You are on page 1of 20

JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS

RATNADEWI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat. Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, penanganan pada tiap individu autis berbeda. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Pengalaman dan penelitian mengungkapkan untuk menanggulangi gejala-gejala autisme yang harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anak autis, yaitu melalui terapi biomedis. Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan anak autis. Untuk itu orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa perannya seperti itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak autis dan mengikuti terapi biomedis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan.

Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian adalah subjek A mengalami kesulitan dalam pengawasan pola makan anak karena anak sering mencuri makanan, sedangkan subjek B mengalami kesulitan dalam pelaksanaan terapi karena anak sering mencuri makanan, anak sudah besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan, peran orangtua belum optimal dalam melaksanakan terapi dikarenakan subjek A banyak menghandalkan pasangannya dan kurang inisiatif, sedangkan subjek B tidak tegas, merasa kasihan pada anak dan kurang berinisiatif mencari tahu secara lengkap tentang terapi biomedis. Kata Kunci : Peran Orangtua, Terapi Biomedis, Untuk Anak Autis.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanakkanak. Autisme infantil (autisme pada masa kanak-kanak) adalah gangguan

ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan dengan echolalia (kebisuan, berbahasa yang yang

ditunjukan tertunda, mutism

penguasaan

(meniru/membeo), tidak mempunyai

kemampuan untuk berbicara), pembalikan kalimat dan kata (menggunakan kamu untuk saya), adanya aktivitas bermain yang

repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk

mempertahankan

keteraturan

di

dalam

autisme Indonesia.

melalui

Yayasan

Autisma

lingkungannya, rasa takut akan perubahan, kontak mata yang buruk, lebih menyukai gambar dan benda mati (Kaplan dkk, 1994). Klasifikasi autisme sedang dan

Setiap

orangtua

menginginkan

anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan

berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual, dan pendengaran, sentuhan. pengecap, Selain itu,

perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami

penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak (McCandless, 2003). Gangguan disembuhkan di tapi otak tidak dapat dapat

penciuman

Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan menyeluruh (Schopler dkk dalam Berkell, 1992). Akhir-akhir ini kasus autisme

masih

ditanggulangi, dengan melakukan terapi lebih awal, terpadu, dan intensif. Terjadinya gangguan di otak merupakan salah satu penyebab autisme, tetapi gejala-gejala

autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sehingga anak dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya, bahkan membina keluarga. Jika anak autis tidak atau terlambat mendapat intervensi autisme hingga semakin dewasa parah, maka bahkan gejala tidak terapi,

menunjukkan peningkatan di Indonesia. Bila Amerika dapat menentukan bahwa kejadian di negaranya adalah 1:150 (satu anak autis per seratus lima puluh anak) dan Inggris berani mengeluarkan angka 1:100, tidak demikian dengan Indonesia. Meskipun

beberapa profesional memperkirakan angka tersebut tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, tapi hal tersebut tidak mungkin dipastikan tanpa data-data yang akurat. Saat ini di Indonesia sedang melakukan pendataan mengenai jumlah penderita

tertanggulangi. anak autis

Melalui

beberapa

akan

mengalami

kemajuan

seperti anak normal lainnya (Widyawati dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, seringkali hasil yang

dicapai

masih

sulit

diukur,

lagi

pula

hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar

penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan

ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena

alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak

orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak

pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Peran orangtua pada terapi

penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk bagi berbuat sesuatu yang

bermanfaat Dalam mengerti mampu

kesembuhan ini orangtua

anaknya. dituntut dan

persoalan hal-hal

seputar

autisme

mengorganisir

kegiatan

penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling

biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan.

Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak.

memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Berdasarkan penjelasan-penjelasan

Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003). Salah satu bentuk keberhasilan

diatas menjadi alasan bagi peneliti untuk melihat bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan peran orangtua dalam tahap-tahap terapi biomedis untuk adanya menangani peran anak orangtua autis. pada Dengan terapi

terapi biomedis seperti yang terjadi pada pasien mengikuti mengalami Dr. Melly Budhiman anak pesat setelah autis dalam

terapi

biomedis,

perkembangan

kemampuan bersosialisasi, anak menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik,

biomedis untuk anak autis memungkinkan

dilakukannya deteksi dan intervensi dini sehingga langkah dapat apa mempercepat yang harus langkahdiambil

untuk lebih bisa berperan serta dalam penanganannya. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi anak

saja

selanjutnya, sehingga dapat mempercepat dan mengoptimalkan jalannya terapi

biomedis.

khusus dengan memberikan tambahan B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan adalah : 1. Apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 2. Bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 3. Mengapa perannya seperti itu ? TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Autis C. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa peran seperti itu. 2. Jenis-jenis Terapi Autisme D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu : 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti, orangtua dan masyarakat mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi masukan bagi orangtua, anak autis yaitu: a. Terapi Medikamentosa adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan Ada beberapa terapi yang 1. Pengertian Autisme Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman, 2002). dalam penelitian ini data tentang peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi bahan acuan bagi penelitian berikutnya yang meminati topik mengenai peran orangtua, terapi biomedis dan anak autis.

digunakan untuk penanganan anak autis

memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, aneh dan serta

menghilangkan

perilaku

diulang-ulang.(Widyawati dkk, 2003). b. Terapi biomedis adalah terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui

diet

dan

pemberian

suplemen.

Klasifikasi

autisme

sedang

dan

(Widyawati dkk, 2003). c. Terapi Wicara adalah terapi untuk

berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).(Schopler dkk dalam Berkell, 1992) 4. Penyebab Autisme Ada beberapa penyebab autisme, dugaan penyebab autisme dan diagnosis medisnya yaitu faktor biologis, gangguan perkembangan susunan saraf, dan kelainan fungsi luhur otak: (Budhiman dkk, 2002; Budhiman dalam Suryana, 2004; Yatim dalam Suryana, 2004).

membantu anak autis melancarkan otototot mulut sehingga membantu anak autis berbicara lebih baik (Suryana, 2004). d. Terapi Perilaku adalah metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) atau metode Lovass.(Handojo, 2003). e. Terapi Okupasi adalah terapi untuk melatih motorik halus anak autis. Terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan

5. Karakteristik Anak Autisme Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi: (Suryana, 2004) a. Komunikasi 1). Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. 2). Anak tampak seperti tuli, sulit

keterampilan ototnya (Suryana, 2004). f. Terapi Bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat

permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuan. (Sutadi dkk, 2003). g. Terapi Sensory Integration informasi (sentuhan, adalah melalui gerakan, penciuman, penglihatan yang sangat dan berguna yang

pengorganisasian sensori-sensori keseimbangan, pengecapan, pendengaran) untuk

berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna. 3). Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 4). Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. 5). Bicara tidak dipakai untuk alat

menghasilkan

respon

bermakna (Sutadi dkk, 2003). h. Terapi Auditory Integration adalah terapi untuk anak autis agar pendengarannya lebih sempurna (Suryana, 2004).

komunikasi. 3. Klasifikasi Autisme 6). Senang meniru atau membeo

(echolalia).

7). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian

4). Tidak

bermain

sesuai

fungsi

mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar.

tersebut tanpa mengerti artinya. 8). Sebagian dari anak ini tidak

5). Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda. 6). Dapat sangat lekat dengan bendabenda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. e. Perilaku 1). Dapat berperilaku atau berlebihan kekurangan

berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 9). Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin

meminta sesuatu. b. Interaksi Sosial 1). Penyandang menyendiri. 2). Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan. 3). Tidak tertarik untuk bermain autistik lebih suka

(hiperaktif) (deficit).

2). Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang

berulang-ulang. 3). Tidak suka pada perubahan. 4). Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong. f. Emosi 1). Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis

bersama teman. 4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh. c. Gangguan Sensoris 1). Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2). Bila mendengar suara keras

tanpa alasan. 2). Tempertantrum (mengamuk dilarang tak tidak

langsung menutup telinga. 3). Senang mencium-cium, menjilat

terkendali)

jika

mainan atau benda-benda. 4). Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Pola Bermain 1). Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2). Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. 3). Tidak kreatif, tidak imajinatif.

diberikan keinginannya. 3). Kadang merusak. 4). Kadang-kadang anak berperilaku suka menyerang dan

yang menyakiti dirinya sendiri. 5). Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

Namun gejala tersebut diatas tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada anak penyandang autisme berat mungkin hampir semua gejala ada tapi pada kelompok yang ringan mungkin hanya terdapat sebagian saja (Suryana, 2004).

anak lewat makanan sehari-hari. Pada anak yang memiliki pencernaan normal, protein dari susu sapi dan gandum dapat dicerna sempurna sehingga rantai protein terurai total. Namun, anak yang pencernaannya tidak sempurna sulit mencerna sehingga rantai protein tidak

B. Terapi Biomedis 1. Pengertian Terapi Biomedis Terapi biomedis adalah suatu

terurai total, melainkan menjadi rantairantai pendek asam amino, yang disebut peptida. Di dalam otak, peptida akan diikat opioid reseptor (penerima opioid), yang kemudian berfungsi dan bereaksi seperti morfin. b. Menilai Persamaan Tahap ini dilakukan dengan Problem dan Mencari

bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme pemberian dilakukan tubuh melalui diet Terapi dan ini

suplementasi. berdasarkan

banyaknya

gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003).

menggunakan buku harian makanan dan pemeriksaan laboratorium. Buku harian dengan makanan mencatat anak (food apa setiap diary), saja hari, diisi yang juga

2. Tahap-tahap Terapi Biomedis Menurut Shattock (2002), protokol terapi biomedis terdiri dari 3 tahapan dan ditambah dengan 1 tahap intervensi

dikonsumsi

perilaku, dan kemampuan yang dicapai anak. Setelah kasein dan melakukan bebas diet glutein, bebas anak

tambahan, yaitu: a. Tahapan Genjatan Senjata (Ceasefire) Tahap ini dilakukan dengan diet susu dan gandum. Anak autis diduga mengalami kelebihan opioid dalam

melakukan tes laboratorium. Hasil tes akan lebih akurat setelah tubuh bersih dari kasein dan glutein. Biasanya hasil uji laboratorium sebelum dan sesudah tes akan menunjukkan hasil yang

tubuhnya. Opioid berkumpul di otak, bereaksi dan berfungsi seperti morfin sehingga mengacaukan otak anak.

berbeda. Setelah kasein dan glutein dibuang dari menu anak terlihat

Opioid berasal dari kasein (protein dari susu sapi atau domba) dan glutein (protein dari gandum) yang dikonsumsi

perbaikan fungsi usus sehingga vitamin dan mineral terserap jumlah lebih alergi, baik, dan

penurunan

menunjukkan infeksi jamur. c. Proses

adanya

kesembuhan

3. Cara Pemeriksaan Metabolisme Pada Terapi Biomedis

Membangun

Kembali

Menurut Budhiman (2002), Untuk menjalankan terapi biomedis terlebih dahulu anak harus menjalani khusus. pemeriksaan di

(Rekonstruksi) Tujuan akhir dari terapi biomedis adalah agar anak dapat mengkonsumsi makanan senormal mungkin. Jika kadar peptida yang merusak bisa mengurangi di dalam usus maka daya rembes dinding usus dan sawar otak (blood brain barrier) dapat diperbaiki. Dengan demikian, resiko buruk dapat dikurangi. Inilah tujuan akhir dari fase

laboratorium

Pemeriksaan

laboratorium bertujuan mencari gangguan metabolisme pada anak yang bisa

memperberat gejala autisme atau juga pencetus gejala ini. Adapun bahan yang diperiksa adalah feses, urine, darah, dan rambut.

reskonstruksi. Pada tahap ketiga ini ahli medis akan merekomendasikan atau makanan uji pemberian tambahan

4. Program Kelasi Pada Terapi Biomedis Program kelasi merupakan proses pembersihan racun. Program ini kadang digunakan dalam terapi biomedis karena dari hasil tes labolatorium ditemukan anak keracunan logam berat. Jika logam berat tidak segera dikeluarkan, ada kemungkinan sel-sel otak anak mengalami kerusakan sengaja permanen. Untuk mengeluarkan logam berat dari tubuh dan otak. (Shattock, 2002)

suplemen

berdasarkan

hasil

laboratorium.

