Professional Documents
Culture Documents
RATNADEWI
ABSTRAKSI Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat. Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, penanganan pada tiap individu autis berbeda. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Pengalaman dan penelitian mengungkapkan untuk menanggulangi gejala-gejala autisme yang harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anak autis, yaitu melalui terapi biomedis. Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan anak autis. Untuk itu orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa perannya seperti itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak autis dan mengikuti terapi biomedis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan.
Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian adalah subjek A mengalami kesulitan dalam pengawasan pola makan anak karena anak sering mencuri makanan, sedangkan subjek B mengalami kesulitan dalam pelaksanaan terapi karena anak sering mencuri makanan, anak sudah besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan, peran orangtua belum optimal dalam melaksanakan terapi dikarenakan subjek A banyak menghandalkan pasangannya dan kurang inisiatif, sedangkan subjek B tidak tegas, merasa kasihan pada anak dan kurang berinisiatif mencari tahu secara lengkap tentang terapi biomedis. Kata Kunci : Peran Orangtua, Terapi Biomedis, Untuk Anak Autis.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanakkanak. Autisme infantil (autisme pada masa kanak-kanak) adalah gangguan
ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan dengan echolalia (kebisuan, berbahasa yang yang
penguasaan
kemampuan untuk berbicara), pembalikan kalimat dan kata (menggunakan kamu untuk saya), adanya aktivitas bermain yang
repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk
mempertahankan
keteraturan
di
dalam
autisme Indonesia.
melalui
Yayasan
Autisma
lingkungannya, rasa takut akan perubahan, kontak mata yang buruk, lebih menyukai gambar dan benda mati (Kaplan dkk, 1994). Klasifikasi autisme sedang dan
Setiap
orangtua
menginginkan
anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan
berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual, dan pendengaran, sentuhan. pengecap, Selain itu,
perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami
penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak (McCandless, 2003). Gangguan disembuhkan di tapi otak tidak dapat dapat
penciuman
Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan menyeluruh (Schopler dkk dalam Berkell, 1992). Akhir-akhir ini kasus autisme
masih
ditanggulangi, dengan melakukan terapi lebih awal, terpadu, dan intensif. Terjadinya gangguan di otak merupakan salah satu penyebab autisme, tetapi gejala-gejala
autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sehingga anak dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya, bahkan membina keluarga. Jika anak autis tidak atau terlambat mendapat intervensi autisme hingga semakin dewasa parah, maka bahkan gejala tidak terapi,
menunjukkan peningkatan di Indonesia. Bila Amerika dapat menentukan bahwa kejadian di negaranya adalah 1:150 (satu anak autis per seratus lima puluh anak) dan Inggris berani mengeluarkan angka 1:100, tidak demikian dengan Indonesia. Meskipun
beberapa profesional memperkirakan angka tersebut tidak banyak berbeda dengan di Indonesia, tapi hal tersebut tidak mungkin dipastikan tanpa data-data yang akurat. Saat ini di Indonesia sedang melakukan pendataan mengenai jumlah penderita
Melalui
beberapa
akan
mengalami
kemajuan
seperti anak normal lainnya (Widyawati dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, seringkali hasil yang
dicapai
masih
sulit
diukur,
lagi
pula
hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar
penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan
ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena
alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat.
Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak
orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak
pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Peran orangtua pada terapi
penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk bagi berbuat sesuatu yang
persoalan hal-hal
seputar
autisme
mengorganisir
kegiatan
penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling
biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan.
Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak.
memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Berdasarkan penjelasan-penjelasan
Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003). Salah satu bentuk keberhasilan
diatas menjadi alasan bagi peneliti untuk melihat bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan peran orangtua dalam tahap-tahap terapi biomedis untuk adanya menangani peran anak orangtua autis. pada Dengan terapi
terapi biomedis seperti yang terjadi pada pasien mengikuti mengalami Dr. Melly Budhiman anak pesat setelah autis dalam
terapi
biomedis,
perkembangan
dilakukannya deteksi dan intervensi dini sehingga langkah dapat apa mempercepat yang harus langkahdiambil
untuk lebih bisa berperan serta dalam penanganannya. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi anak
saja
biomedis.
khusus dengan memberikan tambahan B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan adalah : 1. Apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 2. Bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk subjek penelitian? 3. Mengapa perannya seperti itu ? TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Autis C. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa peran seperti itu. 2. Jenis-jenis Terapi Autisme D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu : 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti, orangtua dan masyarakat mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi masukan bagi orangtua, anak autis yaitu: a. Terapi Medikamentosa adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan Ada beberapa terapi yang 1. Pengertian Autisme Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman, 2002). dalam penelitian ini data tentang peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis dan menjadi bahan acuan bagi penelitian berikutnya yang meminati topik mengenai peran orangtua, terapi biomedis dan anak autis.
menghilangkan
perilaku
diulang-ulang.(Widyawati dkk, 2003). b. Terapi biomedis adalah terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui
diet
dan
pemberian
suplemen.
