You are on page 1of 5

Bursa Saham Dunia Masih Trauma Efek Domino Skandal Enron dan WorldCom

SIAPA yang bisa membuat bursa-bursa saham bergairah atau tengkurap? Jawabannya, siapa lagi jika bukan pemodal. Mereka, baik secara individu, maupun perorangan ingin mengembangbiakkan kekayaannya lewat berbagai sarana investasi, ya saham, obligasi, dan aneka jenis investasi lainnya. Ada satu contoh investor yang terkenal dunia, dan sangat kuat modalnya yakni Calpers (kumpulan dana pensiunan pegawai di negara bagian California, Amerika Serikat). Calpers memiliki dana milyaran dollar AS, dan melakukan investasi di mana-mana termasuk di Bursa Efek Jakarta. Namun, aktivitas mereka, melesu atau bergairah, paling mudah terlihat lewat investasinya di bursa saham, bukan hanya di bursa AS, tetapi juga berbagai bursa di belahan dunia. Maka, tidak heran jika Calpers-apalagi diikuti sejumlah investor institusi lainnya-menarik diri dari niat berinvestasi di satu bursa, dalam hitungan jam, bahkan menitan, pengaruhnya sudah terlihat di berbagai bursa lainnya. Itulah yang terjadi sepanjang bulan Juli lalu. Penurunan indeks-indeks harga saham gabungan (IHSG) di berbagai bursa dunia terlihat bagaikan sebuah orkestra, hampir semua sama-sama turun. Hingga dalam sepekan ini, orkestra semacam itu masih terjadi, dan belum mengarah ke pemulihan, bahkan berlanjut atau kembali menurun. Mengapa itu bisa terjadi? Para pemerhati pasar melihat, biang keladinya adalah skandal keuangan WorldCom. Skandal tersebut, yang terjadi enam pekan setelah kasus Enron, menghujamkan kepercayaan investor di AS dan menjatuhkan harga-harga saham ke angka terendah dalam lima tahun terakhir. Ironisnya, skandal itu masih seperti melahirkan efek domino, berupa rentetan kejatuhan IHSG di berbagai bursa dunia. Kejatuhan itu membuat gerah investor, yang kemudian

mempermalukan pemerintahan Presiden AS George W Bush, sehingga Kongres AS juga bereaksi dengan menuntut keras perusahaan AS membersihkan diri, atau dihukum tegas. Pemicunya salah satu adalah WorldCom. Perusahaan AS nomor dua dalam telepon jarak jauh ini, terlibat rekayasa keuangan milyaran dollar AS. Presiden Bush menuduhnya sebagai sangat keterlaluan, dan berjanji untuk mengusut tuntas skandal yang mengguncang korporasi Amerika. Pasalnya WorldCom, dalam pembukuannya mengumumkan keuntungan sebesar 3,8 milyar dollar AS antara Januari 2001 dan Maret 2002. Ternyata hal itu bisa terjadiberdasarkan pengakuan WorldCom-karena rekayasa akuntansi, yang terbesar sepanjang sejarah. WorldCom menggelembungkan laba 3,8 milyar dollar AS. Dalam rangka penyelamatan perusahaan, WorldCom telah merumahkan 17.000 karyawan karena telah menjadi beban, serta memecat chief financial officer (CFO), Scott Sullivan. Penipuan itu

