You are on page 1of 49

BAB I NAPAK TILAS BERDIRINYA KABUPATEN LOMBOK UTARA A.

SEJARAH KABUPATEN LOMBOK UTARA (KLU) Kabupaten Lombok Utara pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat, Berdasarkan undang undang pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT) Nomor 44 1950 pasal I ayat (1), Wilayah administratif Lomok Barat Membawahi Wilayah Administratif kedistrikan Ampenan Barat, Ampenan Timur, tanjung Bayan, Gerung, Asisten Kedistrikan Gondang dan kepunggawan Cakranegara. Demikian juga halnya ketika lahirnya UndangUndang Nomor 69 Tahun 1958 tentang pembentukan wilayah daerah Tk. II Dalam wilayah daerah Tk. I Bali, NTB dan NTT, wilayah lombok utara tetap menjadi bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Seiring dengan terjadinya perkembangan yang menuntut pelayanan pemerintah yang maksimal di berbagai daerah, dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1993 Kabupaten Lombok Barat di Mekarkan menjadi 2 (dua) daerah otonom yaitu kabupaten Lombok barat sendiri sabagai daerah induk dan daerah mataram sebagai daerah pemekaran. Sebagai konsekwensi dari terbentuknya pemerintah kota Mataram maka pada tahun 2000 dengan peraturan pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 ibukota Lombok Barat di pindakan dari Mataram ke Gerung. Kenyataan ini mengakibatkan semakin jauhnya rentang kendali pemerintahan Kabupaten Lombok Barat, terutama terhadap 5 (lima) Kecamatan yang berada di Lombok Barat bagian Utara. Kondisi inilah yang menyentak kesadaran dan membangkitkan semangat masyarakat Lombok Utara untuk mewujudkan cita-citanya yang lama terpendam yaitu membentuk Kabupaten Lmbok Utara. Untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Lombok Utara tersebut Di bentuklah Komite pemekaran kabupaten Lombo Barat dengan Keputusan Bupati No 582/93/PEM/2003 yang bertugas mengkoordinasikan seluruh kegiatan dalam rangka persiapan persyaratan pemekaran Kabupaten Lombok Barat. Dalam perjalanan komite tersebut tidak dapat menjalankan tugas tersebut sebagai mana mestinya, sehingga atas dasar aspirasi berbagai komponen masyarakat Lombok Utara termasuk mahasiswa yang tergabung dalam forum komunikasi Mahasiswa Lombok Utara (FKMLU), pada tahun 2005 Kepengurusan komite Pemekara Kabupaten Lombok Barat tersebut di sempurnaan melalui Keputusan Bupati Lmbok Barat Nomor 02/03/pem/2005 dengan Ketua Umum H.DJOHAN

SJAMSJU,SH dan DATU RAHDIN DJAYAWANGSA,SH sebagai sekretaris umum, selain menetapkan komitepemekaran Kabupaten Lombok Batar, dalam keputusan Bupati tersebut juga di tetapkan Tim pengkajian pemekaran Kabupaten Lombok Barat, maka tersunsunlah hasil kajian pembentukan Kabupaten Lombok Barat yang menyimpulkan bahwa Lombok Utara dari sisi teknis kewilayahan dan administratif memenuhi syarat untuk di tetapkan sebagi otonmi baru, berdasarkan kajian tersebut, komite segera menindaklanjuti dengan mengajukan permohonan rekimendasi dan persetujuan pembentukan kabupaten Lombok Utara kepada pemerintahan daera secara berjenjang, pemerintah Pusat, DPD RI dan DPR RI melalui penggunaan hak inisiatif DPR. Komunikasi aktif yang di bangun komite sacara formal maupun non formal, baik lisan maupun tetulis serta secara lansung maupun tidak lansung, menghasilkan rekomendasi dan atau persetujuan yang di perlukan untuk memenuhi persyaratan pembentukan darah itonomi baru. Setelah melalui pesoses pembahasan yang cukup panjang di komisi II DPR Badan Legislasi Nasional(Balegnas), Dewan Perwakilan Daerah dan Panitia Musyawarah DPR republik Indonesia, akhirnya usul pemekaran Kabupaten Lombok Barat di tindak lanjuti dengan mengadakan pembahaan rancangan UNdang-Undang tentang pembentukan Kabupaten Lombok Utara. Usulan pembahasan ini tertuang dalam surat ketua DPR-RI nomor R.U.02/8231/DPR-RI/2007 yang selanutnya mendapat persetujuandari Peresiden republik Indonesia dengan surat Peresiden Republik Indinesia Nomor R.68/pres/12/2007 tanggal 10 Desember 2007. Dalam sidang paripurna tanggal 24 juni 2008, DPR-RI menyetujui rancangan UndangUndang (RUU) tentang pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi Undang-Undang yang selanjutnya disyahkan oleh Peresiden Republik Indonasia menjadi Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2008 pada tanggal 21 juli 2008 dan menempatkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 99 tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu secara yuridis Kabupaten Lombok Utara terbentuk pada tanggal 21 juli 2008 dan diperingati setiap tahun oleh pemerintah dan masyarakat Lombok Utara sebagai Hari Ulang Tahun Kabupaten Lombok Utara. Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Lombok Utara Memilki luas

809,53km, ibu kota di tetapkan di Tanjung dan cakupan wilayah terdiri dari 5 (lima) kecamatan, Yaitu Kecamatan Bayan,Kecamatan Gangga, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Kayangan Dan Kecamatan Pemenang dan Batas-batas: Sebelah Utara Sebelah selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Laut Jawa; : Kab. Lombok Barat dan Kab. Lombok Tengah; : Kab. Lombok Timur; dan : Selat Lombok.

Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentikan Kabupaten Lombok Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka dengan keputusan Mentri Dalam Negri Nomor 131.52.1001 tentang pengankatan Pejabat Bupati Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat tanggal 24 Desember 2008, Drs.H.L Bakri di tetapkan sebagai pejabat Bupati Lombok Utara pertama dan Pelantikannya di laksanakan bersamaan dengan peresmian Kabupaten Lombok Utara. Peresmian Kabupaten Lombok Utara dan Pelantikan Pejabat Bupati Lombok Utara di lakukan oleh Mentri dalam Negri atas Nama Presiden Republik Indinesia pada tanggal 30 Desember 2008 di Mataram B. PEMERINTAH DAN KEPENDUDUKAN Secara administrative Kabupaten Lombok Utara terdiri atas 322 dudun,33 desa yang tersebar di 5(lima) kecamatan. Jumlah penduduk selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Mobilitas penduduk di tantai dengan adanya migrasi, kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk di kabupaten Lombok Utara menunjukakan penambahan dari tahun 2005-2007 mencapai 3,77%.jumlah penduduk Kabupaten Lombok Utara tahun 2005-2007 sebagaimana tabel berikut Tahun 2005 2006 2007 DASAR HUKUM: (Keputusan Bupati Lombok Utara Nomor 8 Tahun 2009,tanggal 27 April 2009) TIOQ TATA TUNAK Jumlah Penduduk 194.168 204.588 207.998

SESANTI TIOQ TATA TUNAQ MERUPAKAN CERMINAN KEPERIBADIAN KERJA MASYARAKAT LOMBOK UTARA DENGAN PENJELASAN KONSEPSIONAL SEBAGAI BERIKUT: TIOQ BERARTI: TUMBUH YANG BERMAKNA

DAN

BAHWA

MASYARAKAAT LOMBOK

UTARA MENERIMA ANUGRAH DARI TUHAN

YANG MAHA KUASA SEBAGAI MODAL DASAR YANG HARUS DI SYUKURI DAN DI PERTANGGUNG JAWABKAN SEGALA SESUATU YANG MELEKAT PADA DIRI SESEORANG YANG MENUNJANG KEHIDUPAN ADALAH ANUGRAH DARI TUHAN YANG MAHA ESA YANG TUMBUH PADA LAHAN RAHIM-KASIH SAYANGNYA. TIDAK MUNGKIN ADANYA SESUATU TANPA KASIH SAYANG TUHAN YANG MAHA ESA TATA BERAARTI ATUR, DALAM DAN SEGALA KONTEKS SUMBER INIBERMAKNA DAYA YANG DI

MENGELOLAKEHIDUPAN

ANUGRAHKAN OLEH TUHAN DENGAN BERTANGGUNG JAWAB KEPADA TUHAN DAN GENERASI MENDATANG SERTA DIORIENTASIKAN UNTUK MEMBANGUN KESEJAHTRAAN BERSAMA, TATA JUGA MENGANDUNG MAKNA SISTEM YANG DI ANGUN UNTUK MEMBANGUH HARMONI ANTARA MANUSIA DENGAN SESAMA,MAMNUSIA DENGAN ALAM DAN MANUSIA DENGAN TUHAN TUNAQ,BERARTI MENYAYANGI, MEMELIHARA, MENDAYAGUNAKAN SECARA MAKSIMAL,TIDAK MENYIA-NYIAKAN SELURUH POTENSI DAN SUMBER DAYA YANG DI ANUGRAHKAN BAIK YANG MELEKAT PADA INDIVIDU MAUPUN SUMBER DAYA BUDAYA, SOSIAL DAN SUMBER DAYA ALAM.

BAB II SEJARAH SUKU BANGSA SASAK A. PENGERTIAN KATA SASAK

Sukubangsa sasak merupakan penduduk asli pulau Lombok . Berdasarkan berbagai sumber lisan dan tulisn ( lontar dan babad ) , terdapat berbagai nama untuk menyebut pulau Lombok . Dalam Negara Kertagama ( Decawarana ) , Lombok Mirah untuk menyeut Lombok Barat , dan Sasak unutk menyebut Lombok Timur . Sedangkan dari sumber lisan , pulau ini di namakan sasak , oleh karena pulau ini zaman dulu di tumbuhi hutan belantara yang sangat rapat dan merupakan didnding . Dari kata Seksek inilah timbul nama Sasak untuk pulau ini . Menurut Dr. R. Goris , kata sasak berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Sahsaka . Kata Sah yang berarti pergi , sedang kata saka berarti asal . Jadi, Sahsaka berarti orang yang pergi dari Negara asala dengan memakai rakit sebagai kendaraan dari jawa dan mengumpul di Lombok . Pendapat Goris ini dapat di buktikan dengan silsilah para bangsawan , hasil sastra tertulis yang di gubah dalam bahasa jawa Madya dan huruf Jejawen ( huruf sasak ). Pendapat ahli lain yakni Teeuw menyatakan bahwa Sasak berasal dari keadaan penduduk asli pulau ini yang memakaki kain tembasaq ( kain putih ) . Perulangan dari kata tembasaq menjadi saqsaq = sasak ( Depdikbud , 1988:9-10 ) . Lebih lanjut , P. De Roo De La Faille mengatakan bahwa kerajaan sassak berada di bagian barat daya dari pulau Lombok . Sedangkan sebuah brosur yang di tulis oleh Kanda Ditjen Kebudayaan Propinsi Bali , menyatakan bahwa di pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang di keramatkan penduduk . Tongtong itu bertuliskan huruf kwadrat yang bunyinya : Sasak dana prihan , srih jayanira . Artinya , benda ini adalah pemberian dari orang orang sasak . Tongtong itu di tulis setelah anak Wungsu , jadi kira kira pada awal abad ke- 12 Depdikbud , 1988: 10 ) . Kerajaan Sasak di perkirakan berdiri antara abad IX abad ke XI ( hal ini di ketahui dari kentongan perunggu di Pujungan Tabanan Bali ). Mengenai bentuk dan susunan pemerintahan kerajaan ini tidak di ketahui dengan pasti , justru kentongan tersebut merupakan peringatan kemenangan atas Negara Sasak oleh suatu kerajaan di Bali yang kira kira di buat setelah jaman Anak Wungsu ( 1077 ) ( Depdikbud , 1988: 20 ). Asala nama Bayan di berikan oleh Syehk Rasyid yang bergelar Goes Abdul Rasyid dari Arab Saudi , penyebar agama islam pertama di Pulau Lombok . B. POLA PERKAMPUNGAN DAN PEMUKIMAN

Rumah rumah orang sasak di dirikan di atas tanah setinggi 25 cm dengan luas kira kira 100 M2. Tiang terbuat dari kayu dengan dinding dari bahan kulit bambu dan atap terbuat dari alang alang . Setiap rumah tanpa jendela dan hanya terdapat satu pintu yang menghadap kearah timur atau barat . Rumah adalah pusat segala kegiatan keluarga . Adanya satu pintu pada setiap rumah merupakan symbol bahwa rejeki yang sudah masuk rumah tidak dapat di lepas lagi . Pintu rumah di buat rendah , agar setiap orang yang masuk harus menundukkan kepala sebagai tanda kesopanan . Bagian bagian rumah terdiri dari :
a) Hinan bale yakni rumah induk tempat menyimpan barang barang ; b) Geleng / sambi / lumbung ntuk menyimpan beras ; c) Beruga

yaitu paggung ( saka ) empat tempat menerima tamu atau menyemayamkan

jenazah . Di sebelah rumah induk terdapat rumah pembekel atau keliang . Komplek rumah tadi dipagar dengan dua pintu masing masing pada bagian depan dan bagian belakang . Simbolisasi dua pintu pagar ini adalah agar rejeki cepat terkumpul . Tiap lantai rumah mempunyai fungsi khusus . Lantai bawah berfungsi untuk menerima tamu , dan tempat tidur bagi kaum laki laki . Sedangkan lantai atas terdiri dari bale dalam yang berfungsi untuk tidur dan memasak , dan dalam bale berfungsi untuk menyimpan barang barang berharga dan tempat tidur kaum wanita . Pada kiri kanan bangunan rumah biasanya di buat kandang untuk ternak , sedangkan halaman belakang rumah untuk menyimpan kayu bajar . Dalam rumah tidak terdapat jamban atau kamar mandi . Penduduk biasanya ke WC umum yang terletak di sudut dusun .

