You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Semua makhluk hidup beserta lingkungannya bersifat dinamis artinya bahwa diantara mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan perubahan. Setiap organism, dimana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan keseimbangan system dalam komunitas.1 Komunitas merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, sekaligus sebagai sistem yang dinamis. Suatu wilayah yang luas dimana vegetasinya terdiri dari beberapa bagian vegetasi tumbuhan yang menonjol dan dicirikan oleh bentuk pertumbuhan dari tumbuhan yang dominan. Antara satu vegetasi dengan vegetasi yang lain memiliki perbedaan sehingga dikenal berbagai macam tipe vegetasi. Vegetasi diberinama atau dogolongkan berdasarkan spesies atau bentuk kehidupan yang dominan, habitat fisik atau kekhasannya.2

1 2

Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h. 120 Ibid.

B. Tujuan Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan nilai kemiripan atau indeks similaritas dari tegakan (komunitas).

C. Manfaat Adapun manfaat pada praktikum ini yaitu : 1. Sebagai bahan perbandingan terhadap teori-teori yang telah ada sebelumnya. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan nilai kemiripan atau indeks similaritas dari tegakan (komunitas).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Di dunia ini terdapat berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut ada yang tumbuh liar dan ada pula yang sengaja di tanam. Tumbuhan yang terdapat di suatu area yang cukup luas, tidaklah mudah untuk mengetahui tumbuhan yang mendominansi maupun yang tidak di suatu area tersebut. Untuk mengetahui komunitas dari suatu tumbuhan dapat dilakukan dengan analisis vegetasi. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan komunitas tumbuhan (komposisi) dan bentuk (struktur) vegetasi suatu masyarakat tumbuhan.3 Tingkat kedewasaan ekosistem yang makin tinggi, rantai pangan yang ada dalam ekosisten itu menjadi lebih kompleks dan banyak energy dan materi yang dihasilkan melalui proses penguraian. Keanekaragaman spesies juga meningkat dengan meningkatnya tingkat kedewasaan ekosistem. Organisme tingkat rendah berangsur-angsur digantikan oleh organism tingkat tinggi dan berukuran besar. Keanekaragaman spesies yang semakin tinggi dan disertai perubahan positif lainnya di dalam ekosistem, meyebabkan ekosistem atau komunitas mencapai tingkat

Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h. 126.

kematangan. Ditinjau dari segi energy, suatu ekosistem yang dewasa memiliki entropi rendah, sedangkan ekosistem yang muda memiliki entropi tinggi.4 Perlu dipahami bahwa spesies tumbuhan dan hewan yang ada dalam suatu tempat atau habitat akan berubah secara berkesinambungan selama proses suksesi. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.5 Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, balk secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh

4 5

Ibid. Soerinegara, Ekologi Hutan Indonesia (Bandung : IPB, 1988), h. 98.

organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang taut, kebakaran, angin kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakaran padang rumput dengan sengaja.6 Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan ( komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat. Jadi pengertian komunitas identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan lain-lain.7 Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik digunakan cara jalur atau transek. Metode transek biasa digunakan untuk mengetahui vegetasi tertentu seperti padang rumput dan lainlain atau suatu vegetasi yang sifatnya masih homogeny. Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungannya atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau beberapa bentukan. Transek dapat juga digunakan untuk studi altitude dan mengetahui perubahan

6 7

Ria, ekologi Tumbuhan, http:// ekologi tumbuhan.com (28 Desember 2011). Ibid.

komunitas yang ada. Ukuran dari transek tergantung pada beberapa kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis menyilang hanya beberapa meter panjangnya.8 Salah satu cara yang digunakan untuk menghitung vegetasi suatu lahan yaitu dengan menggunakan metode transek dan plot. Metode transek digunakan untuk menjangkau areal yang luas dengan waktu yang relatif singkat. Metode tersebut biasanya hanya menemukan jenis-jenis yang umum terlihat, yaitu jenis yang populasinya relatif besar dan tersebar merata serta jarang bersembunyi. Metode plot kuadrat dilakukan dengan cara membuat plot kuadrat di beberapa tempat dan kemudian melakukan pencarian intensif di plot-plot tersebut, metode tersebut cocok untuk mendata jenis-jenis kriptik dengan kepadatan yang tinggi. Akan tetapi metode tersebut tidak cocok untuk mendata jenis kriptik yang sangat mobil. Metode tree buttres merupakan modifikasi dari metode plot kuadrat. Metode tersebut dilakukan dengan membuat plot disekitar banir pohon dan mendata jenis-jenis yang ada disana.9 Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA).

