You are on page 1of 10

Arun Natural Gas Liquefaction

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Untuk kegunaan lain dari Arun, lihat Arun (disambiguasi).

PT Arun Natural Gas Liquefaction

Jenis Industri Didirikan Kantor pusat Daerah layanan Tokoh penting Produk Karyawan Situs web

Perusahaan umum tertutup Gas alam 16 Maret 1974 Lhokseumawe, Indonesia Indonesia & Asia Fauzi Husin (Presiden Direktur) Fuad Bukhari (Wakil Presiden) Gas alam cair 430 - November 2010[1] ArunLNG.co.id

PT Arun Natural Gas Liquefaction, lebih dikenal dengan PT Arun NGL, adalah perusahaan penghasil gas alam cair terbesar di Indonesia. Pada tahun 1990, PT Arun adalah perusahaan penghasil LNG terbesar di dunia. PT Arun merupakan anak perusahaan dari Pertamina. Berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara, Indonesia, perusahaan ini memiliki 6 unit pengolahan, namun saat ini hanya 2 unit yang beroperasi dikarenakan menipisnya cadangan gas alam di sana. PT Arun merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi kota Lhokseumawe dan Indonesia.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sejarah 2 Ladang gas 3 Organisasi 4 Catatan kaki

5 Pranala luar

[sunting] Sejarah
Sejak 1968, Mobil Oil melakukan kontrak bagi hasil dengan Pertamina untuk pencarian sumbersumber minyak dari perut Bumi di darat maupun di lepas pantai. Tahun 1969, Mobil Oil mulai mengerahkan pencariannya di Aceh dengan fokus utama di Aceh Utara. Pengeboran yang dilakukan di dekat desa Arun adalah yang kelima belas kali dilakukan oleh Mobil Oil. Sejak pencarian pertama di lokasi yang berindikasi sumber energi sampai titik pengeboran keempat belas di ladang baru yang tidak dikenal sebelumnya, perusahaan tersebut telah menemukan minyak dan gas dengan kandungan karbon dioksida yang terlalu tinggi sehingga sulit dikembangkan. Perusahaan minyak Socony yang pernah beroperasi di Sumatera telah mendeteksi bahwa di Aceh terdapat kandungan gas yang besar jumlahnya. Atas dasar itu, pencarian oleh Mobil Oil yang dikoordinasi Pertamina Unit I dikonsentrasikan di desa Arun. Desa Arun adalah desa di Kecamatan Syamtalira, Aceh Utara, yang namanya kelak digunakan sebagai nama perusahaan gas alam ini. Tanggal 24 Oktober 1971, gas alam yang terkandung di bawah desa Arun ditemukan dengan perkiraan cadangan mencapai 17,1 trilyun kaki kubik. Hari itu merupakan hari ke-73 sejak uji eksplorasi yang dipimpin Bob Graves, pimpinan eksplorasi Mobil Oil di Aceh, dimulai. Pada tahun 1972 ditemukan sumber gas alam lepas pantai di ladang North Sumatra Offshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6 km dari kilang PT Arun di Blang Lancang. Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO A yang diliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) dan di PT Arun. Fasilitas ini dibangun untuk mengolah 450 MMSCFD gas alam dari lepas pantai sebagai tambahan bahan baku gas alam dari ladang arun di Lhoksukon yang semakin berkurang. Tanggal 16 Maret 1974, PT Arun didirikan sebagai perusahaan operator. Perusahaan ini baru diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1978 setelah berhasil mengekspor kondensat pertama ke Jepang (14 Oktober 1977). Pembangunan 6 unit pengolahan (train) pencairan gas alam di kilang LNG Arun melalui beberapa tahapan, yaitu:

Train 1,2 dan 3 (Arun Project 1) dibangun pada awal tahun 1974 dan selesai pada akhir tahun 1978 oleh Bechtel Inc. Train 4 dan 5 (Arun Project II) dibangun Februari 1982 dan selesai pada akhir tahun 1983 yang dikerjakan oleh Chiyoda Train 6 (Arun Project III) dibangun pada bulan November 1984 dan selesai pada September 1986 yang dikerjakan oleh Japan Gas Corporation (JGC)

Pada Februari 1987, kilang LPG yang dinamakan Arun LPG Project dibangun dan dikerjakan oleh Japan Gas Corporation (JGC). Kilang ini selesai pada tahun 1989.