dalam konteks besaran uang, terbesar dari kasus Enron, dan menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS. Kurs dollar AS ambruk-walau kemudian pulih-dan harga saham di berbagai saham dunia amblas serentak di akhir bulan Juni 2002, berlanjut ke Juli, dan Agustus ini. Badan pengawas pasar modal AS (Securities and Exchange Commission) mengatakan kasus keuangan WorldCom, belum pernah terjadi sebelumnya. Skandal WorldCom lagi-lagi menyeret auditor ternama internasional Arthur Andersen, karena menyetujui laporan keuangan palsu WorldCom, sebagaimana terjadi juga di Enron. WorldCom sendiri adalah salah satu pionir di balik booming telekomunikasi di AS, yang menjadi besar karena mengakuisisi banyak perusahaan kecil-kecil. Akuisisi itu membuat WorldCom yang hanya berskala kecil melejit menjadi perusahaan besar berskala dunia. Namun, pada saat yang sama, WorldCom terbebani utang 30 milyar dollar AS. WorldCom sudah dirundung persoalan besar, setelah kepergian pendiri dan chief executive, Bernie Ebbers, yang dipaksa mundur bulan April lalu. Akibat skandal itu, harga saham WorldCom ambruk dari ketinggian 60 dollar AS per lembar saham tahun 1999 menjadi hanya sekitar 83 sen akhir Juni 2002, dan sekarang hanya berkisar 10 sen. Skandal WorldCom meledak, 25 Juni, ketika perusahaan mengatakan hal sebenarnya bahwa perusahaan tidak pernah mencetak laba 1,4 milyar dollar untuk tahun 2001, dan juga tidak pernah mencetak laba 130 juta dollar, selama tiga bulan pertama tahun 2002. WorldCom mengatakan CFO Scott Sullivan secara sembrono karena membukukan pengeluaran dalam pos investasi. Tujuannya agar perusahaan terlihat lebih sehat, padahal tidak. John Sidgmore, yang menggantikan Ebbers mengatakan, "Saya kaget benar atas temuan itu." SEC berkomentar, "Kami meminta perusahaan untuk menyusun secara detail apa yang sebenarnya terjadi di balik prahara itu." Dalam perkembangannya hari Rabu (28/8) lalu, Scott Sullivan dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan di Pengadilan Federal New York, dengan kemungkinan sanksi hukuman 10 tahun penjara. Mantan Direktur Akuntansi Umum WorldCom, Buford Yates, juga dituduh karena menyembunyikan pengeluaran perusahaan berbiaya milyaran dollar AS. Mantan pengontrol keuangan perusahaan, David Myers, juga sudah ditangkap, tetapi belum dituduh. Namun, dia bersama bagian akuntansi kooperatif dengan pihak penyidik. Penuntut juga diyakini sedang mengarahkan kasusnya kepada Ebbers. "Dugaan saya Myers telah setuju menyatakan dirinya bersalah," kata mantan Asisten Jaksa AS, Walter Brown, yang mengindikasikan pengakuan diri itu akan berkaitan dengan pengurangan hukuman. Sullivan dan Myers dipecat Juni lalu setelah WorldCom mengumumkan terjadi perbedaan dalam pembukuan sebesar 3,8 milyar dollar AS. Angka itu kemudian direvisi dan menunjukkan adanya beban pengeluaran 7,2 milyar dollar AS, yang menghaguskan keuntungan palsu 3,8

milyar dollar AS itu. WorldCom telah mengajukan kepailitan untuk mendapatkan perlindungan berdasarkan Chapter 11. Chapter 11, memungkinkan perusahaan di AS menghindar dari beban utang, jika rugi dalam bisnis. Namun, risikonya pihak penyidik akan terlebih dulu memeriksa faktor apa yang menjadi penyebab kebangkrutan itu. Dalam tuduhan hari Rabu lalu, Sullivan dan Yates dituduh telah melakukan penipuan. Lewat sebuah konspirasi mereka dituduh memalsukan kebenaran atas laporan lima transaksi ke pihak SEC. Tuduhan itu bisa dikenakan hukuman 25 tahun penjara. Sullivan dan Myers merancang skema, dengan menempatkan pengeluaran perusahaan, yang seharusnya dalam pos biaya, ke dalam pos pengeluaran modal. Hal itu membuat perusahaan, bisa mencatatkan perolehan laba yang tinggi, walau kenyataannya tidak. Di Washington, Jaksa Agung AS John Ashcroft mengatakan tuduhan pada eksekutif WorldCom itu, menunjukkan komitmen pemerintah untuk melacak semua pihak pelanggar hukum dan melindungi tabungan dan dana pensiunan warga biasa AS. "Dengan penangkapan, tuduhan, dan pengenaan sanksi, kami mengirimkan pesan jelas. Eksekutif perusahaan yang korup harus dihukum," ujar Ashcroft. "Departemen Kehakiman punya komitmen untuk menjamin eksekutif korporasi tidak boleh

