You are on page 1of 11

A. Pengertian Konflik Kata konflik dalam bahasa yunani : configere, conflictumberarti saling berbenturan.

Arti kata ini menunjukkan pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonis bertentangan. Dapat diartikan pula bahwa konflik merupakan relasirelasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interes-interes eksklusif yang tidak bisa dipertemuakan, sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda. Kartini Kartono, mendefiniskan konflik secara positif, negatif dan netral. Dalam pengertian negatif, konflik diartikan sebagai: sifat-sifat animalistik, kebuasaan, kekerasan, barbarisme, destruksi/pengrusakan, penghancuran, irrasionalisme, tanpa kontrol emosional, huru-hara, pemogokan, perang, dan seterus. Dalam pengertian positif, konflik dihubungkan dengan peristiwa: petualangan, hal-hal baru, inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi, pertumbuhan, perkembangan, rasionalitas yang dialektis, mawas-diri, perubahan, dan seterusnya. Sedangkan dalam pengertian netral, konflik diartikan sebagai: akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan tujuan hidup yang sama pula. Fink (dalam Kartini Kartono, 1991) menyebutkan bahwa konflik merupakan interaksi yang antagonis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka. Muhyadi, mengemukakan definisnya dengan menekankan pada usaha melawan atau menghalangi orang lain agar gagal mencapai tujuan. Menurut Chatlinas Said, sebagaimana yang dikutip oleh Soetopo, menekankan pada cekcok tujuan, ketidak sejalanan tujuan. Selanjutnya pendapat Mastenbroek, yang dikutipnya lagi, memberikan pengertian yang agak luas dan memandang konflik sebagai situasi di mana ketentuan tak berjalan, pernyataan ketidakpuasan, dan penciutan proses pembuatan keputusan. Pengertian yang lebih padat dan simpel dapat dilihat dari pendapat Ross Stagner yang dikutip oleh C.R Mitchel dalam The Structure of International Cinflict : ...konflik merupakan sebuah situasi, di mana dua orang (atau lebih) menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang di antara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin cicapai oleh kedua belah pihak. Bertumpu pada beberapa pendapat di atas, dapat disimpulakan bahwa konflik merupakan perbedaan, pertentangan, dan ketidak sesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional diantara individu dalam suatu kelompok atau organisasi.

Dari definisi dan konklusi di atas kelihatan adanya perbedaan pandangan para ahli manajemen terhadap konflik. Sehubungan dengan ini, Muhyadi mengemukakan tiga pandangan terhadap konflik yang terjadi di alam organisasi, sebagaimana dikutip oleh Soetopo, yaitu: aliran tradisional, alairan behavioral, dan aliran interaksi. Aliran tardisional memandang knflik sebagai sesuatu yang jelek,tidak menguntungkan, dan selalu menimbulkan kerugian dalam organisasi. Oleh sebab itu konflik harus dicegah dan dikentikan. Cara yang efektif untuk menghindari dan menghentikan konflik menurut faham ini adalah dengan menemukan sumbernya untuk kemudian diatasi. Selanjutnya aliran behavioral memandang konflik sebagai sesutu yang wajar terjadi dan alamiah dalam suatu organisasi. Karena tanpa perlu diciptkan, konflik ini akan terjadi dalam organisasi. Berdasarkan pandangan ini, maka konflik tidak selamanya dipandang sebagai sesutu yang merugikan, akan tetapi juga bisa menguntungkan. Dengan demikian, maka konflik yang terjadi di lingkungan organisasi harus dikelola dengan baik. Lebih lanjut aliran interaksi memandang bahwa konflik dalam suatu organisasi harus diciptakan (dirangsang timbulnya). Pandangan semacam ini dilatar belakangi oleh konsep bahwa organisasi yang tenang, harmonis dan