C. SISTEM RELIGI Sebelum masuknya islam ke Pulau Lombok yang di perkirakan pada abad 16, orang Sasak percaya kepada roh roh ( animisme ) , percaya pada benda benda dan tumbuhan tertentu di sekeliling mereka memiliki jiwa dan perasaan seperti manusia ( animatisme ) dan percaya

tentang adanya kekuatan pada benda tertentu ( dinamisme ) . Walaupun sesungguhnya kepercayaan asli masih dominan . Kepercayaan orang Sasak sebelum islam masuk ke Lombok di sebut juga Bodha Budhi ( Depdikbud , 1983/1984 : 15 ). Sumber lain menyebut kepercayaan orang Sasak sebelum mausknya Islam disebut Budha Keling yaitu pemujaan terhadap mahluk supranatural yang berkuasa atas alam yang disebut Betara Guru . Masuknya Islam ke Pulau Lombok melalui jalan perang . Oleh sebab itu , kebanyakan penganut agama islam yaitu kaum pria , sedangkan wanitanya tetap memegang kepercayaan yang lama . Terjadinya system sinkretisme antara agama islam dengan kepercayaan asli orang sasak telah menyebabkan adanya satu bentuk kepercayaan baru bagi orang sasak yakni yang di sebut sebagai Wetu Telu . Selanjutnya , pembahasan secara mendalama mengenai system religi orang sasak ini akan di bahas pada Bab III dari babakan tulisan ini . Orang Sasak percaya kepada makhluk supernatural , antara lain : ( a) batara guru yakni raja dewa dewa yang menurunkan raja Lombok . Roh nenek moyang yang di anggap sudah masuk ke dalam dewa juga di sebut batara ; ( b) bidadari yaitu sebagai dewi yang hidup di madia antara ( awang awang ). Selain percaya pada roh roh nenek moyang , orang Sasak juga mempercayai keberadaan roh yang tinggal di hutan , sungai , dan gunug seperti Dewi Anjani yang di percaya sebagai penghuni Gunung Rinjani . Orang Sasak juga mnegenal pemimpin / pemuka upacara upacara keagamaan yang di sebut Toa laka . Orang Sasak juga mengenal larangan / tabu yang di sebut maliq . Maliq dapat di bagi dalam tiga tingkatan yakni :
a. Pemaliq leket yaitu pemali qtingkat pertama merupakan pemaliq yang amat keras bila di

langgar . Sanksi terhadap pelanggaran ini berupa hukuman mati . Perbuatan yang termasuk pemaliq leket adalah menghilangkan nyawa orang lain , berzinah dan mencuri ( kecuai mencuri anak gadis di perbolehkan karen merupakan bagian dari adat menuju jenjang ke perkawinan ) . Seseorang yang melakukan pelanggaran tersebut akan mendapat hukuman mati setelah melalui kerama gubuk ( musyawarah adat ) .

b. Pemaliq tingkat kedua adaah perbuatan melanggar perintah orang tua atau kawin dengan

saudara dekat . Apabila seorang Sasak melanggar larangan terseut , maka ia akan di usir dari kampong atau diasingkan dari segala adat di kampung ;
c. Sora Kanggo Tebaik yaitu pemaliq yang paling ringan . Perbuatan yang termasuk pemaliq

tingkat ini adalah memakan daging babi atau menjelek jelekkan ornag lain . Bila larangan ini di langgar maka bagi yang bersangkutan akan di kenakan denda .
D. SYSTEM BAHASA

Bahasa Sasak dapat di golongkan ke dalam bahasa Melayu Polinesia . Bahasa ini dapat di pilah menjadi lima dialek yakni meno mene , kuto kute , ngeno menen , dan meriak meriku . Menurut kajian Maksun , dialek sasak meliputi dialek Pujut (ae) , Selaparang ( ee ) , dan Bayan ( aa). Vokal ae,aa , dan ee adalah realisasi vocal Purba Austronesia . Vokal ae umumnya di gunakan masyarakat yang mendiami Pulau Lombok bagian Barat ( umpamanya Desa Kuripan ) , Lombok Tengah ( Desa Rembitan ) , dan sedikit bagian Timur ( Desa Padamara ) . Sedangkan pemukim di daerah pegungan , daerah pinggiran bagian timur di antaranya Desa Bayan dan Sembalun , Lombok Barat maupun Desa Apik Aik dan Jerowaru , Lombok Timur merealisasikan vocal Purba Austronesia aa . Adapaun sebagian kecil penutur di bagian timur dan tengah Pulau Lombok , seperti Desa Selaparang , Lombok Timur , Desa Langko , Lombok Tengah , menggunakan vocal ee . Vokal ee merupakan pengaruh bahasa bali , dengan alasan tahun 1723 Kerajaan Selaparang Lombok pernah di kuasai Kerajaan Karang asem Bali ( Kompas , 1999). Huruf Sasak adalah huruf jejawen . Hasil sastra tulisan banyak di gubah dalam bahasa jawa . Bahasa resi adat dan pemerintahan adalah bahasa Jawa Madya . Syhadat , doa dan mantera kebanyakan di ucapkan dalam bahasa jawa pula. Kesatuan kurun waktu mereka adalah abad , windu , bulan dan jelo ( hari ). Bahasa Sasak mengenal pembagian menurut tingkatan bahasa yaitu bahasa halus ( bahasa alus dalem ) , sedang ( bahasa alus biasa ), dan bahasa sehari hari ( bahasa jajar karang atau bahasa jamak ) . Pengguna ketiga tingkatan bahasa tersebut di sesuaikan dengan lapisan social yang terlibat dalam pembicaraan . Dengan adanya pelapisan social dalam mayarakat tersebut , maka dengan mudah terlihta kapan pengguna masing masing bahasa berlaku .

Misalnya , bagaimna seorang berasal dari lapisan terendah yaitu ama atau jajar karang berbicara dengan lapisan yang lebih tinggi , dan bagaiman jika yang di hadapi adalah orang sederajat ( sekupu ) lapisan sosialnya . Cara ini juga berlaku bagi lapisan atas bila berbicara dengan mereka yang berasal dari lapisan di bawahnya ( Ernawati , 1988:25 ). E. SISTEM KEKERABATAN Orang Sasak menganut prinsip kekerabatan ptrilineal yakni memperhitungkan garis keturunan menurut garis laki laki . Sedangkan adat menetap setelah nikah menganut system viriliokal , yakni pasangan pengantin akan tinggal di lingkungan kerabat suami / pihak laki laki . Dalam system pewarisan masing masing anak mendapat bagiannya menurut jenis kelamin .Anak wanita akan mendapat warisan perhiasan dan peralatan rumah tangga , sedangkan anak laki- laki mendapat ternak dan tanah . Anak laki laki bungsu biasanya akan mendapat mendapat rumah yang menjadi tempat tinggal orang tuanya , sebab dialah yang akan mengurus orang tuanya hingga meninggal dunia . Perkawinan yang biasa terjadi adalah endogamy desa ( perkawinn dengan orang yang berasal dari desa yang sama ) . Dlam memilih jodoh biasanya di dasarkan atas kehalusan budi ( baik , tekun , rajin , taat , ramah , dan sopan santun ).

BAB III STRUKTUR SOSIAL DAN SISTEM KEMASYARAKATAN

A. PELAPISAN SOSIAL Sistem pelaisan sosial pada orang sasak menganut prinsip patrilineal di mana garis keturunan di perhitungkan menurut garis syah atau laki laki . Orang Sasak mengenal dua jenis pelapisan sosial yakni golongan permenak ( bangsawan ) dan golongan jajar karang ( rakyat ) . Golongan bangsawan terbagi dalam sub perwangsa raden dengan gela Raden bagi kaum prianya dan denda untuk kaum wanita ; dan triwangsa yang memakai gelar lalu untuk pria dan baiq untuk wanita . Sedangkan golongan jajar karang biasanya menggunakan panggilan loq untuk pria dan le untuk wanta . Atribut atribut untuk mengenal suatu jenis kewangsaaan seseorang pada desa desa di Lombok tidak begitu jelas , karena masing masing tingkatan tidak memiliki perbedaan menonjol baik symbol symbol , rumah , atau pakaian . Hanya beberapa symbol dalam upacara perkawinan serta atribut yang di letakkan pada tempat upacara yang dapat menunjukkan kelas atau tingkatannya dalam masyarakat berdasarkan keturunan darahnya . Seorang raden apabila mengadakan upacara baik perkawinan , khitanan , atau pesta pesta lainnya , berugaq tempat kegiatan upacaranya di beri nama dengan warna putih dan jumbai warna hitam , sedangkan tiang berugaq tidak di lilit dengan kain warna putih . Paosan ( tempat upacara ) di beri gelar umbak umbak ring segara muncar pondok bangket kembang kerusak . nama paosan ini tidak boleh di gunakan oleh orang biasa yang bukan bergelar raden . Harga atau pembayaran adat juga merupakan tanda yang dapat membedakan kelas sosial seseorang . Demikian juga dengan cara pembangunan rumah, di mana rumah rumah raden dan lalu biasanya di beri tembok disekeliling pekarangan rumahnya . Rumah seperti ini di sebut pedalaman atau gedeng . Sedangkan rumha orng jajar karang tidak memiliki batas batas tertentu dan tidak mempunyai nama ( Adonis, 1989:40-41 ) . Dasar pelapisan sosial pada masa lalu di Lombok di dasarkan atas : (a) kekuasaan, artinya mereka yang memegang kepemimpinan atas kuasa dalam pemerintahan ; (b) kekayaan , mereka yang tergolong orang kaya di kampungnya . Pada umunya orang kaya di sini adalah mereka yang di luar golongan kaum bangsawan ; dan (c) kepandaian dan pendidikan , yakni mereka yang memiliki kepandaian yang jarang di miliki oleh anggota

masyarakat pada umumnya , misalnya dalam pengobatan , agama , atau mereka yang menjadi pegawai karena mempunyai latar belakang pendidikan . Pelapisan sosial lainnya yang di kenal oleh orang Sasak adalah penoaq ( penoaq gubuk ) dan kanoman . Penoaq beranggotakan para pejabat pimpinan kampung , baik pemimpin formal maupun informal di tambah dnegan orng orng yang tidak memegang pimpinan tetapi mewakili jabatan pada pemerintahan , seperti pegawai negeri, guru SD , guru agama atau guru membaca al-Quran , dan orng kaya . Kanoman mencakup semua warga kampung . Kanoman dapat meningkat menjadi lapisan peniaq bilamana nasibnya berubah ( Adonis , 1989:46). Para penoaq di anggap sebagai lapisan yang lebih tinggi akan mempunyai peranan yang sangt mnentukan dalam suatu musyawarah (gundem) . Musyawarah kampung menentukan berbagai kebijaksanaan pembangunan seperti pelaksanaan gotong royong , membangun tempat tempat umum , menentukan hukuman bagi pelanggaran adat (Adonis , 1989:47 ). Tuan guru atau orang yang memberi pengajaran ( pengajian ) kepada para santri mempunyai kedudukan terhormat dalam masyarakat Lombok . Masa kini, pelapisan sosial yang didapat karna keturunan seperti golongan permenak dan jajar karang masih tetap di jumpai dengan gelar gelarnya seperti Raden dan Lalu . Walau beberapa desa di Lombok ada yang tidak lagi memakai gelar- gelar tersebut di depan namanya . Selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari , golongan raden dan lalu tidak lagi memisahkan diri dengan kelas kelas sosial lainnya . Demikian pula dalam hal pekerjaan dan pergaulan . Namun , yang mungkin agak membedakan antar golongan permenak dan jajar karang adalah pengguna bahasa di mana kelas raden dan perelalu biasanya menggunakan bahasa yang lebih kasar ( disarikan dari Adonis , 1989:50-51-52). Beberapa hak kaum bangsawan menjadi luntur seperti : (a) tidak mempunyai hak lagi untuk bebas dari aktivitas gotong royong dalam masyarakat ; (b) tidak boleh lagi menuntut bayaran ekstra jika anak wanitanya kawin dengan pria dari kelas yang lebih rendah ; dan (c) tidak lagi memperoleh prioritas utama untuk menduduki jabatan penting dalam desa ( Adonis , 1989:53)

B. HAK DAN KEWAJIBAN Hak para bangsawan di masa lampau melebihi hak hak masyarakat dari kelas sosial yang lebih rendah . Misalnya , kaum bangsawan dahulu tidak di wajibkan dalam kegiatan gotong royong . Hak hak sedemikian di teruskan oleh colonial Belanda dengan maksud untuk lebih mudah memeras masyarakat . Kebanyakan kelas bangsawan dahulu adalah pemegang kekuasaan sebagai kepala desa , kepala distrik , atau kepala kampung yang berkewajiaba meneruskan perintah perintah dari pemerintah atasan seperti kewajiban gotong royong , menyerahkan sumbangan untuk upacara upacara kemeriahan hari hari besar yang di adakan di kot a- kota kedistrikan (Adonis , 1989:42) C. STRUKTUR KEMASYARAKATAN Di dalam komunitas ( gubuk, dusun ) terdapat beberapa pimpinan formal dalam tatanan pimpinan tradisional orang sasak . Pimpinan formal ini antara lain adalah : (a) keliang ( kepala kampung ) yang merupakan pimipinan umum yang mencakup seluruh aspek pemerintahan , adat , agama , irigasi , dan keamanan . Keliang sebagai kepala kampung mempunyai tugas dalam bidang pemerintahan yang amat luas , yang juga meliputi tugas tugas kepolisian , peradilan keluarga dan umum . Ia juga sebagai bapak dari kanoman-nya . Dalam menjalankan tugas tugasnya , keliang di bantu oleh kyai dan penghulu dalam bidang agama , pekasih di bidang irigasi , serta pekemit di bidang keamanan . Pembantu khusus ini di sebut jeroarah ; (b) pemusungan atau kepala desa adalah koordinator dari kampung kampung yang di pimpin oleh keliang . Dalam menjalankan tugasnya kepala desa di bantu oleh juru tulis desa ; dan (c) mangku atau pemangku adalah penghubung antara rakyat kampung dengan alam roh , agar masyarakat tidakmendapat gangguan dari alam roh . Mangku adalah pembantu kyia kampung . Jabatan mangku atau pemangku tidak terdapat pada kampung atau desa yang sebelumnya di sebut Islam Waktu Lima . Akan tetapi , beberapa jenis mangku masih mereka kenal dalam kegiatan khusus , misalnya mangku gunung sebagai petunjuk jalan ketika mendaki gunung , mangku aik yang berhubungan dengan musim menanam padi ( disarikan dari Adonis , 1989 ). Pimpinan tradisional terdiri dari keliang atau jero keliang , jerarah , dan pemusungan . Keliang adalah kepala kampung yang bertugas melaksanakan pemerintahan umum dan mengadili perkara perkara adat dalam kampung . Keliang mewakili wanita jika terjai

perkawinan . jeroarah atau juru arah adalah pembantu keliang . Ia bertugas sebagai perantara antara keliang dan kanoman ( masyarakat ), dan antara kanoman dan pemerintah di atas , missal kepolisian . Pemusungan atau kepala desa seorang pemimpin pemerintahan umum dalam wilayah desa , ia tidak berwenang untuk mengadili perkara keluarga dalam wilayah desanya karena hak itu merupakan wewenang keliang . ( Adonis, 1989:68 ) Pimpinan formal dan informal masa kini tidak jauh dengan masa lalu . Hanya pada masa kini , pemusangan dan keliang yang dulu di dapat atas dasar keturunan , kini di angkat melalui system pemilihan berdasarkan undang- undang No.5/1959 tentang pemerintah desa . keliang sering dig anti dengan istilah Kepala Kampung , sementara pemusangan diganti dengan kepala desa. Selanjutnya perangkat desa lain seperti LKMD, RW,RT di bentuk menurut aturan Undang undang No.5/1959 tersebut . Jabatan lainnya seperti mangku, jeroarah, atau tuan guru masih tetap menempati kedudukan yang terhormat di mata orng sasak . Orang sasak juga mengenal tiga macam kyai / tuan guru berdasarkan tingkat sosial dan fungsi kemasyarakatannya , yakni :
a) Kyai keagungan yang bertugas sebagai penghulu , khatib , atau modin ; b) Kayi raden merupakan keturunan bangsawan yang berkedudukan sebagai pemuka agama ;

dan
c) Kyai santri yakni kyai biasa .

