You are on page 1of 15

Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif Terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Mata Pelajaran Biologi di SMA

Negeri Palangka Raya

Universitas Palangkaraya, Jl. Yos Sudarso Palangkaraya

Yula Miranda

Abstract: :The purpose of this study was to identify the influence of learning strategies (TPS+M, TPS, dan Conventional) on the metacognitive ability, the influence of students upper and lower academic abilities on the metacognitive ability, also the influence of interactions between learning strategies (TPS+M, TPS, dan Conventional) and students upper and lower academic ability on the metacognitive ability.This study used the quasi-experiment research design which used the Nonequivalent Control Group Design 3 x 2 factorial version with each factors consists of 2 levels, that identified the influence of independent variable (i.e. the learning strategies) and the secondary independent variable (academic ability) on the dependent variables (the metacognitive ability). The research population was all of the X grade students of SMA Negeri who learned Biology in Central Kalimantan Province. The average number of students in each classes was 30 students. The research sample was determined using Cluster Random Sampling technique. The research subjects were the X grade students of SMA Negeri 2 Pahandut, SMA Negeri 2 Jekan Raya, and SMA Negeri 1 Bukit Batu in Palangkaraya City of Central Kalimantan. The research data were collected using the inventories of metacognitive strategy. The inventories of metacognitive strategy consist of 60 questions including students self-planning, self-monitoring, and self-evaluation in studying Biology to measure the students metacognitive ability equipped with journal of study, Student Work Sheets (LKS), metacognitive awareness sheets, and metacognitive activities. The research findings showed that the TPS+M learning strategy was more potential in improving the metacognitive ability compared to other learning strategies. Next, the TPS+M learning strategy were better compared to the TPS learning strategy and the conventional learning strategy. The interaction between the learning strategies (TPS+M, TPS, and Conventional) and the upper and lower academic abilities had influences on the metacognitive ability. It could be concluded that the TPS+M strategy was more effective than other strategies to be used in Central Kalimantan students learning to improve the metacognitive ability. Kata kunci: Pembelajaran Metakognitif, Strategi Kooperatif Think-Pair-Share, Kemampuan Metakognitif

Proses pembelajaran yang dilaksanakan berhubungan dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dan disertai pembelajaran metakognitif akan memungkinkan peningkatan kesadaran siswa terhadap apa yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa dapat dikatakan berkualitas
187

apabila siswa secara sadar mampu mengontrol proses kognitifnya secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan kemampuan metakognitif. Pemerintah selalu memperbaharui kurikulum dengan tujuan untuk memperbaiki kuali187

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

tas pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Pembaharuan yang telah dilakukan, di antaranya penyempurnaan Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 2004 (Depdiknas, 2003). Kurikulum 2004 disempurnakan untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam kurikulum operasional tingkat satuan pendidikan, disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan disingkat KTSP (Mulyasa, 2006). Pemerintah daerah di Propinsi Kalimantan Tengah juga telah berusaha untuk memperbaiki kemampuan siswa yang berhubungan dengan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor serta mengembangkan kreativitas. Perbaikan kemampuan siswa dilakukan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas guru, penyiapan bahan ajar, dan mengembangkan pemanfaatan lembar kerja siswa. Namun, masalah pembelajaran yang memberdayakan kemampuan metakognitif, kognitif, afektif, psikomotor, belum banyak terungkap. Proses pembelajaran dan pendidikan yang berkualitas terkait dengan kemampuan berpikir. Pembelajaran semestinya membelajarkan siswa memiliki kemampuan berpikir untuk menyadari apa yang telah dipelajari, menyadarkan siswa berpikir kreatif dan antusias serta termotivasi untuk mengetahui objek belajarnya melalui pelibatan aktif belajar, baik memecahkan masalah nyata dalam kehidupannya, maupun merangsang siswa untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya (Winarno, Susilo, dan Soebagio, 2000). Peningkatan kemampuan metakognitif siswa merupakan salah satu efek yang perlu dihasilkan dari pembelajaran. Menurut Costa (1985) dalam proses pembelajaran ada 3 pengajaran berpikir, yakni teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking. Pada kenyataan dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mungkin melepaskan 3 aspek itu, antara teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking terkait sangat erat, bahkan tak dapat dipisahkan (Sanjaya, 2006). Jika ketiga aspek itu dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah, maka dapat
188

