You are on page 1of 12

1. Total Cairan Tubuh Dan Total Volume Darah a.

Pada bayi baru lahir, 70-80% berat badannya terdiri dari cairan, pada pria dewasa 60%, dan pada wanita dewasa 50% b. Total cairan tubuh terbagi atas dua kompartemen yang dipisahkan satu sama lain oleh membran sel: i. Cairan ekstrasel (ECF): 25-45% total cairan tubuh, yang terbagi lagi atas cairan interstitial (15% berat badan) dan volume plasma (5% berat badan). ii. Cairan intrasel (ICF): 55-75% total cairan tubuh.

c. Kebutuhan cairan orang dewasa adalah sekitar 25-40ml/kg/24 jam; anakanak memerlukan lebih banyak cairan ketimbang orang dewasa. Jumlah darah Pria 7,5% berat

badan (75 ml/kg) Wanita 6,5% berat

badan (65 ml/kg) Anak berusia 215 tahun Anak berusia 6 minggu- 2 tahun Bayi baru lahir 7,2% berat

badan (72 ml/kg) 7,5% berat

badan (75 ml/kg) 8,5% berat

badan (85 ml/kg)

2. Terapi Volume Perioperatif

a. Pada pasien sehat, setelah 6-8 jam masa puasa, tidak terdapat defisit cairan yang relevan (sekitar 100 ml) sehingga bolus cairan sebelum operasi tidak diperlukan. b. Terapi pemberian cairan dengan 0,5-1 ml/kg/jam (pada eventrasi maksimal usus) + terapi kehilangan volume cairan melalui urine dengan cairan elektrolit yang isotonik dan seimbang. c. Tidak ada peningkatan kecepatan infus secara rutin pada pembukaan besar rongga tubuh (pengeluaran cairan yang tidak disadari dapat diabaikan) d. Penanganan penurunan tekanan darah karena anestesi menggunakan vasopresor, tidak dengan menambahkan volume cairan. e. Penggantian kehilangan cairan ke dalam nterstitium dengan cairan koloid. f. Pada keadaan keseimbangan cairan positif dailakukan pemberian diuretik. g. Substitusi cairan peroperatif untuk kompensasi kehilangan cairan melalui perspirato insensibilis (kulit yang utuh dan saluran napas), untuk daerah yang luka dan perpindahan cairan ke ruang ketiga, cairan infus kristaloid diberikan. h. Terapi volume perioperatif menunjukkan penggantian kehilangan darah melalui cairan osmotik koloid yang efektif (koloid) dan komponen darah. 3. Kehilangan volume akut Panduan dari asosiasi dokter jerman a. Kehilangan darah akut hingga sekitar 30% (sekitar 1-1,5 L pada orang dewasa) dapat dikompensasi dengan cairan kristaloid (kehilangan darah: kristaloid 1:4) atau koloid b. Apabila batas HAES telah tercapai, dapat dilanjutkan dengan gelatin.

c. Pada kehilangan cairan yang berkelanjutan dan melebihi 30-40%, perlu dimulai dengan tranfusi konsetrat eritrosit yang bergantung pada situasi keseluruhan. d. Apabila terjadi gangguan koagulasi plasma (kehilangan volume sekitar 6070%), infus fresh frozen plasma (FFP) dalam dosis yang mencukupi, dosis awal sekurangnya 3-4 unit. e. Konsentrat trombosit diindikasikan pad kehilangan volume akut >80%, pada penurunan mencapai <30.000/l dan kecenderungan perdarahan trombositik. 4. Prosedur tranfusi a. Konsetrat eritrosit i. Indikasi 1. Perdarahan, anemia, kekurangan pembawa oksigen. 2. Pada organ sehat: Ht <20%. 3. Pada pasien sakit berat dan pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskuler yang relevan secara klinis: Ht <30%. 4. Tanda kekurangan suplai oksigen/ tanda iskemia (perubahan ST, takikardi, hipotonik), saturasi vena sentral (ScvO2) <70%. ii. Prinsip Umum

1. Konsentrat eritrosit yang disinar: pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1200 g, transfusi intrauterin, transplantasi sumsum tulang, penyakit limfoproliferatif, imunodefisiensi. 2. Produk darah yang negatif ntuk CMV (sitomegalovirus) hanya pada pasien-pasien dengan transplantasi sel punca alogenik, pada fetus dan bayi baru lahir yang perlu mendapat transfusi intrauterin wanita hamil dengan