D. KESENIAN Orang Sasak mengekspresikan rasa keindahannya melalui berbagai jenis kesenian seperti seni suara , seni tari , seni rupa , dan seni pertunjukan . Seni suara seperti seni vocal kayak , cepung , tembang, lelakak , dan lawas mengisi kehidupan orang sasak untuk memenuhi kebutuhan berekreasi . Kayak yakni seni vocal dalam bentuk bait bait pantun yang biasanya mengiringi suatu tarian . Cepung adalah seni vocal yang di iringi dengan alat music rebab dan suling di tingkahi dengan gerak gerak sederhana dari para penyanyinya . Tembang merupakan seni vocal yang hiudp di desa desa yang punya kemiripan dengan tembang Jawa atau Bali .

Tembang yang berkembag di Lombok adalah mocopat , maskumabang , sinom , dandanggula , asmaradana , durma, dan pangkur . Tanda Gerok adalah seni vocal yang di sertia dengan gerak gerak sederhana yang terselenggara dalam keramaian keramaian adat . Lelakak adalah seni vocal melantunkan bait-bait pantun untuk mengespresikan perasaan hati . Lawas merupakan seni vocal mirip lelakak namun biasanya di lakukan saat jalan jalan di sawah atau hutan . Sedangkan seni instrumentalia atau alat music tradisional yang berkembang antara lain adalah genggong ,redep/rebab,rebana, dan tawak tawak . Genggong adalah alat musik yang terbuat dari kulit bambu atau kulit pelepah enau . Redep / rebab merupakan alat gesek yang mirip biola , biasanya di gunakan untuk mengiringi lagu- lagu vocal . Rebana adalah alat music tradisional yang bahannya terbuat dari kulit kambing . Alat music ini banyak mengiringi upacara upacara adat di Lombok . Tawak tawak adalah alat music yang bahannya terdiri dari perunggu , kayu dan kulit . Seni tari yang di kenal oleh orang sasak antar lain adalah tari oncer / gendang bele / kecodak , tari kayak cupak , tari peresean , tari rudat , tari gandrung , tari kayak sando , dan tari monyeh . Tari oncer / gendang bele / kecodak adalah tarian perang yang di iringi dengan alat music tradisional . Tari kayak cupak melakonkan cupak ( petikan cerita panji ) . Tari Peresean adalah tarian yang menggunakan perisai dari kulit sapi . Tari ini di mainkan oleh dua orang penari yang saling memukul . Tari kayak sando adalah jenis tarian yang semua penarinya menggunkan topeng . Tarian ini melakonkan sebuah cerita . Tari Monyeh adalah tarian yang menceritakan cerita monyeh ( petikan dari cerita panji ) . Orang Sasak juga mengenal seni pedalangan yang di sebut wayang sasak . Lakon yang di bawakannya merupakan petikan dari serat Menak . Kesenian wayang Sasak juga menjadi identitas bagi penganut Islam Wetu Telu . Wayang sasak biasanya mengisi keramaian keramaian dan upacara upacara adat di hamper seluruh Lombok . Wayang Sasak selain mempunyai bentuk yang khas yang membedakannya dari bentuk wayang Bali dan Jawa , juga memakai cerita Amir Hamsyiah sebagai lakon ceritanya .

Kesusasteraan zaman Islam di Lombok terdiri dari tutur ( kitab keagamaan seperti Alim Sujiwa , Ki Sejati , Jatiswara , dan lain lain )00 , dan sastra ( kitab hokum , seperti kutaragama , wiracarita ). Ketrampilan menenun pada wanita Sasak telah lama di kenal dunia luas dan merupakan salah satu cinderamata bgai wisatawan yang telah berkunjung ke Lombok . Beberapa motif tidak di perkenankan di buat dalam tenun songket orang sasak . Motif manusia atau hewan di larang di buat dengan maksud agar roh jahat tidak masuk ke tubuh penenun songket . Tenun kain yang di sebut lempot umbak ( kain untuk menggendong ) di buat melalui serangkaian upacara yang harus di patuhi oleh penenunnya . Pembuatan lempot umbak biasanya di lakukan pada hari Rabu atau Sabtu di bawah naungan atap daun kelapa yang di pandu oleh seorang pemandu dngan pembacaan naskah lontar Rengganis Jatiswara dan Labangkare . Dasar filosofi lempot umbak ini adalah manifestasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan hubungan manusia dengan Alam . Hal ini tergambar dalam prosesi yang sakral , pola hias tenun , dan makna kata dari lempot umbak .Menurut Zoetmulder , kata lempot berarti ikatan yang terus menyambung , sedangkan umbak artinya menggendong atau mengemong . Ragam hias yang menjadi pola lempot umbak adalah telok tumpah ( telur pecah ) dan sesok ngelak ( siput yang kerangnya terbuka ) . Ukuran lempot umbak , panjangnya 125 cm dengan lebar 40 cm . Warna yang menghiasi lempot umbak terdiri dari empat warna yang melambangkan empat unsure dalam tubuh manusia yakni : (a) warna putih melambangkan kesucian ;(b) warna hijau melambangkan air ; (c) warna merah melambngkan api ;(d ) warna hitam melambangkan tanah . Empat warna atau catur warna ini di wujudkan dalam acara prak api ( pemberian nama anak ) ; ngurisang ( potong rambut ) ; nyunatang ( khitanan ) ; dan merarik ( perkawinan ) . Ketentuan yang harus di penuhi bagi seorang penenun adalah bahwa penenun haruslah seorang wanita yang sudah melalui masa menopaus atau seorang gadis . Bagi seorang gadis di larang menenun pada saat ia sedang menstruasi .

Orang Sasak mempercayai bahwa lempot umbak dapat menyembuhkan penyakit mata dengan cara membasuh mata yang sakit dengan air rendaman lempot umbak . Selain itu , lempot umbak dapat berfungsi sebagai pencatat silsilah keluarga di mana sumai istri yang tidak memiliki keturunan ( anak ) , maka sebagai bekal kuburnya lempot umbak ini ikut di tanam di dalam kuburnya kelak . Tradisi pembuatan lempot umbak ini masih tetap di lakukan selain di Bayan juga di Kecamatan Tanjung dan Gangga .

BAB IV WETU TELU DALAM SISTEM RELIGI ORANG SASAK A. KONSEP WETU TELU Ajaran Wetu Telu yang dianut oleh orang Sasak di Lombok merupakan perpaduan antara ajaran Islam dengan adat istiadat Sasak. Ajaran Islam Wetu Telu hanya meyakini tiga (telu = tiga) dari lima rukun Islam yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Ajaran Islam Wetu Telu hanya mengakui dan mengerjakan syahadat, shalat, dan shaum (puasa). Seorang individu penganut ajaran islam Wetu Telu hanya wajib mengucapkan kalimat syahdat, tanpa mengerjakan shalat dan puasa adalah kewajiban para pemimpin agama yang disebut Kyai (Depdikbud, 1988 : 157). Wetu Telu merupakan ajakan untuk menghormati segala sesuatu yang tumbuh, yang bertelur dan yang beranak. Bila alam diganggu, manusialah yang mennggung akibatnya. (Intisari, 92). Adonis mengemukakan bahwa nama islam Wetu Telu di ambil dari filsafat kepercayaan Islam Wetu Telu. Dalam sistem kepercayaanya untuk menapsirkan gejala alam memakai prinsip tiga. Dikatakannya bahwa hidup ini ada tiga macam. Pertama, kehidupan karena dilahirkan seperti manusia dan binatang yang melahirkan anaknya. Kedua, kehidupan karena menetas lewat

telur seperti burung dan binatang yang bertelur lainnya. Ketiga, kehidupan karena tumbuh seperti pohon pohon dan tanaman lainnya (Adonis 1989:88-89). Konsep lainnya menyatakannya bahwa Islam Wetu Telu adalah sinkretisme Islam, Hindu, dan animisme. Pengaruh Islam yang dibawa oleh Sunan Merapen. Hindu yang dibawa oleh kerajaan kerajaan Bali, dan animisme yang merupakan kepercayaan asli orang Sasak (Rona Perdana). Oleh sebab itulah, orang sasak mengenal tokoh adat / agama selain kyai yang disebut Mangku.

B. SEJARAH DAN PEROSES Menurut Zolinger, agama islam masuk ke Nusa Tenggara Barat diperkirakan sekitar tahun 1450-1540 (Depdikbud, 1988:80). Sedangkan agama Islam memasuki wilayah Lombok diperkirakan pada abad 16. Perkiraan telah berumur lebih dari 200-an tahun dan terletak di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Masuknya Islam ke Pulau Lombok pada abad 16 diperkuat dengan adanya kalimat syahadat, kitab fiqih, suluk dan lontar yang menjadi pedoman orang sasak yang menjelaskan bahwa agama Islam datang dari Pulau Jawa. Sebelum kedatangan agama islam di Pulau Lombok, penduduk asli Lombok yang disebut orang Sasak menganut kepercayaan animesme dan dinamisme. Masuknya Islam ke Lombok di bawa oleh Pangeran Prapen, Putra Sunan Giri. Dari Teluk Lombok, agama islam menyebar ke wilayah kerajaan tetangga seperti Langko, Pejanggik, Parwa, Sarwodadi, Bayan, Sokong, dan Sasak (Depdikbud, 1988:76). Sementara itu, mereka yang tidak mau masuk islam lari ke gunung gunung. Demikian Seluruh Pulau Lombok, menganut agama Islam, kecuali Pajarakan, pengantap, Tawun, Ganjar, dan Tebango. Mereka tetap berpegang kepada kepercayaan islam yang disebut Budha Keling.

Kerajaan Lombok yang terletak di Teluk Lombok adalah kerajaan yang pertama kali di Islam-kan. Semula rakyat di kerajaan lombok menolak masuk Islam. Tetapi, setelah diperangi, Raja Lombok menerima Islam sebagai agama kerajaan. Oleh karena itu masuk agama islam di Lombok dengan jalan peperangan, maka yang sanggup menganut kepercayaan baru ini adalah kaum pria saja, sedangkan kaum wanitanya kebanyakan masih tetap berpegang pada keprcayaan lama. Selanjutnya, Pangeran Perapen dari Lombok meneruskan penyiaran agama Islam ke sumbawa dan telah menugaskan para kyai untuk melanjutkan pembinaan agama islam di

Lombok. Masing masing kyai ini mendidik sedikitnya enam orang santri yang kelak akan di lantik pula menjadi kyai. Para santri ini diberikan bekal al Quran dan Hadist dan menyebar ke pelosok desa untuk menyiarkan agama Islam. Kerajaan kerjaan yang telah mengakui Islam sebagai agama kerajaan, mengadakan upacara, doa atau selamatan pada hari hari raya Islam. Hari hari raya Islam antara lain adalah : 1 Muharam, Syafar. Maulid Nabi Muhamad SAW, Syban (ruah), yaitu : pada tanggal 17, 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadahan, 1 Syawal, 10 Zulhijah, dan lain lain. Demikian pula, upacara upacara kematian, perkawinan, semuanya diesesuaikan dengan ajaran Islam (disarikan dari Depdikbud, 1988). Sisa sisa kepercayaan lama masih tetap diturunkan oleh kaum wanita atau ibu ibu kepada anak anaknya, karena kaum ibu masih kuat menganut kepercayaan lama. Kepercayaan kepada kesucian Gunung Rinjani yang menurut orang Sasak sebagai jalan naiknya roh roh ke syurga tetap terpelihara akibat tradisi yang kuat dari kaum ibu kepada anak anaknya. Penyimpangan terhadap ajaran Islam sebenarnya diperkuat lagi dengan datangnya Sunan Pengging pada tahun 1640. Sunan Pengging yang lebih dikeal dengan nama Pangeran Mangkubumi adalah penganut Sunan kalijagayang menyebarkan ajaran sufi. Pangeran Mangku

Bumi kemudiankawin dengan Puteri dari kerajaan Parwa yang menyebabkan kekecewaan kerajaan Goa, sulawesi selatan, yang menduduki Lombok pada tahun 1640. Selanjutnya, Pangeran Mangkubumi lari ke Bayan dan disinilah ia menyebarkan ajaran Islam Wetu Telu. Versi lain menyebutkan bahwa menurut mitologi yang dipercayai oleh orang Bayan bahwa Islam di Lombok disebarkan oeh Pangeran Sangopati. Pangeran ini mempunyai dua Putera yaitu Nurcahya yang tua dan nursada yang bungsu.nurcahya menyebarkan Islam waktu lima, sedangkan, sedangkan Nursada menyebarkan Islam Waktu Telu. Setelah pengikut mereka masing masing banyak maka yang menjadi pengikut islam Wkatu lima mengalami berbagai musibah dan penyakit. Sedangkan yang menjadi pengikut Islam Waktu Telu hidupnya sehat dan panen melimpah. Olah karena itu, maka Nurcahya datang kepada adiknya agar menolong pengkikutnya, dan mereka semua bersedia menjadi pengikut Islam Waktu Telu. Dari sinilah awal mulanya konon maka orang Bayan menganggap bahwa Islam Waktu Telu (Adonis:89). Abad ke- 19 merupakan priode kegelapan bagi perkembangan agama Islam di Lombok Khususnya di Lombok Barat yang dikuasai langsung oleh raja raja asal Bali mengalami tekanan yang hebat. Memang raja raja, terutama pada zaman kerajaan Mataram pada mulanya agama Islam mendapat tekanan dan cenderung untuk menghindarkan orang orang sasak yang beragama Islam. Tekanan tekanan itu beru diskriminasi antara rakyat yang beragama Hindu dengan yang beragama Islam. Usaha mewarnai serta mengaburkan ajaran Islam yang murni dengan ajaran ajaran Hindu telah memerosotkan nilai dan perkembangan agama Islam di Lombok. Judi judi di paksakan kepada pemimpin Sasak supaya di adakan ditiap tiap desa selain untuk memperoleh pajak, juga untuk melemahkan kepercayaan penduduk dari ajaran mereka. Haji haji yang berpengaruh di fitnah dan dibunuh seperti yang terjadi pada tahun 1855 (depdikbud, 1988:139).

