You are on page 1of 15

ABSTRAK ------------. Pengembangan Metode Pembelajaran Aqidah-Akhlaq (Studi tentang Aplikasi Quantum Teaching di MTs Negeri Mojorejo-Wates). Skripsi.

Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Negeri Malang. Dosen pembimbing: Triyo Supriyatna M.Ag. Kata kunci: Quantum Teaching, Pembelajaran Aqidah-Akhlaq

Penguasaan terhadap metode pembelajaran merupakan salah satu persyaratan bagi seorang tenaga pendidik yang profesional. Metode pengajaran Quantum Teaching tampak lebih komprehensif dibandingkan dengan metode sebelumnya. Dengan kata lain bahwa metode Quantum Teaching mengandung berbagai macam metode yang diolah menjadi satu yang semua saling bersinergi. Quantum Teaching menggubah bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan sekitar momen belajar. Interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Bagi guru-guru Aqidah-Akhlaq di MTs Negeri Mojorejo, penguasaan terhadap metode Quantum Teaching sangatlah diperlukan guna memperbaiki dan memperbarui metode pengajaran yang sesuai dengan tuntutan zaman untuk menyiapkan generasi penerus Islam yang akan hidup dizamannya, sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui aplikasi Quantum Teaching yang di terapkan di MTs Negeri Mojorejo. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisa datanya adalah deskriptif kualitatif. menetapkan keabsahan data, dalam penelitian

ini menggunakan teknik triangulasi data yaitu, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan berbagai sumber diluar data tersebut sebagai bahan pebandingan. Penelitian dan kajian skripsi ini bertujuan untuk: 1)

mendeskripsikan persepsi dan pemahaman guru-guru Aqidah-Akhlaq tentang Quantum Teaching, 2) mendeskripsikan aplikasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq di MTs Negeri Mojorejo, 3) mendeskripsikan faktor yang menjadi penghambat aplikasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq dan usaha-usaha yang dilakukan oleh guru Aqidah-Akhlaq dalam mengatasi hambatan. Untuk menetapkan keabsahan data, dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data yaitu, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan berbagai sumber diluar data tersebut sebagai bahan pebandingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman guru-guru AqidahAkhlaq tentang Quantum Teaching adalah sebuah metode pembelajaran yang sangat menarik untuk diterapkan dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq. Quantum Teaching memiliki strategi yang menyenangkan yang menggunakan unsur-unsur yang ada dalam kelas. Implementasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq di MTs Negeri Mojorejo menerapkan beberapa petunjuk dari Quantum Teaching yaitu; asaz utama Quantum Teaching, prinsip-prinsip Quantum Teaching, merancang pengajaran yang dinamis dengan langkah TANDUR, mengorkestrasi suasana yang menggairahkan dan mengorkestrasi lingkungan yang mendukung. Hambatan yang dihadapi dalam implementasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq adalah masih belum

utuhnya penguasaan guru-guru Aqidah-Akhlaq tentang Quantum Teaching, kurangnya alokasi waktu untuk mata pelajaran Aqidah-Akhlaq dan kurangnya sarana dan fasilitas pendidikan di MTs Negeri Mojorejo. Sedangkan usaha yang dilakukan oleh guru-guru Akidah-Akhlaq untuk mengatasi hambatan tersebut adalah dengan cara banyak membaca dan belajar tentang Quantum Teaching serta berusaha untuk menerapkannya sebaik mungkin, mendorong siswa untuk belajar sendiri diluar jam pelajaran dan mengoptimalkan sarana dan fasilitas yang ada dilembaga. Aplikasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq di MTs Negeri Mojorejo belum bisa dikatakan utuh, karena masih mengalami beberapa hambatan, akan tetapi ini bukan berarti menafikan keberhasilan implementasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq di MTs Negeri Mojorejo karena walaupun mengalami beberapa kendala, implementasi Quantum Teaching dalam pembelajaran Aqidah-Akhlaq telah menunjukkan hasilnya yaitu kegairahan dan kesenangan siswa dalam belajar, suasana yang terlihat dinamis dan siswa menjadi aktif.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam era globalisasi dan pasar bebas manusia dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Ibarat nelayan "di laut lepas" yang dapat menyesatkan jika tidak memiliki konsep sebagai pedoman untuk bertindak dan untuk mengarunginya (E.Mulyasa, 2002: 4). Gejala fenomenal di balik globalisasi itu direspon secara beragam oleh banyak orang, terutama oleh mereka yang telah menjadi masyarakat pembelajar. Ada orang yang tidak lebih hanya melafalkannya. Ada yang memang siap menghadapinya secara intelektual, ekonomi dan sosial. Sebagian lagi berfikir realistis dengan menjalani kehidupan ini secara bersahaja dan membangun persepsi bahwa hadirnya milenium ketiga adalah sebuah rentang perjalanan waktu secara normal yang tidak lebih dari hukum alam, laksana adanya kelahiran dan kematian (Sudarwan Danim, 2003:1). Arus globalisasi semakin menunjukkan kekekarannya untuk memimpin dunia. Semua ide-ide yang bersifat bebas tak terbatas sudah melingkupi masyarakat dunia. Setiap tindakan selalu dinilai dengan uang, jabatan dan kesenganan. Pelanggaran HAM sudah tidak terhitung lagi banyaknya akibat ulah manusia. Begitu juga dengan kapitalisasi, praktek mencari keuntungan sendiri sekarang sudah bukan sesuatu yang rahasia lagi, bahkan hal ini terkesan malah dilindungi. Masalah dekadensi moral telah dirasakan sangat mengglobal seiring dengan tata nilai yang sifatnya mendunia. Dibelahan bumi manapun kerap kali dapat disaksikan berbagai gaya hidup yang bertentangan dengan etika dan nilai agama. Berbagai pendekatan telah dan sedang dilakukan untuk menyelamatkan

