You are on page 1of 4

Dharma Polimetal: Memompa Kinerja dengan Sistem SDM Ramuan Sendiri

Oleh: Sudarmadi/Eddy Dwinanto Iskandar Tanpa gembar-gembor, perusahaan manufaktur produk berbasis metal ini sejak awal menerapkan praktik manajemen kinerja dengan disiplin tinggi, dengan menggabungkan pendekatan top down dan bottom up. Konsep dan sistemnya pun dikembangkan sendiri. Bagaimana lika-liku penerapannya? Berani bertaruh, tak banyak orang yang mengenal nama PT Dharma Polimetal (DP). Toh, namanya terselip di antara nama-nama beken yang memperoleh predikat lima terbaik dalam kategori Manajemen Kinerja (Performance Management) ajang Human Resources Excellence tahun ini. Tepatnya, DP menduduki peringkat keempat di kategori ini, hanya di bawah (berturut-turut) Bank Niaga, Bank NISP, dan Bank Lippo tetapi masih di atas Indosat (yang duduk di peringkat kelima). DP memang bukan nama populer, karena perusahaan yang berdiri pada 1989 ini bergerak di bidang manufaktur berbagai produk berbahan baku metal. Produknya pun bukan barang konsumsi seharihari, antara lain berupa supermarket equipment, health care equipment, komponen otomotif (chassis & velg), blood pressure kit, precision machining component, plastic part, dan sebagainya. Yang jelas, perusahaan ini cukup peduli pada praktik manajemen yang baik, antara lain ditandai dengan perolehan ISO 9001:2000, dan ISO 14001. Begitu pula dengan praktik manajemen SDM-nya. Boleh dibilang, perusahaan yang berbasis di Tangerang ini telah menempatkan karyawan sebagai mitra strategis dan sudah memosisikan divisi SDM sebagai agen perubahan (agent of change). Sistem administrasi kepersonaliaannya juga tertata baik. Lalu, sudah ada kegiatan employee champion. Karena itu, buat orang yang telah mengenal praktik kerja sehari-hari di DP, prestasi masuk dalam lima besar kategori manajemen kinerja, boleh jadi bukan hal mengherankan lagi. Wajar pula, DP disebut sebagai jawara bidang SDM yang prospektif. Lantas, bagaimana DP bisa mencapai prestasi bagus di bidang SDM? Soegeanto, Kepala Divisi Pengembanagn SDM & Sistem Manajemen DP mengungkapkan, perusahaannya dari awal memilih jalan mengembangkan sendiri sistem manajemen SDM ini. Kami ingin punya pegangan sendiri yang berbeda dari yang lain. Kalau meniru dari perusahaan lain belum tentu cocok, ujarnya. Hanya saja ia mengakui, karena mengembangkan sendiri, dalam perjalanannya memang ditemukan benturan dan masalah. Toh, ia menilainya wajar sebagai bagian dari proses belajar. Menurut Soegeanto, manajemen DP sejak awal juga telah merancang konsep agar divisi pengembangan SDM (human resources development/HRD) bisa menjadi mitra strategis bagi manajemen. Salah satu caranya, dengan menggabungkan bagian HRD dengan Sistem Manajemen bagian yang akan terlibat dalam penentuan sistem manajemen yang hendak diterapkan. Di DP, ada planning cycle yang merupakan kegiatan penentuan kebijakan aktivitas manajerial tahunan. Planning cycle ini bersifat top down dan sebelumnya sudah disesuaikan dengan strategic map

