You are on page 1of 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Hipertensi Dalam Kehamilan

II.1.1 Definisi Hipertensi adalah tekanan darah arteri yang tinggi. Pembuluh darah arteri membawa darah yang dipompakan dari jantung ke jaringan dan organ tubuh.12 Dalam proses perkembangan kehamilan dapat disertai hipertensi. Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil.13 Menurut Report on The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 200). Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut:14 1. Hipertensi Gestasional Pada kehamilan dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg, tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca-persalinan.13,14 Hipertensi gestational adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan, atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Hipertensi gestational disebut juga transient hypertension. Hipertensi kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Kelainan hipertensi pada kehamilan beresiko terhadap kematian janin dan ibu. Pada pasien ini multigravida hamil aterm dengan peningkatan tekanan darah pada usia kehamilan 36 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya sehingga merupakan hipertensi gestasional, dan diperlukan penanganan segera berupa terminasi kehamilan dengan persalinan pervaginam.14
4

2. Preeklampsia Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai proteinuria 300 mg/ 24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1+.14 3. Eklampsia Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai koma. 4. Hipertensi Kronik Dari sebelum hamil atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. 5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis muncul proteinuria 300 mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklampsia lainnya.

II.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko Preeklampsi Penyebab dari preeklampsi masih merupakan tanda tanya, penyakit ini masih disebut disease of theory ( Chesley, 1978). Beberapa faktor risiko penyakit ini antara lain:13
-

Nullipara, terutama usia 20 tahun, dan kehamilan yang langsung terjadi setelah perkawinan.13,15 Sejarah pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu.13 Sejarah pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada keluarga. Kehamilan ganda, diabetes mellitus, hydrops feotalis, mola hidatidosa, dan anti phospolipid antibodies, infeksi saluran kemih. 13 Riwayat penderita hipertensi dan penyakit ginjal.13 Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.13

II.1.3 Epidemiologi Angka kejadian preeklampsi dan eklampsi adalah 6-8% diantara seluruh wanita hamil di beberapa rumah sakit di Indonesia antara lain:17 Tabel 1. Angka Kejadian Preeklampsia dan Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di Indonesia 17 Tahun 1993-1997 1996-1997 1995-1998 2000-2002 2002 Keterangan RSPM RSHS RSHAM-RSPM : Rumah Sakir dr. Pirngadi Medan : Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin : Rumah Sakit Haji Adam Malik- Rumah Sakir dr. Pirngadi Medan RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Rumah Sakit RSPM 12 Rumah Sakit RSHS RSHAM-RSPM RSCM Persen (%) 5,75 0,8-14 13,0 7,0 9,17 Penulis Simanjuntak Tribawono Maizia Girsang E17 Priyatini

II.1.4 Patogenesis

Pada saat ini ada empat hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia ( Dekker G.A., Sibai B,M., 1998) sebagai berikut :13,18 1. Iskemia Plasenta Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.18

2. Mal Adapsi Imun Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.18

3. Genetic Imprenting Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.13.66

4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxity Preventing Activity (TxPA) Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan asam lemak nonesterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.13,18 Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.

Menurut Jaffe , dkk 1995, pada preeklapmsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trisemester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan airan darah dalam ruangan intervilus di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.19 Hipoksia plasenta ini yang berkelanjutan akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan.20 Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.13 Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator sepertoi prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensi II sehingga akan terjadi vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.13

II.1.6 Penatalaksanaan Penetalaksanaan preeklampsia adalah berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm.13 Pada kehamilan aterm persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesaria. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending eklampsia, kehamilan harus egera diakhiri tanpa memandang usia kehamilan. Disamping itu pemeriksaan biometri kehamilan dan biophysical profile janin harus dievaluasi setidaknya dua kali seminggu, bila keadaan janin memburuk harus dilakukan terminasi, tergantung dari keadaan janin