Kira kira pada tahun 1937 lahirlah Lembaga Pendidikan Islam Nadhatul Wathan yang di selenggarakan secara modern dipelopori oleh Haji Zainudin Abdulmajid yang berpusat di Pancor ( Lombok Utara. Kalau para mubaligh sebelumnya mendapat tantangan dari golongan yang takut kehilangan pengaruh, maka Nadhatul Wathan justru mendapat tantangan dari tokoh tokoh ulama Islam. Beliau itu menganggap sistem pendidikan yang dikembangkan oleh Nadhatul Wathan yang berpusat di Pancor itu dianggap bidaah. Sampai kedatangan Jepang perkembangannya sangat lambat dan memperoleh berbagai halangan dan rintangan. Sistem ini tidak dapat diterima oleh masyarakat ulama ialah karena murid murid duduk di bangku dan ajarkan paka pak umum antara lain membaca dan menulis latin. Ulama ulama tua sangat anti kepada kebudayaan Eropa. Tetapi pula sangat memusuhi golongan adapt karena banyak tradisi lama yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Akibatnya masyarakat terpecah menjadi dua golongan agama masing masing aliran kolot dan aliran modern. Dan golongan yang kedua adalah golongan adat. Golongan adat ini memisahkan diri dari golongan Islam dengan menanamkan dirinya Islam Wetu Tel. Pada tahun 1935 sebagian besar diantara mereka bergabung ke dalam suatu gerakan yang disebu gerakan Dewi Anjani. Tujuan gerakan tersebut ialah mempertahankan tradisi dan agama nenek moyang yang sering mereka sebut agama Islam Wetu Telu Majapahit Lombok selaparang (Depdikbud, 1988:156-157). C. Pedoman dan Ajaran Ajaran Islam Wetu Telu pada dasarnya mengacu pada ajaran Islam. Namun, dalam perkembangannya di Lombok ajaran Islam yang dibawa dari Pulau Jawa ini tidak sepenuhnya diamalkan. Misalnya keajibansebagai umad muslim untuk mengerjakan Rukun Islam yang lima seperti syhadat, sholat, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.

Ajaran Islam Wetu Telu

hanya melaksanakan tiga dari kelima kewajiban diatas yakni

membaca syahadat, shalat, dan puasa. Kewajiban melaksanakan shalat dan puasa pun hanya sebatas kewajiban seorang kyai, warga biasa tidak wajib melakukannya. Bahkan haram hukumnya bagi yang bukan kyai untuk mengerjakan shalat dan belajar membaca al Quran. Oleh karena itulah, maka kyai dianggap sebagai perantara dalam hubungan dengan Allah. Demikian pula, bila mereka meninggal maka dengan pertolongan kyai- Nya akan mampu mengantarkan mereka untuk membuka pintu surga, lewat doanya. Oang biasa hanya mempunyai kewajiban untuk berpartisipasi dalam setiap upacara, seperti upacara Maulidan dengan membawa makanan ke Mesjid Agung dan berbagai sajian lannya untuk di makan bersama sama. Demikian pula, mereka sewaktu waku mengadakan Ngaji Makam di makam leluhur dengan membawa makanan dan menyemblih kambing atau ayam. Upacara upacara ini biasanya di pimpin oleh kyai (Adonis, 1989:89). D. UPACARA AGAMA ISLAM WETU TELU Seperti kegiatan kegiatan upacara agama Islam pada umumnya, penganut Islam Wetu Telu juga memperingati hari hari besar agma Islam dan beberapa upacara adat yang telah disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Hari hari besar agama seperti yang telah disebut pada tulisan di bagian sebelumnya, yang diperingati oleh penganut Islam Waktu Lima, demikian juga dilakukan oleh penganut Islam Wetu Telu, walaupun keterlibatan penganut Islam Wetu Telu tidak sepenuhnya, sebab sebagian urusan diserahkan kepada para kyai. Penganut Islam Wetu Telu juga melakukan beberapa upacara adat sasak yang telah disesuaikan dengan ajaran Islam. Upacara upacara adapt itu anatara lain adalah metulak yang artinya mengembalikan (tulak = kembali). Upacara ini dimaksudkan untuk menolak bala atau dalam sebutan lain adalah : Tuhla bala yang berarti menolak wabah (bala = wabah).

Upacara metulak dimaksudkan untuk keselamatan manusi dengan seluruh lingkungan dan segala isinya. Jenis wabah yang ditolak adalah wabah padi, wabah ternak, dan wabah manusia (seperti penyakit). Upacara metulak juga dilakukan pada saat menempati rumah baru, dengan maksud mengusir roh roh jahat yang mungkin terdapat di dalam rumah atau masuknya roh roh jahat ke dalam rumah yang baru tadi, sekaligus juga mensyukuri karena Tuhan telah menganugerahi rumah baru. Selain itu, upacara metulak juga di adakan pada saat pemotongan rambut seorang bayi yang berusia 40 hari, pada orang yang akan naik (pergi) haji, dan jika sedang terjadi wabah penyakit cacar. Upacara metulak yang dilakukan dengan maksud untuk menolak wabah padi seperti ulat, tikus, walang sangit dan berbagai jenis virus yang mungkin menyerang kerbau dan sapi. Tanaman padi mulai dari peresmian sampai penen perlu dijaga agar menghasilkan butir butir padi yang baik. Sebab padi akan selalu mengingatkan akan kejadian Dewi Sri. Sejak mulai bibit diturunkan dari lumbung biasanya dicarikan hari yang baik sesuai dengan petunjuk kyai atau pemangku (Depdikbud, 1983/1984:27). Demikan pula pada waktu akan mulai menanam di mana biasanya disesuaikan dengan hari penurunan bibit. Penyakit padi selalu dijauhkan dari tanaman padi sejak masih diperesmian sampai masa panen tiba. Menghindarinya dengan mantara mantara dan obat obatan yang sudah dimanterai oleh dukun (belian = bahasa sasak). Kalau tanaman padi lancer keluar. Pada waktu padi suadah mulai keluar semua, diadakan pula padi pembuatan bubur sebagai makanan padi yang baru keluar. Setiap sore mualai dari padi keluar sampai padi menguning di dekat bait masa (induk padi) di bakar sakam sekam atau rumput kering dengan maksud sebagai perapian atau penolak roh jahat yang mengganggu pertumbuhan padi.

Pada masa antara padi mulai keluar sampai tiba waktu panen beberapa kali sawah dikelilingi setiap sore didendangkan anak idung. Anak Idung semacam nyanyian magis tradisional dengan maksud supaya padi bernas dan betah di sawah tidak menghilang atau pergi ke tempat lain meninggalkan buah yang hampa. Ketika hendak panen di mulai padi dijamu lagi dengan mengambil tempat di sudut tempat menanam bait masa. Maksudnya sebagai permakluman kepada padi bahwa masa panen sudah tiba dan jamuan berarti untuk mengundangnya pulang kerumah,kemudan setelah padi di masukkan ke dalam lumbung di adakan lagi selamatan padi. (disarikan dari Depdikbud,1983/1984;27-29). Upacara metulak yang di lakukan untuk memotong ramut bai yang berausia 410 hari yang di maksudkan intuk membuang Bulu panas. Sebab enuru kepercayaan orang sasak, bahwa rambut yang di bawa lahir dari kandungan ibu dapat mebawa penyakit jika tiaadak adi buang. Akan taetapi,seabenarnya upacara ini di maksudkan untuk amunyatakan syukur kepada tuhan yang telah meng anugrahi seorang anak Sedangkan upacara metulak yang di lakukan untuk menagusur abah penyakit cacar (bahasa sasak = ngayah) di maksudkan untuk pengabdiankepada allah, menurut keperacayaan orang sasak,cacar adalah wabah yang di turunkan allah untuk menguji keteguhan iman hambanya , untuk menalukkan abah cacar ini adalah menuju dewi Andjani, yakni raja jin yang bersemayang di gunung Rinjani.menurut kepercayaan orang sasak, Dewi andjani menguasai wabah penyakit cacar sebagai apeliharaannya, apabila anjing hitam mili Dewi Andjani kelihatan, maka suatu pertanda waba cacar akan berjangkit ( Di sarikan dari Depdaikbud,1983/1984;22-23) Upacara lainnya yang juga menjadi ciri khas penganut agama islam wetu telu adalah acara perang topat . upacara perang topat dalam perkembangan kini di juadikan aseata prawisata di pulau lmbok guna menarik wisatawan berkujung ke negri sasak.

Upacara Perang topat semulanya di lakukan di pura lngsar setiap sethun sekali , Menurul legendanya ,Upacara perang topat di maksudkan untuk memperingatai hilangnya raden Mas sumilir dalam semedinya di mata air lingsar,raden Mas sumilr adalah salah seorang putra raja madain, araden masa sumilir yang bergelar Datu wali mlir Mendapat tempat d hati rakyat median. Syahdan raden mas Sumilir ini sering k bayan menjnguk paman nya yanga menjadi radja muda disasa, setiap beliau menagadakan aaperjalanan tersebut selalu ber istirahat di tepi sebuah hutan yang indah penuh dengan unga cempaka , kenanga, nagasari,dan gadung yang tumbuh sendiri ,hatinya begitu lekat dengan keindahan tempat itu,.kemudian beliau berkenan membuat salah satu mata air untuk melengkapi ke bagusannya dengan menancapkan tongkat pemikat burungnya, dari bekas tancapan tongkat itu memancarka lah air yang sejuk dan besar,Airnya mengalir dengan lajunya mejuju ke tempat yang lebi rendah .perkataan laju dalam bahasa sasak di sebut langser atau langsar, dari kata inilah timbul nama lingsar yang kemudian menjad nama desa d mana mata air itu nerada. Pada waktu berikutnya seisi negri medain di gemparkan dengan menghilangnya raden mas sumlir dalam semedinya di dalam mata air lingsar ini, kesedihan yang menyelubungi warga istana dan aakyat telah embuat mereka lalae.terhadap urusan kwhidupan mereka. Taimbullah paceklik bersama kemarau panjang wabah penyakit pun sudah meraja lela, roh rh baik sepertinya tida menyantuni mereka asedangkan roh roh jahat meraja lela, karma kesedihan ini telah menyabapkan mereka lalae memuja dan membujuk roh rog gaib yang mereka yakini keadaan yang demikiaan berlansung selama 2 tahun. Pada suatu hari ketika pada purnama ke tujuh ,datu piling putra datu pasek yang sedang menginap di pesanggrahan perburuan yang tidak jauh dari mata air itu secara tiba tiba brtemu dengan raden mas sumilir,datu pling di ajak oleh raden mas sumilir ke pertapaannya di mata air.pada pertemuan yanga penuh haru itu raden mas sumilir mengatakan untuk kali ini akan pergi

untuk selama lamanya ,barang iapa yang mau nemuinya atau mengharapkan sesuatu darinyahendalah ia datanga ke tmpat itu. Mendengar akan pamannya akan pergi, maka datu piling memerintahkan pengringnya mempersiapkan beakal berupa ketupat dengan lauk ayam panggang, dan sambal olah olah. Ayam di semblih di tempat itu juga,sebagai kelengkapan perbekaalan tersebut di siapkan pula berapa sirih pinang dan rokok Di waktudari sudah sore yaitu di waktu rarak kembang waru ( gugurnya bunga waru ) tiba tiba raden mas sumilir menghilang di mata air, datu pling beserta pengiringnya yang terperanjat dengan kejadian itu lalu melemparkan ketuapat, ayam panggang beserta sedahn ya lenjaran ke dalam mata air, karna kebingungan ada pula yang lansung menyebur k edalam air atau meminum air bahkan ada yang berusaha yang membawanya pulang ,inilah asal mula perang topat di lngsar Setiap tahun pada purnama bulan (sasih) ke tujuh ketika rarak kembang waru (sore) di lakukan di akukan lah upacara perang topat di mata air akeramat ini. Tempat ini di anggap keramat dan tabu dalam bahasa sasak di sebut maliq. Dari sinilah dasar nama keamaliq lingsar , konon stelah menghilang nya rden mas sumilir yang k 2 kalinya , maka kehidupan masyarakat menjadi makmur kembal ,wabah dan bala menjadi ( seluruh cerita dikutip dari Deodikbid, 193/984:97-99) Di kemali inilah pula di selenggarakan sebuah upacara di sebut Puja wali dengan puncak acara Perang Taopat atau perang ketupat yang biasanya di lakukan pada hari ke tujuh idul faitri, dengan enam hari berpuasalah sunah setelah tanggal I syawal ,perang topat ini di maksudkan untuk kesuburan sawah dan lading, upacara ini di tunjukkan sebagai upacara persembahan kepda Yang Maha Esa agar musim kemarau tidak berkepanjangan dan hasil panen baik. sirna, neagara menjadi aman sentosa

sebelumnya,bagi penganut agama hindu darma.pemujaan kembali di lakukan di bagian bangunan yang di sebut pure, Upacara pujawali itu sendiri di lakukan di pura lingsar yang di percayakan

sebagai pura kuno, dari dlapan pure yang teradapat di lombok, di pure lingsar inlah penganut agama hindu dan ilam wetu telu melaksanakan upacara bersama sama, bangunan pura lingsar tirdiri dari daua bagian yakni: (a) Pura tempat pemuja bagi penganut agama hindu dharma: dan (b) Kemali tempat penyelenggaraan penganut islam wetu telu Namun demikian dalam perkembangan bangunan kemali ini keberuntungan bagi agama apa saja,asal tidak membawa daging babi atao makanan yang mengandung babi. Berkaitan dengan ibadah, terdapat beberapa perbedaan antara penganut. Agama Islam Waktu Lima dengan penganut agama Islam Wetu Telu. Sementara itu bagi penganut agama Islam Wetu Telu dalam cara pelaksanaan ibadah shalat dan puasa tidak sama bagi semua kyai. Dalam hal shalat mereka dapat digolongkan ke dalam lima golongan yaitu : (a) Golongan pertama, waktu sembahyangnya lima waktu (Magrib, Isya, Subuh, Zohor, dan Ashar) dalam sehari semalam. Ini berlaku bagi Waktu Telu Putih di Pujit; (b) Golongan kedua, waktu sembahyang hanya sembahyang Zohor pada hari Jumat, sembahyang mayit, sembahyang Hari Raya Idul Fitri, sembahyang Tarawih di bulan Ramadhan. Sembahyang sembahyang wajib yang lain tidak dikerjakannya sama sekali. Berlaku bagi daerah Bayan, Tanjung, Narmada, Gerung, dan Pujut ( Waktu Telu Hitam ); (c) Golongan ketiga, waktu sembahyang hanya sembahyang Ashar pada kamis Sore, sembahyang Subuh pada Hari Raya Idul Fitri, sembahyang Zohor pada hari Jumat. Berlaku di daerah Sembalun, Sapit (Lombok Utara); (d) Golongan Ke empat, waktu sembahyang adalah sembahyang Subuh pada hari Raya Idul Fitri, sembahyang Zohor pada hari Jumat, sembahyang Magrib dan Isya selama bulan Ramadhan. Di samping itu melaksanakan sembahyang hari Raya Idul Adha, sembahyang Tarawih, sembahyang Mayit. Berlaku di desa Rembitan (Lombok Utara);