perusahaan induk (holding company) di level top management. Dalam kegiatan inilah HRD memiliki fungsi penting. Lalu, sebagai bagian dari strategi pengembangan SDM, tiap karyawan DP mempunyai Key Performance Indicator. KPI ini dibuat sedemikian rupa agar selaras dengan sasaran yang dikerjakan tiap individu. Jadi ini semacam rencana karier dan kegiatan dalam setahun ke depan, termasuk target-targetnya. Dalam hal ini kami tak berhenti pada planning cycle semata lantas dijadikan buku, tetapi kami jadikan sebagai fasilitator, dan bahkan KPI dituangkan dalam bentuk Individual Performance Plan (IPP), tambah Soegeanto. IPP didesain agar bersifat dua arah: top down sekaligus bottom up. Jadi tak hanya dari atasan, melainkan yang melaksanakan juga dimintai pendapat. Maka, dalam penentuan KPI dan target (IPP) tahunan, masing-masing karyawan (anak buah) akan diminta melihat dan menandatangani formulir tertentu. Ini menandakan persetujuan mereka terhadap target yang ditetapkan. Karyawan pun akhirnya menjadi lebih bertanggung jawab dan tak asal tanda tangan. Kendati begitu, mereka tetap diberi hak mengajukan keberatan disertai alasannya jika dirasakan targetnya terlalu berat. Jadi subjek sudah tahu targetnya. Subjek juga sudah siap tahun depan harus melakukan apa, Soegeanto menerangkan. Ditambahkan oleh Iwan D. Budiyuwono, Presdir merangkap Direktur Pengembangan SDM DP, pembuatan IPP dengan pola seperti itu dipilih pihaknya, karena sebenarnya yang paling tahu di lapangan memang si subjek yang dinilainya. Menurut Soegeanto, manajemen kinerja sendiri terdiri dari tiga tahapan, yaitu perencanaan, pemantauan (monitoring) dan evaluasi. Hanya saja, di perusahaan ini bila ada yang tidak berhasil memenuhi IPP, tidak ditunggu hingga akhir tahun, melainkan langsung dilakukan coaching dan counselling (CC) antara subjek dan atasan yang bersangkutan. CC sendiri minimal wajib dilakukan per semester, tapi secara informal biasanya setiap saat jika diperlukan dan sifatnya proaktif. Artinya, atasan harus pula selalu tanggap melihat kinerja bawahannya. Selain strategi manajemen kinerja, DP memang menerapkan aktivitas CC. Kami melakukan coaching dari BoD ke para manajer, dan para manajer mengajarkan ke para supervisor, kata Iwan. CC ini lebih banyak diarahkan untuk pengembangan, sehingga CC memang dilakukan secara proaktif dan diberi target minimal 6 bulan sekali. Kami minta manajer atau atasan harus dekat dengan karyawan, dan tiap saat jika diperlukan proaktif melakukan CC, tambah Soegeanto. Tak heran, manajemen DP menyadari bahwa salah satu kunci sukses penilaian sebenarnya terletak pada atasan itu sendiri. Pemimpin haruslah mahir mengimplementasi sistem, Iwan menambahkan. Sejauh mana strategi manajemen kinerja mampu mendorong perubahan? Soegeanto menyatakan, dalam sistem DP diusahakan agar kenaikan kinerja bisa mendukung seseorang menjadi agen perubahan bagi orang lain. Salah satu caranya, tiap tahun ada pemilihan karyawan teladan. Ini sudah dilakukan sejak tahun 2000. Aspek yang dinilai: selain kinerja individual, juga disiplin dan loyalitas. Harapannya, karyawan teladan ini bisa menjadi panutan bagi yang lain. Mereka ini akhirnya yang menjadi mitra strategis bagi kami, kata Soegeanto. Sekadar informasi, kini setidaknya ada lima karyawan teladan yang diberikan beasiswa S-1. Meski demikian, pemberian beasiswa sifatnya tidak memaksa. Pasalnya, memang ada karyawan tertentu yang tak siap sekolah lagi karena alasan keluarga. Intinya kami fokus pada hadiah pendidikan agar semakin maju dan produktif, ujar Iwan. Di DP juga ada penghargaan yang disebut konvensi