Klasifikasi
autisme
sedang
dan
berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).(Schopler dkk dalam Berkell, 1992) 4. Penyebab Autisme Ada beberapa penyebab autisme, dugaan penyebab autisme dan diagnosis medisnya yaitu faktor biologis, gangguan perkembangan susunan saraf, dan kelainan fungsi luhur otak: (Budhiman dkk, 2002; Budhiman dalam Suryana, 2004; Yatim dalam Suryana, 2004).
membantu anak autis melancarkan otototot mulut sehingga membantu anak autis berbicara lebih baik (Suryana, 2004). d. Terapi Perilaku adalah metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) atau metode Lovass.(Handojo, 2003). e. Terapi Okupasi adalah terapi untuk melatih motorik halus anak autis. Terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
5. Karakteristik Anak Autisme Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi: (Suryana, 2004) a. Komunikasi 1). Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. 2). Anak tampak seperti tuli, sulit
keterampilan ototnya (Suryana, 2004). f. Terapi Bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat
permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuan. (Sutadi dkk, 2003). g. Terapi Sensory Integration informasi (sentuhan, adalah melalui gerakan, penciuman, penglihatan yang sangat dan berguna yang
berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna. 3). Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 4). Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. 5). Bicara tidak dipakai untuk alat
menghasilkan
respon
bermakna (Sutadi dkk, 2003). h. Terapi Auditory Integration adalah terapi untuk anak autis agar pendengarannya lebih sempurna (Suryana, 2004).
(echolalia).
7). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian
4). Tidak
bermain
sesuai
fungsi
tersebut tanpa mengerti artinya. 8). Sebagian dari anak ini tidak
5). Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda. 6). Dapat sangat lekat dengan bendabenda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. e. Perilaku 1). Dapat berperilaku atau berlebihan kekurangan
berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 9). Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin
meminta sesuatu. b. Interaksi Sosial 1). Penyandang menyendiri. 2). Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan. 3). Tidak tertarik untuk bermain autistik lebih suka
(hiperaktif) (deficit).
berulang-ulang. 3). Tidak suka pada perubahan. 4). Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong. f. Emosi 1). Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
bersama teman. 4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh. c. Gangguan Sensoris 1). Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2). Bila mendengar suara keras
terkendali)
jika
mainan atau benda-benda. 4). Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Pola Bermain 1). Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2). Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. 3). Tidak kreatif, tidak imajinatif.
diberikan keinginannya. 3). Kadang merusak. 4). Kadang-kadang anak berperilaku suka menyerang dan
yang menyakiti dirinya sendiri. 5). Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Namun gejala tersebut diatas tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada anak penyandang autisme berat mungkin hampir semua gejala ada tapi pada kelompok yang ringan mungkin hanya terdapat sebagian saja (Suryana, 2004).
anak lewat makanan sehari-hari. Pada anak yang memiliki pencernaan normal, protein dari susu sapi dan gandum dapat dicerna sempurna sehingga rantai protein terurai total. Namun, anak yang pencernaannya tidak sempurna sulit mencerna sehingga rantai protein tidak
terurai total, melainkan menjadi rantairantai pendek asam amino, yang disebut peptida. Di dalam otak, peptida akan diikat opioid reseptor (penerima opioid), yang kemudian berfungsi dan bereaksi seperti morfin. b. Menilai Persamaan Tahap ini dilakukan dengan Problem dan Mencari
bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme pemberian dilakukan tubuh melalui diet Terapi dan ini
suplementasi. berdasarkan
banyaknya
gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003).