8 9

Zoeraini, Prinsip-Prinsip Ekologi (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h. 92. Campbell, Biologi Jilid 3 (Jakarta : Erlangga, 2004), h. 220.

Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, serta jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.10 Di alam, garis besar penyebaran organisme akan segera dapat dilihat. Pola penyebaran yang tidak Nampak jelas pun akan menjadi nyata. Berbagai spesies memerlukan syarat lingkungan yang sama dan dalam beberapa hal saling memerlukan, akan terdapat bersama-sama. Umpamanya dalam suatu hutan tropic tumbuhan yang memerluka keadaan lembap akan terdapat bersama-sama dengan konsumen dan makhluk pembusuk yang hidupnya bergantung pada tumbuhan tadi. Komunitas seperti halnya tingkat organisasi jasad hidup lain, mengalami serta menjalani siklus hidup juga, artinya komunitas itu lahir, meningkat dewasa, dan kemudian bertambah dewasa dan tua. Bedanya ialah komunitas secara alami tidak pernah mati.11 Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi
10

11

Ibid. Swarmo, Pengantar Ilmu Lingkungan (Malang : UMM Press, 1996), h. 89.

hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut.12

12

Zoeraini, op.cit., h. 95.

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan 1. Alat Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu plot ukuran 1 m x 1 m sebanyak 3 buah, meteran, patok, poin frame dan alat tulis. 2. Bahan Adapun bahan yang digunakan yaitu lahan atau komunitas dengan variasi yang heterogen serta label.

B. Cara Kerja Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu : 1. Metode Point Frekuensi Frame a. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan serta sebuah lahan yang akan dihitung tingkat vegetasinya dengan luas kurang lebih 10 m x 30 m. b. Membuat transek dengan membagi dua luas lahan tersebut dengan ukuran masing-masing 5 m x 30 m. c. Membagi transek tersebut menjadi 10 sub transek dengan jarak masingmasing yaitu 5 m x 3 m.

d. Melakukan metode point frekuensi frame pada tiap sub transek sebanyak 3 kali denan jarak antar frame 1 meter. e. Melakukan metode poin frame dengan cara memasukkan jarum penusuk pada lubang frame kemudian cara tanaman yang pertama yang tersentuh oleh jarum penusuk. Melakukan hal ini pada kesepuluh lubang pada frame. f. Membuat table hasil pengamatan dan analisis data yang diperoleh. 2. Metode Plot a. Menyiapkan suatu komunitas dengan tingkat heterogenitas tumbuhannay cukup tinggi. b. Membuat dau garis yang berpotongan yaitu sumbu X dan sumbu Y yang masing-masing panjangnya kurang lebih 30 meter. c. Membagi tiap sumbunya menjadi 10 titik koordinat dengan jarak masingmasing 3 meter. d. Melakukan pengundian titik koordinat (sumbu X dan sumbu Y) masingmasing sebanyak 10 kali. e. Meletakkan plot pada titik koordinat (perpotongan antara sumbu X dan sumbu Y) yang telah diundi. f. Menghitung jumlah individu dari setiap spesies yang terdapat dalam plot serta persentase penutupan covernya. g. Menganalisis data yang diperoleh dengan parameter densitas, frekuensi, dominasi dan nilai penting dari setiap tanaman yang diperoleh.

h. Membandingkan hasil pengamatan dan analisis vegetasi antar kedua perlakuan tersebut dengan rumus tingkat kesamaan (rumus indeks similaritas) kedua vegetasi tersebut. C. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu sebagai berikut : Hari/ tanggal Pukul Tempat : Jumat/ 23 Desember 2011 : 08.00 10.00 WITA : Lapangan Kampus II Fakultas Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Samata-Gowa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini yaitu : 1. Metode Point frame No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama spesies Rumput keras Ilalang Putri malu Kacang babi Semanggi gunung Spesies A Jumlah tusukan yang Jumlah frame yang mengenai spesies X ditempati spesies X 91 33 182 75 94 37 115 51 33 45 15 60

2.

Metode Plot No. Plot Sumbu (x,y) Spesies Rumput keras 1. Plot I 9:5 Spesies A Putri malu Jumlah 22 5 19

Rumput keras 2. Plot II 1 : 10 Kacang babi Spesies A

11 18 5

Semanggi gunung 21 3. Plot III 4:9 Rumput keras Spesies A Sida acuta 4. Plot IV 6:2 15 7 20

Semanggi gunung 18 Rumput keras Spesies A Sida acuta 21 5 15 9

5.