menguntungkan diri sendiri atas benak pihak lain, pekerja dan pemodal." *** KEMARAHAN pihak berwewenang masuk akal. Sebelumnya juga telah meledak kasus Enron. Hanya dalam 15 tahun, Enron berkembang dari sebuah kenihilan menjadi perusahaan ketujuh terbesar di AS, memperkerjakan 21.000 karyawan dan beroperasi di lebih dari 40 negara di bidang energi. Namun, perkembangannya juga tidak lepas dari unsur tipu muslihat. Enron berbohong soal perolehan labanya, dan dituduh melakukan serangkaian praktik tak terpuji, termasuk menyembunyikan besaran utang, agar tidak terlihat di pembukuannya. Oleh karena beban keuangan tidak bisa lagi ditutupi, akhirnya perusahaan meminta perlindungan berdasarkan Chapter 11 pada bulan Desember 2001 lalu. Namun, beda dengan WorldCom, lebih dari enam minggu setelah dituduh berbuat kriminal, pihak-pihak bersalah tidak ada juga yang dihukum. Adalah kemarahan investor, pegawai, pensiunan, dan politisi yang menuntut pengusutan, mengapa kasus Enron tidak dibongkar. Ada sinyalemen kuat, ada perlindungan politis dari pihak yang masih berkuasa di AS. BBC, bahkan menyebutkan, skandal Enron bernuansa politis karena Enron sangat dengan dengan Gedung Putih. Hingga kini, belum ada pengadilan lanjut pada eksekutif Enron segencar yang dilakukan kepada WorldCom. Setidaknya sudah ada tiga eksekutif kunci dalam kasus Enron. Mantan CFO, Andrew Fastow, telah dipecat sejak skandal terbuka, dan dituduh di balik praktik penipuan lewat skema akuntansi. Mantan CEO dan chairman Enron, Kenneth Lay, juga dituduh terlibat kasus itu. Auditor Kepala dari Arthur Andersen yang bertugas mengaudit Enron, David Duncan,

dituduh telah merusak data-data berkaitan dengan kasus Enron. Duncan bertugas mengecek catatan keuangan Enron. Perusahaan yang bergerak di bidang konsultan keuangan, auditor, Andersen yang dituduh terlibat dalam kasus Enron, juga merupakan auditor yang bekerja untuk mengaudit keuangan WorldCom. Lepas dari lambannya pihak berwenang di AS atas kasus Enron, skandal keuangan dua perusahaan itu, telah melahirkan efek domino lain. *** GUGATAN untuk pembersihan borok-borok keuangan perusahaan AS semakin gencar. Kini berderet-deret nama-nama perusahaan besar, turut menjadi sorotan. Perusahaan

telekomunikasi Adelphia, misalnya, sudah mengajukan perlindungan berdasarkan Chapter 11 tanggal 25 Juni 2002 lalu. Namun kebangkrutan itu, juga tidak lepas dari praktik pemalsuan keuangan. Operasi televisi kabel keenam terbesar di AS ini, sedang menghadapi petugas penyidik kriminal, berkaitan dengan keuangan juga. Lebih jauh lagi, Adelphia telah mengubah pernyataan soal perolehan laba dalam dua tahun terakhir, dan mengakui bahwa perusahaan tidak memiliki pelanggan sebanyak yang dinyatakan dalam laporan umum perusahaan. Perusahaan telah melepaskan diri dari auditornya, Deloitte & Touche. Ada lagi, yakni perusahaan fotokopi raksasa Xerox, yang menghadapi gugatan dari SEC, juga karena memalsukan laporan keuangan selama empat tahun. Terdapat kelebihan antara kenyataan dengan pernyataan resmi perolehan laba, sekitar 3 milyar dollar AS. Untuk tindakannya, Xerox dikenai denda 10 juta dollar AS. Denda tersebut, terbesar yang pernah dikenakan SEC, dalam kaitan dengan rekayasa keuangan. Perusahaan ini, juga diminta menyusun kembali laporan keuangan sebenarnya, selama empat tahun terakhir. Perusahaan AS lainnya bernama Tyco, pada awal Juni juga ketiban sial. Penyidik AS sedang mendalami dugaan perbuatan kriminal perusahaan, dan sedang memeriksa mantan eksekutifnya, Dennis Kozlowski. Dia dituduh menghindari pajak 1 juta dollar AS di negara bagian New York. Namun, ada dugaan, masih ada serangkaian praktik penipuan lainnya. Kini juga sedang menghadapi proses penyidikan, yakni Global Crossing, sebelumnya merupakan perusahaan cemerlang di bidang hi-tech. Perusahaan bergerak di bidang jaringan telekomunikasi ini, telah mengajukan perlindungan berdasarkan Chapter 11, pada tanggal 28 Januari 2002 lalu. Penyidik AS, sedang menyelidiki faktor-faktor di balik kebangkrutan Global Crossing, apakah berkaitan dengan pemalsuan keuangan. Perusahaan ini soalnya, bisa saja langsung membukukan penerimaan, meski kenyataannya tidak ada realisasi uang masuk. Menyusul ketidakpercyaaan publik yang menggelegar di AS, Merrill Lynch juga disorot. Perusahaan yang bergerak di bidang investment bank ini sedang nenghadapi pengusutan. Para analis Merrill Lynch diduga memberikan nasihat kepada investor untuk membeli saham, yang sebenarnya mereka tahu tidak berharga. Tindakan mereka memberikan "nasihat palsu" itu, pikiran rasionalnya