memfasilitasi kemampuan berpikir metakognitif siswa, di antaranya untuk mempelajari biologi. Kemampuan berpikir yang diperlukan pada era globalisasi adalah terkait dengan kemampuan berpikir tentang proses berpikir yang melibatkan berpikir tingkat tinggi dan dikenal dengan metakognisi (Phillips, Tanpa tahun). Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topiktopik khusus, kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diberdayakan dengan memberdayakan keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif terkait strategi maupun pelatihan metakognitif dan dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan keterampilan metakognitif karena pada pembelajaran kooperatif terjadi komunikasi, di antara anggota kelompok (Abdurrahman, 1999). Komunikasi di antara anggota kelompok kooperatif terjadi dengan baik karena adanya keterampilan mental, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan belajar yang harus dicapai atas dasar kesadaran anggota kelompok, di antaranya kemampuan bekerjasama dan berpikir metakognitif serta berpikir kognitif. Pentingnya belajar biologi, selain mengkaji pengetahuan tentang makhluk hidup, juga usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, keterampilan berpikir, serta meningkatkan keterampilan untuk menjalankan metode penyelidikan ilmiah dalam bidang biologi melalui langkah-langkah metode ilmiah. Biologi dapat diterapkan dalam berbagai bidang (Sujadi dan Laila, 2004). Contohnya, Biologi sebagai dasar bagi bidang kedokteran, pertanian, dan upaya memelihara kualitas lingkungan hidup. Pentingnya biologi dibelajarkan kepada siswa,

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

karena biologi merupakan sarana untuk membantu menjawab berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan alam kehidupan dan memberikan bekal bagi perkembangan hidup seseorang. Berdasarkan karakteristik biologi dan fenomena pembelajaran di sekolah selama ini bahwa sebagian besar siswa kurang aktif berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, baik melalui pertanyaan maupun mengajukan pendapat pada saat kegiatan proses pembelajaran terjadi di kelas. Masalah proses pembelajaran demikian pada siswa yang belajar biologi, diduga antara lain berkaitan erat dengan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir yang penting bagi siswa adalah kemampuan metakognitif, karena siswa mengetahui belajar secara sadar, walaupun kemampuan berpikir memerlukan penalaran dan pemahaman kausalitas (Piaget, 1927 dalam Bell, 1991). Sebaliknya, apabila siswa belajar dengan terpaksa agar dapat lulus ujian dengan baik, hal ini berbeda maknanya bagi siswa. Vygotsky mengungkapkan bahwa siswa belajar secara sadar dapat melalui sosiokultural dalam pembelajaran, yakni interaksi sosial melalui dialog dan komunikasi verbal. Pembelajaran yang menekankan pada sosiokultural adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa (Smith,1984 dalam Corebima, 2006b). Pembelajaran kooperatif berkontribusi pada hasil belajar dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, serta dapat menerima prestasi menonjol dalam tugas pembelajaran akademik. Pembelajaran kooperatif ini bermanfaat bagi siswa untuk menjadi tutor sebaya bagi siswa lain yang berkemampuan rendah, untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa yang berkemampuan tinggi, untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama dan kemampuan metakognitif. Kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil pembelajaran kooperatif akan tumbuh dan berkembang karena adanya kesadaran dan kontrol terhadap aktivi-

