You are on page 1of 9

Selasa, 27 Desember 2011. Ini adalah hari, awal dari pencarian jati dirinya. Nya? Siapakah gerangan?

Dia adalah seorang anak lelaki, bertubuh besar tinggi, berkulit sawo matang, dan berambut keriting. Walaupun sudah duduk di kelas X, ia belum menemukan jati dirinya, itu yang sering membuat dia dilema di malam minggu.

***************

Jamadagni. Itulah yang terus ia pikirkan sejak berbulan-bulan yang lalu. Jamadagni adalah sebuah ekskul atau organisasi mungkin lebih tepat nya yang ada di sekolah nya. Jamadagni adalah perkumpulan para pecinta alam. Banting tulang mengikuti berbagai pelatihan pendidikan dasar yang konon sangat berat itu. Pendas atau pendidikan dasar adalah seleksi, atau gerbang awal menuju Jamadagni itu sendiri. Sebelum pendas, dia bersama rekan-rekan lainnya harus mengikuti prapendas atau simulasi saat pendas nanti. Di saat teman-teman lainnya bersenang-senang dan hura-hura, ia bersama 34 rekan lainnya bermandikan keringat setiap hari Selasa dan Sabtu. Setiap hari tertentu itu mereka mengikuti latihan fisik serta mendapat kan berbagai materi rimba. Tujuan utama ia mengikuti ini semua adalah untuk membentuk mental nya. Dia tahu, dia belum cukup mandiri, masih manja, dan masih sering uring-uringan ketika apa yang dia inginkan tidak terpenuhi. Mental, ya, mental yang kuat lah yang aku butuh kan. Pikirnya. Senin malam, 26 Desember 2011. Ia tidak dapat tidur, cemas memikirkan hari esok. Dia tidak cukup percaya diri. Galau, itulah istilah anak muda sekarang yang meng ekspresikan kondisinya saat itu, dirinya dipenuhi rasa cemas. Malam itu dia saling kontak bersama temanteman lainnya yang satu perjuangan. Mereka semua sama mungkin kondisinya. Sudah lah, gak usah pergi! bentak nenek nya. Nenek nya memang keras suaranya. Yaa mau gimana lagi balas nya.

Ya. Di lubuk hati nya yang terdalam pasti dia tidak mau meninggalkan kenyamanan rumah ini, namun dia tidak ingin bersikap pengecut, terlebih orangtua nya sudah mengeluarkan biaya untuk ini. Tidak. Tidak boleh mundur batinnya.

********* Dini hari, 27 Desember 2011. Dia packing, ia mengambil semua peralatan-peralatan yang di butuhkan, takut-takut dia bisa mati bila kehilangan satu peralatan seperti kata pembimbing, ingatnya. Setelah semua barang dia rasa komplit, ia bergegas meninggalkan rumah yang nyaman dengan perasaan syahdu. Perjalanan terasa berlalu dengan cepat. Orang-orang memacu kendaraan nya dengan cepat di pagi hari ini, udara kota Bandung yang sejuk bersirkulasi di paruparu nya. Hati nya berdebar kencang, bukan gugup, melainkan bersemangat. Semalam dia memang gundah gulana, namun melihat teman-teman seperjuangan nya tersenyum ceria menghadapi pelatihan ini, hati nya luluh, ia menjadi ikut bersemangat juga, Yang lain juga bisa, kenapa kita tidak? ucap salah satu temannya yang sempat menatap wajah ragu nya. Yah, betul balas nya. Kegiatan di mulai dengan mengikuti upacara. Hampir semua orangtua hadir saat itu, tapi tidak dengan orangtuanya. Ya, orangtua nya tidak tinggal di kota Bandung, dia cukup sedih, tetapi langsung saja kesedihannya itu hilang ketika para siswa Jamadagni meneriakkan yel-yel mereka dengan lantang, membelah pagi buta. Menuju lokasi menggunakan bus tentara sangat keren menurut nya. Kenapa tidak, dengan menggunakan sepatu ceko khas tentara, dia bersama 32 rekan lainnya bak tentara muda yang akan di latih menjadi prajurit-prajurit tangguh, seperti itulah. Begitu turun dari bus, mereka langsung berbaris, di arahkan untuk berjalan menuju Situ Lembang.

************ Lelah, letih, padahal masih hari pertama, mungkin itu yang terbesit saat semua siswa beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan panjang, berjalan kaki dari terminal menuju puncak bukit. Menggendong beban yang hampir 10kg sembari mendaki memang tidak mudah. Sekejap saja mereka sudah mandi keringat, apalagi saat itu matahari bersinar sangat terik. Minggir lah minggir lah minggir lah, siswa siswi Jamadagni mau lewat Nyanyian demi nyanyian di lantangkan dengan keras agar membakar semangat mereka. Semua pasang mata yang melewati mereka terpana dengan ke gagahan mereka.