didasarkan pada keinginan menyelamatkan kepentingan bisnis Merrill Lynch-atau kepentingan finansial analis-di perusahaan terkait. Merrill Lynch punya langganan spesial. Perusahaan ini, merupakan salah satu acuan atau tempat utama warga individu-maupun kelompok-kaya dunia untuk berinvestasi dengan rata-rata keyaaan bersih di atas 1 juta dollar AS, yang disebut sebagai high net worth. Merrill Lynch telah mencapai kesepakatan dengan Jaksa Negara Bagian New York, Eliot Spitzer. Kesepakatan itu, juga diikuti dengan pengenaan denda 100 juta dollar AS, tetapi memohon tidak dinyatakan bersalah. Berdasarkan kesepakatan itu, Merrill Lynch setuju membuka informasi sebagian catatan keuangannya. Masih ada sederet nama-nama perusahaan, baik auditor, yang saling terkait dalam hubungannya dengan proses penyidikan. Perusahaan auditor Arthur Andersen misalnya, yang terkait dengan Enron dan WorldCom, juga disebut-sebut lagi dalam kasus Qwest, Global Crossing, Dynegy, CMS Energy, Halliburton, Peregrine, Merck. Auditor lain

PricewaterhouseCoopers (PwC)-yang pernah berperan menyelidiki skandal keuangan Bank Bali di Indonesia-juga memiliki nasabah yang kini sedang diperiksa yakni Tyco. KPMG adalah auditornya Xerox. Auditor lain, Deloitte & Touche, memiliki nasabah yang sedang disidik yakni El Paso Corp, Adelphia. Sementara itu Ernst & Young adalah auditor dari perusahaan yang keuangannya dipertanyakan, yakni American Online (AOL), serta Williams Cos. Auditor maupun perusahaan yang menjadi klien, bukan berarti sudah bersalah. Hanya saja, perusahaan yang menjadi nasabahnya kini sedang dalam pengusutan. Melihat sederet nama-nama besar perusahaan dunia, yang menjadi incaran investor selama ini, tetapi ternyata kini sedang diselidiki, wajar jika membuat investor memilih berhenti dulu. Setidaknya mereka mengurangi aktivitasnya di bursa saham. Namun, tidak heran, jika gairah bursa dunia sedang lesu. Kelesuan itu juga terasa di Bursa Efek Jakarta. Lebih dari itu, investor di Indonesia juga perlu waspada. Sejumlah perusahaan besar dan berkaliber dunia itu juga beroperasi di Indonesia, ada yang langsung maupun tidak langsung. Di AS, mereka belum divonis dan belum tentu bersalah. Akan tetapi, berhati-hati lebih bagus, ketimbang kemudian kejeblos dalam kerugian besar. (mon)

You might also like