You are on page 1of 5

Nama : Nugroho Wiratama

Tugas : Hadist 49 Tambahan An- Nawawi



HADITS KEEMPAT PULUH SEMBILAN


Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau bersabda, "Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal,
niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, seperti Allah memberikan rezeki
kepada seekor burung. Ia pergi (dari sarangnya) di pagi hari dalam keadaan perut yang
kosong (lapar), dan kembali (ke sarangnya) di sore hari dalam keadaan perut yang penuh
(kenyang)". Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban dalam Shahih-nya, dan Al-Hakim. Dan At-Tirmidzi berkata, "Hasan Shahih".117

PENJELASAN HADITS
1- Hadits ini merupakan pokok dalam masalah tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan tetap melakukan sebab-sebab yang disyariatkan. Dan melakukan sebab-sebab
tersebut tidak bertentangan dengan tawakal itu sendiri. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam adalah bapak orang-orang yang bertawakal, beliau pernah memasuki kota
Mekkah pada tahun penaklukan kota tersebut (tahun ke delapan hijriyah), dan di kepala
beliau terdapat helm besi (yang digunakan untuk berperang). Beliau pun telah menjelaskan
tentang penggabungan tawakal dengan melakukan sebab dalam sebuah hadits dalam
Shahih Muslim (2664):

Bersemangatlah terhadap apa-apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah
pertolongan kepada Allah
Dan hadits Umar radhiallahu 'anhu ini pun demikian, padanya terdapat penggabungan
melakukan sebab (usaha) dengan tawakal kepada Allah. Dan melakukan sebab (usaha) dalam
hadits disebutkan tentang seekor burung yang pergi di pagi hari dengan perut kosong untuk
mencari rezeki, dan kemudian ia pulang kembali dengan perut yang penuh.
Dan seorang manusia, tatkala ia melakukan sebab (usaha), ia tidak boleh semata-mata
bersandarkan pada usahanya itu. Akan tetapi seharusnya ia menyandarkan usahanya kepada
Allah dengan tetap tidak melalaikan usaha dan mengambil sebab. Dan Allah telah
mentaqdirkan sebab dan akibat.
Ibnu Rajab berkata dalam Jami'ul 'Ulumi wal Hikam (2/496-497), "Hadits ini merupakan
pokok dalam masalah tawakal. Dan tawakal merupakan salah satu sebab terbesar yang dapat
mendatangkan rezeki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
-O) =}^U4 O}_UE_ O}-O7O^`
NOuE) u O}-O~jO lNOuE)
W-jg;+4 ;O4O ;4N 7Lg)`
W-O1g~4 EEE_O=- *. _ :gO
^4NONC gO) }4` 4p~E ;g`uNC *.)
gO4O^-4 @O=E- _ }4`4 -+-4C -.-
E^_ N-. ~w}4O^CE` ^g +O^~NeO4C4
;}g` +^OEO CUO4^4 _ }4`4 -4O4-4C
O>4N *.- 4O_ +O+lOEO _ Ep) -.-
u)U4 j@O^` _ ;~ EE_ +.- ]7g
7/E* -4O;~ ^@

barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan
barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. [QS. Ath-Thalaq: 2-3]".

Beliau berkata lagi, "Dan hakikat tawakal adalah kemurnian hati dalam menyandarkan
segala urusan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik berupa mencari kebaikan
(kemaslahatan) dan menolak kemadharratan, dan baik itu perkara dunia maupun perkara
akhirat. Semua permasalahan dan urusannya ia sandarkan hanya kepada Allah. Dai ia pun
merealisasikan keimanannya bahwa tidak ada yang dapat memberi atau menolak atau
memberikan madharrat atau memberikan manfaat kecuali hanya Allah".
2- Pelajaran dan faidah hadits:
a. Wajibnya bertawakal kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam usaha mencari segala
yang ia butuhkan, dan mencegah segala yang tidak ia inginkan.
b. Mengambil sebab (melakukan usaha) dengan tetap bertawakal kepada Allah, dan hal itu
tidak bertentangan dengan (makna) tawakal itu sendiri.