menggunakan buku harian makanan dan pemeriksaan laboratorium. Buku harian dengan makanan mencatat anak (food apa setiap diary), saja hari, diisi yang juga
2. Tahap-tahap Terapi Biomedis Menurut Shattock (2002), protokol terapi biomedis terdiri dari 3 tahapan dan ditambah dengan 1 tahap intervensi
dikonsumsi
perilaku, dan kemampuan yang dicapai anak. Setelah kasein dan melakukan bebas diet glutein, bebas anak
tambahan, yaitu: a. Tahapan Genjatan Senjata (Ceasefire) Tahap ini dilakukan dengan diet susu dan gandum. Anak autis diduga mengalami kelebihan opioid dalam
melakukan tes laboratorium. Hasil tes akan lebih akurat setelah tubuh bersih dari kasein dan glutein. Biasanya hasil uji laboratorium sebelum dan sesudah tes akan menunjukkan hasil yang
tubuhnya. Opioid berkumpul di otak, bereaksi dan berfungsi seperti morfin sehingga mengacaukan otak anak.
berbeda. Setelah kasein dan glutein dibuang dari menu anak terlihat
Opioid berasal dari kasein (protein dari susu sapi atau domba) dan glutein (protein dari gandum) yang dikonsumsi
perbaikan fungsi usus sehingga vitamin dan mineral terserap jumlah lebih alergi, baik, dan
penurunan
adanya
kesembuhan
Membangun
Kembali
Menurut Budhiman (2002), Untuk menjalankan terapi biomedis terlebih dahulu anak harus menjalani khusus. pemeriksaan di
(Rekonstruksi) Tujuan akhir dari terapi biomedis adalah agar anak dapat mengkonsumsi makanan senormal mungkin. Jika kadar peptida yang merusak bisa mengurangi di dalam usus maka daya rembes dinding usus dan sawar otak (blood brain barrier) dapat diperbaiki. Dengan demikian, resiko buruk dapat dikurangi. Inilah tujuan akhir dari fase
laboratorium
Pemeriksaan
memperberat gejala autisme atau juga pencetus gejala ini. Adapun bahan yang diperiksa adalah feses, urine, darah, dan rambut.
reskonstruksi. Pada tahap ketiga ini ahli medis akan merekomendasikan atau makanan uji pemberian tambahan
4. Program Kelasi Pada Terapi Biomedis Program kelasi merupakan proses pembersihan racun. Program ini kadang digunakan dalam terapi biomedis karena dari hasil tes labolatorium ditemukan anak keracunan logam berat. Jika logam berat tidak segera dikeluarkan, ada kemungkinan sel-sel otak anak mengalami kerusakan sengaja permanen. Untuk mengeluarkan logam berat dari tubuh dan otak. (Shattock, 2002)
suplemen
berdasarkan
hasil
laboratorium.
Dengan demikian, penanganan anak autis satu dengan yang lainnya berbeda. d. Intervensi Tambahan Intervensi tambahan
ditempatkan dibagian akhir prosedur karena walaupun ditunjang teori maupun eksperimen, pemakaian supplemen,
C. Peran Orangtua 1. Pengertian Peran Orangtua Pada Terapi biomedis Untuk anak Autis Peran biomedis orangtua adalah pada terapi
seperti hormon sekretin pada intervensi tambahan percobaan. Pemakaian vitamin B6 (piridoksin) dosis tinggi banyak ditentang, karena secara teoritis mengandung resiko. Begitu juga pemakaian DMG (dimethyl glycine), masih dalam tahap
melakukan
pengawasan yang ketat pada pola makan anak, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak agar orangtua dapat mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulkan
anak khususnya menyediakan makanan dan minuman yang tidak mengandung glutein dan kasein (Puspita, 2004)
6. Faktor-faktor 2. Faktor-faktor Peran Orangtua Menurut Mawardi (1990), ada tiga faktor-faktor peran orangtua yang Keberhasilan
yang
Menentukan dalam
Orangtua
Menghadapi Anak dengan Gangguan Autisme Menurut Safaria (2005), adapun faktor-faktor yang menentukan keberhasilan orangtua dalam menghadapi anak dengan gangguan autisme adalah sebagai berikut: a. Hubungan Harmonis Mampu membina hubungan yang
bertanggungjawab dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut: a. Pengawasan yang Membimbing b. Pemberian Contoh yang Baik c. Pendekatan Pribadi
3. Bentuk-bentuk Peran Orangtua Dalam Penanganan Anak Autis Menurut Puspita (2004), ada dua bentuk-bentuk peran orangtua dalam
harmonis
melalui
komunikasi
yang
perilaku menimpakan kesalahan pada salah satu pihak atas masalah anak. Adapun hal-hal yang menjadi fondasi utama dari hubungan perkawinan yang harmonis dan bermakna adalah sebagai berikut: 1). Visi Bersama
penanganan anak autis adalah sebagai berikut: a. b. Memahami keadaan anak apa adanya Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak
4. Ciri-ciri Peran Orangtua Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), ciri-ciri peran anak orangtua autis dalam yaitu