[sunting] Ladang gas


Menurut data-data pengukuran elektronik melalui film-film yang diambil di lapangan dan dianalisis di pusat analisis Mobil Oil di Dallas, Amerika Serikat, ladang gas Arun terletak di dalam lapisan batu gamping pada kedalaman 10.000 kaki (3.048 meter). Kandungan gas mencapai 17,1 trilyun kaki kubik dengan tekanan 499 kg/cm, suhu 177 C, dan ketebalan 300 meter. Jumlah tersebut diperkirakan akan dapat mensuplai enam unit dapur pengolahan (train) dengan kapasitas masing masing 300 juta SCFD (Standard Cubic Feet Day) untuk jangka waktu 20 tahun. Ladang gas tersebut terdiri dari empat (4) buah kluster gas dan kondensat, kemudian gas dan kondensat dikirim ke unit pengumpulan di Point "A" yang selanjutnya dikirim ke kilang LNG Arun dengan memakai pipa:

Gas menggunakan pipa berdiameter 42 inch. Kondensat menggunakan pipa berdiameter 16 inch. LPG propana menggunakan pipa berdiameter 20 inch.

Kilang LNG Arun di Blang Lancang meliputi daerah seluas 271 ha dengan panjang 1,7 km dan lebar 1,5 km serta dilangkapi dengan pelabuhan khusus pengangkut produksinya. Kilang LNG Arun dilengkapi dengan 2 buah pelabuhan LNG untuk pengiriman produksinya ke negara pembeli, sedangkan untuk pengiriman kondensat dilengkapi dengan 2 buah sarana pemuat, yaitu Single Point Mooring (SPM) dan Multi Buoy Mooring (MBM). Gas alam di ladang NSO memiliki kandungan H2S dan CO2 yang tinggi sehingga diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu sebelum masuk ke train LNG. Upaya ini dilakukan untuk menurunkan kadar H2S dari 1,59% menjadi 80 ppm dan CO2 dari 33,21% menjadi 25,54% mol, sehingga sesuai dengan spesifikasi rancangan train LNG.

[sunting] Organisasi
Presiden Direktur PT Arun NGL berkantor di Jakarta yang saat ini dijabat oleh Fauzi Husin. Sementara Wakil Presiden berkantor di Lhokseumawe dan dijabat oleh Fuad Bukhari. Wakil Presiden membawahi tiga divisi dan tiga non-divisi setingkat seksi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Divisi Produksi Divisi Pembantu Lapangan Divisi Pelayanan dan Pengembangan Seksi Hubungan Masyarakat Seksi Keuangan dan Akuntansi Seksi Audit Umum

Saham kepemilikan perusahaan dipegang oleh Pertamina (55%), Exxon Mobil (30%), dan Japan Indonesia LNG Company (disingkat JILCO; 15%).

Profil PT.Arun NGL.Co


2012-03-15 23:26:46 - by : admin Kilang LNG Arun dimiliki oleh Pemerintah/Kemenkeu dan dibangun oleh Pertamina di Blang Lancang, Lhokseumawe Provinsi Aceh yang terletak di pantai utara Sumatera. Lokasi tersebut dipilih mengingat kemudahan sarana transportasi laut dan dekat dengan ladang gas Arun sehingga biaya dapat ditekan sekecil mungkin,

Keputusan membangun LNG Arun dibuat setelah ditemukannya salah satu sumber gas terbesar di dunia (17 TCF) pada tahun 1971 oleh Mobil Oil Indonesia Inc, mitra usaha Pertamina atas dasar kontrak bagi hasil.

Keberhasilan PT Arun setelah terkenal luas reputasinya dibidang keselamatan, kehandalan kilang dan kemampuan Sumber Daya Manusianya.

Berbagai penghargaan bidang keselamatan kerja telah diterima dari dalam maupun luar negeri, antara lain dari British Safety Council, National Safety Council USA, American Petroleum Institute USA, Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tahun 2010 PT Arun NGL meraih penghargaan lingkungan Proper hijau dari Dewan Proper Nasional dibawah Koordinasi KLH.

Kilang LNG Arun memiliki tingkat kehandalan diatas 98% sehingga menjadi salah satu kilang LNG terhandal di dunia. Dalam bidang pengembangan SDM PT Arun sudah berhasil mendidik para pekerjanya menjadi Aset SDM Nasional yang berharga, sehingga lebih dari 200 karyawan PT

Arun kini bekerja di industry Oil & Gas di berbagai Negara belahan dunia.

Kilang LNG Arun dioperasikan oleh PT Arun NGL, sebuah perusahaan non profit yang sahamnya dimiliki oleh Pertamina 55%, Mobil Oil Indonesia (sekarang Exxon Mobil Indonesia Inc.) 30% dan JILCO (Japan Indonesia LNG Co.Ltd) 15%.