(e)

Golongan ke lima, waktu sembahyang berlaku ketentuan sebagai berikut: selama kyai sebagai merbot (petugas yang memukul bedug tiap waktu sembahyang) kyai tersebut sembahyang lima waktu sehari semalam (berturut turut tujuh hari ). Kyai tersebut

sembahyang lima waktu sehari semalam (berturut turut tujuh hari). Tetapi, bila sudah tidak betugas lagi ia hanya sembahyang Jumat, sembahyang Tarawih, sembahyang hari raya Idul Fitri, atau Idul Adha, dan sembahyang Mayit. Berlaku di Desa Pengadangan (Lombok Timur) (Depdikbud, 1988:158). Sedangkan untuk pelaksanaan puasa dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan penanggalan. Kelompok penaggalan Rabu, umumnya mulai berpuasa pada tanggal 1 Ramadhan. Kelompok penaggalan Kamis, umumnya mulai berpuasa pada tanggal 2 Ramadhan. Kelompok penanggalan Jumat, mulai berpuasa pada tangagal 3 Ramadahan. Bagi mereka mempunyai prinsip berpuasa harus 30 hari penuh, ditambah satu hari lagi pada hari raya Idul Fitri, mereka berpuasa sampai selesai sembahyang Idul Fitri. Karena ini, timbullah penyimpangan penyimpangan yang

menyolok yang mengundang yang mengundang serangan dari golongan Islam Waktu Lima. Yang mualai puasa pada tanggal 2 dan 3 Ramadhan mengakhiri puasanya pada tanggal 2 dan 3 syawal.bulan yang nampak di tidak di anggapnya bulan,tetapi bintang yang di sebutnya bintang tumanegal, pandangan mereka yang demikian itu menambah renggangnya hubungan mereka dengan golongan islam waktu lima, dalam pandangan golngan waktu lima, mereka adalah kafir.Lebih lebih mereka yang golongan islam waktu telu itu masih percaya kepada dewa dewa serta meghalalkan minuman kerasa dan judi, di bawah pimpinan mangku, mereka melaksanakan pemuja pemujaan di kemali ( tempat yang di keramatkan ) ( Depdikbud,1988;158-159 ) Walaupun islam Waktu Lima dangan islam Waktu Telu berbeda dalam pelaksanaan syareat, tetapi mempunyai perinsip kepercayaan yang sama ialah percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad pesuruh Allah dan Kitab suci Al-Quran sebagai pegangan. Kedua aliran ini samasama gigih menentang kebudayaan barat .yang satu menganggap kebudayaan barat itu haram dan

pengaruh aliran Waktu Telu ini menganggap kebudayaan barat ini merusak kepercayaan dan adat istiadat sehingga memasukkan anak anak ke sekolah saja merka enggan dan mereka menganggap mengancam maasadepan mereka,dari golongan agama pada mulanya tidak dapat menerima sikap dan tingkah laku yang di ajarkan di skolah dan tidak dapat menerima tingkah laku orang orang belanda dan para pegawai pemerintah. ( Depdikbud, 1998;l60 ). Dalam perkembangan nya kini, perang topat di lakukan oleh mereka yang berpuaa sunah enam hari setelah 1 syawal Idul Fitr yakni pada haria ke tujuh, perayaan ini di maksudkan sebagai ekspresi rasa syukur dengan melakukan ziarah ke makam keramat ( para alim ulama ) yang telah berjasa menyebarkan agama islam di Lombok. Makam-makam keramat yang di ziarahi antara lain adalah Makam Loang Balok,dan Makam Syekh sayid Muhammad Ibrahim dib au layer di pantai senggigi, Lombok Barat, makam keramat di lembar dan ketak Lmbok Tengah, di makam ini pulalah para peziarah melakukan poyong rambut ( ngurisan ) sebagai kaul atas keberhasilan hidup mereka. Dalam Perang Topat,selain ketupart din bawa pula peleleh ayam, daging,telur,pakis,urap urap, dan pelecing kangkung. Untuk memeriahkan penyelenggaraan perang topat ini,kini banyak di iringi atraksi kesenian dan olah raga seperti lomba dzikir,omba memukul beduq,lomba qasidah,tari rudat,berselancar,lomba makan ketupat raksasa, dan sebagainya. Tempat pelaksanaan perang topat di mulai dari pelabuhan Lembar hingga ke Pantai Senggigi ke bayan menyusuri sepanjang pantai sejauh 45 km. Upacara keagamaan yang keudian mejadi bagian dari tradisi para penganut ilam Wetu Telu adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan maulid yang di peringati tanggal 12 Rabiul Awal oleh para penganut islam Wetu Telu di sebut Maulid adapt. Selama bulan Rabiul awal ini semua langgar, mushala,maupun masjid yang terdapat di bayan di penuhi para jamaah.

Berbagai acara pun di gelar untuk memeriahkan bulan maulid ini, permainam perisaian yakni pertarungan antara dua pemain yang menggunaka rotan dengan ende ( perisai ) yang terbuat dari kulit kerbau di lakukan di halaman masjid bayan, permainan ini di lakukan pada malam hari dengan di sinari bulan purnama yang di saksikan banyak penonton. Sementara itu, sebagian penduduk ada yang memampaatkan momen mauled untuk melaksanakan ngurisan ( upacara potong rambut bayi ). Selama perayaan mauled ini di lakukan doa dan makan bersama di Mesjid Kuno bayan belek yang di pimpin oleh kiai Wetu Telu.

E. MESJID KUNO BAYAN BELEK Masjid kuno Bayan Belek yang trdapat di dusun Karang Baju, Desa Bayan,Kecamatan bayan,kabuoaten lombok Baratdi perkirakan di dirikan sekitar abad ke-16. banguanan mesjid terbuat darti bambu dengan ukuran 8 x 8 meter persegi.pintu masuk mesjid setinggi 1.10 meter dengan atap yang menjurai ke bawah sekitar satu meter dari tanah, oleh sebap itu, pengunjung yang akan memasuki masjid harus menundukkan kepala dan membungkukkan badannya ,dasar filosofinya adalah bahwa memasuki rumah tuhan, kita harus berhomat dan berserah diri enundukkan kepala. Bagian lantai terbuat daru tanah,sehingga jika masjid ini ingin di gunakan untuk shalat,harus terlebih dahulu di gelar tikar, bagian atap pada bagian atap masjid terdapat kap yang di sebut Molo Molo yang pada mesjid umumnya biasanya berbentuk gambar bulan sabit dan bintag.

Di dalam Mesjid terdapat mihrab yang menghap ke makah dan di sampingnya terdapat mimbar dengan bagian atasnya terdapat ukiran naga bayan, konon naga ini mempunyai riwayat yang di perayai oleh islam Wetu Telu Yaitu ketika dahulu kala Raja Bayan pernah berlayan tetapi perahunya kesasar ke tengah laut sehingga timbul ketakutan akan tenggelam.Oleh Karna itu, maka ia berjanji bila mana kalau ada yang mampu menyelamatkan dirinya dari bahaya itu, ia akan mengawinkannya dengan putrinya,ucapan ini di dengar oleh naga di tegah laut, dengan segera naga itu mengiring perahu raja bayan itu ke tepi panti muara dan selamtah raja dengan seluruh penagiringnya, Tetapi, Rupanmya raja mau mengingkari janjinya ,mengetahui hal itu, maka naga yang telah menolong raja bayan datang dan merusak perahu-perahu orang bayan yang di tepi pantai bahkan banyak orang bayan yang d bunuhya. Melihat musbah yang melanda rakyatnya ,maka raja bayan sadar dngan janjinya dahulu ketika dia berada di tengah laut, dengan segera ia pergi minta ampun dan bertaobat serta berjanji kepada naga bahwa akan di abadikan di masjid dengan bentuk ukiran, ketika raja kembali ke bayan raja dengan segera ia melaksanakan janjinya itu dengan membuat ukiran Naga Bayan dan di letakkan di atas mimbar mesjid itu. (Adonis,1989:91-92 ). Di sisi lain dari papan ukiran naga itu terdapat ukiran rusa, unggas, padi, kapas,beberapa kelapa, dan sebuah pisau yang besara atau parang. Makna semua lamabang tersebut adalah bahwa baga melambangkan penaklukan dunia dan segala bentuk kehidupan di dunia yang dilambangkan penaklukan dunia dan segala bentuk kehiduapan di dunia yang dilambangkan dengan tiga macam ukiran yaitu: (a) kehidupan karena dilahirkan dengan menyusui serta membesarkan anak anaknya dilambangkan dengan rusa; (b) kehidupan yang dilahirkan dengan menetas lewat telur dilambangkan dengan unggas;dan (c) kehidupan yang tumbuh dalam bentuk tumbuh tumbuhan pertanian dan bermacam macam buah buahan di lambangkan dengan kelapa.

Sedangkan ukiran kapas dan padi melambnagkan kemakmuran dari pengikut Islam Wetu telu. Sementara itu, pisau besar atau parang melambngkan kekuasaan atau kekuatan (Adonis, 1989:94). Beduq yang diikat dengan tali juga terdapat di dalam mesjid. Sedangkan tempayan sebagai wadah untuk mengambil air wudhu terdapat di samping mesjid di bawah pohon kamboja. Disekitar mesjid kuno ini, masih dalam kompleks yang sama, terdapat empat makam Tuan Guru yang di keramatkan dan beberapa makam kyai pengikutnya. Keempat makam keramat ini dipercaya sebagai orang yang pernah berjasa menyiarkan agama Islam di Bayan. Keempat makam keramat tersebut adalah makam Tuan Guru Titi Mas Pengilu, Tuan Guru Karang Salak, Tuan Guru Anyar, dan Tuan Guru Sukadana. Tak berapa jauh dari kompleks mesjid kuno dan makam terdapat kompleks rumah adat yang didiami oleh empat keluarga. Bangunan yang terdapat di kompleks tersebut terdiri dari rumah tempat tinggal kyai ( Tuan Gur ), bangunan untuk upacara, sbuah gubuk yang tidak ditempati. Suatu kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat Bayan adalah bahwa Islam pertama kalai dating di Pulau Lombok adalah di Bayan kemudian berkembang ke seluruh Pulau Lombok dan di anggap sebagai spirit Islam Wetu telu. Mereka berpendapat bahwa islam yang sebenar benarnya adalah cabnag dari yang ada di Bayan. Oleh karena itu, seluruh pemuka Islam Wetu telu selalu berkumpul dalam waktu waktu tertentu di mesjid Agung ini. Di dekat Bayan ada desa yang bernama Muntur, kira kira delapan kilometer dari Bayan kearah timur, terdapat juga sebuah mesjid yang dianggap saudara kembar mesjid yang ada di Bayan. Tetapi mereka beranggapan bahwa mesjid di Bayan adalah isinya, sedangkan mesjid yang ada di Muntur adalah kulitnya. Selain itu masih ada tiga mesjid yang di anggap saudarnya mesjid di Bayan yaitu di Muara, Tanjung Petak, dan Batu sabang yang ke smuanya juga di anggap kulitnya saja (Adonis, 1989:95).

