You are on page 1of 5

Strategi Adaptif dalam Era Penuh Perubahan (2)

(Bagian Kedua) MANUSIA PEMBELAJAR Manusia pembelajar adalah basis bagi organisasi pembelajar yang kemudian menjadi basis lagi untuk masyarakat pembelajar. Di atas telah didefinisikan bahwa belajar adalah kegiatan perluasan kesadaran secara tajam tentang diri sendiri, dunia sekitar, dan keterkaitan keduanya yang memampukan kita meningkatkan relevansi, inovasi, dan kualitas diri kita, produk kita dan organisasi kita. Jadi hakikat menuju sukses adalah membangun manusia pembelajar (learning individu). Persoalan terbesar dalam upaya pengembangan manusia pembelajar (dan karena itu organisasi pembelajar) adalah fakta bahwa manusia itu malas belajar. Sebabnya sederhana, belajar itu pada dasarnya susah. Belajar secara fundamental terdiri dari dua kegiatan, un-learning dan pro-learning, yaitu menanggalkan ilmu lama dan pada saat yang sama menyerap ilmu baru. Menanggalkan paradigma lama dan serentak mengadopsi paradigma baru. Melepaskan ideologi lama sekaligus menganut ideologi baru. Membuang konsep lama serta menerima konsep baru. Belajar jelas menjadi sulit karena menanggalkan yang lama-lama itu tidak mudah sama sekali, karena kita sudah nyaman dan aman dalam pelukannya. Di sini un-learning adalah sebuah penderitaan, karena kita dituntut untuk menanggalkan kedamaian dan ketenteraman yang sudah akrab. Dalam belajar, untuk paling tidak sejenak, kita harus berada di ruang ketidakpastian, yang bagi banyak orang adalah sebuah kebingungan yang tidak nyaman. Lebih banyak orang bersikukuh dengan pendapat lama, paradigma lama. Kadangkala paradigma lama ini demikian berkarat sehingga hampir mustahil melepaskannya. Mereka terjebak dalam apa yang disebut sebagai kebekuan paradigma, dimana mereka mengalami tunnel vision dan akhirnya jatuh ke dalam fanatisme yang sempit. Ironisnya

mereka tidak tahu bahwa mereka sedang sakit. Orang semacam ini mustahil belajar. Diperlukan sebuah krisis maha besar untuk membuat orang begini mau berubah, menerima kenyataan baru, dan beradaptasi. Sayangnya dalam kebanyakan kasus, waktu tidak berpihak lagi pada mereka. They learn too slow, too little, and too late. Pro-learning di pihak lain, adalah sebuah kerja keras, yakni pengerahan energi biopsiko-spiritual dari dalam diri kita untuk mengerti diri kita dan dunia sekeling kita. Mengerti diri sendiri (improving self-awareness) adalah sebuah perjalanan ke dalam diri sendiri, menjelejahi dan menziarahi hati dan pikiran kita yang terdalam. Namun ternyata jalannya tidak menurun, melainkan menaik. Tepatnya, perjalanan ini adalah sebuah pendakian batin-intelektual sampai kita tiba di sebuah ketinggian kesadaran yang memungkinkan kita mempunyai perspektif yang luas akan kehidupan ini sendiri. Jika kita tiba di tempat tinggi itu maka kita menjadi orang bijaksana. Kita mampu melihat kenyataan dan panorama kehidupan secara lengkap, ada dunia bio-fisikal, ada dunia mental-psikologikal, ada dunia moral-spiritual, ada dunia sosio-komunal lengkap dengan sub-ruangnya seperti ekonomi, politik, keluarga, agama, budaya, hankam, dan sebagainya. Bila pendakian kita cukup tinggi, maka pandangan kita menjadi lengkap; maka kita tidak lagi terpecah, tidak lagi sektarian, melainkan integral dan holistik. Kita dimampukan memahami dunia sebagai sebuah sistem besar dan agung dengan segenap tali temali dinamikanya secara organik. Pendakian ini memerlukan energi besar, stamina tinggi, waktu yang lama, dan kemampuan mengalahkan keinginan diri untuk bersantai-santai dan bersenang-senang. Pada fihak lain, belajar memahami dunia sekitar kita, juga memerlukan kerja keras. Jika upaya memahami diri sendiri saya umpamakan bagai pendakian batin-intelektual, maka dari ketinggian itu kita menggunakan teleskop untuk melihat dunia dan setiap bidang secara teliti. Dengan mata telanjang kita cuma melihat pemandangan, tetapi tidak mampu melihat kekhususan. Jadi kita memerlukan teleskop dan mikroskop sekaligus. Tepatnya kita dituntut untuk belajar secara makro dan menjadi generalis, tetapi mendalami secara mikro dan menjadi spesialis. Hanya dengan inilah kita dapat memahami dunia sekeliling secara utuh, multidisipliner, dan integral, dan lagi: tajam serta akurat