apakah dilakukan terminasi melalui persalinan pervaginam atau perabdominam. Pengobatam secara medikamentosa antara lain: 1. Magnesium sulfat Tujuan pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah terjadinya kejang. Selain itu untuk mengurangi komplikasi yang ada baik pada ibu maupun pada janin. 21 Cara kerja magnesium sulfat tidak sepenuhnya diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate (NMDA) reseptor inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler. Dengan menurunnya kalsium yang masuk maka penghantaran impuls menurun dan kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah. Magnesium sulfat dapat diberikan menurun Regim Prichart. Awalnya dapat diberikan 4 gram secara intravena selama 4-5 menit dan 10 gram secara intramuskuler. Selanjutnya dapat diberikan 5 gram setiap 4 jam secara intramuskuler. Gejala keracunan Magnesium sulfat antara lain: 1. Menurunnya atau hilangnya refleks patella 2. Pernapasan < 16 kali/menit 3. Rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun 4. Kardiak arrest. Antidotum pada keracunan magnesium sulfat adalah kalsium glukonas 10% dalam 10cc diberikan secara intravena.

2. Antihipertensi Pada preeklampsi berat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg. Tujuan pemberian antihipertensi adalah untuk mencegah terjadinya cardiovaskuler atau cerebrovaskular accident.22

10

Pilihan pertama pemberian antihipertensi yang dapat diberikan adalah hydralazine. Mekanisme kerja dari hydralazine adalah merelaksasikan otot arteriole sehingga terjadi penurunan tekanan perifer. Hydralazine dapat diberikan secara peroral atau parenteral. Lama kerja hydralazine perenteral adalah 5-15 menit. Efek samping hydralazine adalah sakit kepala, takikardia, dan perasaan gelisah.13,22 Obat antihipertensi lain yang banyak digunakan adalah labelatol. Obat ini termasuk kedalam betablocker. Lama kerja labelatol perenteral adalah 2-5 menit dan mencapai puncaknya setelah 15 menit. Kerja obat ini dapat berlangsung 4 jam. Bekerja menurunkan tahanan perifer, dan tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung, dan ginjal. 13 Obat anti hipertensi lain yang banyak digunakan adalah nifedipine.23 Nifedipine adalah satu-satunya obat antihipertensi yang terdapat di Indonesia. Obat ini mudah didapat, harganya murah, dan mudah penggunaannya. Nifedipine termasuk dalam calsium channel antagonist, hanya diberikan peroral 10-20 mg, dapat diulangi setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping obat ini adalah sakit kepala, sesak napas, sesak di dada, sakit di dada. Tidak mengganggu aliran darah utero plasenta. Kalau diberi peroral efek kerjanya terlihat dalam 5-10 menit dan mencapai puncak setelah 60 menit dan dapat bekerja sampai 6 jam. Mekanisme kerjanya sama dengan vasodilatot arteriole.23

3. Steroid untuk pematangan paru (dexamethasone atau betamethasone untuk

pematangan paru).24

II.2

PeriPartum Heart Disease (PPHD) Peripartum kardiomiopati atau yang dikenal dengan peripartum heart

disease (PPHD) adalah penyakit yang relatif jarang, akantapi dapat mengancam jiwa. Terdapat variasi yang signifikan dalam tingkat insiden mulai dari 1 per 14857,8 - 1 per 15.0007,9 kelahiran hidup telah dilaporkan meskipun kejadian saat ini

