beberapa peraturan hukum tentang desentralisasi telah diterbitkan oleh pemerintah pusat namun departemen kesehatan masih terlihat ingin sentralisasi. Di sisi lain pemerintah daerah terpaksa harus desentralisasi karena harus mengikuti peraturan hukum. Akibatnya terjadi pelaksanaan kebijakan yang parsial. Dalam konteks pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan di Indonesia, terdapat ketidakjelasan antara keinginan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi dengan total.

23

Dalam analisis stakeholder ada berbagai pihak yang kuat mendukung desentralisasi antara lain DPR, DPD, Departemen Dalam Negeri, dan sebagian pemerintah daerah. Oleh karena itu, probabilitas amandemen UU 32/2004 kecil.

Kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk melaksanakan desentralisasi yang ideal mungkin terjadi. Dalam hal ini harus tercipta keinginan yang besar antara pemerintah pusat dan daerah untuk merealisasi desentralisasi secara total. Pengalaman di berbagai Negara menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara pusat dan daerah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan desentralisasi. UU 32/2004 telah menjelaskan bagaimana sejatinya sebuah reformasi dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan, masih terdapat ketidaksamaan visi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pelaksanaan desentralisasi kesehatan yang ideal sebagai usaha untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 harus segera direalisasikan mengingat proses pembuatan undang-undangnya yang telah memakan waktu lama. Untuk itu perlu adanya sinergi antara komitmen pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi kesehatan secara utuh dengan akselerasi sumber daya pemerintah daerah untuk memperjuangkan desentralisasi kesehatan dan sekaligus bertanggungjawab terhadap terjaminnya kualitas pelaksanaan program-program kesehatan di daerah.

24

DAFTAR PUSTAKA

http://dr-suparyanto.blogspot.com/paradigma-sehat-menuju-indonesia-sehat.html http://id.wikipedia.org/wiki/desentralisasi.html http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2010/06/promosi-kesehatan-dan-paradigmasehat.html http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/paradigma-sehat/ http://ophey.blogspot.com/2008/09/nasib-pelaksanaan-desentralisasi-bidang.html http://www.investor.co.id/home/menkes-desentralisasi-bisa-hambat-pelayanankesehatan/4798 http://www.mail-archive.com/dokter@itb.ac.id/msg00008.html http://www.simpuldemokrasi.com/artikel-opini/2281-desentralisasi-kesehatandan-problematikanya.html

You might also like