Dengan demikian, penanganan anak autis satu dengan yang lainnya berbeda. d. Intervensi Tambahan Intervensi tambahan

ditempatkan dibagian akhir prosedur karena walaupun ditunjang teori maupun eksperimen, pemakaian supplemen,

C. Peran Orangtua 1. Pengertian Peran Orangtua Pada Terapi biomedis Untuk anak Autis Peran biomedis orangtua adalah pada terapi

seperti hormon sekretin pada intervensi tambahan percobaan. Pemakaian vitamin B6 (piridoksin) dosis tinggi banyak ditentang, karena secara teoritis mengandung resiko. Begitu juga pemakaian DMG (dimethyl glycine), masih dalam tahap

melakukan

pengawasan yang ketat pada pola makan anak, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak agar orangtua dapat mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulkan

meski efektif, belum dapat diterangkan cara kerjanya.

alergi pada anak, memenuhi kebutuhan

anak khususnya menyediakan makanan dan minuman yang tidak mengandung glutein dan kasein (Puspita, 2004)

b. Sikap Orangtua yang Menolak Anak c. Sikap Orangtua yang Keras

6. Faktor-faktor 2. Faktor-faktor Peran Orangtua Menurut Mawardi (1990), ada tiga faktor-faktor peran orangtua yang Keberhasilan

yang

Menentukan dalam

Orangtua

Menghadapi Anak dengan Gangguan Autisme Menurut Safaria (2005), adapun faktor-faktor yang menentukan keberhasilan orangtua dalam menghadapi anak dengan gangguan autisme adalah sebagai berikut: a. Hubungan Harmonis Mampu membina hubungan yang

bertanggungjawab dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut: a. Pengawasan yang Membimbing b. Pemberian Contoh yang Baik c. Pendekatan Pribadi

3. Bentuk-bentuk Peran Orangtua Dalam Penanganan Anak Autis Menurut Puspita (2004), ada dua bentuk-bentuk peran orangtua dalam

harmonis

melalui

komunikasi

yang

terbuka, berempati, saling menghargai, saling mendukung dan menghindari

perilaku menimpakan kesalahan pada salah satu pihak atas masalah anak. Adapun hal-hal yang menjadi fondasi utama dari hubungan perkawinan yang harmonis dan bermakna adalah sebagai berikut: 1). Visi Bersama

penanganan anak autis adalah sebagai berikut: a. b. Memahami keadaan anak apa adanya Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak

4. Ciri-ciri Peran Orangtua Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), ciri-ciri peran anak orangtua autis dalam yaitu

Visi mampu menghubungkan antara apa yang terjadi saat ini di dalam pengasuhan hubungan cinta dan perkawinan dengan keinginan yang akan dibangun di masa depan. 2). Membina Kebersamaan Hubungan cinta yang sehat

penanganan

mengungkapkan perasaan, pikiran, serta sikap terhadap anaknya adalah sebagai berikut: a. Orangtua yang Menerima Anak 1). Orangtua yang hangat 2). Komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat, dan terbuka 3). Menghargai anak

dilandasi oleh kebersamaan 3). Menjadi Positif dan Produktif Hubungan cinta yang sehat adalah hubungan cinta yang menghasilkan

energi positif bagi pasangan dan diri sendiri. 4). Penghargaan Tanpa Syarat Hubungan cinta yang sehat

orangtua

pada

pelaksanaan

terapi

biomedis adalah sebagai berikut: a. Mengalami untuk kesulitan keuangan, anak autis

pengobatan

dilandasi oleh penghargaan positif tanpa syarat, dimana pribadi-pribadi menerima kekurangan masing-

membutuhkan biaya yang cukup banyak. b. Kesulitan menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk

masing dan menghargainya sebagai sebuah realitas manusiawi. 5). Kesediaan Memaafkan Melalui kesediaan untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan c. Meminta Maaf dan

melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak autis. d. Orangtua kesulitan ketika

dengan sepenuh hati. Kesediaan untuk meminta maaf ini berarti memiliki komitmen untuk

memperbaiki diri dan janji untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. 6). Komitmen Komitmen kemauan mengikatkan diartikan tersebar diri dalam sebagai untuk prinsip-

melakukan diet untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit

dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat dan yang memberikan yang

makanan

minuman

mengandung glutein dan kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak.