11

diterima adalah sekitar 1 per 3000 - 1 per 4000 kelahiran hidup.10 Anehnya, analisis baru-baru ini menyebutkan bahwa kematian ibu di North Carolina dilaporkan pada pertemuan tahunan 2003 SOAP ditemukan PPHD menjadi penyebab utama kematian ibu di negara itu.11 Tidak jelas, namun jika semua kasus ini memenuhi definisi kardiomiopati peripartum (PPHD) dan jika ada yang berkaitan dengan penyakit jantung yang telah disingkirkan sebelumnya. Mengidentifikasi faktorfaktor risiko untuk kardiomiopati peripartum termasuk ibu usia lanjut, multiparitas, obesitas, kehamilan ganda, preeklampsia, hipertensi kronis, dan ras hitam.12 Berdasarkan laporan terbaru dari Institut Nasional Jantung, Paru, dan Hematologi, cardiomyopathy peripartum (PPHD) didefinisikan oleh kehadiran empat kriteria. Ini termasuk: (1) berkembangnya gagal jantung pada trimester akhir kehamilan atau dalam waktu enam bulan setelah melahirkan; (2) tidak adanya penyebab yang dapat diidentifikasikan untuk gagal jantung, (3) tidak adanya penyakit jantung dikenali sebelum bulan terakhir kehamilan , dan (4) disfungsi sistolik ventrikel kiri ditunjukkan oleh kriteria echocardiographic seperti fraksi ejeksi tertekan.12 II.2.1 Etiologi Penyebab kardiomiopati peripartum (PPHD) tetap tidak diketahui meskipun banyak penelitian yang difokuskan pada identifikasi penyebab. Usulan penyebab termasuk miokarditis, respon imun abnormal terhadap kehamilan, dan respon maladaptif terhadap stres hemodinamik kehamilan. Ada lebih banyak bukti untuk mendukung miokarditis atau proses autoimun sebagai penyebab penyakit daripada etiologi diusulkan lainnya. Biopsi Endomyocardial pada wanita dengan kardiomiopati peripartum telah menunjukkan miokarditis pada banyak pasien tapi hasil biopsi sangat berbeda antara studi. Insiden tertinggi miokarditis dilaporkan adalah 76% pasien.26 II.2.3 Patogenesis
25

tapi salah satu seri terbaru miokarditis ditemukan hanya 8,8% dari

12

Ketika gagal jantung terjadi, sejumlah adaptasi terjadi baik dalam hati dan sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh depresi kontraktilitas atau afterload yang berlebihan, volume akhir-diastolik dan tekanan dalam ruang yang akan naik. Hal ini meningkatkan end-diastolic sepanjang serabut miokard, menghasilkan pemendekan sistolik lebih besar (hukum Starling dari jantung). Jika kondisi ini kronis, dilatasi ventrikel akan terjadi. Meskipun hal ini dapat mengembalikan cardiac output saat istirahat, akibat kronis dari tekanan diastolik akan dikirimkan ke atrium dan sirkulasi vena paru dan sistemik. Pada akhirnya, peningkatan tekanan kapiler dapat menyebabkan transudasi cairan dengan menghasilkan edema paru atau sistemik. Mengurangi output jantung, terutama jika dikaitkan dengan tekanan arteri dikurangi atau perfusi pada ginjal, juga akan mengaktifkan sistem syaraf dan beberapa humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik akan merangsang kontraktilitas miokard, denyut jantung, dan nada vena, hasil perubahan terakhir dalam kenaikan volume darah efektif pusat, yang berfungsi untuk lebih meningkatkan preload.27,28,29,30 Meskipun adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, mereka mungkin akan merugikan diri mereka sendiri. Dengan demikian, takikardia dan kontraktilitas meningkat dapat menimbulkan iskemia pada pasien dengan underlying CAD, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti paru. Aktivasi dari sistem saraf simpatis juga meningkatkan ketahanan vascular peripheral; adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ vital, tetapi jika berlebihan pada sendirinya akan mengurangi aliran darah ginjal dan lainnya. Aktivasi simpatis memulai rangkaian acara myocellular yang berkontribusi terhadap remodeling ventrikel dan disfungsi ventrikel yang merugikan progresif.28,30 Efek yang penting lain dari output jantung yang lebih rendah adalah penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi natrium dan cairan. Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga diaktifkan, yang menyebabkan kenaikan lebih lanjut dalam resistensi pembuluh darah perifer dan afterload LV serta natrium dan retensi cairan. Gagal jantung berhubungan secara