CMV negatif, pasien dengan imunkompetensi yang jelas (hal tersebut tidak mencakup pasien yang mendapat imunosupresor setelah menjalani transplantasi organ), pasien HIV dengan hasil negatif untuk CMV. iii. Tindakan 1. Periksa golongan darah/ penyimpanan darah/identitas pasien a. Bukti golongan darah dari laboraturium? b. Adakah surat keterangan penyimpanan? c. Surat permintaan penyimpanan (tanda tangan dokter laboraturium) d. Uji golongan ABO bedside pada darah pasien : dokumentasi kompatibilitas. 2. Periksa tanggal berakhirnya darah yang disimpan dan keutuhan tempat penyimpanannya, nomor dibandingkan dengan surat keterangan

penyimpanan; pemberian bebas melalui bank darah? (pada keadaan mendesak, dapat juga dilacak melalui telepon, kemudian dicatat di dalam protokol). 3. Transfusi dengan set transfusi yang khusus dengan 170-230 m Filter melalui penghangat aliran/Hot Line/level 1 atau setelah dihangatkan di dalam penghangat darah; maksimum 4 konsetrat eritrosit setiap set; pada transfusi <4 konsetrat eritrosit pada orang dewasa (tanpa antibodi dingin) penghangat tidak menjadi keharusan. 4. Dokumentasi indikasi transfusi. 5. Produk darah dari pemakai tidak boleh disertai obat-obatan atau cairan infus. 6. Dokumentasi a. Surat keterangan penyimpanan drah diisi dan ditandatangani.

b. Surat asli yang berwarna putih tetap di dalam protokol narkose. c. Salinan yang berwarna biru untuk status pasien. d. Salinan yang berwarna hijau tetap diisi dan ditandatangani hanya di dalam protokol narkose, bila darah yang disimpan tidak ditransfusikan dan dikembalikan bersama dengan surat keterangan (putih dan biru). e. Kontrol Hb sebelum dan sesudah transfusi untuk dokumentasi indikasi dan hasil. b. Plasma beku segar (FFP) i. Indikasi 1. Gangguan pembekuan darah. 2. Defisiensi faktor yang tidak tersedia dalam preparat selektif, transfusi masif. 3. Terapi substitusi pada koagulasi intravaskuler diseminata. 4. Antagonisasi mendesak dengan derivat kumarin. ii. Prinsip umum 1. Komponen FFP yang berefek hemostatis: fibrinogen. 2. Setelah dicairkan, FFP sebaiknya ditransfusikan dalam waktu 2 jam; secara teoritis, FFP stabil hingga 6 jam setelah dicairkan, tetapi efektivitas faktor semakin berkurang; FFP yang keruh dapat terjadi karena konsumsi makanan donor yang kaya lemak; konsultasi lebih lanjut dengan bank darah. c. Konsetrat trombosit i. Indikasi

1. Trombositopenia di bawah 50.000/l pada perdarahan atau tindakan pembedahan dengan permukaan luka yang besar, anestesi di dekat medula spinalis. 2. Trombositopenia di bawah 10.000/l pada pasien dengan hemostasis yang stabil tanpa faktor risiko perdarahan. 3. Gangguan fungsi trombosit dan perdarahan. ii. Prinsip umum 1. Konsentrat trombosit dapat diminta setelah berkonsultasi dengan dokter ahli hemostasis yang bertugas. 2. Disimpan pada temperatur ruang dengan agitasi yang terusmenerus, tidak didinginkan. 3. Konsentrat trombosit pada umumnya berupa konsentrat aferesis dan seharusnya tidak mengandung eritrosit; karena itu, transfusi yang inkompatibel dapat terjadi. Akan tetapi secara ideal, bila mungkin, konsentrat yang kompatibel untuk eritrosit ditransfusikan; konsentrasi trombosit yang normal masih mengandung eritrosit yang efektif sbagai antigen, sehingga konsentrat yang kompatibel untuk ABO sebaiknya ditransfusikan.

Menentukan jumlah dan jenis cairan yang digunakan pada pembedahan intra abdominal akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : kondisi pasien prabedah, jenis pembedahan, dan lamanya pembedahan tersebut. Jenis cairan yang akan digunakan tergantung dari kompartemen tubuh mana yang mengalami defisit dan memerlukan penambahan cairan, dan target dari jumlah cairan yang diberikan

adalah untuk mempertahankan tekanan darah dan aliran darah yang adekuat. Suatu penelitian yang menentukan target-target dari terapi cairan pada pasien dengan pembedahan intra abdominal mayor, ternyata dapat memperbaiki outcome dan mengurangi lamanya tinggal di rumah sakit. Penilaian kebutuhan cairan Sebagian besar pasien-asien yang akan menjalani pembedahan mayor intra abdominal sudah mengalami gangguan keseimbangan cairan sejak pra bedah. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: puasa prabedah, adanya muntah-muntah, karena pengaruh penyakit dasarnya, persiapan operasi (bowel preparation), diare, febris, atau dehidrasi yang disebabkan oleh penyakit-penyakit dasarnya yang bersifat lebih akut. Semua keadaan diatas akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien yang