improvement sekarang memasuki periode ke-11. Ini adalah ajang perayaan bagi pejuang-pejuang mutu, imbuhnya. Lebih lanjut Soegeanto memaparkan, dalam praktik manajemen kinerja di DP, yang dinilai meliputi antara lain motivasi, pencapaian target, kedisiplinan, absensi, dan kerja sama tim (teamwork). Adapun motivasi dibagi dua: dalam bekerja dan belajar. Kami yakin orang yang belajarnya bagus semestinya karyanya meningkat, ujar Soegeanto. Yang pasti dalam mengevaluasi kinerja karyawan, tiap pemimpin harus objektif. Selain itu, menerapkan asas keadilan dan transparansi. Asas ini juga diterapkan dalam penentuan IPP. Karyawan diberi tahu dulu hasil penilaiannya oleh atasannya sebelum masuk ke bagian HRD. Bawahan harus menandatangani hasil penilaian sebagai persetujuan terhadap hasilnya. Tujuan terpenting dari hal ini, agar ia tahu dan bisa belajar meningkatkan target tahun depan, tukas Iwan. Iwan tak bisa mengingat pasti kapan manajemen kinerja mulai diterapkan di DP. Sebab, ini suatu evolusi yang bertahap. Tapi Balanced Scorecard sendiri dimulai tahun 2002, katanya. Manajemen DP berharap di tahun 2010 semua karyawan sudah bisa menilai kinerjanya sendiri. Jadi tidak ada lagi yang mengeluh nilainya sekian atau sekian, ujar Iwan. Selain itu, di tahun 2008 ditargetkan sudah berdiri Dharma Assessment Centre, yakni tempat uji kompetensi baik untuk internal maupun eksternal. Dijelaskan Iwan, yang terpenting dalam penerapan manajemen kinerja tak semata-mata melihat kepentingan manajemen puncak, melainkan lebih ke peningkatan kinerja karyawan itu sendiri, sehingga tiap karyawan DP diharapkan bisa menemukan dirinya dan tahu di mana bidang keahliannya. Karyawan yang baik bisa menjadi tidak baik jika ditempatkan di tempat yang salah, kata Iwan yakin. Menurutnya, pihaknya tak semata-mata mencari dan mengembangkan karyawan yang pintar tetapi mesti pula memiliki hati. Sebab, budaya yang dikembangkan adalah budaya teamwork dan don't blame others, tambah Soegeanto. Dalam pandangan Urip Sediowidodo, pengajar Manajemen SDM Magister Manajemen Universitas Indonesia, kultur kerja di lingkungan DP sudah terinternalisasi secara cukup baik. Kultur sudah tertanam kuat supaya orang mengikuti sistem yang berlaku, katanya. Di samping itu, orang-orang yang direkrut dipilih sesuai dengan nilai-nilai falsafah perusahaan. Salah satu kekhasan DP, menurut Urip, sasarannya selalu menuju produktivitas. Cara itu memang berbeda dari industri lain seperti perbankan yang mengutamakan memberikan kenyamanan dulu barulah mengharapkan datangnya produktivitas. Mereka (DP) orientasinya lebih dulu pada pencapaian produktivitas yang tinggi, setelah itu diimbangi transparansi yang akan memenangi kepercayaan karyawan. Dalam praktiknya, karyawan dituntut memiliki produktivitas tinggi, pada saat bersamaan perusahaan juga berlaku transparan dan adil dengan memperlihatkan kinerja untung-rugi, serta membagikan bonus saat perusahaan untung. Ini sama dengan di Astra, ujar Urip yang juga memimpin divisi SDM di sebuah perusahaan produk makanan. Di mata Urip, kecenderungan selalu menekankan produktivitas juga terlihat pada reward yang ditawarkan kepada para karyawan teladan. Dengan hadiah berupa beasiswa kuliah S-1 dan berbagai jenjang lainnya, karyawan teladan yang menang diharapkan produktivitasnya akan lebih meningkat setelah belajar kembali. Namun di sisi lain, tampaknya DP juga berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi karyawan, kesehatan dan pendidikan. Dengan dijaminnya kesehatan karyawan

dan keluarga serta penanggungan biaya pendidikan anak bagi karyawan berprestasi, boleh jadi akan membuat karyawan lebih tenang dan bisa berkonsentrasi dalam bekerja. Satu hal yang disarankan Urip untuk lebih ditingkatkan di DP, yakni penekanan pada pencapaian prestasi individual. Pertimbangannya, selama ini DP bergerak di industri manufaktur yang sangat menekankan kerja sama tim, maka yang sering lebih diperhatikan adalah aspek kerja kelompok dan inovasi kelompok. Ini tidak salah, tapi akan lebih baik jika aspek prestasi individual juga ditekankan, Urip menyarankan.

You might also like