You are on page 1of 9

Hari Pendidikan Nasional

HARI ini 2 Mei 2008 adalah Hari Pendidikan Nasional. Peringatan Hari Pendidikan ini diambil dari hari lahirnya tokoh pendidikan nasional yang menonjol sejak jaman pra kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara atau yang bernama asli Soewardi Soerjaningrat. Pendidik kelahiran Yogyakarta, 2 Mei 1889 yang wafat pada 26 April 1959 ini adalah seorang pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada jaman kolonial Belanda. Dilahirkan sebagai bangsawan Jawa, Raden Mas Soewardi bertekad memperbaiki nasib kaum pribumi Jawa melalui jalur pendidikan. Diapun mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi semua orang, terutama rakyat jelata. Maklumlah pada masa kolonial yang berhak memperoleh pendidikan hanyalah kaum priyayi bangsawan dan anak-anak orang Belanda saja. Soewardi mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta. Institusi pendidikan ini kemudian menjadi tonggak sejarah yang penting dalam bidang pendidikan nasional. Tulisan Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: Als ik eens Nederlander was), dimuat dalam surat kabar de Expres milik Dr Douwes ekker pada 1913 melambungkan namanya. Artikel ini ditulis dalam konteks rencana pemerintah Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari Hindia Belanda (Indonesia), yang saat itu masih belum merdeka, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis. Kutipan tulisan tersebut antara lain: "Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan dinegeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlandaer memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang

Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun". Beliau dikenal sebagai Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama dan wajahnya bisa dilihat pada uang kertas pecahan Rp20.000. Nama beliau diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan masih ada dan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: tut wuri handayani. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Hanya ungkapan tut wuri handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum. Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap abadi dan dipakai dalam dunia pendidikan kita. Gagasan pendidikan dari Ki Hajar Dewantara masih terus relevan sampai pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini. Jaman ketika banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain. Dalam abad informasi ini, manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari to have (apa saja materi yang dimilikinya) dan to do (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi yang bersangkutan (to be atau beingnya). Menurut Ki Hajar, dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang . Inilah yang menurut Ki Hajar Dewantara harus dikembangkan karena pendidikan juga menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, educate the head, the heart, and the hand ! Ki Hajar Dewantara senantiasa melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya, karena manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya

menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar yang sukses menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini. Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan. Manusia merdeka adalah tujuan dari pendidikan nasional kita. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan juga hendaknya tidak hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan. Pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan. Pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri. Setiap orang harus hidup sederhana

dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini menurut Ki Hajar adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik. Diposkan oleh iwansams di 19:28 Reaksi:
Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei merupakan salah satu Hari bersejarah yang tentunya di peringati setiap tahunnya sejak meninggalnya Ki Hajar Dewantara yang ditetapkan oleh surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959. Perjuangan Ki Hajar Dewantara dan kawan - kawan seperjuangannya untuk mendukung perkembangan pendidikan di Indonesia . Patut dihargai , dikenang , dan dilestarikan . Seperti hal yang dilakukan Raden Ajeng Kartini dan dr. Cipto Mangunkusumo yang mengabdikan dirinya untuk keprihatinan terhadap pendidikan di Indonesia. Sebagai salah satu Mahasiswa , penulis tentunya sangat prihatin meliah kondisi pendidikan Indonesia yang semakin tidak terkontrol . Walaupun kita tahu bahwa Pendidikan merupakan salah satu faktor esensial yang sangat berpengaruh bagi perkembangan bangsa. Namun , hal itu belum disikapi secara maksimal oleh Pemerintah , khususnya Pemerintah Pusat . Pendidikan kadangkala masih dikesampingkan dalam pengalokasian dana , belum lagi dana pendidikan yang mungkin saja 'mengalir' ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Sebaik - baiknya suatu negara adalah negara yang memperhatikan Pendidikannya , kata - kata ini menggambarkan kondisi negara kita yang masih saja mengesampingkan Pendidikan ini . Hal ini seharusnya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah .

Hal ini sebenarnya telah diatur dalam Undang - Undang Dasar tahun 1945 pada bab XIII pasal 30 tentang Pendidikan berikut : (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia. Dari kelima ayat dari Undang - Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 30, sebenarnya telah digambarkan bahwa Pendidikan itu merupakan tanggung jawab negara. Negara yang kekuasaan di pegang oleh Pemerintah seringkali lepas tangan ketika dimintai pertanggung jawaban mengenai keadaan pendidikan di Indonesia. Walaupun anggaran Pendidikan APBN 30 % dari total APBN , namun masih ada saja sekelompok orang yang terpinggirkan , bahkan terlupakan . Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan , dan mereka yang sehari - hari membantu orang tuanya bertahan hidup sebagai pemulung , pengamen , dsb . Yang tidak sempat mengenyam Pendidikan. Masalah serius ini membutuhkan dorongan Pemerintah untuk menyukseskan terselenggaranya pendidikan di Indonesia dengan baik. Sejalan dengan semangat Pendidikan Tut Wuri Handayani yang Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Yang berarti Pemerintah mendorong dengan memberi kebijakan yang PRO terhadap Pendidikan di Indonesia. Perlunya kita memperingati Hari Pendidikan Nasional bukan hanya sebagai perayaan saja , tetapi sebagai momen untuk evaluasi terhadap kinerja pendidikan selama ini . Apakah sudah tepat penerapannya ? ataukan masih ada perbaikan dan perubahan ! Demikian sebuah ungkapan dari Penulis mengenai Pendidikan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2010 ! Kita patut untuk berkaca terhadap salah satu pahlawan Pendidikan kita di Indonesia , Ki Hajar Dewantara setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Ki Hadjar Dewantara dan Hari pendidikan Nasional

TANAH air kita meminta korban. Dari di sinilah kita, siap sedia memberi korban yang sesuci-sucinya sungguh, korban dengan ragamu sendiri adalah korban yang paling ringan memang awan tebal dan hitam menggantung di atas kita. Akan tetapi percayalah di baliknya masih ada matahari yang bersembunyi kapan hujan turun dan udara menjadi bersih karenanya? (Ki Hadjar Dewantara). Siapa yang gak kenal sosok tokoh pendidikan Bapak Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar yang bernama asli R.M. Suwardi Suryaningrat merupakan tokoh pendidikan nasional. Aktivitasnya dimulai sebagai jurnalis pada beberapa surat kabar dan bersama EFE Douwes Dekker, mengelola De Expres. Ki Hadjar pun aktif menjadi pengurus Boedi Oetomo dan Sarikat Islam. Selanjutnya bersama Cipto Mangun Kusumo dan EFE Douwes Dekker dijuluki Tiga Serangkai ia mendirikan Indische Partij, sebuah organisasi politik pertama di Indonesia yang dengan tegas menuntut Indonesia merdeka. Pada zaman Jepang, peran Ki Hadjar tetap menonjol. Bersama Soekarno, Hatta, dan Mas Mansur, mereka dijuluki Empat Serangkai, memimpin organisasi Putera. Ketika merdeka, Ki Hadjar menjadi Menteri Pengajaran Pertama. Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya. Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang aratinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buahnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau bawahannya. Banyak pimpinan saat ini yang sikap dan

perilakunya kurang mencerminkan sebagai figur seorang pemimpin, sehingga tidak dapat digunakan sebagai panutan bagi anak buahnya. Sama halnya dengan Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang peminpin ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahanya. Karena itu seorang pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungan tugasnya dengan menciptakan suasana kerja yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan kerja. Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seorang komandan atau pimpinan harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh bawahan, karena paling tidak hal ini dapat menumbuhkan motivasi dan semangat kerja. Untuk mengenang jasa beliau, maka PERINGATAN Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tidak bisa dipisahkan dari sosok Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia. Semoga kita sebagai generasi muda bisa melanjutkan cita-cita beliau, dan dapat mengamalkan ajaran yang telah diberikan. (Amin)