prinsip, perjanjian dan persetujuan bersama untuk memastikan

tercapainya tujuan bersama di masa depan.

7. Kesulitan-kesulitan Yang Umumnya Dihadapi Oleh Orangtua Pada

D. Dinamika Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autis Orangtua adalah orang terdekat

Pelaksanaan Terapi Biomedis Dari Budiman kesimpulan beberapa (2002), kasus dapat di dalam ditarik kesulitanyang

paling

besar

peranannya

pada

perkembangan anak.

Orangtua sangat

mengenai

berperan dalam merawat dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan

kesulitan yang umumnya dihadapi oleh

psikis,

membimbing

dan

mengarahkan,

diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan

memberikan contoh dan teladan yang baik, memberikan afeksi atau kasih sayang yang menimbulkan kehangatan, rasa aman dan terlindungi yang diperlukan oleh anak

alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak

(Gunarsa, 1991). Setiap orangtua menginginkan

pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Terapi biomedis adalah suatu

anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan

perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami

bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan

penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak yaitu autisme (Puspita, 2004). Autisme adalah gangguan

pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan berdasarkan pencernaan, rentan, dan banyaknya alergi, daya gangguan tahan logam tubuh berat.

keracunan

perkembangan neurobiologis yang berat, terjadi pada anak dalam 3 tahun pertama kehidupannya. Masalahnya ini bisa dimulai sejak janin berusia dan 6 bulan terus tidak dalam berlanjut dilakukan

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003). Peran orangtua pada terapi

kandungan, semasa

dapat bila

biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan.

hidupnya

intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komprehensif (Sutadi dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. dicapai Namun, masih seringkali diukur, hasil lagi yang pula

Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak.

sulit

Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003).

penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak

Setelah mengikuti terapi biomedis, anak autis mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi, anak

autismenya. Ini terlihat bila anak autis sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai dengan 2004). anak seusianya (Djamaluddin,

menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik, hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini mengunakan

ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena

pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Poerwandari (2001), untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan khusus atas suatu fenomena serta untuk dapat memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, maka pendekatan kualitatif

orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak

penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk bagi berbuat sesuatu yang

bermanfaat Dalam mengerti mampu

kesembuhan ini orangtua

anaknya. dituntut dan

persoalan hal-hal

merupakan metode yang paling sesuai untuk digunakan. 1. Pengertian Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), studi kasus adalah suatu bentuk penelitian

seputar

autisme

mengorganisir

kegiatan

penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling

(inguiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan

(particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual)

memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Pada anak autis yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan

maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. 2. Jenis-jenis Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), ada tiga macam jenis-jenis studi kasus adalah sebagai berikut: a. Studi kasus intrinsik b. Studi kasus intrumental

keberhasilan yang mengembirakan anak autis dapat dikatakan sembuh dari gejala

c.

Studi kasus kolektif

calon

subjek

penelitian

untuk

memastikan kesediaan mereka dan B. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Peneliti menetapkan karakteristik membuat waktu kesepakatan tempat mengenai

dan

pelaksanaan

wawancara.

subjek penelitian ini adalah pasangan suami istri sebagai orangtua yang D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan yaitu wawancara semiterstruktur dimana fihak yang diajak wawancara diminta 2. Jumlah Subjek Penelitian Dalam berencana penelitian untuk ini peneliti 1 pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang

mempunyai anak penyandang autisme yang mengikuti terapi biomedis.