13

dengan tingkat sirkulasi peningkatan arginin vasopressin, yang juga berfungsi sebagai vasokonstriktor dan penghambat ekskresi air. Sedangkan pelepasan peptida natriuretik atrium meningkat pada gagal jantung karena peningkatan tekanan atrium, ada bukti perlawanan terhadap efek natriuretik dan vasodilatasi.27 Kegagalan miokard ditandai oleh dua derangements hemodinamik, dan presentasi klinis ditentukan oleh keparahan mereka. Yang pertama adalah pengurangan cadangan jantung yaitu, kemampuan untuk meningkatkan cardiac output sebagai respon terhadap tuntutan peningkatan dipaksakan oleh latihan atau bahkan kegiatan biasa. Kelainan kedua, peningkatan tekanan diastolik ventrikel, terutama hasil dari proses kompensasi pada gagal jantung sistolik tetapi adalah kekacauan utama pada gagal jantung diastolik.28,30 Gagal jantung bisa sisi kanan atau kiri sisi (atau keduanya). Pasien dengan gagal jantung kiri memiliki gejala cardiac output yang rendah dan tekanan tinggi vena paru, dyspnea adalah fitur utama. Tanda-tanda retensi cairan menonjol pada gagal jantung kanan. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala atau tanda-tanda keduanya disfungsi kanan dan kiri-sisi kegagalan, dan LV adalah penyebab utama kegagalan RV. Meskipun bagian ini terutama menyangkut gagal jantung karena disfungsi LV sistolik, pasien dengan gagal jantung dengan disfungsi sistolik, sebagian besar karena disfungsi diastolik, pengalaman banyak gejala yang sama dan mungkin sulit untuk membedakan secara klinis. Tekanan diastolik yang tinggi meskipun volume diastolik normal atau kecil. Tekanan ini ditransmisikan ke sistem vena pulmonal dan sistemik, mengakibatkan dispnea dan edema. Penyebab paling sering disfungsi jantung diastolik LVH, umumnya dihasilkan dari hipertensi, namun kondisi seperti kardiomiopati hipertrofik dapat disebabkan oleh diabetes, dan penyakit perikardial dapat menghasilkan gambaran klinis yang sama. Di negara maju, CAD dengan hasil infark miokard dan hilangnya fungsi miokardium (kardiomiopati iskemik) adalah penyebab paling umum dari gagal jantung. hipertensi sistemik tetap merupakan penyebab penting CHF dan, bahkan lebih umum di Amerika Serikat, merupakan faktor memperburuk pada pasien dengan disfungsi jantung karena penyebab lain seperti CAD. Beberapa proses mungkin hadir dengan cardiomyopathy membesar atau kongestif, yang dicirikan oleh LV

14

atau dilatasi biventricular dan disfungsi sistolik umum. Ini dibahas di tempat lain dalam bab ini, tetapi yang paling umum adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi oleh HIV), dan cardiomyopathies membesar tanpa penyebab yang jelas (kardiomiopati idiopatik). Langka penyebab cardiomyopathy membesar termasuk penyakit infiltrasi (hemochromatosis, sarkoidosis, amiloidosis, dll), agen menular lainnya, gangguan metabolisme, cardiotoxins, dan toksisitas obat. Katup jantung-khususnya penyakit stenosis aorta degeneratif dan kronis aorta atau mitral regurgitasi-tidak jarang menyebabkan gagal jantung.28,29,30 Gagal jantung sering dicegah dengan deteksi dini pasien pada risiko dan intervensi awal. Pentingnya pendekatan ini ditekankan oleh pedoman yang telah memasukkan klasifikasi gagal jantung yang mencakup empat stage. Stadium A termasuk pasien pada risiko mengalami gagal jantung (seperti pasien dengan hipertensi atau CAD) tanpa kelainan struktural saat ini atau sebelumnya gejala atau diidentifikasi dari miokardium. Pada sebagian besar pasien, pengembangan gagal jantung dapat dicegah dengan intervensi seperti perlakuan agresif hipertensi, modifikasi faktor risiko koroner, dan penurunan asupan alkohol yang berlebihan. Stadium B termasuk pasien yang memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak ada gejala saat ini atau sebelumnya diakui gagal jantung. Contohnya termasuk pasien dengan infark miokard sebelumnya, penyebab lain fungsi sistolik berkurang, LVH, atau penyakit katup tanpa gejala. Baik ACE-inhibitor dan -blocker mencegah gagal jantung dalam dua pertama dari kondisi tersebut, dan pengobatan lebih agresif hipertensi dan intervensi bedah dini efektif dalam dua terakhir. 28,29, 30 III.2.4 Klasifikasi Kardiomiopati Kardiomiopati adalah kelompok heterogen entitas mempengaruhi