Lagi ! untuk kesekian kalinya bangsa Indonesia tepat pada tanggal 2 Mei memperingati sebuah hari yang disebut sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tak usah bingung tentang penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan, karena memang sudah sedari dulu kita diajarkan bahwa tokoh yang menjadi bapak pendidikan nasional kita adalah Ki Hajar Dewantara. Tokoh yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dan ditulis dengan tinta emas dalam buku sejarah kita sebagai seorang tokoh yang memberikan jasa yang sangat besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Apa jasanya ? Mendirikan sebuah sekolah kebangsaan yang disebut dengan Taman Siswa pada tahun 1922. Namun jika ingin sedikit bertanya, mengapa gelar bapak pendidikan Indonesia tidak diberikan kepada K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi pendidikan Muhammadiyah terlebih dahulu pada tahun 1912, atau kepada K.H. Hasjim Asyarie yang mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama yang kini memiliki basis massa yang cukup banyak di Indonesia. Lepas dari itu semua, dalam perjalanannya menjejak langkah dari tahun ke tahun pendidikan di Indonesia masih menyisakan setumpuk pengharapan yang harus segera dituntaskan. Kini muncul banyak pertanyaan, mengapa disela-sela prestasi membanggakan yang diukir oleh para pelajar Indonesia, kian mewabah penyimpangan karakter yang bias dari nilai agama dan moral. Anak sekarang susah diatur, tak tahu sopan santun! gumam seorang wali murid dalam sebuah kesempatan. Ilmu padi kini sudah tak berlaku. Lagu Pergi Sekolah karangan Ibu Sud sudah tak berbekas. Kondisi ini kian diperparah dengan deviasi visi dari penyelenggara sekolah. Pencapaian tertinggi seorang siswa bukan lagi untuk menjadi murid yang budiman seperti lagu karangan Ibu Sud, namun hanya mengejar nilai akademis semata. Padahal jauh-jauh hari Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara telah menekankan, bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Undang-undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas juga menggariskan, Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.... Tapi mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku individu menjadi lebih baik ? Mengapa sifat jujur, amanah, peduli, dan sholeh hilang dari dimensi pendidikan bangsa Indonesia ? Kini semua orang mulai bertanya, bagaimana karakter bangsa Indonesia ? Atau dalam pertanyaan yang lebih spesifik bernada was-was, bagaimana masa depan bangsa ini apabila generasi muda kita kehilangan karakter dalam dirinya ? Rasa cemas tentang pendidikan Indonesia kini tak hanya milik sebagian besar masyarakat Indonesia, namun sudah mulai dirasakan oleh pejabat teras di negeri ini. Bagaimana dalam sebuah wawancara salah satu stasiun televisi swasta pada Hari Pendidikan Nasional 2011, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menyampaikan pesan yang diamanatkan oleh RI 1 sebelum melantik dirinya sebagai menteri. Pesan yang sedikit terlambat, sebuah pesan yang merupakan perang melawan lupa. Pesan tentang pendidikan berbasis karakter. Pesan yang kemudian menjadi tema utama Hari Pendidikan Nasional 2011. Lalu, apa itu pendidikan karakter ? Pertanyaan sederhana yang menyisakan jawaban rumit dan beragam. Namun sejalan dengan itu Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, menegaskan bahwa tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter. Tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana menyusun dan menyistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya, katanya pada suatu kesempatan. Sedikit menilik sejarah kebelakang, ternyata penetapan Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional sedikit menemukan pembenaran. Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara membentuk komite Bumiputera. Pembentukan komite tersebut bertujuan untuk mengecam pemerintah Belanda yang akan merayakan 100 tahun kebebasan negeri itu dari jajahan negeri Perancis. Akibat kegiatan politiknya ia dibbuang ke Belanda pada tahun yang sama. Selama kurang lebih 6 tahun dalam pembuangan, Ki Hajar Dewantara mempelajari berbagai masalah pendidikan. Di Belanda, ia berhasil menyelesaikan pendidikan dan memperoleh AKta Guru Eropa. Setelah selesai menjalani masa pembuangan, ia kembali ke Indonesia dan mencurahkan perhatiannya pada pendidikan. Ia menyadari bahwa kemajuan rakyat Indonesia pada masa itu bergantung pada kemjuan dunia pendidikan. Maka setelah Indische Partiij yang dibentuknya mengalami kemunduran, maka ia memilih jalur pendidikan sebagai alat perjuangan dan mendirikan sekolah Taman Siswa. Apa hubungan antara bapak pendidikan dengan pendidikan karakter ? Lepas dari sosok Ki Hajar Dewantara secara pribadi, tiga semboyan beliau yang fenomenal terasa mampu menjadi pilar penopang dalam suksesnya seorang guru dalam menuntaskan pendidikan karakter di Indonesia. Seperti yang telah beliau sampaikan bahwa :

Ing Ngarsa Sung Tuludha, berbasis keteladanan. Guru sebagai pilar terdepan dalam suksesnya pendidikan karakter diharapkan mampu menjadirow modelkarakter terpuji di tengah pola kebiasaan masyarakat kita yang masih bersifat paternalistic.

Ing Madya Mangun Karsa, berbasis perhatian. Dalam gegap gempita godaan globalisasi yang membuat mental generasi muda kita cepat lelah, guru akan tampil sebagai sahabat yang terus memberikan semangat, menebar dakwah untuk terus mengajak kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Tutwuri Handayani, berbasissupport people. Memberikan semangat tatkala generasi muda kita kian malu berkarakter baik, mendorong dan memberi perlindungan di tengah hilangnya jati diri mereka sebagai rakyat Indonesia dan sebagai bangsa dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Selamat hari pendidikan nasional negeriku, jangan sampai karakter penjiplak negeri lain melekat pada generasi muda bangsa Indonesia. Karakter yang hanya menuntaskanceremony acara tanpa arti. Selamat berjuang para guru, bangkitkan nuranimu karena perjuangan tak kenal henti selama harapan itu selalu ada.

You might also like