Pembangunan sarana kilang LNG Arun diawali dengan pembangunan 3 unit produksi LNG (Train I, II, III), konstruksi dimulai akhir tahun 1974 oleh Bechtel Inc sebagai kontraktor utamanya dengan kapasitas 1.2 juta ton LNG/unit/tahun. Terukir tetesan pertama LNG pada tanggal 29 Agustus 1978 dan pengapalan perdananya dilakukan 4 Oktober 1978 dengan kapal LNG Aquarius dengan tujuan ke Jepang.

Disamping produksi utamanya LNG, kilang Arun juga memproduksi kondensat dan LPG sebagai produk ikutannya.

Awal 1982 kilang Arun di kembangkan lagi dengan menambah 2 train (IV dan V) untuk meningkatkan produksi 3 juta ton/tahun, untuk diekspor ke Jepang Timur. Pengembangan proyek dilanjutkan dengan pembangunan train VI untuk memenuhi kebutuhan LNG Korea Selatan. Pada Februari 1987 pembangunan kilang LPG dilakukan dengan kapasitas produksi sebesar 1.6 juta ton LPG/tahun.

Pada tahun 1999 kilang LNG Arun mulai memproses gas dari ladang gas NSO yang berlokasi di lepas pantai, yang sebelumnya gas tersebut dimurnikan di kilang SRU (unit pemisah sulfur) milik Exxon Mobil yang dioperasikan oleh PT Arun. Dengan ditemukannya sumber gas di Aceh, disamping PT Arun telah tumbuh pula industri hilir berbasis gas antara lain: Pabrik Pupuk PT Pupuk Iskandar Muda, PT AAF dan PT KKA yang menjadikan pembangunan daerah itu tumbuh berkembang.

Sampai Akhir tahun 2010 PT Arun telah mengolah, memproduksi dan mangapalkan LNG sebanyak 4.231 kapal setara dengan 235.445.987 ton dan kondensat sebanyak 1.868 kapal atau 756.244.179 Barel. Sedangkan LPG mencapai 14.5 juta ton dan berhenti produksi pada bulan Oktober 2000.

Referensi: Laporan CSR 2010

Posted by: fahmi_metuah

Website: http://poltekmigas.wordpress.com/2012/03/13/profil-pt-arun-ngl/

Assessment Korban Gas Beracun dari PT Arun NGL Co,


PT Arun Natural Gas Liquefaction yang lebih dikenal dengan nama PT Arun NGL adalah perusahaan penghasil Liquid Natural Gas (LNG) yang didirikan pada tahun 1974 berlokasi di Kota Lhokseumawe. Awalnya, perusahaan yang berjarak 242 km dari Ibukota propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini memiliki 6 (enam) process train. Namun karena makin berkurangnya cadangan gas yang ada, jumlahnya berkurang hingga memiliki 2 process train semenjak beberapa tahun terakhir. Perusahaan yang notabene sebagai salah satu perusahaan migas dan penghasil devisa terbesar di Indonesia ini tidak serta-merta menjadikan masyarakat Aceh pada umumnya dan Lhokseumawe khususnya menjadi sejahtera. Hak-hak masyarakat sekitar seakan termajinalkan dengan kemegahan perusahaan penghasil gas ini. Selama ini masyarakat menuding perusahaan tersebut tidak sepenuh hati mempedulikan kesejahteraan masyarakat sekitar pabrik. Begitu pun, dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan seperti pencemaran udara akibat limbah maupun kebocoran gas yang dirasakan masyarakat tidak secara serius disikapi pihak manajemen perusahaan. Padahal, masyarakat sudah beberapa kali mendatangi pihak tersebut untuk dimintai pertanggungjawabannya hingga