miokardium terutama dan tidak berhubungan dengan penyebab utama penyakit jantung, yaitu penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit perikardial, penyakit katup, atau cacat bawaan. Baru-baru ini, dua entitas tambahan telah ditambahkan ke daftar: sebuah cardiomyopathy sementara karena jumlah katekolamin tinggi (TakoTsubo cardiomyopathy, lihat di bawah) dan mengakibatkan cacat embryologic

15

trabeculation besar di LV (noncompaction ventrikel). Meskipun beberapa memiliki penyebab tertentu, banyak kasus idiopatik. Klasifikasi cardiomyopathies didasarkan pada fitur presentasi dan patofisiologi 27 Tabel 3.1 Klasifikasi Kardiomiopati27

Frequent causes

Dilated Idiopathic, alcoholic, major catecholamine discharge, myocarditis, postpartum, doxorubicin, endocrinopathies,

Hypertrophic Hereditary syndrome, possibly chronic hypertension

Restrictive Amyloidosis, post-radiation, 16 post-open heart surgery, diabetes, endomyocardial fibrosis

Symptoms

genetic diseases Left or biventricular Dyspnea, chest congestive heart failure pain, syncope

Dyspnea, fatigue, right-sided congestive heart failure Elevated jugular venous pressure,

Physical examination

Cardiomegaly, S3, elevated jugular venous pressure, rales

Sustained point of maximal impulse, murmur, bisferiens carotid pulse Left ventricular hypertrophy, exaggerated septal Q waves Mild cardiomegaly

S4, variable systolic Kussmaul sign

Electrocardiogram

STT changes, conduction abnormalities, ventricular ectopy Enlarged heart, pulmonary congestion Left ventricular dilation and dysfunction

STT changes, conduction abnormalities, low voltage Mild to moderate cardiomegaly

Chest radiograph

Echocardiogram, nuclear studies, MRI

Left ventricular hypertrophy, asymmetric septal hypertrophy, small left ventricular size, normal or supranormal function, systolic anterior mitral motion, diastolic dysfunction Small, hypercontractile left ventricle, dynamic outflow gradient, diastolic dysfunction

Small or normal left ventricular size, normal or mildly reduced left ventricular function

Cardiac catheterization

Left ventricular dilation and dysfunction, high diastolic pressures, low cardiac output

High diastolic pressure, "square root" sign, normal or mildly reduced left ventricular

17

Kardiomiopati dilatasi menyebabkan sekitar 25% dari semua kasus CHF. Ini biasanya menyajikan dengan gejala dan tanda-tanda CHF (paling sering dyspnea). Kadang-kadang, aritmia ventrikel gejala adalah acara presentasi. LV dilatasi dan disfungsi sistolik (EF <50%) adalah penting untuk diagnosis. Kardiomiopati dilatasi lebih sering terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih dan pada lakilaki lebih dari perempuan. Semakin banyak cardiomyopathies karena kelainan genetik yang dikenal, dan ini mungkin mewakili sampai 25-30% dari kasus. Seringkali tidak ada penyebab dapat diidentifikasi, tetapi penyalahgunaan alkohol kronis dan miokarditis belum diakui, mungkin menyebabkan sering. Takikardia kronis juga dapat menimbulkan suatu cardiomyopathy membesar. Amyloidosis, sarkoidosis, hemochromatosis, dan diabetes mungkin jarang hadir sebagai cardiomyopathies melebar, serta gambar lebih ketat klasik. RV mungkin terutama terlibat dalam displasia RV arrhythmogenic, sebuah kardiomiopati yang tidak biasa dengan perpindahan sel miokard oleh jaringan adiposa, di mana ada ekstrim penipisan dinding RV. Thrombus intraventricular tidak jarang. Histologi, gambar adalah salah satu dari fibrosis ekstensif kecuali diagnosa khusus dibentuk. Biopsi miokard jarang berguna dalam menetapkan diagnosis, meskipun kadang-kadang penyebab (misalnya, sarkoidosis, hemochromatosis) dapat dibedakan.27