Visi mampu menghubungkan antara apa yang terjadi saat ini di dalam pengasuhan hubungan cinta dan perkawinan dengan keinginan yang akan dibangun di masa depan. 2). Membina Kebersamaan Hubungan cinta yang sehat
penanganan
mengungkapkan perasaan, pikiran, serta sikap terhadap anaknya adalah sebagai berikut: a. Orangtua yang Menerima Anak 1). Orangtua yang hangat 2). Komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat, dan terbuka 3). Menghargai anak
dilandasi oleh kebersamaan 3). Menjadi Positif dan Produktif Hubungan cinta yang sehat adalah hubungan cinta yang menghasilkan
energi positif bagi pasangan dan diri sendiri. 4). Penghargaan Tanpa Syarat Hubungan cinta yang sehat
orangtua
pada
pelaksanaan
terapi
biomedis adalah sebagai berikut: a. Mengalami untuk kesulitan keuangan, anak autis
pengobatan
dilandasi oleh penghargaan positif tanpa syarat, dimana pribadi-pribadi menerima kekurangan masing-
membutuhkan biaya yang cukup banyak. b. Kesulitan menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk
masing dan menghargainya sebagai sebuah realitas manusiawi. 5). Kesediaan Memaafkan Melalui kesediaan untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan c. Meminta Maaf dan
melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak autis. d. Orangtua kesulitan ketika
dengan sepenuh hati. Kesediaan untuk meminta maaf ini berarti memiliki komitmen untuk
memperbaiki diri dan janji untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. 6). Komitmen Komitmen kemauan mengikatkan diartikan tersebar diri dalam sebagai untuk prinsip-
melakukan diet untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit
dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat dan yang memberikan yang
makanan
minuman
mengandung glutein dan kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak.
D. Dinamika Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autis Orangtua adalah orang terdekat
Pelaksanaan Terapi Biomedis Dari Budiman kesimpulan beberapa (2002), kasus dapat di dalam ditarik kesulitanyang
paling
besar
peranannya
pada
perkembangan anak.
Orangtua sangat
mengenai
berperan dalam merawat dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikis,
membimbing
dan
mengarahkan,
memberikan contoh dan teladan yang baik, memberikan afeksi atau kasih sayang yang menimbulkan kehangatan, rasa aman dan terlindungi yang diperlukan oleh anak
alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat.
Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Banyak
pengalaman dan penelitian mengungkapkan bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anakanak penyandang autis. Caranya, dengan menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk, 2002). Terapi biomedis adalah suatu
anaknya berkembang sempurna. Namun demikian, sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan suatu gejala atau masalah perkembangan sejak usia dini. Orangtua yang memperhatikan
perkembangan anaknya dan cukup memiliki informasi mengenai kriteria perkembangan anak, umumnya dapat merasakan dalam hati kecilnya bila anaknya mengalami
bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan
penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak yaitu autisme (Puspita, 2004). Autisme adalah gangguan
pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan berdasarkan pencernaan, rentan, dan banyaknya alergi, daya gangguan tahan logam tubuh berat.
keracunan
perkembangan neurobiologis yang berat, terjadi pada anak dalam 3 tahun pertama kehidupannya. Masalahnya ini bisa dimulai sejak janin berusia dan 6 bulan terus tidak dalam berlanjut dilakukan
Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk, 2003). Peran orangtua pada terapi
kandungan, semasa
dapat bila
biomedis untuk anak autis sangat penting, terutama pada pemberian food supplement (pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan program diet yang akan dilakukan.
hidupnya
intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komprehensif (Sutadi dkk, 2003). Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. dicapai Namun, masih seringkali diukur, hasil lagi yang pula
Pemakaian obat atau food supplement harus dipahami benar apa, bagaimana, dan sesuaikah dengan kebutuhan anak.
sulit
Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan food supplement terbuat dari zat kimia (Widyawati dkk, 2003).