Secara khusus, hadis ini mengajarkan kita tentang tawakal. Para ulama mendefinisikan
tawakal sebagai, Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah azza wa jalla dalam
mendatangkan kemaslahatan dan mencegah dari bahaya pada semua urusan dunia dan
akhirat, bersandar dalam semua perkara kepada-Nya serta beriman dengan sungguh-sungguh
bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, mendatangkan manfaat dan bahaya
selain-Nya.
Diantara nama Allah adalah Al-Wakiil. Ibnul Atsir mengatakan bahwa makna nama Allah
Al-Wakil adalah: Allah satu-satunya yang menjamin dan memberikan rizki bagi hamba-
hambanya, Dia menyendiri dalam segala hal yang dijaminnya.
Al-Ghazali menyatakan bahwa Al-Wakiil adalah Yang disandarkan kepada-Nya segala
urusan.
Tanpa tawakal, kegiatan usaha untuk mendapatkan rizki akan mendatangkan ragam
malapetaka. Penyelewengan manusia dalam orientasi mencari rizki terjadi ketika kekuatan
tawakal sangat lemah. Orientasi dalam mencari rizki menjadi pragmatis, yang dicita-citakan
menjadi hanya sebatas perolehan nominal, bukan lagi keberkahan dan manfaat.
Orang yang mengalami disorientasi dalam soal rizki ini, kelak tidak akan segan-segan
mengusahakan penghasilannya dari jalan yang tidak diridhoi oleh Allah. Ia tidak akan peduli
lagi dengan cara halal atau haram. Yang penting baginya adalah meraup keuntungan sebesar-
besarnya. Padahal Allah berfirman,
Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang
ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya
kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (QS As-Syura: 36)
Orang-orang tawakal yakin bahwa rizki di dunia ini milik Allah, Allah yang membagi-
baginya kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Sementara rizki-Nya di akhirat kelak jauh
lebih baik dan kekal.
Tawakal adalah ciri orang beriman. Allah berfirman, Karena itu hendaklah kepada Allah
saja orang-orang mukmin bertawakkal. (QS Ali Imran: 122)
Namun, sikap tawakal tentu bukan berarti pasrah menunggu dan berpangku tangan. Tawakal
justru disertai kerja dan usaha. Tawakal bersifat aktif dan tidak pasif. Bekerja sama sekali
tidak menafikan nilai tawakal.
Pada hadis tentang burung di atas terdapat dalil atas hal ini. Pergi pagi dalam keadaan lapar
dan pulang petang dalam keadaan kenyang. Mubarakfuri berkata, Hadis ini mengisyaratkan
bahwa tawakal bukanlah dengan diam menganggur, tapi berusaha untuk mencari sebab,
karena burung itu diberi rizki dengan berusaha dan mencari. Oleh karena itu Imam Ahmad
berkata, Hadis ini tidak manunjukkan atas meninggalkan usaha, akan tetapi padanya justru
terdapat dalil atas mencari rizki. (Tuhfah al-Ahwadzi)
Ibnu Abbas mengisahkan, Dahulu penduduk Yaman berhaji tanpa membawa perbekalan.
Mereka berkata, kami bertawakal. Sesampainya di Mekkah, mereka meminta-minta kepada
orang lain. Lalu turunlah firman Allah, Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa (Hadis riwayat Bukhari)
Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun diatas dua pilar: (1)
Bersandar kepada Allah. (2) Mengupayakan sebab yang dihalalkan. Orang berupaya
menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat tauhidnya.
Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun ia tidak berusaha menempuh sebab yang
dihalalkan, maka ia berarti cacat akalnya.
Perbandingan dengan Hadist sejenis :
79. Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau
sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal,
niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan
rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore-sore kembali
dengan perut penuh berisi.
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Adapun
makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi
harinya sama pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan
pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya
perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.