tas kognitif. Kesadaran dan kontrol terhadap aktivitas kognitif dikenal sebagai metakognisi, sedangkan cara siswa meningkatkan kesadaran tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung dikenal sebagai strategi metakognitif. Hasil penelitian para ahli psikologi kognitif tentang perbedaan antara siswa yang kurang pandai dan lebih pandai menunjukkan bahwa kemampuan metakognitif adalah sangat penting (Djiwandono, 2006). Lebih lanjut, metakognitif menjadi penting karena metakognitif adalah pengetahuan yang berasal dari proses kognitif diri sendiri beserta hasil-hasilnya. Ketika anak berkembang, maka anak menjadi lebih cermat dalam pengertian bagaimana mengontrol dan memonitor belajar anak itu sendiri serta bagaimana menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Karena itu, kemampuan metakognitif siswa dapat diberdayakan melalui strategis-trategi pembelajaran di sekolah. Kemampuan metakognitif untuk memonitor hasil belajar siswa sendiri dengan menggunakan strategi tertentu, agar belajar dan mengingat dapat berkembang. Mengidentifikasi ide-ide penting dengan menggarisbawahi atau menemukan kata kunci pada bahan bacaan, kemudian merangkai menjadi satu kalimat dan menulis kembali pada jurnal belajar, meramalkan hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan mengulang informasi merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Strategi yang digunakan untuk mengetahui proses kognitif seseorang dan caranya berpikir tentang bagaimana informasi diproses dikenal sebagai strategi metakognitif (Arends, 1998). Strategi metakognitif adalah strategi yang digunakan siswa atau pebelajar dalam kegiatan pembelajarannya (Corebima, 2006a). Dirkes (1998) mengungkapkan bahwa strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu, memilih strategi berpikir secara sengaja, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir. Arends (1997) mengemukakan
189

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

pengetahuan meta-kognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan benar. Berdasarkan makna strategi metakognitif dasar dan pengetahuan metakognitif (Dirkes, 1998; Arends, 1997), bahwa pembelajaran metakognitif bagi siswa adalah penting. Jika siswa telah memiliki metakognisi, siswa akan terampil dalam strategi metakognitif. Siswa yang terampil dalam strategi metakognitif akan lebih cepat menjadi anak mandiri (Kompas, 12 Pebruari 2006). Butler & Winn (1995 dalam Slavin, 2000), Pressley, Harris & Marks (1992), Presley (1990), menyatakan bahwa keterampilan berpikir dengan cara pemantauan diri dan keterampilan belajar adalah contoh-contoh keterampilan metakognitif. Manfaat metakognisi bagi guru dan siswa adalah menekankan pemantauan diri dan tanggung jawab guru dan siswa. Pemantauan diri merupakan keterampilan berpikir tinggi. Howard (2004) menyatakan keterampilan metakognitif diyakini memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory), dan pemecahan masalah. Peneliti yakin, bahwa penggunaan strategi yang tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan belajar (Deshler, Ellis dan Lenz, 1996 dalam Corebima, 2006a). Livingston (1997) menyatakan metakognisi memegang salah satu peranan kritis yang sangat penting agar pembelajaran berhasil. Siswa dapat belajar lebih aktif, bergairah, dan percaya diri selama proses pembelajaran, karena pengajar mampu mengembangkan strategi metakognitif (Hollingworth & McLouglin, 2001). Hasil penelitian menunjukkan kelompok siswa yang diajarkan strategi metakognitif dapat meningkatkan kesadaran metakognitif, juga dapat menggunakan strategi metakognitif lebih banyak selama pemecahan masalah, serta dapat meningkatkan pengetahuan metakognitif, dan siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
190