bersangkutan. Kompartemen ekstraseluler (intravaskuler dan interstitial) terlebih lagi bila sudah terjadi asites, obstruksi usus, dan pada sepsis. Pemeriksaan klinis, dengan memeriksa sistem kardiovaskuler seperti laju jantung, tekanan darah, CVP, dan diuresis, masih merupakan parameter-parameter yang penting dan dapat dengan segera dilakukan, untuk menilai tingkat defisit cairan yang terjadi. Akan tetapi parameter-parameter diatas bukan merupakan indikator yang adekuat untuk menunjukkan perfusi organ. Pengukuran CVP setelah suatu pemberian cairan (fluid challenge) akan memberikan penilaian status volume intravaskuler yang lebih akurat dibandingkan menggunakan nilai CVP saja. Mula-mula dapat diberikan bolus cairan koloid 3-5 cc/ kg BB bila nilai CVP masih meningkat maka dapat diberikan ciran berikutnya sampai CVP mencapai nilai yang diinginkan. Pada pasien-pasien dengan resiko tinggi (reseksi aneurisma aorta) biasanya diperlukan monitoring tambahan untuk memonitor pemberian cairan. Penilaian aliran darah

(flow/perfusi) untuk menentukan status cairan pasien, penilaian volume sekuncup (stroke volume) atau curah jantung (cardiac output) dapat merupakan parameter yang sensirif dibandingkan tekanan darah atau CVP saja. Parameter-parameter ini dapat diukur bila dipasang kateter arteri pulmonalis (swann ganz catheter), akan tetapi pemasangan kateter arteri pulmonalis ini merupakan prosedur yang invasif, memerlukan keterampilan (skill) khusus, dengan efek samping yang cukup membahayakan, akan tetapi saat ini parameterparameter ini dapat diukur dengan alat-alat monitor yang lebih tidak invasif dibandingkan kateter arteri pulmonalis. Alat-alat yang tidak invasif seperti esofhageal doppler monito, atau partial CO2 rebreathing technique (noinvasif cardiac output), LidCO, plethysmography, gastric tonometry, dan lainlain. Monitoring hemodinamik merupakan bagian yang penting pada suatu prosedur terapi cairan. PERUBAHAN KESEIMBANGAN CAIRAN ANTAR KOMPARTEMEN SAAT PEMBEDAHAN Kehilangan cairan saat pembedahan dapat terjadi oleh berbagai sebab antara lain; karena perdarahan, hilangnya cairan ke rongga ke-3 (sequesterisasi). Perubahan distribusi cairan diatas dapat terjadi secara temporer dan cairan sequester ini tidak ikut dalam pertukaran cairan (dinamik cairan) pada tingkat mikrosirkulasi. Besarnya/tingkat sequesterisasi sebanding dengan berat ringannya injuri yang terjadi dan komposisi dari cairan sequester ini sama dengan cairan plasma atau interstisial. Pada kasus reseksi usus sequesterisasi diperkirakan 6-8 bahkan 10-20 cc/kgBB/jam. Selama pembedahan pun harus diperhitungkan adanya kehilangan cairan yang dikenal sebagai insensible loss, yang terjadi karena adanya penguapan dari daerah yang terekspos.

Akan bertambah sebanding dngan lamanya pembaedahan dan besarnya kira-kira 1 cc/kgBB/jam. Tidak setiap pembedahan harus diganti dengan darah, ada istilah yang dikenal allowable blood loss, yang dapat diganti dengan cairan saja, yang tujuannya hanya untuk mempertahankan euvolumia dan mempertahankan hematokrit disekitar nilai sebelum pembedahan. Jumlah allowable blood loss berkisar antara 10- 20% dari EBV9 estimated blood volume), tergantung dari nilai hematokrit dan status penyakit pasien sebelum pembedahan. Pada pasien yang mempunyai nilai hematokrit rendah sebelum pembedahan memerlukan penggantian darah secepatnya. Pada pasien lain yang kondisi prabedahnya cukup baik, penurunannya cukup baik, penurunan Ht sampai 20% mungkin tidak memerlukan pemberian darah.