penanganan pada tiap individu berbeda. Banyak temuan yang menunjukkan bahwa fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak
Setelah mengikuti terapi biomedis, anak autis mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi, anak
autismenya. Ini terlihat bila anak autis sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai dengan 2004). anak seusianya (Djamaluddin,
menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik, hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar
ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman dkk, 2002). Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena
pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Poerwandari (2001), untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan khusus atas suatu fenomena serta untuk dapat memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif, maka pendekatan kualitatif
orangtua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak
penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap dituntut untuk bagi berbuat sesuatu yang
persoalan hal-hal
merupakan metode yang paling sesuai untuk digunakan. 1. Pengertian Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), studi kasus adalah suatu bentuk penelitian
seputar
autisme
mengorganisir
kegiatan
penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak akan efektif bila orangtua tidak dapat bekerja sama, karena umumnya para ahli tersebut bekerja berdasarkan data yang diperoleh dari orangtua yang paling
(inguiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan
(particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual)
memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang autis (McCandless, 2003). Pada anak autis yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan
maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. 2. Jenis-jenis Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), ada tiga macam jenis-jenis studi kasus adalah sebagai berikut: a. Studi kasus intrinsik b. Studi kasus intrumental
keberhasilan yang mengembirakan anak autis dapat dikatakan sembuh dari gejala
c.
calon
subjek
penelitian
untuk
memastikan kesediaan mereka dan B. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Peneliti menetapkan karakteristik membuat waktu kesepakatan tempat mengenai
dan
pelaksanaan
wawancara.
subjek penelitian ini adalah pasangan suami istri sebagai orangtua yang D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan yaitu wawancara semiterstruktur dimana fihak yang diajak wawancara diminta 2. Jumlah Subjek Penelitian Dalam berencana penelitian untuk ini peneliti 1 pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
menggunakan
dikemukakan oleh informan. Dalam menggunakan pengamatan bentuk ini observasi peneliti non
biomedis
untuk
lebih
mendapatkan
gambaran yang mendalam mengenai peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis. C. Tahap-tahap Penelitian Tahap persiapan dan pelaksanaan yang akan di lakukan dalam penelitian, meliputi beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah dilakukan membuat membuat oleh awal peneliti yang adalah
partisipan dimana peneliti hanya mengamati tingkah laku subjek tanpa ikut aktif dalam kegiatan subjek, karena peneliti hanya sebagai pengamat.
E. Alat Bantu Pengumpulan Data Menurut Poerwandari (2001), penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian mendekati mulai topik, dari memilih topik, data,
mengumpulkan
proposal pedoman
penelitian, wawancara
analisis, interpretasi dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat instrumen sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, yaitu: 1. Pedoman Wawancara 2. Pedoman Observasi
penelitian ini. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Sebelum wawancara, melaksanakan peneliti ulang perlu para
mengkonfirmasikan
Menurut Moleong (2005), pedoman observasi yang digunakan dalam bentuk catatan lapangan. 3. Alat Perekam (Tape Recorder) 4. Alat Tulis
beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Mengorganisasikan Data 2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban 3. Menulis Hasil Penelitian
F. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, digunakan tehnik trianggulasi. Trianggulasi adalah keakuratan sesuatu keperluan suatu data lain tehnik yang diluar pemeriksaan memanfaatkan data untuk sebagai HASIL PENELITIAN I. Pembahasan 1. Kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi subjek A saat melaksanakan terapi biomedis adalah anak sering kali mencuri makanan adiknya tanpa sepengetahuan orangtua, sehingga (dalam Moleong, 2005), subjek kesulitan menerapkan terapi karena perlu pengawasan ketat
yang
pengecekan
atau
mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keakuratan penelitian, yaitu : 1. Triangulasi Sumber 2. Triangulasi Triangulation) 3. Triangulasi Teori (Theory Triangulation) 4. Triangulasi Triangulation) Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dimana hasil kontrak temuan konfirmabilitas, penelitian dapat Metode (Methodological Pengamat (Investigator
orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya
keuangan untuk pengobatan anak yang membutuhkan biaya cukup banyak, kesulitan menghadapi anak
G. Teknik Analisis Data Menurut Poerwandari (2001), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat
ketika
anak
menolak
untuk
sehingga sebagai orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. Orangtua kesulitan mencari menu makanan yang sesuai untuk anak. Orangtua kesulitan ketika melakukan diet
minuman yang mengandung glutein dan kasein untuk anak dan subjek keberatan melaksanakan terapi
orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan
orangtua yang melaksanakan terapi biomedis, hal ini didukung dari beberapa kasus di dalam Budhiman (2002), bahwa pada umumnya
kasein. Dalam permasalahan ini orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak. b. Adapun dihadapi kesulitan-kesulitan subjek terapi B yang saat biomedis kesulitan
keuangan untuk pengobatan anak autis cukup yang membutuhkan banyak, biaya
melaksanakan adalah
subjek
kesulitan
melaksanakan terapi biomedis untuk anak terutama untuk mencari anak untuk pengganti kesulitan
menghadapi anak ketika anak autis menolak untuk melaksanakan terapi biomedis, anak autis menjadi tidak mau makan, sehingga sebagai
makanan
pengganti
dan
waktu
makanan Subjek
orangtua menjadi kwatir dengan asupan gizi untuk anak menjadi berkurang. mencari Orangtua menu kesulitan yang
makanan
kesempatan anak sering mencuri makanan kesukaannya yaitu roti. Subjek merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang, tapi untuk kesembuhan anak, subjek berusaha untuk konsisten. Subjek kesulitan mengatasi teman atau orangtuanya yang memberikan makanan dan
untuk anak autis di luar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orangtua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan
orangtua harus tegas pada anak dan disiplin pada terapi ini demi kesembuhan anak.