Hari pertama sukses di lewati. Ini belum seberapa pikir nya. Di benak nya, di sini akan keras, akan di osol-osol dan di adu-adu, tapi kenyataan hari itu bertolak belakang dengan bayangan nya. Mungkin hari pertama masih belum berat ya ucap nya kepada seorang teman sambil berbisik-bisik. Liat aja besok. Balas temannya. Kalimat itu meracuni pikirannya semalaman. Dia berusaha tidak memikirkannya, tetapi tetap saja terpikirkan. Gyuurr Suara hujan yang menghantam dedaunan dengan keras membangun kan nya. Dia terkejut saat mengetahui pakaian tidur nya basah. Sial! Batinnya. Teman-teman satu bivac nya juga terbangun, mendapati pakaian mereka basah. Bivac nya bocor! ujar salah satu teman nya. Hujan sangat deras saat itu. Dia meliriklirik keluar, mendapati cahaya-cahaya senter menari mengelilingi bivac kelompok lain. Lalu ada satu kelompok yang bivac nya hancur, mereka terpaksa mengungsi ke kelompok lain.

Kita masih beruntung, bivac nya gak hancur ujar nya kepada teman sekelompok. Tibatiba seorang siswi masuk ke kelompok mereka, dia adalah siswi yang bivac nya hancur. Siswi itu di suruh mengungsi ke kelompok mereka yang jumlah nya memang 3 orang. Malam itu terasa dingin. Hujan berderu sangat deras, angin menghembus seolah member tanda bahaya nya alam liar. Mereka tidur saling berdempetan dan berangkulan, takut-takut mati kedinginan. Hari kedua. Mereka di bawa lari pagi di hutan. Melihat pemandangan menakjubkan. Mereka melihat danau Situ Lembang, danau yang besar, cukup aneh pemandangan ini, mengingat Bandung merupakan pegunungan sehingga aneh bila terdapat danau di atas bukit. Dingin nya pagi itu sangat menusuk. Hari demi hari terlewati, materi demi materi telah di pelajari. Mereka telah melewati banyak hadangan. Kondisi mereka sangat kacau, kotor, lesu, berantakan bagai orang kurang waras, mungkin bila orang lain melihat mereka dengan tampang seperti itu, mereka akan di masukkan ke SLLB. Semangat mereka mulai luntur. Tekanan-tekanan yang di berikan pembimbing sering membuat mereka frustasi. Tamparan demi tamparan pembimbing seringkali mendarat di pipi para siswa, bukan karena marah, namun karena para siswa yang sering kali kurang sigap dan tidak fokus. Hanya satu hal yang mengikat mereka semua, semangat yang bagaikan kuda dan juga syal kuning yang mengikat di leher mereka, yang melambangkan kekeluargaan mereka.

*************

1 Januari 2012. Ya, hari itu adalah tahun baru, dimana secara lumrah orang-orang menyalakan berbagai macam kembang api, ber pesta, bakar-bakaran. Namun, kemeriahan itu tidak dapat di rasakan para siswa siswi Jamadagni. Di malam tahun baru, tepat nya dini hari, mereka di giring ke sebuah lapangan besar. Para siswa disuruh membuka baju.

Liat nih badan aing, sixpack! celetuk salah satu siswa, yang lain tertawa. Ya itulah hiburan mereka, beberapa gurauan kecil. Plaak Salah seorang pembimbing mendapati kami bercanda, lalu di layangkan lah sebuah tamparan tanda kasih sayang kepada siswa yang bercanda tadi. Mereka disuruh berbaris satu banjar. Di ceramahi, di beri motivasi, oleh seorang anggota senior Jamadagni. Lalu kekeluargaan mereka di tes, seberapa kompak kah keluarga mereka. Di akhir pagi buta itu, anggota senior itu berteriak SISWAAAA!!! JAMADAGNII!!!! Teriakan anggota senior tersebut di balas dengan lantang oleh siswa siswi, Teriakan tersebut membelah dingin nya pagi hari di Lembang. Bagai menuang minyak ke dalam bara, motivasi dini hari itu membakar semangat para calon anggota muda itu. Mereka melakukan aktivitas mereka dengan sepenuh hati, dengan semangat 45. Sehari lagi, pasti bisa! bentak nya kepada seorang teman yang berbadan besar. Temannya itu sudah tidak kuat, mental nya mungkin yang tidak kuat pikirnya. Semua siswa siswi saling menyemangati, mendukung, mendorong dari belakang agar terus maju.

*********** Malam hari. Mereka kembali melakukan perjalanan panjang, dari Lembang menuju Gunung Tangkuban Perahu. Dalam perjalanan ini, mental mereka benar-benar diuji. Haus, ngantuk, lelah terus menyelimuti perasaan mereka. Perjalanan terasa begitu jauh. Menggendong ransel yang berat sambil menyanyi membutuh kan tenaga yang banyak.

