You are on page 1of 9

T{AHA<<RAH DALAM PERSPEKTIF FIQH A.

PENDAHULUAN T{aha>rah dalam Islam merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk kesempurnaan ibadah mereka. Ibadah salat tidak sah manakala dikerjakan dalam keadaan najis atau hadas, karena t}aha>rah (suci) dari najis dan hadas menjadi syarat sahnya salat. Mengingat pentingnya t}aha>rah dalam pelaksanaan ibadah, maka pengetahuan tentang t}aha>rah oleh fuqaha> selalu ditempatkan di bab awal dalam susunan kitab-kitab fiqh. Walaupun demikian, masih terdapat orang Islam yang belum memahami masalah t}aha>rah secara baik, sehingga sering dijumpai orang Islam kebingungan untuk menghilangkan najis dan hadas, lebih-lebih ketika dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk melakukan t{aha>rah sendiri. Hal itu disebabkan kurang mampu memahami persoalan fiqh yang tertulis dalam kitab-kitab yang berbahasa Arab. Kenyataan tersebut mendorong penulis untuk menjelaskan tentang t}aha>rah dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam, dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh umat Islam secara luas. Walaupun sudah banyak buku berbahasa Indonesia yang menjelaskan tentang t}aha>rah, namun penulis akn berusaha ikut andil dalam memberikan penjelasan yang lebih mudah dipahami dan di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar penulisan terarah dengan baik, penulis akan menjelaskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan t{aha<rah? 2. Bagaimanakan cara t}aha>rah (bersuci) dari najis? 3. Bagaimanakah cara t}aha>rah (bersuci) dari hadas?

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian T}aha>rah T}aha>rah dalam bahasa Arab berarti bersih dari kotoran, walaupun kotoran itu hukumnya suci seperti ludah dan ingus1, baik berupa benda yang terlihat seperti contoh di atas maupun hal-hal yang bersifat maknawi seperti bersih dari rasa iri dan dengki.2 Dalam istilah fiqh, t{aha>rah berarti menghapus hadas, menghilangkan najis, melakukan yang searti dengan keduanya3, atau yang serupa dengan keduanya4. 2. Bersuci dari Najis Untuk mengetahui cara bersuci dari najis, terlebih dahulu harus dimengerti tentang pengertian najis dan jenis-jenisnya. Dengan begitu, tidak akan terjadi kekeliruan dalam proses bersuci. a. Pengertian najis Dilihat dari segi bahasa, kata najis/najas berasal dari bahasa Arab yang merupakan s}i>gat isim fa>il dari kata kerja najusa yang berarti sesuatu yang menjijikkan (al-mustaqz\ar).5 Menurut istilah fiqh, najis didefinisikan sebagai berikut:

Najis adalah sesuatu dianggap menjijikkan oleh syara walaupun oleh manusia dianggap biasa.6 Dalam pengertian ini, yang menentukan najis dan tidaknya sesuatu adalah syara, bukan manusia. Misalkan, walaupun babi bagi sebagian orang menjadi
Air lendir yang keluar dari lubang hidung Abdul H{ami>d, al-Anwa>r as-Saniyyah, Indonesia: al-H{aramain, h. 52. 3 Yang searti dengan menghilangkan hadas misalnya tayamum dan wudunya orang yang dalam keadaan darurat; sedangkan yang searti dengan menghilangkan najis misalnya istinja> dengan batu. 4 Yang serupa dengan menghilangkan hadas misalnya mandi sunah, memperbaharui wudu, serta basuhan kedua dan ketiga ketika menghilangkan hadas; sedangkan yang serupa dengan menghilangkan najis misalnya basuhan ketiga dan keempat ketika menghilangkan najis. 5 Ibn Manz}u>r, Lisa>nul Arab, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 6, h. 226. 6 Muhammad Qalaji, Mujam lugatil fuqa>ha>, , dalam al-maktabah asy-sya>milah, alis}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 475.
2 1

hewan peliharaan, bahkan menjadi makanan favorit tanpa ada perasaan jijik, namun syara telah menetapkan bahwa babi merupakan hewan yang menjijikkan dan dihukumi najis. Dengan redaksi berbeda, an-Nawawi mendefinisikan najis sebagai berikut:

Najis adalah sesuatu dianggap menjijikkan )oleh syara( yang mencegah sahnya salat manakala tidak ada kemurahan.7 Dari pengertian tersebut, najis dapat menghalangi sahnya salat ketika tidak terdapat hal-hal yang dapat memberikan dispensasi. Sehingga apabila terdapat hal yang dapat memberi kemurahan, misalnya orang yang tidak menemukan air dan debu sebagai alat bersuci, maka orang tersebut diperbolehkan melaksanakan salat walaupun dalam keadaan najis. b. Pembagian najis dan cara mensucikannya Najis dibagi menjadi dua, yaitu najis ain dan mutanajjis. Najis ain adalah najis yang tidak dapat disucikan8 seperti air kencing, tinja, darah, bangkai, dan babi; sedangkan mutanajjis adalah sesuatu yang aslinya suci namun menjadi najis karena terkena najis,9 seperti celana manjadi najis karena terkena cipratan air kencing. Pengertian di atas menunjukkan bahwa najis yang dapat disucikan adalah mutanajis, karena aslinya adalah suci; sedangkan najis ain tidak dapat disucikan karena zatnya sudah najis dari aslinya. Cara mensucikan mutanajjis bergantung kepada jenis najis ain yang mengenainya. Oleh karena itu di sini akan dipaparkan jenis-jenis najis ain dan cara menghilangkannya. Najis ain dibagi menjadi tiga (3), yaitu: 1) Najis mugallaz\ah (najis yang berat hukumnya)

Muhammad Qalaji, Mujam lugatil fuqa>ha>, dalam al-maktabah asy-sya>milah, alis}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 475. 8 Pada dasarnya najis ain tidak dapat disucikan, namun ada dua hal yang dikecualikan, yaitu (1) khamr ketika berubah menjadi cuka dengan sendirinya; (2) 9 Ibid

Najis yang tergolong najis mugallaz\ah adalah babi, anjing, serta keturunan dari keduanya atau salah satu dari keduanya. Cara mensucikan najis jenis ini adalah dengan membasuhnya dengan tujuh kali basuhan yang salah satu diantaranya dicampur dengan debu (tanah). Namun perlu dimengerti bahwa 7 kali basuhan itu dimulai setelah zat (fisiknya) najis telah dihilangkan terlebih dahulu. 2) Najis mukhaffafah (najis yang ringan hukumnya) Yang digolongkan najis mukhaffafah adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan minum selain air susu ibunya. Cara mensucikan najis jenis ini adalah dengan memercikan air di atasnya. 3) Najis mutawassit{ah (najis yang sedang hukumnya) Selain najis mugallaz\ah dan mukhaffafah itu digolongkan najis

mutawassit{ah, seperti tinja, air kencing, kotoran hewan, dll. Najis mutawassit{ah dibagi menjadi dua (2), yaitu: najis ainiyyah dan najis hukmiyyah. a. Najis ainiyyah Najis ainiyyah adalah najis yang dapat terlihat oleh mata. Najis ini memiliki warna, bau, dan rasa. Cara mensucikan najis jenis ini adalah dengan menghilangkan warna, bau, dan rasa dari najis tersebut. Kecuali apabila warna atau baunya itu sangat sulit untuk dihilangkan, maka tidak mengapa tidak dihilangkan dan tempat tersebut dihukumi suci. 10 b. Najis H}ukmiyyah Najis h}ukmiyyah adalah tempat yang dihukumi najis namun najis tersebut tidak terlihat oleh mata. Najis ini tidak memiliki rasa, bau, dan warna. Cara menghilangkan najis jenis ini adalah dengan mengalirkan air di atas najis tersebut. c. Jenis-jenis najis yang ditolerir

An-Nawawi al-Ja>wi, Ka>syifatus Saja>, dalam al-maktabah asy-sya>milah, alis}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 98.

10

Hukum asalnya, orang terkena najis tidak boleh menjalankan salat sebelum menghilangkan najis itu terlebih dahulu, namun ada beberapa najis yang ditolerir/dimaafkan (mafuw). Artinya, apabila najis mafuw ini melekat di badan seseorang, ia tetap diperbolehkan melaksanakan salat dan salat tersebut sah hukumnya, tanpa harus menghilangkannya terlebih dahulu. Yang tergolong najis mafuw antara lain: 1) Najis yang tidak dapat terlihat oleh mata normal 2) Darah yang keluar dari tubuh sendiri, walaupun wujudnya telah berubah menjadi nanah, baik sedikit ataupun banyak; Kecuali apabila: a) Darah itu keluar dari mana>fiz\ (lubang tubuh yang tembus ke dalam), seperti mata, hidung, dan telinga. Darah yang demikian ini di-mafuw apabila sedikit b) Darah itu dikeluarkan dengan sengaja. Darah yang demikian ini di-mafuw apabila sedikit c) Darah itu mengalir melampaui tempat keluarnya. Darah yang demikian ini di-mafuw apabila sedikit. d) Darah yang keluar dari sumber najis, seperti kandung kemih dan tempat tinja. Najis jenis ini tidak dimaafkan (di-mafuw) sama sekali, walaupun hanya sedikit. e) Darah anjing dan babi. Sedangkan darah selain anjing dan babi dimaafkan apabila hanya sedikit. 3) Darah hewan seperti nyamuk dan kutu kepala, baik banyak maupun sedikit. Itu apabila keluar tanpa sengaja, apabila disengaja seperti dipukul, maka dimaafkan apabila hanya sedikit. Penentuan banyak dan sedikit dikembalikan kepada urf (kebiasaan). Apabila menuruturf dianggap sedikit berarti sedikit, dan apabila menuruturf dianggap banyak berarti banyak.11 3. Bersuci dari Hadas a. Pengerian hadas