Dalam
hal
lain,
subjek
tergolong orangtua yang menerima anak. Hal ini terlihat dari hasil observasi bahwa setiap hari Sabtu
2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A adalah subjek
subjek
selalu
usaha
belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak.
subjek kurang berinisiatif mencari tahu tentang terapi secara lengkap dan banyak melimpahkan
Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa
tanggungjawab untuk proses terapi biomedis pada istrinya. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dari peran subjek pada
pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan
terapi biomedis untuk anak autis, dapat ditarik kesimpulan mengenai peran orangtua secara umum.
memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang
pengasuhan anak adalah orangtua yang melakukan pengawasan yang membimbing, mengutamakan dalam proses ini yang
menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan
kerjasama
didukung oleh rasa kasih sayang dan cinta kasih antara orangtua dan anak. Dalam permasalahan ini
menghargai anak. b. Peran subjek B sebagai orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis adalah subjek berperan sudah cukup optimal, tetapi ada beberapa kekurangan subjek yaitu subjek
lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun
pengertian bahwa makanan tersebut tidak baik untuk anak autis. Menurut Maccoby dalam Puspita (2004), orangtua yang
demikian, subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Dalam hal lain, subjek
menerima anaknya adalah orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan
tergolong orangtua yang menerima keadaan anak, serta sabar dalam menghadapi anak ketika menolak melaksanakan terapi biomedis. Hal ini telihat dari hasil observasi bahwa subjek setiap hari Sabtu, subjek selalu mengantar dan menemani anak ketika ekstrakurikuler bola. Subjek menghargai usaha anak
menghargai anak.
subjek A kurang berperan secara optimal dalam melaksanakan terapi biomedis adalah dikarenakan subjek memiliki inisiatif yang rendah untuk mencari sehingga tahu tentang subjek terapi, banyak
dalam belajar dengan memberikan pujian pada anak atas nilai bagus yang telah diperoleh oleh anak. Komunikasi subjek dengan anak lancar, hangat dan terbuka, hal ini terlihat saat subjek berdiskusi pada anak ketika anak ingin masuk klub bola, subjek menanyakan keinginan anak, anak diberikan beberapa
menghandalkan istri pada proses terapi biomedis untuk anak autis. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek
kurang memberikan solusi tentang permasalahan terlihat jarang anak ikut dan serta subjek pada
pilihan oleh subjek untuk memilih klub bola yang disukainya, subjek mengarahkan anak dengan
pelaksanaan terapi biomedis untuk anak autis. Menurut faktor-faktor keberhasilan penanganan hubungan Safaria (2005),
memberikan penjelasan mengenai klub bola yang menjadi pilihan anak. Subjek terlihat sabar menasehati anak, saat anak meminta makanan yang yang mengandung glutein, dengan tutur kata yang lembut subjek memberikan suatu
yang
yang
harmonis
produktif,
penghargaan
tanpa
pelaksanaan
terapi
biomedis
syarat, kesediaan meminta maaf dan memaafkan, serta komitmen pasangan. Dalam hal ini komitmen subjek dan pasangan belum
memerlukan pengawasan ketat. b. Kesulitan Subjek B : anak sudah terlalu besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan
terlaksana dengan baik. b. Faktor-faktor subjek B yang menyebabkan demikian, kurang tahu
dan merasa kasihan karena jenis makanan anak berkurang. 2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A : subjek kurang berperan secara optimal dalam proses terapi biomedis, hal ini terlihat dari subjek banyak
dikarenakan berinisiatif
mencari
secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak autis, subjek tidak tegas pada anak dan merasa kasihan, subjek kurang mendapat dukungan dari suami dan subjek tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi pada suami. Hal ini
lengkap tentang terapi. Meskipun demikian subjek mau meluangkan waktunya untuk menemani anak beraktivitas. Subjek tergolong
banyak mengandalkan subjek B, dan berpatokan pada dokter saja. Sebaiknya orangtua yang memiliki anak autis, memiliki komitmen kuat dalam pelaksanaan terapi ini. Hal ini sesuai pendapat dari Safaria (2005).