senantiasa dalam kedamaian akan cenderung menjadi statis dan kurang inovatif. Oleh sebab itu oragnisasi semacam ini sulit bersaing untuk maju. Dalam kehidupan organisasi secara riil, konflik bisa menguntungkan dan bisa pula merugikan organisasi. Konflik yang menguntungkan disebut konflik fungsional, sedangkan konflik yang merugikan disebut konflik disfungsional. Contoh konflik yang menguntungkan antara lain: memungkinkan munculnya ketidakpuasan yang tersembunyi ke permukaan sehingga organisasi dapat mengadakan penyesuaian dan mengatasinya, memungkinkan munculnya norma-norma baru yang sangat membentu mengatasi kekurangan norma-norma lama, berguna untuk mengukur kemampuan struktur kekuasaan yang ada pada organisasi, memperkuat ciri kelompok yang ada sehingga kelompok itu memiliki identitas yang pasti, menyatukan beberapa kelompok yang terpisah, dan merangsang usaha untuk mengurangi stagnasi. Di sisi lain konflik ini juga merugikan organisasi, sebagai contoh dapat dikemukakan di sini antara lain: Menyebabkan timbulnya perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi, membawa organisasi ke arah disintegrasi; menyebabkan ketegangan antar individe maupun antar kelompok; menghalangi kerjasama diantara individu dan menganggu saluran informasi; memindahkan perhatian anggota organisasi dari tujuan organisasi. Kefektifan organisasi dalam mencapai titik optimum kinerja juga dipengaruhi oleh konflik yang muncul. Sehubungan dengan ini Tosi mencoba menghubungkan antara konflik dengan kefektifan organisasi, dengan menjelaskan bahwa kefektifan organisasi akan berada pada level rendah mana kala level konflik berada pada posisi rendah; pada level konflik sedang, keefektifan organisasi dapat mencapai titik optimum tinggi. Sedangkan pada level konflik tinggi, kefektifan organisasi jadi menurun. Organisasi yang level konfliknya rendah atau tidak ada konflik sama sekali, cenderung mangalami stagnasi, tidak meningkat, dan gagal mencapai kefektifan. Untuk itu seorang pemimpin harus menendalikan konflik pada level sedang agar organisasi tersebut menjadi dinamis dan mencapai keefektifan yang tinggi. Jika konflik berada pada level yang tinggi, dikhawatirkan organisasi sulit dingendalikan, bahkan bisa jadi seluruh potensi organisasi digunakan untuk memikirkan solusi konflik. Hal ini akan merugikan organisasi bahkan bisa gagal mencapai kefektifan. B. Sumber Dan Faktor-Faktor Konflik 1. Sumber Konflik Menurut Smith, konflik dalam suatu organisasi, termasuk di dalamnya organisasi sekolah pada dasarnya bersumber dari tiga hal, yaitu: masalah komunikasi, struktur organisasi dan faktor manusia itu sendiri. Konflik sering terjadi akibat kesalahan dalam komunikasi atau distorsi. Suatu kebenaran yang dikemukakan dengan pola komunikasi yang tidak bersahabat, cenderung menjadi informasi yang diterima dengan tidak baik. Di sisi lain struktur organisasi termasuk sektor penyumbang konflik yang tidak kecil, karena masing-masing unit organisasi memiliki tugas dan kepentingan yang bisa saling bergesekan dan berbenturan. Kemudian penyumbang konflik yang tidak kalah banyaknya adalah faktor manusia. Hal ini dimungkinkan karena adanya sifat-sifat kepribadian yang beragam dan unik. Setiap pribadi dapat saja memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbedabeda, begitu juga sikap otoriter dan mau menang sendiri, dogmatis, individualistis, dan sifat-sifat pribadi lainnya. Kesemuanya itu dapat menimbulakn konflik di tubuh organisasi. Schmuck, mengemukakan ada empat unsur yang menjadi sumber konflik, yaitu: 1) adanya perbedaan fungsi dalam organisasi; 2) adanya pertentangan kekuatan antar pribadi dan sub sistem; 3) adanya perbedaan peranan, dan 4) adanya tekanan yang dipaksakan dari luar organisasi. 2. faktor-faktor konflik Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konflik antara lain: 1). Ciri umum pihak-pihak yang berkonflik, 2) hubungan pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadinya konflik, 3) sifat masalah yang menimbulkan konflik, 4) lingkungan sosial di mana konflik terjadi, 5) kepentingan pihak-pihak yang berkonflik, 6) strategi yang biasa

digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik, dan 7) konsekuansi konflik terhadap yang berkonflik dan terhadap pihak lain. Seorang pemimpin lembaga pendidikan harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi konflik untuk menentukan strategi apa yang akan dipakai jika ingin mengatasi konflik. Perlu dicermati bahwa konflik tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi muncul dan timbulnya suatu konflik tentu melalui proses tertentu. C. Strategi Dan Prinsip Pelaksanaan Manajemen Konflik 1. Strategi Manajemen Konflik. Penerapan strategi manajemen diharapkan dapat menajdikan konflik dan pemecahannya sebagai upaya pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan organisasi. Bagaimanapun, konflik pasti terjadi dalam organisasi, baik dalam skala besar maupun skala kecil. Dengan demikian berarti bahwa besar kecilnya konflik yang dihadapi harus dikelola dengan baik agar menjadi potensi untuk mefektifkan organisasi. Miftah Thoha, mengemukakan strategi manajemen konflik secara umum adalah: 1) strategi menang-kalah; 2) strategi kalah-kalah 3) Strategi menang-menang. Dalam strategi menang-kalah, salah satu pihak menang dan salah satu pihak kalah, termasuk di dalamnya menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk menekan slah satu pihak. Bisa jadi pihak yang kalah akan berperilaku non-produktif, kurang aktif, dan tidak mengidentifikasikan dirinya dengan dengan tujuan organisasi. Dalam strategi kalah-kalah, berarti semua pihak yang berkonflik menjadi kalah.strategi ini dapat berupa kompromi (keduanya sama-sama berkorban atas kepentingan), dan arbitrase (menggunakan pihak ke tiga). Strategi menang-menang yaitu konflik dipecahkan melalui metode problem solving (pemecahan masalah). Penelitian Scmuk (1976) menunjukkan bahwa: 1) metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik, 2) pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, tetapi lebih menyukai bekerja sama. Lebih lanjut Scmuck mengemukakan beberapa cara menggunakan manajemen konflik : a. Jika menggunakan strategi menang-kalah, cara yang ditempuh bisa:

b. Menghindari konflik dengan mengurangi interdepensi: lebih lanjut. -pihak yang berkonflik. c. mengusahakan kesepakatan melalui pemecahan masalah secara kreatif. Secara umum, cara ini dilakukan dengan cara menentukan masalah pokoknya, mengidentifikasi alternatif, mengevaluasi alternatif, menentukan alternatif terbaik, implementasi alternatif dan follow-up. Teknik manajemen konflik lain yang lebih komprehensif adalah: 1) teknik konfrontasi, 2) penerapan gaya penyelesaian konflik, 3) memperbaiki praktik organisasi, dan 4) perubahan peranan dan struktur organisasi. Teknik konfrontasi terdiri atas negosiasi/bergaining, mediasi (penengah), arbitrase (pihak luar/wasit), keputusan integratif. Penerapan gaya penyelesaian konflik terdiri atas: penghindaran, akomodasi, kompetisi. Kompromi, dan kolaborasi. Memperbaiki praktik organisasi dilakukan dengan cara perbaikan rumusan tujuan, menghilangkan salah arti, klarifikasi wewenang, perbaikan kebijakan, modifikasi komunikasi, rotasi personel, sistem penghargaan, dan pelatihan. Perubahan peran dan struktur organisasi meliputi: pengaturan peran bersama secara koordinatif, mengkombinasikan unit-unit, merancang kembali struktur organisasi, pemindahan dan pertukaran tempat tugas, memperlancar komunikasi antar unit yang berkonflik. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian seorang pimpinan organisasi pendidikan dalam menghadapi konflik yang ada, yaitu mulailah dari sikap pasif menuju ke orientasi aktif, dan sangat bergantung pada