peradaban manusia dari rendahnya perilaku moral. Pentingnya pendidikan akhlaq bukan dirasakan oleh masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam saja, tapi kini sudah mulai diterapkan berbagai negara. Di Jerman misalnya, pelajaran agama Islam juga masuk pada kurikulum sekolah mereka (Muhaimin, 2005:21). Masalah-masalah dekadensi moral dapat kita lihat seperti; 1) kebebasan seks yang menimpa sebagaian besar negara-negara didunia didukung, dihidupkan dan dipromosikan oleh media-media massa barat. Barat mensosialisasikan kebebasan seks ini melalui seminar-seminar yang mengizinkan praktik prostitusi, aborsi dan sodomi dengan argumen yang sangat rapuh, yaitu mengatasi pertumbuhan penduduk, 2) beredarnya obat-obat terlarang dengan berbagai jenisnya, perluasan dan tempat pemasarannya, dan peningkatan teknik produksi dan promosinya, 3) meluasnya kriminalitas dengan berbagai ragamnya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, bahkan tingkat dunia, 4) merajalelanya penculikan anak-anak, wanita dan orang dewasa, serta pembajakan pesawat atau kapal laut, 5) adanya undang-undang yang dirumuskan oleh badan-badan dunia yang memihak negara-negara kuat untuk menguasai negara-negara lemah (Ali Abdul Halim, 2003:43). Selain dekadensi moral, juga terjadi dekadensi akidah seperti maraknya perdukunan yang menyeret seseorang kepada kesyirikan, karenanya haruslah diluruskan dengan melalui pendidikan agama yang benar dalam hal ini adalah pendidikan Aqidah dan Akhlaq. Sebenarnya bangsa ini telah banyak melahirkan anak-anak bangsa yang berstatus Sarjana bahkan Doktor dan Profesor. Akan tetapi yang bermental sehat

hanya seribu satu dari jutaan penduduk bangsa ini. Kepandaian yang mereka miliki hanya sebatas pengetahuan dan pencapaian target nilai, sedangkan dalam hal aplikasi, masih dipertanyakan. Padahal menurut Mulyasa ada 4 kondisi belajar yang harus dikembangkan yaitu Iearning to Know, Learning to Do, Learning Live Together dan Learning to Be (Mulyasa, 2002:5). Terjadi keadaan yang paradoks antara prestasi individual dan kualitas institusional. Mengapa ketika di negara lain orang Indonesia mampu berprestasi baik, sementara di negeri sendiri tidak. Untuk itulah sudah saatnya kita bangkit menyelamatkan anak negeri ini dengan pendidikan yang positif, aplikatif dan normatif. Merubah paradigma bahwa pendidikan itu adalah dengan 3D (Duduk, Diam, Dengar), yang sangat membodohi anak. Hal ini seperti diakui oleh studi Blazely dkk (1997), bahwa pembelajaran disekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada, yang mengakibatkan anak tidak mampu menerapkan apa yang dipelajarinya disekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya dalam kehidupan keseharian (Muhaimin, 2003:148).