Plot V

7:3

Rumput keras

Semanggi gunung 25 Spesies A Ilalang 5 45 22 11 5 20 6 21 7 31 10 17 8

6.

Plot VI

3:1

Putri malu Kacang babi Spesies A Putri malu

7.

Plot VII

4:5

Rumput keras Kacang babi Spesies A Putri malu Rumput keras

8.

Plot VIII

10 : 9

Kacang babi Spesies A

Rumput keras 9. Plot IX 8:2

Semanggi gunung 14 Spesies A Ilalang Kacang babi 10 30 22 10 6

10.

Plot X

2:1

Rumput keras Spesies A

B. Analisis Data Adapun analisis data pada praktikum ini yaitu : Metode Pont Frame 1. Untuk spesies rumput keras a. Frekuensi mutlak (FM)

= 0,55 b. Frekuensi relative (FR)

= 13,92% c. Dominansi mutlak (DM)

d.

Dominansi relatif (DR)

e.

Kerapatan mutlak (KM)

f.

Kerapatan relatif (KR)

g.

Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 13,92+ 45,15

2. Untuk spesies ilalang a. Frekuensi mutlak (FM)

0,85

b. Frekuensi relative (FR)

c. Dominansi mutlak (DM)

d. Dominansi relatif (DR)

e. Kerapatan mutlak (KM)

f. Kerapatan relatif (KR)

g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = + + = 82,48

3. Untuk spesies putri malu a. Frekuensi mutlak (FM)

b.

Frekuensi relative (FR)

c.

Dominansi mutlak (DM)

d.

Dominansi relatif (DR)

x 100% =13%

e.

Kerapatan mutlak (KM)

f.

Kerapatan relatif (KR)

g.

Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 13+ 39,61

4. Untuk spesies kacang babi a. Frekuensi mutlak (FM)

b.

Frekuensi relative (FR)

c.

Dominansi mutlak (DM)

d.

Dominansi relatif (DR)

e.

Kerapatan mutlak (KM)

f.

Kerapatan relatif (KR)

g.

Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP =

5. Untuk spesies semanggi gunung a. Frekuensi mutlak (FM)

b.

Frekuensi relative (FR)

c.

Dominansi mutlak (DM)

d.

Dominansi relatif (DR)

e.

Kerapatan mutlak (KM)

f.

Kerapatan relatif (KR)

6,09% g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = 6. Untuk spesies spesies A a. Frekuensi mutlak (FM)

b. Frekuensi relative (FR)

c. Dominansi mutlak (DM)

d. Dominansi relatif (DR)

e. Kerapatan mutlak (KM)

f. Kerapatan relatif (KR)

g. Nilai penting (NP) NP = FR+DR+KR NP = Metode Plot Rumput Keras 1. Kerapatan mutlak (KM) = =

2. Kerapatan relative (KR) = = x 100% = 21,05%

3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = x100% = 25%

5. Dominansi mutlak (DM) = 46,05% 6. Dominansi relative (DR) = = 23,02%

7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = 21,05%+25%+23,02% = 69,07%. Ilalang 1. Kerapatan mutlak (KM)

= = 2. Kerapatan relative (KR) = =

3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5. Dominansi mutlak (DM) = 19,59% 6. Dominansi relative (DR) = =

7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Kacang babi 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = 3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5. Dominansi mutlak (DM) = 29,67% + + 115,55%

6.

Dominansi relative (DR) = =

7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Putri malu 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = 3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = + + 44,5%

= 5. Dominansi mutlak (DM) = 28,65% 6. Dominansi relative (DR) = = 7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Semanggi gunung 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = 3. Frekuensi mutlak (FM) = = + + 42,97%

4. Frekuensi relatif (FR) = = %

5. Dominansi mutlak (DM) = 25,14% 6. Dominansi relative (DR) = = x100%=12,57%

7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Sida acuta Burn 1. Kerapatan mutlak (KM) = = 2. Kerapatan relative (KR) = = + %+12,57% = 37,71%

3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5. Dominansi mutlak (DM) = 10,82% 6. Dominansi relative (DR) = = 7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = Spesies A 1. Kerapatan mutlak (KM) = = + + 16,23%

2. Kerapatan relative (KR) = = 3. Frekuensi mutlak (FM) = = 4. Frekuensi relatif (FR) = = 5. Dominansi mutlak (DM) = 40,06% 6. Dominansi relative (DR) = = 7. Indeks nilai penting (INP) INP = KR + FR + DR = + +20,03%= 60,09%