18

Dilatasi jantung dan CHF yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan dapat berkembang selama trimester terakhir kehamilan atau dalam waktu 6 bulan setelah melahirkan, kebanyakan perempuan mengalami gejala di bulan sebelum atau segera setelah persalinan. Pasien yang mengembangkan cardiomyopathy peripartum biasanya adalah multipara, Afrika Amerika, dan di atas usia 30, walaupun penyakit ini dapat ditemukan dalam spektrum yang luas dari pasien. Gejala, tanda, dan pengobatan sama dengan pada pasien dengan idiopathic cardiomyopathy membesar. Tingkat kematian adalah sekitar 10 sampai 20%. Prognosis pada pasien ini tampaknya terkait dengan apakah ukuran jantung kembali normal setelah episode pertama dari CHF. Jika tidak, kehamilan berikutnya terkadang ditoleransi, meskipun dengan kegagalan riskof jantung meningkat berulang, jika hati masih membesar, bagaimanapun, kehamilan lebih sering menghasilkan kerusakan miokard tambahan, pada akhirnya menyebabkan CHF tahan api dan kematian. Mereka yang sembuh harus didorong untuk menghindari kehamilan lebih lanjut, terutama jika cardiomegaly terus berlanjut.27

III.2.5 Diagnosa Pasien dengan kardiomiopati peripartum (PPHD) terdiagnosa dengan tandatanda khas dan gejala kegagalan ventrikel kiri. Sebagian besar kasus terjadi setelah melahirkan dan periode postpartum langsung. Namun, ketika penyakit ini berkembang selama bulan terakhir kehamilan diagnosis gagal jantung sulit untuk membuat tanda-tanda dan gejala saja karena beberapa dari gejala-gejala, seperti kelelahan, ortopnea, dan pedis edema, yang biasa terjadi antara ibu bersalin normal selama kehamilan trimester akhir. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendiagnosa adanya gagal jantung. Sebuah dada x-ray secara konsisten menunjukkan edema cardiomegaly dan paru. Echocardiography menegaskan kegagalan ventrikel kiri dengan peningkatan dimensi akhir diastolik ventrikel dan fraksi ejeksi menurun. Setelah gagal jantung diidentifikasi, kardiomiopati peripartum harus dibedakan dari proses penyakit lain yang menyebabkan gagal jantung, seperti penyakit katup jantung.27,29

19

III.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Sebuah echocardiogram diindikasikan untuk mengecualikan lesi katup atau tak terduga dan konfirmasi kehadiran cardiomyopathy membesar dan fungsi sistolik berkurang (sebagai lawan dari gagal jantung diastolik). Mitral Doppler pola masuk juga membantu dalam diagnosis disfungsi diastolik yang terkait. Warna aliran Doppler dapat mengungkapkan regurgitasi trikuspid atau mitral, dan Doppler kontinu dapat membantu menentukan tekanan PA. Latihan atau farmakologis imaging perfusi miokard stres mungkin menyarankan kemungkinan yang mendasari penyakit koroner.

Ventriculography Radionuklida memberikan ukuran noninvasif dari EF dan RV baik dan gerak LV dinding.

Cardiac MRI sangat membantu dalam proses infiltrasi, seperti sarkoidosis atau hemochromatosis, dan adalah studi diagnostik pilihan untuk displasia RV. MRI juga dapat membantu menentukan etiologi iskemik dengan mencatat peningkatan gadolinium konsisten dengan bekas luka miokard.