80. Ketujuh: Dari Abu 'Umarah, yaitu Albara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Fulan, jikalau engkau bertempat di tempat tidurmu -
maksudnya jikalau hendak tidur - maka katakanlah - doa yang artinya: "Ya Allah, saya
menyerahkan diriku padaMu, saya menghadapkan mukaku padaMu, saya menyerahkan
urusanku padaMu, saya menempatkan punggungku padaMu, karena loba akan pahalaMu
dan takut siksaMu, tiada tempat bersembunyi dan tiada pula tempat keselamatan kecuali
kepadaMu. Saya beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang
Engkau rasulkan. Sesungguhnya engkau - hai Fulan, jikalau engkau mati pada malam
harimu itu, maka engkau akan mati menetapi kefithrahan - agama Islam -dan jikalau
engkau masih dapat berpagi-pagi, - masih tetap hidup sampai pagi harinya, maka engkau
dapat memperoleh kebaikan." (Muttafaq 'alaih).
Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim, dari Albara', katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda kepada-ku: "Jikalau engkau mendatangi tempat
pembaringanmu - maksudnya hendak tidur, maka berwudhu'lah sebagaimana
berwudhu'mu untuk bersembahyang, kemudian berbaringlah atas lambung kananmu,
kemudian ucapkanlah......." Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas,
selanjutnya pada penutupnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jadikanlah ucapan tersebut di
atas itu sebagai penghabisan sesuatu yang engkau ucapkan - maksudnya sehabis berdoa
di atas, jangan lagi berkata yang lain-lain."

81. Kedelapan: Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Abdullah bin Usman bin 'Amir bin 'Amr
bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalibal-Qurasyi at-
Taimi r.a., ia dan ayahnya, juga ibunya semuanya adalah termasuk golongan para sahabat
radhiallahu 'anhum, katanya: "Saya melihat pada kaki kaum musyrikin sedang kita
berada dalam guha dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kita, lalu saya berkata:
"Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya, pasti
mereka akan dapat melihat tempat kita ini." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Apakah yang
engkau sangka itu, hai Abu Bakar bahwa kita ini hanya berdua saja. Allah adalah yang
ketiga dari kita ini - maksudnya senantiasa melindungi kita." (Muttafaq 'alaih)

82. Kesembilan: Dari Ummul Mu'minin Ummu Salamah dan namanya sendiri adalah Hindun
binti Abu Umayyahyaitu Hudzaifah al-Makhzumiyah radhiallahu 'anha bahwasanya
Nabi s.a.w. itu apabila keluar dari rumahnya, bersabda - yang artinya: "Dengan
menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah." "Ya Allah, sesungguhnya saya
mohon perlindungan kepadaMu kalau-kalau saya sampai tersesat atau disesatkan,
tergelincir - dari kebenaran - atau digelincirkan, menganiaya atau dianiaya, menjadi
bodoh - tidak mengerti sesuatu - ataupun dianggap bodoh oleh orang lain atas diriku."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan lain-lainnya dengan sanad-
sanad yang shahih. Termidzi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Hadis di atas
adalah menurut lafaznya Imam Abu Dawud.

84. Kesebelas: Dari Anas r.a., katanya: "Ada dua orang bersaudara pada zaman Nabi s.a.w.
salah seorang dari keduanya itu datang kepada Nabi s.a.w., yang lainnya lagi bekerja.
Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi s.a.w. mengenai saudaranya yang
menganggur itu - lalu beliau s.a.w. bersabda: "Barangkali engkau diberi rezeki - oleh
Allah - itu adalah dengan sebab adanya saudaramu - yang engkau beri pertolongan
makan dan lain-lain itu." Diriwayatkan oleh Termidzi dengan isnad shahih atas syarat
Muslim.

Sumber : Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr. 2012. Penjelasan 50 Hadits Inti
Ajaran Islam (Terjemah kitab Fathul qawiyyil matin fi Syarhil Arbain wa tatimmaytul
khamsin). E-book www.yufid.com; Riyadhus solihin Imam Nawawi

You might also like