You are on page 1of 28

PENGGALIAN KUBUR DAN ASPEK MEDIKOLEGALNYA

Djaja S Atmadja, Agus Purwadianto Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI, Jakarta

Penggalian kubur (ekshumasi)


Merupakan tindakan medis Dilakukan atas dasar undang-undang Dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana, termasuk pelanggaran HAM Sering merupakan satu-satunya bukti ilmiah mengenai suatu tindak pidana

Kapan diperlukan ekshumasi ?


Korban belum pernah diperiksa dokter Korban TP Pulang Paksa Korban TP cuma diperiksa luar (PL) Pencarian bukti-bukti baru, second autopsy.

Kasus pelanggaran HAM


Ekshumasi dilakukan sesuai hukum Prosedur pemeriksaan sesuai Protokol Minnesota Dilakukan secara ilmiah Oleh pakarnya dari institusi yang netral, dan impartial

Beberapa prinsip ekshumasi


Semakin dini dilakukan semakin baik Pemeriksaan yang terbaik adalah pemeriksaan pertama dan satu-satunya Pengamanan benda bukti dilakukan semaksimal mungkin sejak dari fase penggalian: melibatkan ahli

Tujuan ekshumasi
Identifikasi jumlah korban Identifikasi korban Identifikasi jenis kekerasan dan perlukaan, dalam kaitannya dengan senjata penyebab Penyebab dan mekanisme kematian Rekonstruksi kejadian Saat kematian

Keterlibatan ahli
Ekshumasi mutlak harus melibatkan dokter, khususnya SpF Keterlibatan dokter sejak dari saat penggalian Pemeriksaan secara kedokteran forensik

Dasar hukum ekshumasi


KUHAP: ps 120, 133, 134, 135 UU No 2 /2002 ttg Kepolisian: pasal 14(1g)
Untuk pelanggaran HAM: UU No. 26 / 2000 ttg Pengadilan HAM 1. Penyelidik: Komnas HAM (ps. 18) 2. Penyidik: Jaksa Agung (ps. 21)

Kasus pelanggaran HAM berat


Lex specialis derogat lex generalis: yang berlaku UU No. 39/1999 ttg HAM dan UU No. 26/2000 ttg pengadilan HAM
Dalam hal hukum acara yang tidak diatur dalam UU tsb, diberlakukan Hukum Acara Pidana.

Pasal 133(1) KUHAP


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau MATI, yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada AHLI KEDOKTERAN KEHAKIMAN atau dokter atau ahli lainnya

Penjelasan pasal 133(1) KUHAP


Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut KETERANGAN AHLI, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan

Pasal 135 KUHAP


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan PENGGALIAN MAYAT, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133(2) dan 134(1) undang-undang ini

Pasal 183 KUHAP


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana Kecuali dengan sekurangnya 2 ALAT BUKTI yang SAH Ia memperoleh KEYAKINAN bahwa Benar telah terjadi tindak pidana, dan Benar terdakwalah yang bersalah melakukannya

Pasal 184 KUHAP


Alat bukti yang sah ada lah: Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa

Peminta ekshumasi
Tindak pidana biasa: penyidik POLRI Pelanggaran HAM: penyelidik Komnas HAM, penyidik Jaksa Agung

TIM PEMERIKSA
Dokter spesialis forensik (SpF) Ahli antropologi forensik Ahli serologi forensik Ahli DNA forensik Ahli-ahli forensik lainnya: ahli odontologi forensik, toksikologi forensik, balistik, kimia forensik, fisika forensik, dsb.

PROSEDUR EKSHUMASI
Identifikasi kasus dan lokasi penguburan oleh penyidik Surat permintaan pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik yang berwenang Pembentukan tim pemeriksa Penentuan strategi penggalian, pemeriksaan dan penguburan kembali

Penggalian di lokasi
Penggalian dalam sektor-sektor Penggalian awal oleh tenaga non ahli Begitu tulang / peti terlihat, penggalian oleh ahli: sekop kecil, kuas, sikat Dokumentasi posisi temuan Evakuasi satu persatu dikumpulkan dalam wadah per individu

Pencarian benda disamping mayat


Dalam kaitan dengan saat kematian: koran, pakaian, rokok Dalam kaitan dengan senjata: proyektil Dalam kaitan dengan pelaku: rambut, kancing

Pemeriksaan kedokteran forensik


Pembersihan kerangka Rekonstruksi tulang belulang Deskripsi umum Identifikasi personal Pencarian kekerasan dan penyebab kematian

Temuan lain yang mungkin


Rekonstruksi kejadian Senjata penyebab: anak peluru, senjata tajam Luka antemortem atau postmortem Saat kematian Ciri pelaku

Identifikasi korban
Ras Jenis kelamin Umur Tinggi badan Golongan darah Gigi Ciri khusus: pincang, bekas patah tulang, bongkok Wanita: parturitas

Pemastian identitas: 1. Gigi 2. DNA

Bukti adanya kekerasan


Kekerasan pada jaringan lunak ??? Kekerasan pada tulang Ronsen: tulang dan proyektil Ante atau post mortem Yang mana luka yang mematikan ?

Benda di sekitar mayat


Koran Pakaian dan dokumen Kancing baju, rambut Proyektil, fragmen proyektil, pelet, senjata, serat Kuku dan kerokan kuku

Hambatan pemeriksaan
Benda bukti rusak karena waktu Benda bukti rusak saat penggalian Pencampuran benda bukti saat penggalian
Keahlian pemeriksa Fasilitas dan sarana kurang Waktu pemeriksaan yang terbatas

Pasca pemeriksaan
Perawatan jenazah Ritual adat/ agama Penguburan kembali
Penarikan kesimpulan Pembuatan VER

PENUTUP

1. 2. 3. 4.

Ekshumasi pada dugaan pelanggaran HAM harus dilakukan: Sesuai perundangan yang berlaku Mengikuti protokol Minnesota Melibatkan SpF, pakar forensik lainnya Dilakukan secara terencana dengan tujuan yang jelas oleh pihak yang netral-impartial

Jakarta, 10 Juli 2003

Terima kasih atas perhatiannya

You might also like