orangtua yang menerima anak. b. Peran subjek B : subjek berperan cukup optimal, tetapi ada
informasi yang lengkap tentang terapi biomedis, subjek hanya berpatokan dengan saran dokter saja. Meskipun demikian, subjek orangtua pada mau meluangkan waktunya untuk menemani anak autis beraktivitas. Subjek tergolong orangtua yang sabar dan menerima keadaan anak.
terapi biomedis untuk anak autis a. Kesulitan Subjek A : anak sering mencuri makanan adiknya, pada
3. Faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian a. Faktor-faktor penyebab subjek A berperan demikian : dikarenakan subjek banyak menghandalkan
berdasarkan protokol sunderland secara konsisten, dan laksanakan komitmen bersama jangan hanya sekedar berucap saja. Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan subjek A dan B memiliki potensi untuk melaksanakan terapi
istri pada proses terapi untuk anak dan kurang inisiatif untuk mencari tahu secara lengkap tentang
terapi. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bahwa subjek kurang memberikan solusi tentang permasalahan anak dan subjek terlihat jarang ikut serta pada pelaksanaan terapi biomedis untuk anak. b. Faktor-faktor penyebab subjek B berperan demikian : subjek kurang berinisiatif untuk mencari tahu secara lengkap mengenai terapi biomedis untuk anak, subjek
biomedis secara optimal, karena secara umum peran subjek A dan B sebagai orangtua menerima orangtua tergolong keadaan yang orangtua anaknya yang yaitu
hangat,
kemudian
komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan
menghargai anak. 2. Saran untuk peneliti berikutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat
kasihan dan tidak tegas pada anak dan subjek kurang mendapat dukungan dari suami. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara dimana, subjek A
manambah jumlah subjek, memberikan petunjuk-petunjuk dan saran-saran yang diperlukan untuk pelaksanaan terapi biomedis. Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan akan ada penelitianpenelitian selanjutnya khususnya
dokter saja.
B. Saran Ada beberapa saran yang peneliti berikan: 1. Saran untuk Subjek Subjek A dan B diharapkan
DAFTAR PUSTAKA Ariani, E. (2002). Sekilas mengenai intervensi biomedis: Pedoman untuk orangtua. Jakarta: Nirmala. Heru Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif. Depok: Gunadarma.
Berkell,
D. E (ed). (1992). Autism identification, education and treatment. Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher.
Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan. Puspita, D. (2004). Makalah : Masalah peran keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Shattock, P. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta: Nirmala. Sugiono. (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta. Sutadi, R., Bawazir, L. A., & Tanjung, N. (2003). Penatalaksanaan holistik autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Widyawati, I., Rosadi, D., E., & Yulidar. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara. Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan jiwa pada anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Yin, K. R. (2006). Studi kasus: Desain dan metode. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma Indonesia. Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Nirmala. Djamaluddin, S. U. S. (2004). Makalah: Masalah autisme pengertian & penanganannya. Jakarta : Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Gunarsa, D. S., & Gunarsa, D. Y., Ny. (1991). Psikologi praktis: Anak, remaja & keluarga. Jakarta: Erlangga. Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Judarwanto, W. (2004). Makalah: Masalah deteksi dini dan skreting autis. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia. Kaplan, I. H., Sadock, J. B., & Grebb, A. J. (1994). Sinopsis psikiatri (7th ed). 2 Vols, terj. Kusuma, W. Jakarta: Bhuana. McCandless, J. (2003). Children with starving brains (2nd ed) atau Anakanak dengan otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo. Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasir, M (2003). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.