C. Pembahasan Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Berdasarkan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.13 Indeks kesamaan jenis atau index of similarity (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara unit sampling atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan menggambarkan tingkat kesamaan komposisi jenis dan struktur dari dua komunitas, tegakan atau unit sampling yang dibandingkan. Indeks kesamaan komposisi jenis (IS) > 50% menjelaskan bahwa tingkat pancang-semai memiliki tipe komunitas yang relatif sama dengan jenis-jenis didalamnya relatif sama pula. Hal ini diduga faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan seperti kelembaban, pH tanah, suhu di lingkungan hutan di kawasan konservasi sangat cocok dengan pertumbuhan pancang dan semai sehingga memberikan pengaruh yang sama terhadap kedua tingkatan (pancang-semai) tersebut. Sebaliknya IS <
13

Zoeraini, Prinsip-Prinsip Ekologi (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h. 115.

50% didapati tipe komunitas yang berbeda. Berarti faktor lingkungan tidak mendukung pertumbuhan tumbuhan didalamnya sehingga faktor lingkungan memberikan pengaruh yang tidak sama.14 Keanekaragaman jenis adalah gabungan kekayaan jenis yang disusun oleh kemerataan jenis. Nilai indeks kemiripan suatu komunitas tumbuhan dapat terlihat pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Pada pengamatan ini dapat terlihat nilai indeks kemiripan atau indeks similaritas dari dua tegakan pada suatu ekosistem untuk tumbuhan jenis rumpus keras indeks kemirpannya sebesar 23,92%, untuk ilalang sebesar 33,077, untuk putri malu sebanyak 3,36%, sedangkan untuk kacang babi sebasar 6,22%. Selain jenis tumbuhan tersebut juga terdapat jenis tumbuhan berupa semanggi gunung serta beberapa jenis tumbuhan yang tidak teridentifikasi dan diberi simbol sebagai spesies A. dimana semanggi gunung memiliki indeks kemiripan sebesar 19,3% sedangkan spesies A sebesar 3,51. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa indeks nilai kemiripan terendah terdapat pada jenis tumbuhan putri malu sedangkan indeks nilai kemiripan tertinggi terlihat pada tumbuhan jenis ilalang. Diversitas atau keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara anggota suatu komunita. Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh gangguan terhadap lingkungan atau untuk mengetahui tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan pada suatu lokasi.

14

Ibid.

Dari hasil yang diperoleh baik menggunakan metode point frekuensi frame maupun metode plot terdapat kemiripan hasil yakni jika pada metode point frekuensi frame hasil yang diperoleh berkisar antara 3,36% hingga 23,92% hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunkaan metode plot yakni dimana hasil yang diperoleh berkisar antara 3,51% hingga 19,3%. Dari hasi yang tinjukkan pada kedua metode yang digunkaan tidak terlihat adanya perbedaan yang sangat signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa hasil pengamatan pada praktikum ini telah mencapai indeks keaneragaman hayati dengan tingkat kemiripan yang hampir sama.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu indeks kesamaan jenis dihitung untuk mengetahui kesamaan komunitas di dua lokasi atau habitat yang berbeda. Jika semua spesies dalam suatu sampel kelimpahannya sama, itu menunjukkan bahwa indeks kesamaan maksimum dan akan menurun menuju nol sebagai kelimpahan relatif suatu spesies yang tidak sama. Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Dari data di atas dapat terlihat bahwa indeks nilai kemiripan terendah terdapat pada jenis tumbuhan putri malu yakni sebesar 3,36% sedangkan indeks nilai kemiripan tertinggi terlihat pada tumbuhan jenis ilalang yakni sebesar 33,07%. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan menggambarkan tingkat kesamaan komposisi jenis dan struktur dari dua komunitas, tegakan atau unit sampling yang dibandingkan.

B. Saran Adapun saran pada praktikum ini yaitu sebaiknya pada praktikum selanjutnya para praktikan lebih serius dalam melakukan praktikum agar memperoleh hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. Biologi Jilid 3. Jakarta : Erlangga, 2004. Indriyanto. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara, 2006. Ria, Ekologi Tumbuhan, http:// ekologi tumbuhan.com (Diakses pada tanggal 28 Desember 2011). Soerinegara. Ekologi Hutan Indonesia. Bandung : IPB, 1988. Swarmo. Pengantar Ilmu Lingkungan. Malang : UMM Press, 1996. Zoeraini. Prinsip-Prinsip Ekologi. Jakarta : Bumi Aksara, 2003.

You might also like