tingkat kematangan pihak-pihak yang mengalami konflik. Pemahaman terhadap cara mengubah sikap dan perilaku orang yang dipimpin dan juga hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan (power) atau otoritas (autority) sangat diperlukan untuk lebih menguasai hal-hal yang berkaitan dengan manajemen konflik. 2. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Manajemen Konflik. Dalam melaksanakan manajemen konflik ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer, organisator, atau pemimpin, antara lain: a. Perlakukanlah secara wajar dan alamiah Timbulnya konflik dalam penyelenggaraan satuan pendidikan merupakan suatu hal yang wajar dan alamiah. Karena sampai saat ini konflik masih dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari organisasi, dan hal ini musti daihadapi seorang pimpinan melalui manajemen konflik. Oleh sebab itu, sebab itu pelaksanaan manajemen konflik harus dilakukan secara wajar dan alamiah sebagaimana pelasanaan manajemen bidang lainnya. b. Pandanglah sebagai dinamisator organisasi. Konflik dapat dipandang sebagai dinamisatororganisasi. Jika demikian halnya, maka organisasi tanpa konflik berarti diam, statis dan lamban dalam mencapai kemajuan yang diharapkan. Walaupun demikian, konflik yang ada harus ditata sedemikian rupa agar dinamika yang terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus mendudukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan. c. Media Pengujian Kepemimpinan. Kepemimpinan akan lebih teruji dengan ketika menghadapi suatu konflik. Melalui manajemen konflik, seorang pimpinan akan memiliki kepemimpinan yang dapat diandalkan untuk membawa roda organisasi secara dinamis positif dalam mencapai tujuan organisasi di masa depan. Dengan demikian jelaslah bahwa kepemimpianan seseorang tidak hanya diuji saat membawa anggota mencapai tujuan berdasarkan rutinitas tugas formal saja, akan tetapi lebih teruji lagi ketika menjalankan manajemen konflik. d. Fleksibilitas strategi Strategi manajemen konflik yang digunakan para pimpinan organisasi mestinya sangat fleksibel, artinya pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung pada: 1) jenis, materi konflik, dan sumber penyebabnya, 2) karakteristik pihak-pihak yang berkonflik, 3) sumberdaya yang dimiliki dan mendukung,4) kultur masyarakat dan iklim organisasi, 5) antisipasi dampak konflik, dan 6) intensitas dan keluasan konflik. D. Kriteria Keberahsilan Dan Prosedur Evaluasi Manajemen Konflik 1. Kriteria keberhasilan Keberhasilan manajemen konflik dapat diukur dari beberapa hal yang seyogyanya menjadi langkahlangkah pelaksanaan manajemen konflik. Kriteria kebrhasilan ini meliputi: a. Kemampuan membuat perencanaan analisis konflik. Suatu perencanaan analisis konflik yang baik, setidaknya harus menunjukkan adanya: 1) deskripsi fenomena konflik yang terjadi, 2) identifikasi konflik, meliputi: latar belakang atau sumber penyebab terjadinya konflik, faktor yang mempengaruhi konflik dan akibat yang akan terjadi bila konflik diatasi atau dibiarkan, pengiringan konflik ke dalam jenis yang mana, intensitas dan cakupan keluasannya, 3) rumusan konflik yang sesungguhnya secara jelas dan tegas. b. Kemmpuan melaksanakan evaluasi konflik Keberhasilan evaluasi konflik dapat dilihat dari kemampuan seorang pemimpin atau manajer dalam menentukan kualitas suatu konflik yang terjadi dalam suatu satuan pendidikan. Patokan yang dapat dipakai dalam hal ini adalah: 1) tinggi-rendahnya intensitas timbulnya konflik. 2) luas tidaknya cakupan suatu konflik, 3) penentuan kualitas konflik (ringan/kecil, sedang/menengah, atau besar/berat, 4) penentuan penyelesaian konflik berdasarkan prioritas. c. Kemampuan memilih strategi manajemen konflik.

Kemampaun seorang pimpinan dalam memilih strategi manajemen konflik yang tepat, akan sangat ditentukan oleh kemampuan, keberanian, pengalaman, usaha, dan doa, kematangan dirinya, serta situasi dan kondisi yang ada. Disamping hal-hal di atas, kepedulian seorang pimpinan terhadap prinsip-prinsip yang mesti dilaksanakan dalam manajemen konflik juga akan menentukan keberhasilannya dalam tahap ini. 2. Prosedur Evaluasi Manajemen Konflik. Prosedur evaluasi yang baik akan menggiring pada indikator keberhasilan suatu manajemen konflik. Oleh sebab itu, untuk mengetahui keberhasilan dalam menjalankan manajemen konflik setidaknya ada beberapa langkah yang perlu dilaksanakan: a. Perencanaan Evaluasi. Dalam menyusun perencanaan evaluasi konflik ini, meniscayakan penyusunan instrumen evalauasi. Itemitem dalam berbagai instrumen evaluasi manajemen konflik dapat dikembangkan berdasarkan komponen manajemen konflik itu sendiri, yaitu: perencanaan analisis konflik, evaluasi suatu konflik, dan strategi manajemen konflik. Sehubungan dengan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer dalam perencanaan, antara lain: 1)instrumen tersebut hanya sebagai contoh, dan dapat dikembangkan sesuai dengan situasi, kondidi dan kebutuhan di lapangan. 2) perencanaan kapan instrumen didistribusikan, siapa responden yang akan mengisi instrumen, bagaimana pelaksanaannya, di mana tempatnya, dan analisisnya juga perlu direncanakan secara jelas. Perencanaan analsis konflik harus memperhatikan prinsip-prinsip integratif, komprehensif, objektif, dan berkesinambungan. Sebagai ilustrasi contoh instrumen evaluasi manajemen konflik, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