menggelar aksi demo. Begitu pun, pemerintah Kota Lhokseumawe seakan menutup mata terhadap hal-hal negatif yang dirasakan masyarakat dari kecerobohan perusahaan itu. Seperti yang terjadi pada Rabu pagi hingga Kamis 22-23 April 2009, sekitar empat ratusan masyarakat di Desa Blang Panyang, Kemukiman Paloh Timu, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam mengalami sakit kepala, mual dan muntahbahkan diantaranya ada yang langsung jatuh pingsanakibat terhirupnya aroma menyengat seperti bau obat pengeriting rambut. Aroma itu diduga kuat oleh masyarakat setempat berasal dari pabrik PT Arun NGL berdasarkan arah angin yang meniup dari arah perusahaan menuju pemukiman penduduk. Hasil Assessment Menyikapi kejadian itu, Walhi Aceh membentuk Tim untuk melakukan assessment (pendataan) terhadap korban dan respon PT Arun NGL dalam penanganan kesehatannya. Kegiatan ini dilakukan pada Sabtu, 25 April 2009 di Desa Blang Panyang. Data Penduduk Jumlah penduduk Desa Blang Panyang sebanyak 2.037 jiwa atau 454 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 991 laki-laki dan 1.046 perempuan yang terbagi dalam tiga Dusun yaitu: 1. Dusun I Loskala : sebanyak 775 jiwa terdiri dari 372 laki-laki dan 403 perempuan. 2. Dusun II Teungku Moncarak : sebanyak 606 jiwa terdiri dari 299 laki-laki dan 307 perempuan. 3. Dusun III Ulee Buket : sebanyak 656 jiwa terdiri dari 320 laki-laki dan 336 perempuan. Dari jumlah tersebut, mayoritas penduduk yang bermukim sekitar 200 meter dari pagar PT Arun NGL berekonomi menengah ke bawah. Adapun sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Blang Panyang dari terbanyak hingga terkecil adalah sebagai berikut: 1. Petani Tambak 2. Nelayan 3. Buruh Bangunan 4. Berkebun 5. Pedagang 6. Pegawai Negeri Jumlah Korban Berdasarkan informasi yang di himpun dari warga dan data Kepala Desa Blang Panyang, jumlah korban gas beracun yang mendatangi Rumah Sakit (RS) PMI dan RS PT Arun NGL untuk mendapatkan layanan kesehatan mencapai 187 orang yang terdiri dari: Hari Pertama, Rabu 22 April 2009 - RS PT Arun sebanyak 104 orang dengan jumlah pasien rawat inap 8 orang.

- RS PMI sebanyak 53 orang dengan jumlah pasien rawat inap 11 orang. Hari Kedua, Kamis 23 April 2009 - RS PT Arun sebanyak 30 orang dengan jumlah pasien rawat inap belum diketahui. Secara umum, seluruh masyarakat di Desa itu turut merasakan adanya bau menyengat sehingga menimbulkan rasa sakit kepala, mual hingga dada serasa sesak. Namun banyak masyarakat yang tidak mendatangi RS karena menganggap hal ini sudah biasa terjadi dan tidak berdampak jauh bagi kesehatan. Penanganan Medis Berdasarkan keterangan yang disampaikan para korban, penanganan medis yang dilakukan oleh pihak RS PMI dan RS PT. Arun sangat tidak baik. Terutama yang dilakukan oleh tenaga medis dari RS PT Arun. Pada Rabu sekitar pukul 12.00 WIB siang, korban mulai berjatuhan akibat terhirup gas beracun. Kebanyakan korban pada awalnya dilarikan ke RS PMI. Setelah 1 hari berada di RS PMI, korban direkomendasikan ke RS PT. Arun untuk ditangani lebih lanjut. Ternyata setelah sampai disana, setiap korban dijatahi 1,5 botol infuse. Kebanyakan korban dipaksa pulang sebelum kondisi mereka pulih. Ada beberapa kata-kata yang tidak menyenangkan dari tenaga medis kepada korban, bagah awak dron neuwoe, bagah kamoe meuteumung istirahat. Banyak korban yang kecewa dengan penanganan terhadap korban. Ada Kata-kata sinis dari perawat RS PT. Arun ditujukan kepada pasien korban gas beracun membuat korban semakin shok, ini adalah sebuah rekayasa yang menyuruh masyarakat untuk datang ke Rumah sakit ini dengan tujuan menjebak pihak PT Arun. Aiyub, 37, salah satu korban mengatakan gejala sesak akibat menghirup gas beracun tersebut sudah dirasakan sejak Rabu siang. Sekitar jam 16.00 WIB ia memutuskan untuk memeriksakan diri di kinik PT. Arun. Setelah menunggu berjam-jam akhir jam 22.00 WIB ia pulang setelah diberikan obat pereda sakit. Obat yang diberikan berupa Antasida Doen suspensi, Spasmal metamizole sodium serta papaverine hydrochloride , scantoma dan paracetamol tablet 500 mg. Berdasarkan informasi beberapa korban lainnya, obat yang diberikan oleh pihak RS PT. Arun sama sekali tidak ada efeknya sama sekali. Malah lebih ampuh obat yang diberikan oleh pihak RS PMI. Rabu malam, sekira 01.30 korban mulai merasa mual-mual lalu muntah. Pada jam 02.30 WIB korban dilarikan Ke RS PT Arun. Setibanya disana pada jam 03.30 WIB ternyata korban dibaringkan diatas dipan tanpa alas kasur. Korban yang muai lemah akibat sesak, nyeri di dada, lambung dan kepala hanya ditangani seadanya saja karena hingga Kamis pagi (23/04) dokter belum masuk. Lalu korban menelepon kepala administrasi Rumah Sakit untuk menanyakan kemungkinan untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan medis. Namun hingga jam 9.30