Agar efektif dalam proses belajar ini, kita dituntut untuk menguasai penggunaan learning tools dalam diri kita. Learning tools terpenting ialah: 1. Kemampuan berpikir persepsional-rasional (perceptional-rational thinking ability). Kapasitas ini memampukan manusia untuk mengerti fakta-fakta tentang dirinya dan alam eksternal di luar dirinya, serta memahami relasi antarfakta, termasuk hukumhukum yang mengaturnya. 2. Kemampuan berpikir kreatif-imajinatif (creative-imaginative thinking ability). Kapasitas ini memampukan manusia untuk menggagas hal-hal baru dalam rangka mencari solusisolusi cerdas bagi masalah-masalah kehidupannya, termasuk untuk menciptakan konteks belajar yang dikehendakinya. 3. Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif (critical-argumentative thinking ability). Kapasitas ini memampukan manusia untuk menilai secara kritis fakta-fakta kehidupan, mengambil sikap, membuat keputusan-keputusan yang dianggapnya baik. 4. Kemampuan memilih dari sejumlah alternatif yang ada (the power of choice). Kapasitas ini memampukan manusia untuk memilih antara yang baik dan buruk, antara yang berguna dan merugikan, antara yang suci dan profan, bahkan antara yang baik dan lebih baik atau antara yang buruk dan lebih buruk. 5. Kemampuan berkehendak secara bebas (the power of independent will). Kapasitas ini memampukan manusia untuk mengerahkan energi bio-psiko-spiritualnya untuk merealisir keinginannya. Kemampuan merasakan (the capacity of emotional feeling). Kapasitas ini disebut juga emosi yang memuat macam-macam perasaan manusia baik yang enak maupun tidak enak. Emosi yang terbangkitkan secara cerdas (misalnya amarah, cinta, gembira, sedih, empati) adalah sebentuk energi psikis yang amat kuat dan dapat difokuskan untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. 7. Kemampuan memberi tanggapan moral (the capacity of moral resnponse). Kapasitas ini memampukan kita merasakan suasana moral di sekitar kita melalui ketajaman suara hati dan kesadaran moral kita, utamanya mengenai kebenaran, keadilan, dan kebaikan;

sehingga kita selalu bisa membuat penilaian-penilaian dan tangapan-tanggapan moral yang efektif. Sebetulnya the seven tools ini adalah perlengkapan kemanusiaan kita yang di-install oleh Tuhan dalam blue-print penciptaan kita. Kita akan efektif dalam belajar apabila mereka digunakan dengan baik dan benar, tetapi juga ketujuh alat itu akan makin ampuh jika digunakan secara maksimal. Di samping learning tools di atas, agar seorang individu bekembang menjadi pembelajar yang efektif, maka dia harus memiliki dan memelihara sebuah learning spirit sebagai berikut: - cinta akan pengetahuan dan pengertian; ini penting sebagai the unlimited energy for learning; - menerima tanggungjawab bahwa dirinyalah menjadi penentu utama kemajuannya; dia harus dapat berkata I am the captain of my soul - I am the master of my fate; - bersedia menunda kesenangan, tahan dalam penderitaan, tidak mengumbar kesenangan-kesenangan dalam proses berburu pengetahuan itu. Iini akan lebih mudah dilakukan bila cinta belajar sudah ada;

- bersedia untuk selalu tunduk pada kenyataan; tidak merasa sudah paling tahu; dan tidak memutlakkan apa yang diketahui dan diyakininya;

Dengan learning spirit yang kuat, dilengkapi dengan learning tools yang ampuh, dibekali dengan learning purpose yang jelas, maka proses menjadi learning individu mudahmudahan bisa berlangsung lebih cepat, menggapai sukses. MEMBANGUN ORGANISASI PEMBELAJAR

Membangun organisasi pembelajar (learning organization) pada dasarnya adalah membangun manusia-manusia pembelajar dalam organisasi. Memang tidak dengan sendirinya sehimpunan manusia pembelajar menjadi organisasi pembelajar. Tetapi tidak ada organisasi pembelajar tanpa manusia pembelajar. Untuk membangun organisasi pembelajar, diperlukan disiplin organisasi untuk mengaktualisasikannya, antara lain: membangun menyediakan merencanakan kultur dan fasilitas program iklim belajar belajar belajar yang yang yang positif; memadai; baik;

menyediakan

mentor

belajar

yang

efektif;

- membangun infrastruktur organisasi yang efektif sebagai konteks belajar terutama: visi dan misi organisasi, nilai-nilai dasar bersama, sistem-sistem organisasional, dan strategi umum menuju realisasi visi dan misi di atas. * Jansen H. Sinamo adalah Direktur Jansen Sinamo WorkEthos Training Center. Ia dapat dihubungi langsung di jansen@institutmahardika.com

You might also like