menggunakan

pasangan orangtua yang mempunyai anak autis yang mengikuti terapi

dikemukakan oleh informan. Dalam menggunakan pengamatan bentuk ini observasi peneliti non

biomedis

untuk

lebih

mendapatkan

gambaran yang mendalam mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis. C. Tahap-tahap Penelitian Tahap persiapan dan pelaksanaan yang akan di lakukan dalam penelitian, meliputi beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah dilakukan membuat membuat oleh awal peneliti yang adalah

partisipan dimana peneliti hanya mengamati tingkah laku subjek tanpa ikut aktif dalam kegiatan subjek, karena peneliti hanya sebagai pengamat.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data Menurut Poerwandari (2001), penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian mendekati mulai topik, dari memilih topik, data,

mengumpulkan

proposal pedoman

penelitian, wawancara

analisis, interpretasi dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat instrumen sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, yaitu: 1. Pedoman Wawancara 2. Pedoman Observasi

yang disusun berdasarkan teori-teori yang relevan dengan masalah

penelitian ini. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Sebelum wawancara, melaksanakan peneliti ulang perlu para

mengkonfirmasikan

Menurut Moleong (2005), pedoman observasi yang digunakan dalam bentuk catatan lapangan. 3. Alat Perekam (Tape Recorder) 4. Alat Tulis

beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Mengorganisasikan Data 2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban 3. Menulis Hasil Penelitian

F. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, digunakan tehnik trianggulasi. Trianggulasi adalah keakuratan sesuatu keperluan suatu data lain tehnik yang diluar pemeriksaan memanfaatkan data untuk sebagai HASIL PENELITIAN I. Pembahasan 1. Kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi subjek A saat melaksanakan terapi biomedis adalah anak sering kali mencuri makanan adiknya tanpa sepengetahuan orangtua, sehingga (dalam Moleong, 2005), subjek kesulitan menerapkan terapi karena perlu pengawasan ketat

yang

pengecekan

atau

pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005). Denzin

mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keakuratan penelitian, yaitu : 1. Triangulasi Sumber 2. Triangulasi Triangulation) 3. Triangulasi Teori (Theory Triangulation) 4. Triangulasi Triangulation) Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dimana hasil kontrak temuan konfirmabilitas, penelitian dapat Metode (Methodological Pengamat (Investigator

terhadap anak. Subjek A mengalami hal yang sama pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi biomedis mengalami kesulitan

dalam penerapan terapi biomedis misalnya mengalami kesulitan

dikonfirmasikan pada subjek (Poerwandari, 2001).

keuangan untuk pengobatan anak yang membutuhkan biaya cukup banyak, kesulitan menghadapi anak

G. Teknik Analisis Data Menurut Poerwandari (2001), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat

ketika

anak

menolak

untuk

melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan,

sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet

minuman yang mengandung glutein dan kasein untuk anak dan subjek keberatan melaksanakan terapi

biomedis karena anak menjadi sulit makan dan menu makanannya

berkurang. Subjek B mengalami hal yang sama pada umumnya

untuk anak di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh

orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan

orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya

kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak. b. Adapun dihadapi kesulitan-kesulitan subjek terapi B yang saat biomedis kesulitan

orangtua yang melaksanakan terapi biomedis mengalami kesulitan

dalam penerapan terapi biomedis misalnya mengalami kesulitan

keuangan untuk pengobatan anak autis cukup yang membutuhkan banyak, biaya

melaksanakan adalah

subjek

kesulitan

melaksanakan terapi biomedis untuk anak terutama untuk mencari anak untuk pengganti kesulitan

menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai

makanan

pengganti

dan

membutuhkan menyukai tersebut.

waktu

makanan Subjek

orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. mencari Orangtua menu kesulitan yang

melaksanakan terapi karena anak sudah besar dan bila ada

makanan

kesempatan anak sering mencuri makanan kesukaannya yaitu roti. Subjek merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang, tapi untuk kesembuhan anak, subjek berusaha untuk konsisten. Subjek kesulitan mengatasi teman atau orangtuanya yang memberikan makanan dan

sesuai untuk anak autis. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet

untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan

kasein. Dalam permasalahan ini

orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak.