WIB, kepala administrasi rumah sakit tak kunjung nampak batang hidungnya. Sekira jam 10.00 WIB baru ada dokter tapi korban tidak juga ditangani karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jam 11.30 WIB korban memutuskan untuk pulang dan mencari alternatif penyembuhan dengan cara mengonsumsi susu beruang. Jumat Jam 02.30 WIB korban diminta oleh pak keuchik memberikan kesaksian di Polsek Muara satu. Hingga saat ini korban masih merasa sesak nafas dan pening. Hasil Survey Awal Survei awal yang dilakukan Tim Pemko Lhokseumawe menghasilkan dugaan sementara bahwa tumbangnya warga Blang Panyang pada hari Rabu lalu itu, disebabkan H2S (sulfur) yang keluar dari Pabrik NSO (kini bernama SRU), milik PT Arun. Tim mendapati, salah satu katup mesin di pabrik itu macet, sehingga sulfur ke luar dan dibawa angin yang pada saat itu bertiup ke arah Blang Mangat, tempat korban terbanyak berjatuhan. Demikian, antara lain, disampaikan Ketua Tim Survei Pemko Lhokseumawe, Drs Ishaq Rizal MSi, yang juga Kepala Bidang Analisa Pencegahan Dampak Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe. Ishaq membeberkan hasil survei tersebut di hadapan Walikota Lhokseumawe Munir Usman, Wakil Walikota Suaidi Yahya, Sekdako Safwan SE, didampingi Kadis Kesehatan Saifuddin Saleh, di ruang kerja Sekdako Lhokseumawe. Ishaq menyatakan, berdasarkan keterangan yang diterimanya dari petugas PT Arun saat melakukan survei, pada Rabu (22/4) sekitar pukul 08.30-09.00 WIB, pabrik NSO menghentikan aktivitasnya karena salah satu katup pada mesin mengalami kerusakan. Sehingga proses H2S+O2 menjadi SO2+H2O tidak berjalan dengan normal selama 30 menit. Akibat proses H2S+O2 menjadi SO2+H2O tidak berjalan dengan normal, maka sisa H2S ke luar secara alami. Kebetulan pada pukul 08.30 WIB, baik itu pada hari Rabu maupun Kamis, angin bertiup ke arah Blang Mangat. Inilah dugaan sementara yang membuat warga Blang Panyang mual dan muntah-muntah, kata Ishaq Rizal di depan Walikota Munir Usman. Ditambahkan, sisa H2S tersebut ke luar karena katup mesin rusak dan tidak sempat dibakar di incenarator (tempat pembakaran akhir). Menurut Ishaq, pada Rabu (22/4), aktivitas pabrik dihentikan hingga pukul 19.30 WIB. Waktu tersebut digunakan untuk memperbaiki kerusakan mesin yang terjadi. Kata mereka kepada tim sewaktu melakukan survei tadi, kerusakan sudah diperbaiki dan sudah normal kembali, ujar ahli lingkungan hidup ini. Dia tambahkan, di kawasan pabrik tersebut ada tiga arah angin dalam setiap harinya. Pada pagi

hari, angin bertiup ke arah Desa Blang Mangat, siang hingga sore angin bertiup ke arah Desa Banda Masen, baru pada malam hari angin bertiup ke arah laut. Karena itu, jika ada pencemaran udara yang diduga berasal dari PT Arun, maka warga yang kena imbasnya, antara lain, Blang Mangat, Ujong Blang, Ulee Jalan, Banda Masen, Hagu Barat Laut, dan Hagu Teungoh. Kami warga Ujong Blang yang paling sering merasakan bau itu dari tahun ke tahun, ujar seorang tokoh masyarakat Ujong Blang yang juga hadir di ruang kerja Sekda Kota Lhokseumawe, Safwan SE. Di akhir keterangannya, Ishaq Rizal dan Kadis Kesehatan Saifuddin Saleh, mengatakan bahwa dokumen Amdal yang dimiliki PT Arun NGL Co harus ditinjau kembali, meskipun selama ini perusahaan multinasional itu secara rutin melapor setiap tiga bulan sekali kepada pihak terkait. [walhi aceh]

You might also like