No 1

Uraian

Penilaian BS B

CB

KB

TD

Perencanaan Analisis Konflik: a. Deskripsi fenomena konflik. b. Identifikasi konflik (latar belakang, sumber penyebab, faktor yang mempengaruhi, jenis, intensitas dan cakupan keluasan konflik) c. Rumusan konflik Evaluasi Konflik a. b. penentuan kualitas konflik penentuan prioritas penyelesaian konflik

3 Strategi Manajemen Konflik a. ketepatan memilih strategi manajemen konflik b. Pelaksanaan strategi manajemen konflik c. Hasil pelaksanaan strategi manajemen konflik dan pengaruhnya terhadap efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Keterangan: BS : baik sekali, memiliki skor 5 B : baik, memiliki skor 4 CB : Cukup baik, memiliki skor 3 KB : Kurang baik, memiliki skor 2 TB : tidak baik, memiliki skor 1 b. Pelaksanaan evaluasi. Dalam pelaksanaan evaluasi ini mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Mendistribusikan instrumen kepada pihak-pihak yang dianggap mengetahui konflik yang terjadi.

2) Mintalah agar mereka bersedia mengisi instrumen dengan jujur dan objektif. 3) Kumpulkanlah instrumen yang telah diisi 4) Seleksi dan tabulasikan datanya 5) Analisis data yang ada dengan cara mencari rata-ratanya, baik per bagian maupun keseluruhannyauntuk menentukan hasil akhir. 6) Interpretasikan hasil analisis data dalam klasifikasi: baik sekali, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.

c. Menarik Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi terhadap data yang telah terkumpul, maka tahap selanjutnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini dapat dilakukan dengan sederhana, berdasarkan kategori sebagai berikut: 1) Baik sekali, berarti manajemen konflik yang dilakukan para manajer perlu dipertahankan. 2) Baik, berarti manajemen konflik yang dilakukan oleh para manajer perlu dipertahankan, namun perlu sedikit penyempurnaan. 3) Cukup baik, berarti manajemen konflik yang dilakukan oleh para manajer perlu penyempurnaan yang lebih banyak 4) Kurang baik dan tidak baik, berarti manajemen konflik yang dilakukan para manajer atau pimpinan perlu disempurnakan secara menyeluruh. E. KESIMPULAN Konflik merupakan perbedaan, pertentangan, dan ketidak sesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional diantara individu dalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik dalam suatu organisasi pada dasarnya bersumber dari tiga hal, yaitu: masalah komunikasi, struktur organisasi dan faktor manusia Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konflik antara lain: 1). Ciri umum pihak-pihak yang berkonflik, 2) hubungan pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadinya konflik, 3) sifat masalah yang menimbulkan konflik, 4) lingkungan sosial di mana konflik terjadi, 5) kepentingan pihak-pihak yang berkonflik, 6) strategi yang biasa digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik, dan 7) konsekuansi konflik terhadap yang berkonflik dan terhadap pihak lain. Strategi Manajemen Konflik adalah: 1) strategi menang-kalah; 2) strategi kalah-kalah 3) Strategi menang-menang. Teknik manajemen konflik lain yang lebih komprehensif adalah: 1) teknik konfrontasi, 2) penerapan gaya penyelesaian konflik, 3) memperbaiki praktik organisasi, dan 4) perubahan peranan dan struktur organisasi. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Manajemen Konflik a. Perlakukanlah secara wajar dan alamiah b. Pandanglah sebagai dinamisator organisasi. c. Media Pengujian Kepemimpinan. d. Fleksibilitas strategi Keberhasilan manajemen konflik dapat diukur dari beberapa hal : nalisis konflik konflik

Prosedur Evaluasi Manajemen Konflik a. Perencanaan Evaluasi. Dalam menyusun perencanaan evaluasi konflik ini, meniscayakan penyusunan instrumen evalauasi. Itemitem dalam berbagai instrumen evaluasi manajemen konflik dapat dikembangkan berdasarkan komponen manajemen konflik itu sendiri b. Pelaksanaan evaluasi. c. Menarik Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi terhadap data yang telah terkumpul, maka tahap selanjutnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan.

Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin. Penyebab Konflik Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: A. Faktor Manusia 1. 2. 3. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

B. Faktor Organisasi 1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi. 2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan. 3. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya. 4. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak adil. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana. 5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih. 6. Masalah status. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi. 7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development.

Akibat-akibat Konflik

Konflik dapat Akibat negative

berakibat

negatif

maupun positif tergantung pada

cara

mengelola

konflik tersebut.

Menghambat komunikasi. Mengganggu kohesi (keeratan hubungan). Mengganggu kerjasama atau team work. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:

Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi. Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat. Cara atau Taktik Mengatasi Konflik Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa: Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama. Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.

Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit. Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak. Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain. Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.

Intervensi (campur tangan) pihak ketiga: Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik. Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai hakim yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif. Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator. Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa. Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:

1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.

2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.

3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.

4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.

5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.

6.

Bentuklah

team

work

dan

kerja-sama

yang

baik

antar

kelompok/

unit

kerja.

7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.

8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon. Teknik manajemen konflik : a. Menetapkan tujuan Apabila ingin terlibat dalam manajemen konflik, maka perawat perlu memahami gambaran yang menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan diselesaikan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain : meningkatkan alternatif penyelesaian masalah konflik, bila perlu motivasi fihak yang terlibat untuk mendiskusikan alternatif penyelesaian masalah yang mungkin diambil sehingga pihak yang terlibat konflik dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih. b. Memilih strategi 1) Menghindar Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi yang memuncak, maka strategi menghindar merupakan alternatif penyelesaian konflik yang bersifat sementara yang tepat untuk dipilih. 2) Akomodasi Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama. 3) Kompromi Dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara kedua pihak yang terlibat konflik. 4) Kompetisi Sebagai pimpinan, perawat dapat menggunakan kekuasaan yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya meningkatkan motivasi antar staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat.

5) Kerja sama Apabila pihak - pihak yang terlibat konflik bekerja sama untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara memuaskan.Konflik selalu timbul di tempat kerja, dan itu tidak bisa dihindarkan. Namun pemimpin harus mengelolanya secara luwes agar irama kerja sehari-hari tidak terganggu.

Sebagai pemimpin ada berbagai strategi manajemen konflik, yaitu: Teknik 1: Ajak orang-orang yang sedang konflik pada tujuan yang lebih tinggi. Contoh, bagian anda terlibat konflik dalam menentukan kuota penjualan. Bagian keuangan menuntut penjualan setinggi-tingginya, sedangkan bagian anda menuntut dukungan biaya promosi besar-besaran. Begitu orang-orang itu kita ajak bicara pada tataran corporate, untuk tujuan yang lebih besar, mereka akan cenderung untuk berpikir lebih jernih. Teknik 2: Memperluas sumber daya yang ada. Konflik bisa terjadi karena sumber daya yang langka yang dibutuhkan banyak orang. Contoh, hanya ada satu saluran telpon untuk dua bagian. Ketika mereka akan menggunakannya, mereka saling berebut. Cara manajemen konfliknya? Ya, tambah saja pesawat telponnya. Ini adalah contoh yang sangat menggampangkan, namun saya harapkan anda menangkap gagasannya. Teknik 3: Penghindaran. Ini yang sering dilakukan oleh orang pada umumnya. Daripada ribut dan konflik terus dengan tetangganya, orang itu kemudian menghindar dan berusaha untuk tidak bertatapan dengan tetangganya itu. Ini memang bukan cara manajemen konflik yang efektif, namun kadang, dengan penghindaran ini, pihak yang ingin konflik akan berkurang semangat untuk konfliknya. Teknik 4: Mencari titik temu. Ketika anda sebagai pemimpin dan menemui orang yang konflik, anda dapat memakai teknik ini. Teknik ini berusaha mencari persamaan yang ada antara pihak yang terlibat konflik, sekaligus juga diperkecil perbedaan yang ada. Contoh ada konflik antara bagian pemasaran dan produksi. Daripada berdebat perbedaan fungsi kedua bagian itu, manajemen konflik dapat mencari persamaan kedua bagian itu. Misalnya, mereka sama-sama fungsi yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa keduanya, perusahaan tidak akan bisa hidup

You might also like