Dalam

hal

lain,

subjek

tergolong orangtua yang menerima anak. Hal ini terlihat dari hasil observasi bahwa setiap hari Sabtu

2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A adalah subjek

subjek

selalu

mengantar anak bola. anak

dan ketika Subjek dalam

menemani ekstrakurikuler menghargai

kurang berperan secara optimal dalam proses terapi biomedis,

usaha

belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak.

subjek kurang berinisiatif mencari tahu tentang terapi secara lengkap dan banyak melimpahkan

Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa

tanggungjawab untuk proses terapi biomedis pada istrinya. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dari peran subjek pada

pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan

terapi biomedis untuk anak autis, dapat ditarik kesimpulan mengenai peran orangtua secara umum.

memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang

Menurut Mawardi (1990), orangtua yang bertanggungjawab dalam

pengasuhan anak adalah orangtua yang melakukan pengawasan yang membimbing, mengutamakan dalam proses ini yang

menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan

kerjasama

didukung oleh rasa kasih sayang dan cinta kasih antara orangtua dan anak. Dalam permasalahan ini

menghargai anak. b. Peran subjek B sebagai orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis adalah subjek berperan sudah cukup optimal, tetapi ada beberapa kekurangan subjek yaitu subjek

kerjasama subjek dan pasangannya sangat dibutuhkan agar peran

orangtua pada terapi biomedis untuk anak menjadi optimal.

kurang mencari tahu informasi yang

lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun

pengertian bahwa makanan tersebut tidak baik untuk anak autis. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang

demikian, subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dalam hal lain, subjek

menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan

tergolong orangtua yang menerima keadaan anak, serta sabar dalam menghadapi anak ketika menolak melaksanakan terapi biomedis. Hal ini telihat dari hasil observasi bahwa subjek setiap hari Sabtu, subjek selalu mengantar dan menemani anak ketika ekstrakurikuler bola. Subjek menghargai usaha anak

menghargai anak.

3. Faktor-faktor penyebab peran orangtua demikian a. Faktor-faktor yang menyebabkan

subjek A kurang berperan secara optimal dalam melaksanakan terapi biomedis adalah dikarenakan subjek memiliki inisiatif yang rendah untuk mencari sehingga tahu tentang subjek terapi, banyak

dalam belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak. Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa

menghandalkan istri pada proses terapi biomedis untuk anak autis. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek

kurang memberikan solusi tentang permasalahan terlihat jarang anak ikut dan serta subjek pada

pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan

pelaksanaan terapi biomedis untuk anak autis. Menurut faktor-faktor keberhasilan penanganan hubungan Safaria (2005),

memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Subjek terlihat sabar menasehati anak, saat anak meminta makanan yang yang mengandung glutein, dengan tutur kata yang lembut subjek memberikan suatu

yang

menentukan dalam adalah antar

orangtua anak autis

yang

harmonis

pasangan, visi bersama, membina kebersamaan, menjadi positif dan

produktif,

penghargaan

tanpa

pelaksanaan

terapi

biomedis

syarat, kesediaan meminta maaf dan memaafkan, serta komitmen pasangan. Dalam hal ini komitmen subjek dan pasangan belum

memerlukan pengawasan ketat. b. Kesulitan Subjek B : anak sudah terlalu besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan

terlaksana dengan baik. b. Faktor-faktor subjek B yang menyebabkan demikian, kurang tahu

dan merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang. 2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A : subjek kurang berperan secara optimal dalam proses terapi biomedis, hal ini terlihat dari subjek banyak

berperan subjek untuk

dikarenakan berinisiatif

mencari

secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak autis, subjek tidak tegas pada anak dan merasa kasihan, subjek kurang mendapat dukungan dari suami dan subjek tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi pada suami. Hal ini

melimpahkan proses terapi

tanggungjawab biomedis pada

istrinya. Subjek kurang inisiatif untuk mencari tahu secara

terlihat dari hasil observasi dan wawancara dimana, subjek A

lengkap tentang terapi. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Subjek tergolong

banyak mengandalkan subjek B, dan berpatokan pada dokter saja. Sebaiknya orangtua yang memiliki anak autis, memiliki komitmen kuat dalam pelaksanaan terapi ini. Hal ini sesuai pendapat dari Safaria (2005).