F. Wetu Telu dan Perkembangannya Peruses perjalanan yang cukup panjang dalam sejarah syiar agama Islam di Pulau Lombok, khususnya pada orang sasak sebagai penduduk asli. Agama islam Wetu telu, yang hanya terdapat di Pulau Lombok dan dianut oleh sebagian kecil orang Sasak telah menjadikan ciri khas dan daya tarik tersendiri dalam memahami lebih dalam kebudayaan Sasak. Tetapi di pertahankannya adapt dan kepercayaan asli sasak,bersamaan dangan itu di trimnya pula jeran islam sebagai kepercayaan baru untuk kaemudaian di upayakan keduanya dapat sering sejalan dalam ke hiduan sehari hari orang sasak. Penganut islam Wetu Telu hanya mengajarkan Tiga dari Lima Raukun islam, yakni,Syahadat,Shalat,dan sahum, sementara shalat dan sahum mejadi urusan para kiyai dan warga biasa tidak wajib mengerjakannya,di sinlah peraan kiyai dan tuan guru menjadi sangat penting dalam kehidpan orang orang sasak.tuan guru tidak hanya sebagai perantaraantar warga baiasa dengan Allah SWT dalam melaksanakan kewajibannya sabagai seorang muslim, tetapi sekaligus pula lewat doa para kiyai ( uan guru ) ini orang sasak percaya bahwa jika mereka meninggalkelak mereka akan masuk surga. Namun, nampaknya anggapan demikian kian sirna dengan gigihnya syiar Islam yang menuju keenpurnaan bagi umatnya, kenyataan ini di tunajukkan dengan sebuah tembang Sinom yang tertilisa dalam Lontar Dajal yang masih di perdengarkan menghalau dignnya desa yang terletak di kaki gunung rinjani.Tembang sinom tersebut berbunyi sebagai berikut:isrti lanang sami sembahyang, perawan lan jejaka sami bias maca quran,tanana durgo bin hati,hatine sami becik,Hadil bing kawumipun,Wis takadir ing pangeran, Haring aja merdengkasam, sing karsane hana buga kapanggigih.Atrinya : wanita dan peria semua sembahyang,semua gadis dan jejaka bisa membaca quran, tiada kebencian di hati, semua terbaik hati, adil terhadap rakyatnya, sudah kehendak Tuhan ,pada raja merdengkasami, semua keinginannya bias tercapai.( Tempo.1991 )

Cukup sulit mengetahui secara pasti jumlah penganut Islam Wetu Telu, baik di baan maupun di Lombok umumnya Namun, dengn masih tetap di pergunakannya masjid Kuno ayan belek untuk shalat para Kiyai dan bukan oleh warga biasa, serta penyeleggaraan hari-hari besar islam seperti Perang Topat dalam Idul Fitri dan Maulitan adapt,telah menunjukkan kepada kita bahwa Islam Wetu Telu masih bertahan. Kebreradaan islam wetu Telu saat ini tetao harus kita terima, tanpa perlu menjauhi para penganutnya ataupun mengasingkannya, di tengah kondisi tidak menentu dengan kerisis kebudayaan yang amat mudah menyulut bentrokan fisik antar sesame, nampaknya kita harus lebih saling menghormati segala aperbedaan yang ada, kita di tuntut untuk lebih arif,dalam bersikap menghadapi segala perbedaan apalagi setelah memahami latar budaya terbntuknya islam Wetu Telu di Lombok,sambil terus berupaya dalam syar Islam untuk lebih menyempurnakan ibadah sebagaimana yang di ajarkan acara bnar dalam Islam.

BAB V RAGAM WARNA DAN BUDAYA KABUPATEN LOMBOK UTARA A. MENUJU TAON UMAT BUDHA, KLU. Wujud syukur tercapai peningkatan pangan dan kesejahtraan. DAERAH gumi sasak Adhi Daya ( Dayan Gunung ), Kabupaten Lombok Utara, dikenal sebagai daerah aman dan subur yang dihuni oleh masyarakat yang majemuk dimana hidup beberapa etnis dan agama seperti, Agama Islam, Hindu dan Budha. Meski mayoritas, agama islam dapat menempatkan diri pada posisi yang strategis sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki toleransi tinggi terhadap kepercayaan dan agama orang lain. Selain warganya yang taat dalam menjalankan ajaran agama masing-masing, sebagian besar masyarakatnya sampai saat ini masih memegang teguh karma adat, tradisi dan kearifan budaya local warisan leluhur

dan nenek moyang baik dalam ritual keagamaan (gawe gama), perkawinan (gawe urip) atau kematian (gawe nyoyang). Hal ini dapat dilihat dalam keseharian masyarakat Lombok Utara yang senantiasa menempatkan adat budaya para leluhur pada tempat paling tinggi yang pantang diabaikan. Ketundukan dan penghormatan kepada leluhur dalam perspektif mereka adalah bagian dari ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Tuhan sang pencipta. Salah satu agenda ritual agama tahunan masyarakat adat Lombok Utara diantaranya yakni, seremonial adat keagamaan memuja Tain bagi umat Budha di Pawang Kuripan, Baro dan Bageq bais, Kecamatan Tanjung serta beberapa wilayah KLU lainnya. Hal ini sebagai perwujudan ritual adat agama atau luir agama yang merupakan bagian dari penghayatan masyarakat terhadap keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang maha Esa dan sebagai ungkapan rasa hormat dan pengkhidmatan terhadap nilai kearifan yang telah diwariskan oleh para leluhur masyarakat sasak zaman dahulu. Seremonial Menuju Taon adalah prosesi pemujaan besar yang melibatkan ribuan umat budha dilombok utara bahkan dari luar daerah yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam. Memuja taon sesungguhnya merupakan kelanjutan dari memuja Balit atau hujan yang dihelat pada sekitar bulan april atau pertengahan musim hujan. Pada memuja balit saat itu umat meminta kaya (memohon) keselamatan dan hasil pertanian yang melimpah, kesejahtraan dan kesehatan. Kini setelah limpahan karunia tuhan itu telah didapat, umat kemudian melakukan pemujaan akbar sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan yang maha kuasa. Puncak prosesi memuje Taon biasanya dilaksanakan umat budha lombok utara pada setiap bulan september bertepatan dengan bulan pernama. Ritual memuja Taon atau juga disebut muja kemarau, diawali dengan sangkep romo (rapat tokoh agama ). Pada rapat itu dibahas soal berbagai persiapan termasuk penggalangan sandang dan pengumpulan sesajen yang dikumpulkan dipepujen Tanjung bagek bais oleh para mangku atau toaq lokaq. Sesajen berupa makanan pokok, aneka saji rake atau berupa hasil bumi dan ternak serta hasil usaha, buah-buahan dan berbagai jenis jajanan tradisional. Tiga hari kemudian dimulai dari bale banjar atau Jagad Hita, orang Mpak Pnasan, yang terletak beberapa kilometer sebelah barat kota tanjung. Sekitar pada pukul 18.00 wita, umat berbondong-bondong berkumpul di Pepujen Baiq Bais, yang terletak dipinggir pantai wilayah

desa tanjung guna mengikuti kebaktian umum utama yang dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi yakni Romo Pandita. Setelah kebaktian tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan yakni, pagelaran gending tradisional Sireh dimana para penabuh atau jerunjeng mengajak umat, tua muda, lelaki dan perempuan menari sepanjang malam sebagai ungkapan kegembiraan. Keesokan harinya adalah upacara penutupan. Pada upacara penutupan dirangkai dengan ritual mengibung atau makan bersama sesajen yang sebagian telah disisakan oleh seluruh peserta, setelah itu sisa dari makanan tersebut kemudian dilempar dilokasi yang telah disiapkan tidak jauh dari pesisir pantai lokasi pemujaan, diiringi gending tradisional sebagai upaya untuk menolak bala dan bencana serta sebagai symbol perasaan syukur umat kepada sang budha yang agung.(*) (Bagi umat budha yang berada diwilayah Baro, kecamatan Gangga, atau Kuripan, desa rempek. Kegiatan memuja Taon dilaksanakan dibale banjar yang terletak diatas perbukitan wilayah masing-masing).

Seremonial memuja taon dipimpin beberapa tokoh agama budha di KLU serta satu Romo Pandita atau pimpinan tertinggi imt. Salah satu Romo Pandita yang berdomisili dikecamatan Tanjung Bp. Kartadi. S.Pd B. GAWE ADAT LOKOQ SUMBUR. Wujud syukur atas Kesejahtraan dan Kesehatan GAWE adat Lokoq Sumbur, adalah sebuah seremonial peserta syukuran yang digelar oleh masyarakat desa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, NTB. Gawe (pesta) adat Lokoq Sumbur, digelar setiap tahun dengan melibatkan seluruh warga masyarakat, tidak hanya dari desa Sambiq Bangkol, namun juga diikuti oleh sejumlah warga desa lain dari berbagai wilayah KLU. Pelaksanaan Gawe hanya dilakukan pada hari senin, setiap awal bulan agustus hingga akhir oktober setiap tahun. Gawe Lokoq Sumbur ini adalah salah satu ritual watisan tradisi nenek moyang yang telah berlangsung selama ratusan tahun,

sebagai wujud syukur dan kebahagiaan warga atas berbagai keberhasilan hidup mulai dari melimpahnya panen hasil bumi dan peningkatan ekonomi hingga kesembuhan terhadap suatu penyakit yang diderita warga. Menurut masyarakat setempat, Tradisi Gawe adat Lokoq Sumbur adalah sebuah keniscayaan dan harus dilaksanakan tiap tahun, karena mereka percaya akan terjadi bala bencana berupa berbagai kesusahan dan penyakit yang akan menimpa para penduduk desa jika tidak dilaksanakan. Dalam setiap rangkaian proses dan pelaksanaan ritual gawe adat Lokoq Sumbur, dipimpin oleh seorang pemangku adat atau mangku gumi ( Toaq Lokaq ). Peserta dimulai dengan proses pendaftaran peserta kepada sang toaq lokaq, khususnya bagi warga yang akan membayar nazar. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan bahan-bahan sandang pangan selama sepekan dari tiap peserta termasuk pengumpulan hewan ternak jenis, ternak sapi atau kambing dan ayam sebagai sarana pembayaran Nazar atau janji para peserta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah semua persiapan dan hewan ternak pembayar nazar dari peserta terkumpul, maka sebagian warga melakukan pembersihan dilokasi mata air (Lokoq Sumbur) yang dijadikan media pemandian dan pusat ritual. Mata air lokoq sumbur ini terletak dikaki bukit desa yang berjarak sekitar satu kilometer dari pusat gawe adat. Mata air atau Sumbur ini tidak pernah kering meski musim kemarau bahkan anehnya, airnya akan kering pada musim hujan. Puncak acara gawe adat lokoq sumbur diawali dengan penyembelihan hewan pembayar nazar untuk dikonsumsi secara begibung (bersama) seluruh warga desa. Jumlah hewan yang disembelih tiap tahunnya mencapai ratusan ekor tergantung kondisi ekonomi warga. Setelah proses pembacaan doa, tengah hari kemudian, para peserta bersama ratusan warga yang ingin mendapat air suci, dipimpin pemangku adat berjalan beberapa ratus meter menuju lokasi lokoq sumbur untuk melakukan pemandian bagi para peserta dengan air suci lokoq sumbur sambil membawa sesaji berbentuk makanan kering untuk didoakan dan dibagi keseluruh pengunjung yang dirangkai dengan pelaksanaan ngurisang (cukur rambut) bayi bagi yang dihajatkan. Acara ngurisang diiringi zikir dan doa bersama seluruh warga dilokasi pemandian. Beberapa jam setelah proses pemandian seluruh peserta dengan air lokoq sumbur dan pengambilan air suci oleh warga selesai, warga kembali menuju lokasi pusat acara didusun kelongkong, untuk melaksanakan acara puncak yakni acara mengibung atau acara makan bersama berbagai makanan dan daging hewan ternak pembayar nazar para peserta yang telah diolah. Semua pengunjung boleh menikmati makanan yang ada terkecuali, bagi para peserta yang membayar

nazar. Tokoh adat (Toaq Lokaq) pemimpin tetap Riutal Gawe Adat Lokoq Sumbur, Amaq Nilasip, yang tinggal langsung didesa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga, KLU. Pemusungan atau kepala desa juga bertindak sebagai penanggung jawab gawe tiap tahunnya. (*)
C. RITUAL ADAT MEMAREK BEBEKEQ, SELELOS, KECAMATAN GANGGA

BANTARAN gumi Sasak Adhi Dhaya (Dayan Gunung), Kabupaten Lombok Utara terletak paling utara pilau Lombok, Nusa Ternggara Barat. Adalah sebuah kawasan yang dikenal subur dengan penduduk yang terdiri dari berbagai etnis dan agama. Agama Islam meski mayoritas namun dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat sebagai bagian dari masyarakat majemuk ditengah-tengah agama Hindu dan Budha. Karena itu sebagian besar masyarakatnya sampai saat ini masih memegang teguh krama adat, tradisi dan kearifan budaya lokal warisan leluhur dan nenek moyang baik dalam ritual keagamaan (gawe gama), perkawinan (gawe urip) atau kematian (gawe nyoyang). Dalam kehidupan sosial, komunitas adat Lombok Utara memiliki konsep tiga pilar, pertama pilar kepenguluan yang memiliki kewenangan dalam bidang adat gama (agama)kedua, pilar kemangkuan yang memiliki kewenangan atas adat (tanah, hutan dan laut ) dan ketiga pilar pangreh praja (pemekel/mekel) yang memiliki otoritas di bidang pemerintahan (pemusungan/keliang) pada struktur masing-masing. Dalam terminologi sosio kosmologis sasak terkenal dengan nama Wet tau tlu yang kemudian masyhur dengan konsep Islam waktu tlu atau gama tlu. Waktu tlu atau gama tlu pada dasarnya bukanlah sebuah agama, melainkan sebuah konsep kehidupan sosial masyarakat Lombok Utara yang digali dari konsep penciptaan manusia yang berasal dari Allah SWT, dan Adam sebagai manusia pertama serta Muhammad sebagai penutup kesejatian keuripan sejagat. Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir dipercaya dan diyakini haq sebagai sebab dari segala kejadian yang kejadian yang agung, yaitu penciptaan alam dan seluruh isinya. Dalam terminologi lain, waktu tlu merupakan konsep siklus kehidupan dari metu/arak (ada), idup (hidup) dan mate (mati). Aplikasi konsep ini dapat dilihat dalam keseharian masyarakat Lombok Utara yang senantiasa menempatkan adat budaya para leluhur dalam perspektif mereka adalah bagian dari

ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWT sang pencipta. Karena itu, agenda tahunan masyarakat adat Lombok Utara dapat dijumpai di Bayan dan Sesait dengan Maulid Adat, Memarek Bebekeq di Selelos, Mandik Safar di Gili Tarwangan, Muja Taon di pawang Kuripan termasuk Slametan Tleokan di Telok Kombal dan lain-lain. Tujuan pelaksanaan berbagai kegiatan ritual adat gama atau luir gama tersebut merupakan bagian dari penghayatan masyarakat terhadap keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai ungkapan rasa hormat dan pengkhidmatan terhadap nilai kearifan yang telah diwariskan oleh para leluhur masyarakat Sasak zaman dahulu.