Kateterisasi jantung jarang nilai tertentu kecuali iskemia miokard atau aneurisma LV dicurigai. The feritin serum merupakan studi screening yang memadai untuk hemochromatosis. Tingkat sedimentasi eritrosit mungkin rendah karena kongesti hati.

Tingkat serum BNP atau pro-BNP dapat digunakan untuk membantu quantitate tingkat keparahan CHF .

20

III.2.4 Prognosis Kematian ibu dari cardiomyopathy peripartum (PPHD) di Amerika Serikat telah dilaporkan 25-50%. Tromboemboli menyumbang sekitar 30% dari kematian ini. Pasien yang bertahan dari penyakit tersebut memiliki fraksi ejeksi signifikan lebih tinggi dan lebih kecil diameter akhir diastolik ventrikel kiri pada saat diagnosis dibandingkan dengan pasien yang meninggal akibat penyakit tersebut. Normalisasi ukuran jantung dan resolusi gagal jantung kongestif dalam waktu 6 bulan setelah melahirkan juga merupakan tanda prognosis yang baik dengan kematian jarang di antara penderita. Insiden resolusi tidak jelas, namun sebuah seri awal melaporkan bahwa 50% dari pasien mengalami perbaikan tetapi studi lebih baru hanya melaporkan kejadian 7% dari regresi penyakit. Mayoritas pasien dalam seri terakhir meninggal, diperlukan transplantasi jantung, atau mengalami penurunan fungsi jantung lanjutan. Pasien dengan kardiomiopati peripartum (PPHD) membutuhkan konseling mengenai risiko kehamilan berikutnya. Pasien tanpa regresi kardiomiopati mereka berada pada risiko yang signifikan untuk kematian atau eksaserbasi dari penyakit jantung dan harus dianjurkan untuk menghindari kehamilan. Tidak ada konsensus

21

tentang bagaimana untuk menasihati perempuan yang kardiomiopati. Salah satu penelitian awal menemukan bahwa 25% dari pasien mengalami eksaserbasi sementara selama kehamilan berikutnya. Sebuah studi echocardiographic ditemukan fungsi ventrikel kiri yang normal selama dan setelah kehamilan pada pasien yang sebelumnya pulih dari kardiomiopati peripartum. Namun, dalam penelitian yang lebih baru, pasien yang telah kembali ke fungsi ventrikel kiri normal setelah cardiomyopathy peripartum (PPHD) masih menunjukkan penurunan nilai cadangan kontraktil selama uji pemakaian dobuatamine. Oleh karena itu, jika suatu saat pasien ini hamil kembali, mereka harus dirawat di kolaborasi dengan pusat obstetri yang bertaraf pelayanan maksimal.28,29 II.2.5. Penatalaksanaan Pengobatan dari kardiomiopati peripartum (PPHD) adalah serupa dengan dilatasi kardiomiopati lain. Manajemen tujuan termasuk preload optimasi, pengurangan afterload, dan kontraktilitas meningkat. Antikoagulan juga dianggap pada banyak pasien karena risiko signifikan tromboemboli. Bila pasien mengalami gagal jantung sebelum kelahiran, beberapa modifikasi perawatan yang diperlukan. Angiotensin-converting enzyme inhibitor secara rutin digunakan untuk mengurangi afterload pada gagal jantung kongestif. Namun, obat ini kontraindikasi selama kehamilan karena efek yang merugikan janin. Pengobatan alternatif untuk mengurangi afterload selama kehamilan mencakup amlodipine atau kombinasi dari hydralazine dan nitrogliserin.27,29,30 Selain perawatan kegagalan jantung, rencana perawatan obstetri harus dikembangkan ketika penyakit ini terjadi selama kehamilan. Kolaborasi antara ahli jantung, dokter kandungan, dan ahli anestesi sangat penting untuk mengoptimalkan perawatan. Jika status itu yg melahirkan itu jantung dapat distabilkan dengan terapi medis, induksi persalinan biasanya dianjurkan dengan operasi caesar untuk indikasi obstetri. Namun, pada ibu bersalin yang mengalami dekompensasi jantung akut, kelahiran sesar mungkin diperlukan karena ketidakmampuan ibu untuk mentolerir stres berkepanjangan tenaga kerja.27,29,30