11

Abdul H{ami>d, al-Anwa>r as-Saniyyah, Indonesia: al-H{aramain, h. 80.

Menurut bahasa, hadas berasal dari bahasa Arab H{adas\ dengan dibaca huruf h{a> dan da>l yang berarti suatu peristiwa yang telah terjadi. Menurut istilah fiqh, hadas berarti najis h{ukmiyyah mewajibkan wudu disebut hadas kecil.12 b. Hadas kecil dan cara mensucikannya Hadas kecil merupakan hadas yang mewajibkan wudu. Oleh karena itu cara mensucikan hadas kecil adalah dengan berwudu. Seseorang disebut berhadas kecil apabila: 1) Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, selain mani. Seperti air kencing, air besar, angin, maz\i (air putih bergetah yang yang keluar sewaktu mengingat senggama atau sedang bercanda), dan wadi (semacam cairan putih kental yang keluar dari alat kelamin mengiringi air kencing) dalam kondisi fisik sedang sehat.13 2) Hilang akal, karena tertidur atau lainnya 3) Bersentuhan kulit secara langsung antara lelaki dan perempuan yang sudah besar dan bukan saudara mahram, baik sebab nasab, sebab satu susuan ataupun sebab mus{a>harah. 4) Menyentuh qubul atau dubur dengan telapak tangan bagian dalam atau jari tangan bagian dalam.14 c. Hadas besar dan cara mensucikannya Hadas besar merupakan hadas yang mewajibkan mandi. Oleh karena itu cara mensucikan hadas kecil adalah dengan mandi. Seseorang disebut berhadas besar apabila: 1) 2) 3) 4) Bersetubuh Keluar mani, baik karena mimpi basah atau yang lain Haid Nifas
12

yang mewajibkan

mandi atau wudu. Hadas yang mewajibkan mandi disebut hadas besar dan yang

Muhammad Qalaji, Mujam lugatil fuqa>ha>, , dalam al-maktabah asy-sya>milah, alis}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws., juz 1, h. 176. 13 Hafizh Anshari dkk., 1993, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, h. 38. 14 Abdul H{ami>d, al-Anwa>r as-Saniyyah, Indonesia: al-H{aramain, h. 65.

5) Melahirkan 6) Meninggal dunia Mandi dan wudu digunakan sebagai cara untuk menghilangkan hadas manakala terdapat air. Apabila air tidak tersedia, maka cara bersuci dari hadas adalah dengan tayamum. Tayamum dilakukan sebagai pengganti wudu dan mandi apabila tidak ada air sama sekali atau ada air tetapi ada sesuatu hal yang menyebabkan air itu tidak dapat dipergunakan.15

C. KESIMPULAN DAN PENUTUP 1. T}aha>rah adalah ........ 2. Cara bersuci dari najis adalah sebagai berikut: a. Apabila najisnya berupa najis mugallaz}ah maka dibasuh sebanyak 7 kali basuhan yang salah satunya dicampur dengan debu. 3. Cara bersuci dari hadas .........

15

Hafizh Anshari dkk., 1993, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, h.

98.

DAFTAR PUSTAK\A Abdul H{ami>d, al-Anwa>r as-Saniyyah, Indonesia: al-H{aramain. An-Nawawi al-Ja>wi, Ka>syifatus Saja>, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws. An-Nawawi, al-Majmu, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws. Hafizh Anshari dkk., 1993, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Ibn Manz}u>r, Lisa>nul Arab, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws. Muhammad Qalaji, Mujam lugatil fuqa>ha>, , dalam al-maktabah asy-sya>milah, alis}da>r as\-s\a>ni 2.08. website: http://www.shamela.ws.

:
61

.80.2 An-Nawawi, al-Majmu, dalam al-maktabah asy-sya>milah, al-is}da>r as\-s\a>ni .095 .website: http://www.shamela.ws., juz 2, h

61

You might also like