a. Memarek Bebekeq
Dalam terminologi sasak MAREQ maknanya ziarah atau datang ke suatu tempat yang memiliki nilai kesejarahan. Sedangkan BEBEKEQ adalah satu kawasan yang dipercaya oleh masyarakat Dayan Gunung terutama daerah Kecamatan Gangga, sebagai lokasi kerajaan Bebengkeq yang moksa (hilang) bersama Raja dan kawula kerajaan pada masanya. Wilayah kekuasaan kerajaan Bbengkeq sendiri cukup luas yaitu meliputi kedistrikan Gangga (kini kecamatan) hingga wilayah selatan Lombok Barat. Versi lain mengatakan bahwa, Memarek bebekeq dimaknai sebagai Muja Wali. Muja artinya napak (lampak), Wali artinya tilas. Dalam konteks ini maka memarek bebekeq adalah Muja wali sebuah agenda tahunan masyarakat adat untuk menapak tilas perjalanan kerajaan bebengkeq sebagai salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar sampai keselatan Lombok Barat. Berdasarkan penuturan raja-raja Kerajaan Bebengkeq dan kisah-kisah mitologi sasak Adhi Dhaya, acara Memareq Bebekeq adalah bagian dari pemujaan (pengabdian) terhadap Tuhan Yang maha Esa (Sang Hyang Widhi ) dan ziarah kepada para leluhur untuk mengenang jasanya yang telah mengembangkan ajaran keuripan (kehidupan) dibawah kerajaan Bebengkeq. Diskripsi di atas memberikan pemahaman bahwa Memarek Bebekeq merupakan sebuah refleksi konsep sosiologis masyarakat sasak Dayan Gunung Lombok Utara sebagai pengejawantahan atas konsep Wet Tau Telu yang kemudian keliru dimaknai sebagai agama sasak Gama Tlu atau Waktu Tlu.

b. Prosesi Ritual Memarek Bebekeq


MEMAREK BEBEKEQ iyalah ritual adat tahunan yang sarat dengan nilai kemanusiaan dan diselenggarakan bersama oleh tiga agama yaitu Islam, Hindu, Budha dan digelar pada setiap akhir agustus oleh masyarakat dusum Selelos, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. Seremoial Memareq Bebekeq dilaksanakan selama sepekan. Ritual adat ini dimulai dengan persiapan-persiapan acara seperti, Gundem atau musyawarah adat yang dipimpin oleh mangku dan anggota penglinsiradat dusun Selelos da Pemusungan (Kepala Desa) Bentek. Sejumnlah persiapan yang ditentukan pada waktu itu diantaranya: Lokasi acara, Undangan, Perlengkapan, Konsumsi dan akomodasi. Setelah berbagai persiapan untuk melaksanakan ritual memarek bebekeq telah siap. Prosesiacara kemudian dilakukan selama tujuh hari tujuh malam yang berpusat disusun selelos yang dimulai dengan, Prosesi adat penyambutan tamu yang dilanjutkan dengan acara memule/bangaran (memulai/mengusir roh halus) dibangun rumah adat becingah agung yang telah disiapkan khusus serta dipimpin pemangku gumu Selelos atau juru kunci kawasan bebekeq. Kegiatan selanjutnya adalah ritual Penabeq Agung atau mohon permisi kepada sang raja yang moksa. Malam harinya disi juga dengan acara dengan acara maca (membaca) kitab hikayat kerajaan bebekeq termasuk beberapa jenis pagelaran seni budaya local setempat. Pada hari keenam pelaksanaan ritual memarek bebekeq, ribuan warga yang terdiri dari agama Islam, Hindu dan Budha berbondong-bondong menuju kawasan hutan adat bebekeq yang berjarak sekitar tiga kilometer atau perjalanan selama dua jam. Dikawasan hutan bebekeq terdapat sebuah tanah lapang seluas 100 meter persegi yang diyakini sebagai pusat istana kerajaan bebekeq yang moksa bersama sang raja berikut eluruh rakyatnya. Ditempat inilah ketiga unsur masyarakat yang memiliki hubungan erat dengan kerajaan bebekeq tersebut, menginap semalam dan melakukan ritual puncak memarek atau berziarah secara bersama. Prosesi memarek dimulai dengan semedi yang dipimpin pemangku selelos atau juru kunci kawasan bebekeq, setelah itu masing-masing kelompok agama memisahkan diri dan mencari tempat untuk berkumpul danmmemanjatkan doa sesuai dengan cara dan kepercayaan masing-masing. Setelah warga menyelesaikan doa untuk keselamtan para leluhur dan umat, sebagian dari kelompok melakukan acara memaca (membaca) kita hikayat kerajaan bebekeq selama

semalam suntuk. Esok paginya warga kembali melakukan ritual doa bersama untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan kawasann hutan adat bebekeq, ritual terakhir ini juga dirangkai dengan penyembelihan beberapa jenis hewan ternak seperti, kambing dan sapi yang menjadi nazar bagi setiap warga yang telah tercapai hajat dan keinginan selama setahun terakhir. Puncak ritual yang menjadi akhir dari seremonial adat memarek bebekeq yakni acara megibung atau makan bersama seluruh warga peserta ritual bebekeq termasuk para undangan, setelah itu dilanjutkan dengan acara ramah tamah hingga selesai. ***

c. Kerajaan Bebekeq Lombok Utara


KERAJAAN PAMATAN. Sebuah negeri yang dibangun pada jaman kono di pulau Lombok. Masyarakatnya makmur karena berladang, menanam padi dan kapas. Suasana kacau balau setelah Majapahit menganeksasi kerajaan kecil ini. Raja Pamatanpun turun tahta diganti oleh putera sulung prabu Majapahit dengan agama wratsari yang dibawa oleh Garendah dari Jawa. Gunung Rinjani meletus dan memusnahkan Pamatan. Rakyatpun terpencar sampai keseluruh Lombok. Inilah cikal bakal kerajaan Pejanggik, kerajaan Langko, kerajaan Bayan dan kerajaan Sokong. Menurut babad Suwung, kerajaan pertama ini disebut sebagai kerajaan Suwung yang diperintah oleh Prabu Batara Indra dan Permaisuri Diah Sita. Dari keturunan Batara Indra, tercatat 12 kerajaan kecil yang didirikan oleh putera-puteranya, seperti Ama Paberengan (Tumenggung Paberengan) mendirikan kerajaan Sokong. Kecuali putera sulungnya Ama Rara menggantikan posisi prabu sebagai raja Lombok yang bergelar Batara Lombok, sehingga kekuasaannya disebut pulau Lombok. Dalam babad Negara Kertagama Karangan Mpu Prapanca, Bayan dan Sokong termasuk dalam wilayah Lombok Mirah (Lombok Barat). Kerajaan SOKONG adalah kelanjutan dari kerajaan BEBEEQ, yang didirikan oleh putera kerajaan BEBEKEQ setelah moksa dengan seluruh rakyat dan istananya. Sang raja tidak mau tunduk pada kerajaan yang mengalahkannya dengan tipu muslihat. Bukan dengan perang. Kisah tipu muslihat perang inilah sebagai dasar kerajaan BEBEKEQ MOKSA.

d. Mitologi Moksa Kerajaan Bebekeq

ALKISAH. Kerajaan Karang Asem Bali menyerang Kerajaan Bebekeq, Lombok. Tentara Kerajaan Karang Asem bertujuan untuk menginvasi dan menguasai pulau Lombok, pasukan yang akan menyerang kerajaan bebekeq dipimpin oleh Patih Rangga Jowong. Armada Karang Asem mendarat di Gili Trawangan. Demi mengetahui serangan musuh tiba, Kerajaan Bebekeq dipimpin oleh Raden Patih Bonong menyiapkan bala tentara untuk mempertahankan kerajaan. Pasukan Kerajaan bebekeq membuat kemah pertahanan di pelabuhan Bangsal, Pemenang. Peperangan antar kedua tentara berlangsung cukup lama dan terjadi didarat dan laut. Patih Bonong dengan bala tentaranya tidak pernah surut selama peperangan Musush selalu Kewalahan. Kalau tidak menyerah, lari tunggang langgang, atau menjadi tawanan. Saat beralangsungnya peperangan Raden Patih Bonong, ditemani sepasang abdi patih kerajaan bebekeq iyaitu, Amaq Sayon dan Inaq Sayon yang selalu siap melayani terutama menyiapkan air panas untuk membuka gumpalan darah musuh yang tersisa dalam genggaman sang patih yang sakti mandraguna. Selain menyerang dan berhadapan langsung dikancah pertempuran melawan pasukan kerajaan bebekeq. Patih Rangga Jowong, juga memasang telik sandi untuk mengawasi setiap gerak gerik patih Bonong dan bala tentaranya. Suatu saat, telik sandi bertemu Amaq Sayon dan menawarkan jabatan dengan jaminan hidup bahagia dan bergelimang harta. Amaq sayon terpedaya dan tertarik dengan tawaran itu sehingga terjadilah tipu muslihat dari patih rangga jowong terhadap pasukan raden patih bonong. Keesokan hari, setelah kembali dari medan perang terjadi dialog antara Amaq Sayon dengan tuannya Raden Patih Bonong. Wahai Tuanku, dengan berat hati dan rasa kesedihan yang amat sangat. Hamba memberitahuan kepada tuan bahwa Kerajaan karang Asem telah masuk ke pusat kerajaan bebekeq. Raden Patih Bonong, kemudian menjawab, kalau raja sudah kalah dan takluk, untuk apa kita berperang mempertahankan kerajaan? Tidak ada raja yang kita bela bila raja telah kalah. Kita menyerah saja, kata patih Bonong. Keesokan harinya, perang pun berlanjut lagi. Berbarengan dengan itu, dengan kuda Amaq sayong pun melapor ke raja di Bebekeq, bahwa patih Bonong telah menyerah.

Amaq Sayong : Paduka yang mulia, berita buruk dari medan perang, bahwa Raden Patih Bonong telah menyerah. Prabu Denek Mas : Kalau Patih Bonang telah kalah, maka tidak ada lagi yang bisa kita pertahankan. Patih Genep dan Patih Ampangbayuh tidak dapat diandalkan. Serta merta sang prabu memanggil adiknya Denek Mas Dini Sari Gunung untuk mengambil cangku (cembung/mangkok) dan mengambil air di sumur (sumbur) monjet. Air dari sumur itulah yang dipercikkan oleh sang prabu, sehinga kerajaan dan rakyatnya moksa, hilang dari permukaan bumi. Pada saat Patih Rangga Jowong melakukan penyerangan ke pusat keratin kerajaan bebekeq tidak ditemukan. Tidak ada satupun atau kuwula yang ditemukan, kecuali hamparan gumi yang lapang dengan rumput yang hijau. KERAJAAN BEBEKEQ MOKSA BERSAMA RAJA DAN RAKYATNYA.

Kondisi Sebenarnya, Prajurit Kerajaan Karang Asem, Tidak Bisa Sampai Di Pusat Kerajaan Bebekeq Sebelum Raden Patih Bonong Dapat Dikalahkan. Disisi Lain Sebenarnya, Patih Bonong Belum Kalah Tapi, Strategi Inilah Yang Kemudian Melemahkan Semangat Patih Dan Pasukannya. Demikian Juga Raja Yang Percaya Atas Imformasi Amaq Sayon.

Sumber : Datu Artadi, tokoh adat Lombok Utara dan keturunan langsung kerajaan Bebekeq. Alm. Bpk. Soedharma, tokoh adat dan pengelingsir gumi Dayan Gunung. Pemangku Adat, juru kunci kawasan hutan adat bebekeq dan keluarga serta masyarakat Selelos. Dll.

D. MANDI SAFAR RITUAL TOLAK BALA MANDI Safar adalah salah satu ritual adat yang di kerjakan satu tahun sekali oleh masyarakat Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, kabupaten Lombok Utara, ( Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air ). Mandi safar juga dikenal dengan istilah Rabu Bontong atau hari Rabu trakhir pada bulan safar (penanggalan Islam) pelaksanaan pada waktu terbit fajar. Tanggal pengerjaannya juga tidak dapat di sesuaikan dengan penanggalan atau kalender pemerintah tapi biasanya di kerjakan pada bulan Januari atau Februari. Menurut kepercayaan dari orang tua dulu atau para tokoh agama atau pun tokoh adat setempat, pada waktu dulu tepatnya zaman Rasulullah (Nabi Muhammad Saw) beliau meminta dan menyarankan pada semua sahabat dan pengikutNya pergi hijrah atau keluar rumah untuk mengerjakan ibadah dan memperbanyak amal kebaikan antara sesame salah satunya memohon doa Tolak Bala karena diyakini pada Rabu Bontongatau akhir bulan safar Allah akan menurunkan 700 macam penyakit. Sebelum melaksanakan ritual ini badan harus di sucikan terlebih dahulu dengan cara mandi di sungai atau dilaut, bahkan biasanya dilakukan berpuasa terlebih dahulu. Sedangkan di Gili Trawangan ritual ini mulai di kerjakan sekitar tahun 1996, sedangkan tahun 2006 masyarakat menyepakati untuk di kerjakan rutin di tiga gili dengan cara bergantian, sesuai dengan kesepakatan bersama. Meski tiga gili memiliki masyarakat yang majmuk (sasak, makasar, jawa) pelaksanaan Mandi Safar atau Rabu Bontong dapat di terima dengan baik tanpa ada perbedaan presepsi karena di setiap daerah juga memiliki tradisi yang sama untuk ritual tolak bala, meski dalam pengerjaan ritual sedikit berbeda tapi pada dasarnya maksud dan tujuannya sama. Terlebih lagi tiga dili merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang sudah tentu harus memiliki budaya ataupun tradisi tersendiri yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sebelum pelaksanaan ritual ini satu bulan hari H masyarakat melakukan Begundem atau Sangkep (musyawarah) untuk menentukan persiapan baik untuk pendanaan, keseragaman,

lokasi, kepanitiaan, menentukan tamu undangan, konsumsi, keamanan, dekorasi hingga transportasi bagi tamu undangan, 7 hari sebelum hari H semua persiapan yang diperlukan harus lengkap. Kemudian pada hari H masyarakat bersama semua tokoh agama, adat dan semua undangan atau peserta berkumpul pada tempat yang sudah di tentukan, kemudian dilakukan zikir dan doa bersama yang kemudian di lanjutkan dengan makan bersama dan yang terakhir yakni melarungkan sesajen yang berisikan beras ketan, telur pisang dan juga sekapur sirih. Menurut filosofi sesajen ini melambangkan bentuk permohonan atau doa kepada Tuhan agar penyakit atau bala serta bencana yang bersumber dari laut tidak terjadi, intinya memohon doa pada tahun agar alam beserta isinya terhindar dari semua musibah dan juga bencana. Biasanya ritual ini dirangkai dengan kegiatan sosial salah satunya yang rutin di lakukan di tiga gili yaitu pelepasan penyu atau kura-kura kelaut lepas. Dalam sekali pelaksanaan masyarakat biasanya menghabiskan dana tidak kurang dari 10 juta untuk semua keperluan, semua pendanaan juga dilakukan secara swadaya, jumlah panitia yang harus di lengkapi minimal 40 untuk mengurus semua keperluan ataupun prosesi ritual lainnya. Karena banyak rangkaian acara lainnya yang harus di laksanakan tak jarang ritual ini berakhir hingga pukul 10.00 wita. ***