orangtua yang menerima anak. b. Peran subjek B : subjek berperan cukup optimal, tetapi ada

beberapa kekurangan subjek yaitu subjek kurang mencari tahu

PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari

informasi yang lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun demikian, subjek orangtua pada mau meluangkan waktunya untuk menemani anak autis beraktivitas. Subjek tergolong orangtua yang sabar dan menerima keadaan anak.

penelitian ini adalah 1. Kesulitan-kesulitan

terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan Subjek A : anak sering mencuri makanan adiknya, pada

3. Faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian a. Faktor-faktor penyebab subjek A berperan demikian : dikarenakan subjek banyak menghandalkan

terapi biomedis secara lengkap, segera melaksanakan terapi biomedis

berdasarkan protokol sunderland secara konsisten, dan laksanakan komitmen bersama jangan hanya sekedar berucap saja. Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan subjek A dan B memiliki potensi untuk melaksanakan terapi

istri pada proses terapi untuk anak dan kurang inisiatif untuk mencari tahu secara lengkap tentang

terapi. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek kurang memberikan solusi tentang permasalahan anak dan subjek terlihat jarang ikut serta pada pelaksanaan terapi biomedis untuk anak. b. Faktor-faktor penyebab subjek B berperan demikian : subjek kurang berinisiatif untuk mencari tahu secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak, subjek

biomedis secara optimal, karena secara umum peran subjek A dan B sebagai orangtua menerima orangtua tergolong keadaan yang orangtua anaknya yang yaitu

hangat,

kemudian

komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan

menghargai anak. 2. Saran untuk peneliti berikutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat

mengembangkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, seperti

kasihan dan tidak tegas pada anak dan subjek kurang mendapat dukungan dari suami. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara dimana, subjek A

manambah jumlah subjek, memberikan petunjuk-petunjuk dan saran-saran yang diperlukan untuk pelaksanaan terapi biomedis. Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan akan ada penelitianpenelitian selanjutnya khususnya

banyak mengandalkan subjek B dan hanya berpatokan pada

dokter saja.

dibidang psikologi anak khusus.

B. Saran Ada beberapa saran yang peneliti berikan: 1. Saran untuk Subjek Subjek A dan B diharapkan

DAFTAR PUSTAKA Ariani, E. (2002). Sekilas mengenai intervensi biomedis: Pedoman untuk orangtua. Jakarta: Nirmala. Heru Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif. Depok: Gunadarma.

secepatnya mencari informasi tentang

Berkell,

D. E (ed). (1992). Autism identification, education and treatment. Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher.

Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan. Puspita, D. (2004). Makalah : Masalah peran keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Shattock, P. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta: Nirmala. Sugiono. (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta. Sutadi, R., Bawazir, L. A., & Tanjung, N. (2003). Penatalaksanaan holistik autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Widyawati, I., Rosadi, D., E., & Yulidar. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara. Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan jiwa pada anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Yin, K. R. (2006). Studi kasus: Desain dan metode. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma Indonesia. Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Nirmala. Djamaluddin, S. U. S. (2004). Makalah: Masalah autisme pengertian & penanganannya. Jakarta : Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Gunarsa, D. S., & Gunarsa, D. Y., Ny. (1991). Psikologi praktis: Anak, remaja & keluarga. Jakarta: Erlangga. Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Judarwanto, W. (2004). Makalah: Masalah deteksi dini dan skreting autis. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Kaplan, I. H., Sadock, J. B., & Grebb, A. J. (1994). Sinopsis psikiatri (7th ed). 2 Vols, terj. Kusuma, W. Jakarta: Bhuana. McCandless, J. (2003). Children with starving brains (2nd ed) atau Anakanak dengan otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo. Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasir, M (2003). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

You might also like