You are on page 1of 4

ASTI AWIYATUL B 25010110141052 R2-1 Penyakit Kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan penyakit tertua.

Kata kusta berasal dari bahasa India Khusta dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. Leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Semua organ tubuh diserang terutama saraf tepi dan kulit serta organ tubuh lainnya, seperti mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, system retikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala-gejalanya dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki. Masuknya kuman kusta kedalam tubuh manusia belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa nasal. Masuknya M. Leprae kedalam kulit dipengaruhi oleh imunitas seseorang,

kemampuan /ketahanan M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi, sifat yang evirulen dan nontoksik. 2. Gambaraan Klinis Gambaran klinik yang jelas berupa kekakuan tangan dan kaki, clawing pada jari kaki, pemendekan jari, bahkan mudah terjadi perdarahan dan adanya makula dengan hilangnya rasa tusukan. (lihat gambar 2.3) (Bhopal, 2002). Keadaan tersebut merupakan penderita yang sudah lanjut dan sudah dipastikan lepra tanpa pelaksanaan diagnostik yang cukup. Bentuk keluhan bervariasi mulai dari keluhan anestesi di kulit, anesthesi pada tangan dan kaki. Kelainan pada kulit bisa berupa bercak kulit yaitu macula anaesthetica, penebalan kulit (papula atau plakat), nodula maupun ulcer. Pada saraf tepi biasanya timbul penebalan saraf yang disertai peradangan (neuritis). Umumnya ditemukan dalam 2 (dua) bentuk Pause basiler (PB) dan Multi basiler (MB) dan menurut WHO untuk menentukan kusta perlu adanya 4 (empat) kriteria yaitu : 1. Ditemukannya lesi kulit yang khas. 2. Adanya gangguan sensasi kulit. 3. Penebalan saraf tepi. 4. BTA positif dari sediaan sayatan kulit.

3.

Etiologi Mycobacterium leprae pertama kali di temukan oleh Armaer Hansen pad tahun 1873, karena jasanya maka penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kuman Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um X 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta bersifat Gram positif. M leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo endothelial.

4.

Mekanisme Penularan Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang belum pasti diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : a. Faktor sumber penularan Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur. b. Faktor kuman kusta Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh ( solid ) saja yang dapat menimbulkan penularan. c. Faktor daya tahan tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta 95%. dari hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut, dari 100 orang yang terpapar 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan 5. Risk Factors b. Pendidikan Tingkat pendidikan suatu Negara juga memegang peranan karena mempengaruhi pengetahuan tentang penyakit kusta, rendahnya pendidikan memungkinkan sulit untuk mengenali tentang penyakit kusta, pengobatan kusta, reaksi penyakit kusta dan cacat yang terjadi akibat kusta, sehingga timbul anggapan/ stigma yang keliru tentang penyakit kusta. Penyakit kusta dianggap penyakit kutukan sehingga tidak dapat diobati dan disembuhkan, hal ini menyebabkan makin sulitnya pemberantasan kusta. c. Kepadatan penduduk

ASTI AWIYATUL B 25010110141052 R2-1 Untuk menetapkan luas rumah, jumlah dan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan jumlah orang yang menempati rumah tersebut agar

tidak terjadi kelebihan jumlah penghuni rumah. Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan luas ukuran rumah tidak sebandiung dengan jumlah orang maka akan mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi terhadap penularan penyakit dan infeksi. Kamar tidur luasnnya harus disesuaikan dengan jumlah penghuni yang akan menggunakan ruang tidur tersebut. Dalam pedoman teknis pembangunan rumah sehat menurut PPM dan PLP Depkes RI tahun 2002 kebutuhan ruang per orang luas minimal 8m3 tidak dianjurkan lebih dari 2orang. Menurut pedoman teknis penilaian rumah sehat kepadatan hunian kamar tidur minimal 8m3 tidak dianjurkan lebih dari 2 orang. Semakin bertambah jumlah penghuni rumah, maka akan cepat udara dalam rumah tercemar, karena jumlah penghuni semakin banyak

berpengaruh tarhadap kadar O2, uap air dan suhu ruangan. Jumlah orang didalam rumah dibandingkan dengan luas lantai kamar. Yang dimaksud dengan kamar adalah ruang tidur dan ruang tamu. d. Kesehatan lingkungan Ilmu kesehatan masyarakat yang menitik beratkan perhatian pada perencanaan, pengorganisasian dan penilaian dari semua factor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang memperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat lebih ditingkatkan e. Kondisi fisik rumah/ jenis bangunan rumah Menurut BPS rumah menurut kualitasnya dibagi menjadi tiga yaitu bangunan permanen, semi permanen dan tidak permanen. 1. Permanen adalah rumah yang dindingnya terbuat dari tembok/ kayu (kualitas tinggi), lantainya terbuat dari ubin/ keramik/ kayu berkualitas tinggi dan atapnya terbuat dari seng/ genteng/ sirap/ asbes. 2. Semi permanen adalah rumah yang dindingnya setengah tembok/ bata tanpa plester/ kayu (kualitas rendah), lantainya dari ubin/ semen/ kayu berkualitas rendah, dan atapnya seng/ genteng/ sirap/ asbes. 3. Tidak permanen adalah rumah yang dindingnya sangat sederhana (bambu/ papan/ daun), lantainya dari tanah, dan atapnya dari daundaunan atau atap campuran genteng/seng bekas dan sejenisnya.

6. Pencegahan a. Pencegahan Primer Pencegahan primer dikakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan kusta.

Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan kesehatan tetang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat. Selain dengan penyuluhan pencegahan primer juga dengan pemberian imunisasi. dari hasil penelitian Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadikan kebijakan program di Indonesia karena penelitian dibeberapa Negara memberikan hasil yang berbeda pemberian vaksin BCG tersebut. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder kusta dilakukan dengan pengobatan.

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi Drug Therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena pada tipe tersebut Daftar Pustaka Amirudin, M. Hakim, Z. Darwis, E. Diagnosis Penyakit Kusta. Dalam : Kusta Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1997. Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta, 2001 Ditjen PPM & PLP. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta.Cetakan XI, 1999 Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih S. M, Kusta, dalam : Juanda, Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi IV, Jakarta: FKUI, 2005. merupakan sumber kuman

menularkan kepada orang lain.

You might also like