Mentari bernyala disini, disini didalam hatiku, gemuruh apinya disini, disini di urat darahku Lagu itu terasa begitu khitmat dinyanyikan siswa siwi Jamadagni. Lirik nya menciptakan kombinasi yang bagus dengan kondisi saat itu, menyentuh hati. Dengan susah payah mereka terus berjalan, berusaha di jalan yang benar. Sering kali tendangan-tendangan mendarat di ransel mereka karena berhenti bernyanyi. Tamparan kasih sayang juga sering melayang disana sini mendarat di wajah para siswa yang mata nya sudah tertutup namun tetap berjalan. Selamat datang di Gunung Tangkuban Perahu Tugu selamat datang itu bak penyelamat, bagai oasis di padang pasir bagi siswa siswi. Malam itu terasa sangat cepat, terutama bagi dia yang sudah kelelahan. Dia mengikuti semua perintah tanpa mengeluh, karena berharap cepat-cepat istirahat. Suhu disana tidak sedingin di Situ Lembang. Saat izin untuk buang air, tiba-tiba hal yang tak terduga terjadi. Breet Mampus. Batin nya. Dia melirik ke arah celana nya, dan benar saja, celana nya robek besar tidak karuan. Aneh nya, dia tetap cuek, mungkin dia berpikir bahwa tidak akan ada yang menyadari nya.

***********

Semua nya hening. Hampir tengah malam semua siswa siswi di istirahat kan. Sayup-sayup terdengar suara dari mesjid, jelas ini sudah hampir subuh. Namun semua berlangsung cepat.

Teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet Bunyi terompet yang sangat keras menandakan semua siswa siswi harus segera berlari ke arah suara tersebut. Namun dia rupa nya tidak sadarkan diri. Dia merasa ini hanyalah sebuah mimpi, mimpi buruk yang sebentar lagi akan segera berakhir. Bagai kesetanan, dia juga ikut berlari, namun tak tahu arah yang benar karena masih gelap dan juga keadaan yang setengah tertidur, seperti di dunia fantasi. Plaaak plaak Sepasang tamparan kasih sayang melayang ke wajah nya, sentak dia terbangun. Siswa Farhan! Mau kemana kamu?? Bentak seorang pembimbing Dia sadar, dia berlari ke arah yang berlawanan. Nggg.. anuu.. itu aaah.. Belum sempat menjawab, tamparan kasih sayang kembali bersarang di wajah nya yang kucel itu. Spontan dia langsung berlari secepat yang ia bisa, mengejar gerombolan-gerombolan yang sibuk berlarian. Topi rimba nya hampir terbang, rambut keriting nya yang pitak di depan tertiup angin pagi. Mereka disuruh merayap, lalu berlari, kembali merayap lagi. Tak terhitung berapa kali mereka mengulanginya. Permukaan tanah disitu sangat parah. Banyak batu-batu besar dan lumayan tajam. Seluruh sikut dan lutut mereka kesakitan. Dia sudah tidak kuat, mental nya hancur, luluh lantah. Dia tidak sanggup lagi mengejar teman-temannya yang berada di depan. Dia, bersama 2 orang lain berada di belakang. Seorang pembimbing berbadan besar menghampiri nya, langsung menampar berkali-kali sehingga ia sadar, bahwa dia sedang tidak bermimpi. Kenapa kamu diam saja!? Lihat teman kamu di depan di hukum gara-gara kamu lambat! Gak kasihan kamu sama teman kamu hah!?

Dia tidak bisa membalas. Entah karena suara nya tertahan atau karena dia memang sudah tidak niat lagi berada disana. Siap saya bisa!! Teriak nya membalas ucapan pembimbing tadi. Ia langsung merayap dengan cepat, menuju teman-temannya di depan yang sedang di hukum karena nya. Dia melihat, 2 teman nya di belakang, ia hendak menunggu mereka namun ia malah mendapat tamparan sebagai balasan nya. Ia terus maju, merayap dengan gagah. Sudah dekat!, batin nya. Dia melihat temannya di depan masih berhenti merayap. Salah seorang pembimbing berteriak kepada nya. Siswa Farhan! Buktikan semangat kamu! Susul teman yang ada di depan kamu! Teriak nya pada siswa Farhan. Teman-teman yang berada di depan menyemangati nya. Dengan sigap, dia memperlebar rayapan nya, dengan cepat, menyusul teman nya yang tadi nya berada di depan nya, meninggalkan teman nya di belakang bersama 2 siswa siswi yang tadi hendak di tunggui nya. Teeeet Suara terompet itu berbunyi lagi, dia mulai membenci suara tersebut. Mereka semua langsung berlari kearah suara. Membentuk satu banjar. Nah, sekarang kita akan melakukan olahraga pagi, semuanya balik kanan ketika di perintahkan untuk merapikan baju. Sial. Dia sudah tidak punya tenaga lagi. Namun ada yang aneh. Balik kanaaan grak! teriak dansis, komandan siswa. Syuut Semua berbalik. Dia belum menyadari ada yang aneh. Lalu dia melihat bendera Jamadagni di pasang.

Pelantikan siswa siswi Jamadagni, 2 Januari 2012 akan segera dimulai, seluruh pemimpin menyiapkan pasukan nya.

Astagfirullah

Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Seluruh siswa siswi hanya bisa senyam senyum, menetes kan air mata, air mata kemenangan. Dia melirik teman di sebelah nya, saling menatap dan tersenyum penuh kemenangan, berurai air mata.

Oh, ini toh kemenangan dari hasil perjuangan. Batin nya.

**TAMAT**

You might also like