E. LEBARAN ADAT KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT BAYAN BELEQ


BAYAN adalah salah satu kecamatan paling timur dan terjauh dari pusat ibu kota Kabupaten Lombok Utara yang terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tanjung. Bayan juga dikenal sebagai daerah yang memiliki peradaban tertua di pulau Lombok, karena diyakini menjadi daerah pertama yang menerima penyebaran agama Islam. Sekaligus pintu masuk penyebaran agama Islam yang datang dari daratan pulau Jawa sekitar abad ke- 14. Bayan juga banyak menyimpan legenda dan cerita unik yang dilengkapi dengan bukti-bukti sejarah yang dirutualkan bahkan prosesinya masih kukuh menggunakan ritual adat dalam setiap pelaksanaan acara adat atau gawe adat yang masih kental diyakini sebagai peninggalan nenek moyang terdahulu yang harus tetap dilestarikan dan dijaga. Sejumlah proses dan rangkaian adat yang

dipahami dan diterapkan oleh komunitas adat bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU) memang nyata tidak dapat terlepas dan terpisahkan dengan ajaran Agama Islam. Sangat jelas mulai dari filosofi Wetu Telu, Tarawih Kyai Adat bayan hingga ritual lebaran adat yang disakralkan oleh komunitas Adat Bayan. Hal ini terlihat memiliki satu bingkai kuat sebagai salah satu mata rantai yang juga memiliki tugas dan fungsinya yang saling mengisi dan mengiringi. Berbicara soal lebaran adat, sudah tentu ada prosesi tharawih adat dan peringatan Nuzulull Quran secara adat atau malam laillatul Qadhar yang disebut maleman atau malam Seribu Bulan oleh masyarakat adat bayan. Shalat Tharawih dan malman adat tetap dilakukan oleh para kyai dan prananta-prananta adat yang ada diseluruh komunitas adat bayan sesuai dengan tugas dan fungsi serta waktu yang sudah ditentukan. Pelaksanaan semua jenis ritual tersebut tetap terfokus di Masjid Kono Bayan. Seiring dengan beberapa kegiatan keagamaan pada bulan Ramadhan yang selalu dilaksanakan komunitas adat bayan 3 hari setelah ibadah-ibadah puasa lain pada umumnya. Pelaksanaan lebaran adat sebagai hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, pelaksanaan Idul Fitri (Shalat Ied) yang juga dikerjakan setelah 3 hari pelaksanaan idul fitri secara umum tetap menjadi agenda tahunan utama komunitas masyarakat adat bayan. Pelaksanaan shalat Ied pada lebaran adat idul fitri dimasjid kono dilakukan tiga hari setelah pelaksanaan Shalat Ied Idul Fitripada umumnya, ini bertujuan agar tidak terjadi benturan waktu pelaksanaan shalat Ied Idul fitri secara umum. Pendapat lain hitungan ini juga dimaksudkan agar agama tetap diikuti adat dan bukan sebaliknya. Akan tetapi sebelum menetapkan hari lebaran adat, para pemuka adat dan kyai adat tetap harus mengadakan gundem atau rapat, karena terkait persiapan ritual dan lainnya. Setelah haisl gundem telah disepakati, proses pelaksanaan shalat Ied lebaran adat baru kemudian dimulai. Lebaran adat didesa bayan beleq diawali dengan prose pemberian zakat fitrah, satu malam sebelumnya dibeberapa kampung atau tempat ritual adat dan beberapa rumah kemudian dibawa kemasjid kuno, bayan beleq, untuk dibagikan kepada warga yang berhak menerima. Pelaksanaan shalat Ied lebaran adat hanya boleh dilakukan oleh para KyaiKyai adat yang berjumlah 44 orang. Kyai yang dimaksud terdiri dari Kyai keagungan yang meliputi 4 unsur yakni penghulu, Lebe, Ketib, dan Mudim sedangkan Kyai Santri yang berjumlah 40 orang yang bertugas sebagai makmum. Pelaksanaan shalat Ied kyai Adat Bayan berlangsung didalam masjid kuno dengan suasana yang sangat khusuk serta biasanya dimulai

atas pukul 11.00 Wita. Ini bukan menjadi aturan khusus, namun karena tempat tinggal para kyai adat cukup jauh didaerah semokan, desa sukadana yang berjarak sekitar 30 kilometer dari bayan beleq. Shalat Ied adat juga tidak memiliki perbedaan dengan shalat Ied yang dilakukan umat muslim secara umum terutama dalam segi bacaan, rukun hingga gerakan, hanya saja mereka membaca khutbah yang ditulis pada kertas yang panjang dan digulung serta disampaikan dalam bahasa arab. Selain itu busana yang digunakan memang sangat berbeda dan unik seperti busana yang bisanya dikenakan umat hindu yang sedang melaksanakan upacara adatnya. Busana ini memiliki nilai dan unsur kearifan local yang terkandung didalamnya. Satu contoh baju putih yang digunakan melambangkan arti kesucian, sedangkan kain panjang (dodot) berwarna merah memberi arti jiwa kepemimpinan, dilengkapi dengan atau bongot yang juga sudah menjadi tradisi tersendiri. Setelah rangkaian shalat ied selesai, dilanjutkan dengan pembagian zakat fitrah atau ngiring syareat idul fitri yang dibagi kesemua kyai hingga fakir miskin yang memang sudah berhak menerimanya. Zakat fitrah yang diterima dari para warga cukup banyak dan beragam, bukan hanya beras, tetapi juga hasil bumi yang lain termasuk sejumlah uang. Ini sebagai wujud ketaatan warga komunitas adat bayan membayar zakat fitrah yang mereka tunaikan setiap tahun. Setelah itu proses selanjutnya yaitu para kyai dan warga berjalan untuk melakukan ziarah kemakam beleq dan makam rea dimana terdapat makam para wali penyebar islam dan makam para leluhur masyarakat bayan. Ziarah kubur inilah yang menjadi rangkaian akhir dari proses lebaran adat bayan beleq. (*)

F. Maulid Adat Desa Sesait


Teladani Kehidupan Rasul Dalam Kearifan Budaya. MASUKNYA agama Islam didaerah Bayan, kabupaten Lombok utara sekitar abad ke-14 yang datang dari daratan pulau Jawa. Pada zamannya terus tumbuh berkembang dan menyebar hingga seantero gumi sasak (Lombok). Pesatnya penyebaran dan perkembangan agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yang dibawa para ulama dan para wali itu, turut mewarnai

peradaban dan budaya daerah Lombok utara. Tidak sedikit bukti-bukti sejarah peninggalan Islam berupa prasasti atau bangunan yang masih dapat dapat ditemukan dilombok utara seperti, bangunan masjid kuno, bayan beleq yang masih terawat dengan baik hingga kini. Selain itu ada bekas bangunan pondasi masjid didusun tanak song, desa jenggala, prasasti dari tembaga yang dipercaya dibuat oleh sunan kalijaga yang menceritakan perjalanan agama islam, yang kini masih tersimpan rapi didusun menggala, desa pemenang barat, termasuk sebuah bangunan masjid kuno dan al-quran serta sajjadah berukuran besar yang terbuat dari kulit unta yang masih tersimpan dengan baik didesa sesait, kecamatan kayangan disamping sejumlah bukti peninggalan islam lainnya dibeberapa wilayah KLU. Salah satu bukti peninggalan dari segi kebudayaan islam didesa Sesait, kecamatan kayangan yang samapai saat ini masih dipertahankan masyarakat setempat yaitu, seremoni dan ritual Maulid adat desa sesait yang diselenggarakan tiap tahun. Desa sesait merupakan kesatuan lokus masyarakat adat beragama mayoritas islam yang masih berpegang teguh terhadap ajaran dan syariat islam dan leluhur adat dan budaya. Desa sesait terletak antara desa kayangan dengan desa santong dan berpenduduk sekitar 12 ribu jiwa atau kurang lebih sekitar 3800 kepala keluarga. Menurut beberapa tokoh adat dan tokoh agama setempat, peringatan maulid adat didesa sesait telah berlangsung sejak ratusan tahun dan berikut ini sekelumit tentang prosesi pelaksanaan mauled Adat Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, KLU. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh umat muslim disebagian besar pulau Lombok biasanya dilaksanakan dengan berbagai kegiatan agama mulai dari dakwah dan pengajian serta memperbanyak ketauladanan sifat Rasulullah. Akan tetapi peringatan mauled Nabi secara adat didesa sesait cukupberbeda, hal ini terlihat dari sejumlah ritual, doa dan prosesi yang dilakukan masyarakat setempat. Proses Maulid adat sesait dilaksanakan selama tiga hari tiga malam dan selalu diadakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Islam) serta dimulai dengan sangkep atau gundem (rapat) empat tau lokaq (tokoh masyarakat) yang terdiri dari, lokaq mangkugumi, lokaq jintaka dan lokaq penghulu serta pemusungan. Hasil gundem tersebut kemudian diumumkan kepada seluruh warga desa sesait termasuk sebagian warga masyarakat desa kayangan dan pendua yang menjadi wetan atau tetangga terdekat desa sesait. Pengumuman sebagai pertanda bahwa mauled adat akan dihelat sekaligus pemberitahuan agar warga

mempersiapkan segala keperluan mauled adat. Hari pertama dan kedua sebelum hari puncak perayaan maulid adat berlangsung, sejumlah ritual dilakukan warga yakni hari pertama, warga berkumpul di bale kampu (rumah adat khusus) yang menjadi lokasi pusat ritual untuk membuat dulang ajhi atau bungkusan berisi penganan wajik (makanan tradisional) yang terbuat dari ketan hitam dan putih yang menandakan wujud tulang dan darah manusia. Selain itu ditambah jajanan tradisional lainnya seperti, jajanan kelepon berisi gula merah yang menandakan bola mata, ketupat segi empat yang diyakini sebagai symbol raga manusia. Beberapa jenis makanan lain yang diramu tanpa garam dan bumbu juga dibuat sebagai tanda yang mewakilkan organ tubuh ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Makanan tersebut lalu disimpan didalam ruangan balai kampu hingga pada hari ketiga nantinya akan dibawa kedalam masjid kuno desa sesait untuk dilakukan prosesi puncak maulid adat. Rangkaian ritual di pagi hari kedua adalah, acara sunatan missal bagi anak-anak warga setempat yang dibarengi dengan dimulainya prosesi merembun (menghimpun) bahan makanan yang disumbangkan warga termasuk dari dua wetan desa sesait yang berupa sembako dan puluhan hewan ternak kambing disamping berbagai bahan makanan lainnya yang akan dimasak ditempat dihalaman bale kampu. Sore harinya dilakukan prosesi memajang atau ritual berkumpulnya empat tau lokaq bersama para laki-laki desa dan undangan didalam masjid kuno. Pada ritual ini para tau lokaq duduk ditengah-tengah ruangan masjid sambil membawa kain/selendang dengan warna berbeda masing-masing tokoh. Lokaq mangkugumi atau keturunan penjaga bale kampu membawa kain warna biru, lokaq jintaka atau penghubung antara hajat orang banyak dengan Allah membawa kain kuning dan lokaq penghulu sebagai juru pembimbing rizki dan kehidupan beragama membawa kain warna putih lambing kesucian sementara pemusungan yang mewakili pemimpin/ pemerintah memegang kain warna merah. Keempat tau lokaq itu kemudian berkumpul merapat diantara gumpalan asap kemenyan sambil memanjatkan doa dengan cara bersemedi selama beberapa saat. Setelah itu mereka masing-masing mengikat keempat kain/selendang pada empat tiang masjid kuno untuk menyatukan kain dengan berbagai symbol kehidupan serta menyatukan pikiran dan hajatan diiringi rasa penghormatan dan syukur terhadap rahmat Allah dan pribadi Rasulullah yang telah membawa umat menuju Alam terang Benderang. Pada kesempatan ini disajikan penganan wajik hitam dan putih tanpa

garam untuk dinikamati warga dan para tamu undangan yang mengikuti ritual memajang. Pada malam hari kedua kemudian dilanjutkan dengan acara, perisean atau sementian diiringi gending tradisional khusus hingga larut malam, prisean ini diawali oleh dua perempuan yang saling pukul menggunakan rotan kering sebagai tanda dimulainya prosesi sementian. Pilosofinya adalah pada zaman dahulu tontonan dan keramaian sangat disenangi para penguasa atau orang-orang yang masih menganut kepercayaan animism dan tidak suka masuknya ajaran agama islam. Hal itu dijadikan oleh para wali dan para pemimpin islam waktu itu memanfaatkan tontonan untuk mengelabuhi para penguasa agar tidak menganggu umat dalam menjalankan ibadah dan ajaran islam termasuk agar para wali lebih leluasa dalam melakukan dakwah mengembangkan islam. Hari terakhir atau hari ketiga pelaksanaan ritual maulid adat desa sesait iyaitu upacara mengosak atau cuci beras oleh para kaum wanita dengan iringan gending tradisional disebuah sumber mata air yang disucikan dan disakralkan. Mata air ini berjarak satu kilometer dari pusat desa sesait, setelah itu segala bahan makanan termasuk ternak kambing disembelih dan diolah untuk dijadikan santapan bersama dalam acara megibung pada detik terakhir dari maulid adat. Baru kemudian inti terakhir dari maulid adat yang dilaksanakan masyarakat dipimpin empat tau tau lokaq tersebut yakni, acara megibung dimana dikeluarkannya segala rupa makanan dan nasi dan berbagai jenis sajian termasuk dulang ajhi utama yang tersimpan di bale kampu. Saat-saat terakhir inilah bertempat didalam masjid kuno sesait digelar dzikir dan doa bersama secara missal oleh warga dan seluruh undangan, sambil melakukan upacara pembukaan kain empat warna yang telah terpasang oleh empat tau lokaq. Acara pamungkas adalah megibung dan menyantap isi dari dulang ajhi dan berbagai hidangan lainnya yang telah dipersiapkan warga. ***

You might also like