tujuan penatalaksanaan cairan perioperatif pada pembedahan abdomen adalah untuk mempertahankan hidrasi yang normal selama pembedahan, memaksimalkan perfusi, mempertahankan diuresis, dan mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat. Jenis-jenis cairan yang digunakan 1. Cairan kristaloid Cairan kristaloid ini mempunyai karakteristik: didistribusikan ke seluruh

kompartemen interstitial kecuali dekstrosa yang akan masuk ke intraseluler. Cairan kristaloid kurang efektif untuk mengisi volume intravaskuler, untuk mengekspansi volume plasma. 2. NaCL hipertonik Cairan ini dapat digunakan untuk resusitasi, dan dapat meningkatkan tekanan darah. NaCL hipertonik tidak memengaruhi sistem koagulasi, dan fungsi renal. NaCL hipertonik ini dapat berperan sebagai rapid, transient volume expander dengan cara

meningkatkan osmolaritas plasma dan dapat menarik cairan interstitial dan intravaskuler untuk masuk ke intravaskuler. Untuk semua tujuan ini cairan hanya diperlukan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan cairan kristaloid. Efek ini akan diperbesar lagi dengan mengkombinasikan cairan NaCL hipertonik ini dengan cairan koloid seperti dekstran.Penggunaan NaCL hipertonik pada bedah intra abdiminal belum banyak diketahui. 3. Cairan koloid Cairan koloid mengandung molekul koloid semi sintetik, yang dapat mempertahankan cairan tersebut di intravaskuler untuk waktu yang lebih lama. Keuntungan dari cairan koloid adalah meningkatkan tekanan onkotik koloid, dan menurunkan pergerakan cairan ke interstitial. Masing-masing molekul koloid mempunyai efek samping yang harus diketahui pada klinisi untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan pada penggunaan cairan koloid ini. Cairan-cairan koloid yang sering digunakan pada pembedahan intra abdominal: Human Albumin 5% dan 20%, merupakan derivat plasma Dekstran 40 dan 70, merupakan hasil biosintesa sukrosa Gelofusin dan Hemacel, cairan yang mengandung gelatin yang merupakan hasil hidrolisi dari kolagen bovine Hespan dan Hextend, mengandung hydroxyethyl starch.

Sampai saat ini masih saja merupakan kontroversi antara kristaloid dan koloid dalam pemilihan jenis cairan selama pembedahan dan resusitasi. Masing-masing jenis cairan ada kekurangan dan kelebihannya, dan hal ini harus dipertimbangkan oleh para klinisi dengan sangat hati-hati dimana peritmbangan pemilihan cairan harus secara individual.

4. Kristaloid vs Koloid Pada pembedahan amdomen, pemberian cairan koloid diduga dapat mencegah terjadinya edem pada usus (intestinal), oleh karena itu cairan koloid dapat mempertahankan tekanan onkotik plasma, serta dapat meningkatkan pO2 jaringan pada saat pembedahan. Suatu penelitian membuktikan, penggunaan cairan RL sebagai cairan resusitasi ternyata kandungan air pada dinding jejenum lebih tinggi dibandingkan dengan jejenum dari spesimen pasien yang dilakukan resusitasi dengan cairan koloid atau albumin. Pada pembedahan intra abdominal masalah yang sering dihadapi pada saat pasca bedah salah satunya adalah terjadinya disfungsi dari sistem gastrointestinal, dan hal ini menyebabkan pemanjangan waktu rawat di rumah sakit, dan komplikasi lain. Apabila edema pada usus dapat dikurangi maka diharapkan fungsi dari usus akan lebih cepat pulih, dan pasien dapat mentoleransi makanan peroral lebih cepat, kejadian mual dan muntah lebih sedikit, dan lama rawat pasien dapat menjadi lebih pendek. Suatu penelitian RCT yang membandingkan koloid dan kristaloid yang digunakan sebagai cairan resusitasi selama pembedahan, ternyata koloid menunjukkan kejadian mual dan muntah yang lebih rendah. Kelompok koloid juga menunjukkan penurunan dari rasa nyeri pasca bedah, edema periorbital, dan penglihatan ganda. Komposisi elektrolit pada cairan koloid dapat digunakan dasar omposisi seperti RL atau NaCL, dimana pada penggunaan komposisi RL dapat mencegah asidosis hiperkloremik, dan menunjukkan perfusi mukosa gaster lebih baik. 5. Transfusi darah dan produk darah Kehilangan darah biasanya dapat diganti dengan pemberian cairan kristaloid sejumlah kurang lebih; darah : kristaloid = 1:3, dimana 1 cc darah dapat digantikan oleh

kristaloid sebanyak 3cc. Akan tetapi bila pendarahan sudah mencaai 10% dari estimated blood volume, maka dapat diberikan koloid dimana penggantiannya adalah 1 cc darah diganti oleh 1 cc cairan koloid. Pada saat ini batas kadar Hb yang direkomendasikan pada prabedah adalah 8 gr% untuk pasien yang normal dan 10 gr% untuk pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Sampai saat ini belum ada penelitian RCT yang cukup besar yang dapat digunakan untuk rekomendasi nilai Hb perioperatif.

You might also like