22

Anastesi untuk PPHD31 Ibu bersalin dengan kardiomiopati peripartum, anestesi memerlukan perawatan khusus selama persalinan dan melahirkan. Pemantauan invasif, termasuk jalur arteri dan kateter arteri paru, harus digunakan untuk menilai status hemodinamik pasien dan manajemen panduan. Tegangan kardiovaskular persalinan dan melahirkan dapat menyebabkan dekompensasi jantung. Bila situasi yang terjadi, anesthesiologist mungkin perlu untuk menginjeksi agen vasoaktif, seperti nitrogliserin atau nitroprusside untuk mengurangi preload dan afterload dan dopamin, dobutamine atau milrinone untuk dukungan inotropic. Data dari kateter arteri paru sangat penting untuk menentukan terapi farmakologis yang tepat untuk setiap pasien. Awal administrasi analgesia tenaga kerja untuk meminimalkan stres lebih jantung yang terkait dengan rasa sakit sangat penting dalam manajemen anestesi dari pasien. Berbagai teknik analgesik memberikan keuntungan unik dalam manajemen hemodinamik yg melahirkan sementara juga memberikan analgesia yang sangat baik. Dengan menggunakan data pemantauan invasif untuk memandu manajemen cairan dan titrasi obat vasoaktif, induksi lambat analgesia epidural adalah teknik analgesik aman dan efektif pada ibu bersalin dengan kardiomiopati peripartum. Bahkan, penurunan afterload simpatektomi-induced yang terjadi dengan anestesi epidural dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja miokard pada pasien ini. Analgesia spinal-epidural terpadu pilihan lain analgesik yang sangat baik. Karena analgesia awal dapat dicapai dengan opioid tulang belakang, stabilitas hemodinamik mungkin lebih mudah dipelihara dibandingkan dengan analgesia epidural sejak blokade simpatik dihindari. Ketika injeksi anestesi lokal epidural diperlukan titrasi lambat obat dapat memberikan manfaat pengurangan afterload sambil menghindari penurunan mendadak pada tekanan darah yang akan merusak. Pada pasien yang paling rentan, analgesia spinal kontinyu adalah alternatif yang menarik. Sebuah teknik kateter terus menerus opioid spinal izin injeksi intermiten intratekal untuk analgesia selama

23

tahap pertama persalinan. Suplementasi dengan dosis kecil anestesi lokal intratekal kadang-kadang diperlukan untuk memberikan analgesia yang memadai untuk tahap kedua persalinan dan melahirkan. Sebuah keuntungan yang signifikan dari teknik ini adalah bahwa stabilitas hemodinamik lebih mudah dicapai karena simpatektomi anestesi-induced lokal dihindari untuk sebagian atau seluruh proses persalinan. Jika melahirkan caesar diperlukan, bius epidural atau tulang belakang terus menerus biasanya merupakan pilihan terbaik anestesi. status hemodinamik pasien dengan hati-hati diikuti dan manajemen fluida dipandu oleh data dari monitor invasif sedangkan tingkat anestesi secara perlahan dinaikkan. Sebuah teknik tulang belakang tunggal-shot ini tidak dianjurkan karena perubahan hemodinamik yang cepat terkait dengan teknik ini mungkin tidak ditoleransi dengan baik pada pasien rapuh. Anestesi umum kadang-kadang diperlukan jika operasi caesar diperlukan karena nonreassuring status janin atau ibu dekompensasi akut. obat anestesi dengan efek depresi miokard harus dihindari. Induksi dan pemeliharaan dengan teknik dosis tinggi opioid sering disukai. Jika teknik ini digunakan, remifentanil merupakan pilihan yang baik karena pendek setengah-hidup dapat meminimalkan efek depresi pada neonatus. personil terlatih harus tersedia untuk mengelola depresi neonatal setiap kali anestesi opioid dosis tinggi digunakan.

You might also like