BAB II KAJIAN TEORI

A. QUANTUM TECHING 1. Pengertian Quantum Teaching

Quantum Teaching berasal dari dua kata yaitu "Quantum" yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya dan "Teaching" yang berarti mengajar. Dengan demikian maka Quantum Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan disekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar yang efektif yang dapat mempengaruhi kesuksesan siswa (Bobbi DePorter, 2001:5). Abuddin Nata, dengan mengutip pendapatnya DePorter mengatakan bahwa Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov),

Multiple Intellegence Gardner), Neuro-Linguistic Programing (Ginder & Bandler), Eksperiental Learning (Hahn), Socratic Incuiry, Cooperative Learning (Jhonson & Jhonson), dan Element of Effective Intruction (Hunter). Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi paket multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami, dan kemampuan murid untuk berprestasi. Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis dan mudah diterapkan (Abuddin Nata, 2003:35). Quantum Teaching yaitu sebuah metode pembelajaran yang terbukti mampu meningkatkan motivasi belajar anak didik, meningkatkan prestasi, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan harga diri dan melanjutkan penggunaan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. (Bobbi DePorter, 2001:5).

BAGI YANG MENGINGIKAN SKRIPSI INI SECARA LENGKAP DENGAN FORMAD WORD SILAKAN HUBUNGI SMS: 08970465065 Mekanisme mendapatkan dengan krim judul yang anda inginkan dan alamat email anda, KE 08970465065 Cukup bantu biaya oprasional kami bisa melalui tranfer ke rekening akan kami SMS-kan Untuk melihat lebih banyak judul yang lain
Metode Quantum Teaching merupakan salah satu metode yang dilukiskan mirip sebuah orkestra, dimana kita sedang memimpin konser saat berada diruang kelas, karena disitu membutuhkan pemahaman terhadap karakter murid yang berbeda-beda sebagaimana alat-alat musik yang berbeda pula. Karenanya Quantum Teaching mengajarkan agar setiap karakter dapat memiliki peran dan terlibat aktif dalam proses belajar mengajar sehingga pembelajaran membawa kesuksesan. Quantum Teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajarannya. Dengan menggunakan metodologi Quantum Teaching, dapat menggabungkan keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan yang akan melejitkan prestasi siswa (DePorter, 2002:3). Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum

Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan keterangan untuk belajar. QuantumTeaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang dicari, atau cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran yang dilakukan guru melalui perkembangan hubungan, penggubahan belajar, dan penyampaian kurikulum. 2. Asas Utama Quantum Teaching Asas utama Quantum Teaching adalah Bawalah dunia mereka kedunia kita, dan antarkan duia kita kedalam dunia mereka. Asas ini terletak pada kemampuan guru untuk menjembatani jurang antara dua dunia yaitu guru dengan siswa. Artinya bahwa tidak ada sekat-sekat yang membatasi antara seorang guru dan siswa sehingga keduanya dapat berinteraksi dengan baik. Seorang guru juga diharapkan mampu memahami karakter, minat, bakat dan fikiran setiap siswa, dengan demikian berarti guru dapat memasuki dunia siswa (Bobbi DePorter, 2002:84). Inilah hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru, untuk

mendapatkan hak mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki kehidupan murid. Mengajar adalah hak yang harus diraih, dan diberikan oleh siswa, bukan oleh departemen Pendidikan. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full contact. Dengan kata lain, belajar melibatkan semua aspek kehidupan manusia yang meliputi pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh, disamping pengetahuan sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang. Dengan demikian, karena belajar berurusan dengan orang secara

keseluruhan, hak untuk memudahkan belajar tersebut harus diberikan oleh pelajar dan diraih oleh guru. Bagaimana caranya?..yaitu dengan mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan terbentuk, guru bisa membawa siswa kedunia guru, dan memberi siswa pemahaman guru mengenai isi dunia itu (DePorter, 2002:6). Ketika seorang guru sudah dapat memasuki dunia siswa dan diterima dengan baik oleh siswa maka sudah saatnya pula siswa diajak untuk memasuki dunia lain yang lebih luas sehingga apa yang dipelajari oleh siswa tersebut dapat diterapkan pada situasi baru dalam kehidupan lingkungannya. Dalam interaksi edukatif yang berlangsung terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak didik, dengan menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan murid (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:5). 3. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching Selain asas utama Quantum Teaching juga memiliki prinsip atau yang disebut oleh DePorter sebagai kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini akan

berpengaruh terhadap aspek Quantum Teaching itu sendiri, prinsip-prinsip itu adalah: 1) Segalanya berbicara, maksudnya adalah segala hal yang berada dikelas mengirim pesan tentang belajar. Menurut Islam prinsip ini berarti bahwa segala sesuatu memiliki jiwa atau personalitas. Air, tanah, tumbuhtumbuhan, binatang, manusia dan sebagainya memiliki jiwa dan personalitas. Oleh karenanya semua itu harus diperlakukan secara baik dan diberikan hak hidupnya, dirawat dan disayang, sehingga semuanya bersahabat dan bermanfaat bagi manusia (Abuddin Nata, 2003:41). 2) Segalanya bertujuan, semua yang kita lakukan memiliki tujuan. Semua yang terjadi dalam penggubahan pembelajaran mempunyai tujuan. Prinsip ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Ali-Imron ayat 191, yaitu:


Ayat ini berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang sikap orang-orang yang berakal yang mampu meneliti segala ciptaan Tuhan yang ada dilangit dan dibumi serta pergantian waktu siang dan malam. Dengan berpegang pada prinsip ini, maka seorang yang berakal akan selalu meneliti rahasia, manfaat, hikmah yang terkandung dalam semua ciptaan Tuhan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama, maksudnya uraian, penjelasan dan informasi tentang "sesuatu" sebelum siswa memperoleh nama "sesuatu" itu untuk dipelajari. Atau dengan bahasa yang lebih mudah yaitu mencari "sesuatu" sebelum diberi tahu tentang "sesuatu itu".

Dalam ajaran Islam seseorang terlebih dahulu disuruh percaya kepada Allah, mengucapkan dua kalimah syahadah, melaksanakan sholat, membaca Al-Qur'an dan mempraktekkan ajaran Islam lainnya. Hal ini memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai anak akan lebih mantap dalam pengajaran, daripada lebih dahulu mengemukakan teori yang sulit baru kemudian mempraktekkannya.

BAGI YANG MENGINGIKAN SKRIPSI INI SECARA LENGKAP DENGAN FORMAD WORD SILAKAN HUBUNGI SMS: 08970465065 Mekanisme mendapatkan dengan krim judul yang anda inginkan dan alamat email anda, KE 08970465065 Cukup bantu biaya oprasional kami bisa melalui tranfer ke rekening akan kami SMS-kan Untuk melihat lebih banyak judul yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Baskara,1989 Agus Nggermanto, Quantum Question: Kecerdasan Quantum, Bandung: Nuansa, 2004 Asmaran, Pengantar Ilmu Akhlaq, Jakarta: Rajawali Press,1992 Arif S, Dkk, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 Azhar Arsyad, Media pengajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997 Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ power, Sebuah Inner Journey melalui Al-Ihsan, Jakarta: Arga, 2003 Abudin Nata, Manajemen Mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003 Cece Wijaya, Kemampuan Dasar guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994 Chabib Thaha, Metodologi Pengajaran Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 DePorter, Bobby, Mike Hernacky, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa, 2002 DePorter, Bobby; Mark Readon, Sarah Singer Noury, Quantum Teaching mempraktekkan Quantum learning di Ruang-ruang Kelas, Bandung: Kaifa, 2002 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineke Cipta, 1999

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Departemen Agama, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kurikulum dan Hasil Belajar, Aqidah Akhlaq, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam: Jakarta, 2003 Dryden, Gordon; Vos, Jeanette, Revolusi Cara belajar (The Learning Revolution) Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan "Fun", Bandung: Kaifa, 2002 E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Karakteristik dan Implementasinya, Bandung: Rosda Karya, 2002 Humaidi Tatapangarsa, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa, Malang: IKIP Hery Noer Aly, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Logos,1999 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002 Muslim Nurdin, Moral dan Kognisi Islam, Bandung: Alfabeta,1993 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 ----------, et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002 ----------, Dkk, Strategi Belajar Belajar Mengajar (Penerapannya dalam Pendidikan Agama Islam), Surabaya: Citra Media,1996 Mahmud, Abdul Halim, Ali, Tarbiyah Khuluqiyah, Solo: Media Insani, 2003

Omar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara, 2001 Ruslan, Abdul Mu'iz, Ustman, Tarbiyah Siyasiyah Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Intermedia, 2000 Samples, Bob, Revolusi Belajar untuk Anak, Bandung: Kaifa, 2002 Saiful Bahri Jamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:Rineke Cipta,2000 Suti'ah, Metode Pembelajaran Aqidah-Akhlaq dengan Pendekatan Pembelajaran Koqnitif, El-Hikmah Vol I, No I, Jurnal Fakultas Tarbiyah, 2003 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset 1, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,1984 Syamsul Nizar, Filsafat Pendekatan Islam:Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002 Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar, Kepemimpinan

Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Schemit, Laurel, Jalan Pintas Menjadi 7 Kali Lebih Cerdas, Bandung: Kaifa, 2002 S.Nasution, Sosilogi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,1999 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineke: Cipta, 1998 UU SisDikNas 2003 (UURI No.20.th 2003) Jakarta: Sinar Grafika, 2005

You might also like