kognitif pada tingkat yang lebih tinggi. Sikap siswa lebih positif terhadap pelajaran sejarah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulannya bahwa hasil penelitian menunjukkan strategi metakognitif dan strategi pemecahan masalah secara signifikan dapat meningkatkan prestasi akademik, kesadaran metakognitif, dan pengetahuan metakognitif (Ponnusamy, Tanpa tahun). Menurut Abdurrahman (1999) prestasi akademik banyak terkait dengan kemampuan memori dan keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif merupakan pemahaman proses kognisinya sendiri dan kemampuan memantau strategi yang digunakan saat mempelajari suatu tugas. Abdurrahman (1999) mengemukakan bahwa gaya kognitif berkaitan dengan cara seseorang menghadapi tugas kognitif, terutama dalam pemecahan masalah. Gaya kognitif impulsif-reflektif terkait dengan penggunaan waktu yang digunakan siswa untuk menjawab persoalan dan jumlah kesalahan yang dibuat. Siswa yang impulsif cenderung menjawab persoalan secara cepat tetapi banyak membuat kesalahan, sedangkan siswa reflektif cenderung menjawab persoalan secara lebih lambat tetapi hanya membuat sedikit kesalahan. Gaya kognitif siswa yang impulsif menjadi penyebab timbulnya problema yang bukan hanya akademik tetapi juga perilaku. Solusi bagi siswa yang impulsif perlu memperoleh latihan untuk merespons suatu persoalan dengan menggunakan waktu yang cukup dan cara yang hati-hati. Goleman (2007a) sistem pemahaman impulsif yang berpengaruh besar, adalah pikiran emosional. Ciri utama pikiran emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pada pikiran rasional. Kecepatan itu, mengesampingkan pikiran hati-hati dan analitis yang merupakan ciri khas akal yang berpikir atau tindakan pikiran rasional. Bagian lain, Goleman (2007a) menyatakan bahwa tindakan pikiran rasional dan tindakan pikiran emosional secara fundamental berbeda, tetapi bersifat saling mempengaruhi

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

dalam membentuk kehidupan mental manusia. Pikiran rasional adalah model pemahaman yang lazimnya disadari, lebih menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan merefleksi. Tetapi, bersamaan dengan itu ada sistem pemahaman lain yang impulsif dan berpengaruh besar, yakni pikiran emosional. Biasanya, ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran rasional, emosi memberikan masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukanmasukan emosi tersebut. Namun, pikiran emosional dan pikiran rasional merupakan kemampuan-kemampuan yang semi-mandiri; masing-masing mencerminkan kerja jaringan sirkuit yang berbeda, namun saling terkait, di dalam otak. Perkembangan kognitif didasarkan pada suatu fungsi, berkenaan dengan organisasi, dan adaptasi (Dahar, 1988). Dilain pihak, teori belajar Vygotsky menekankan pada integrasi antara aspek internal dan eksternal pada lingkungan sosial belajar. Interaksi sosial dalam pembelajaran, terutama melalui dialog dan komunikasi verbal. Vygotsky yakin pembelajaran terjadi apabila siswa belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, tetapi terjangkau oleh siswa. Siswa mampu memecahkan masalah secara mandiri dan di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama teman sejawat yang lebih mampu (Ratumanan, 2004). Teori Vygotsky memiliki implikasi menginginkan setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa. Pembelajaran kooperatif untuk memecahkan masalah dalam belajar siswa, dapat dilakukan dengan strategi kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dan strategi kooperatif Jigsaw. Strategi kooperatif TPS dapat dijelaskan Think berarti berpikir, Pair berarti berpasangan, dan Share berarti berbagi. Pembelajaran kooperatif dengan TPS mengikuti langkah-langkah berpikir terhadap masalah yang diajukan oleh guru, berpasangan untuk berdiskusi tentang hasil pemikiran terhadap masalah yang diajukan oleh guru,

dan berbagi hasil diskusi untuk seluruh siswa di kelas. Hasil diskusi dari pemecahan masalah yang diajukan oleh guru merupakan konsep yang dikonstruksi oleh siswa. Jika konsep yang dikonstruksi oleh siswa dari hasil diskusi kelompok sudah benar, maka akan menjadi milik siswa. Corebima dan Idrus (2006) melaporkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan pola PBMP dalam TPS mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan hasil belajar kognitif siswa SMP. Lie (2002) mengungkapkan pembelajaran dengan strategi kooperatif TPS, sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Lebih lanjut, Lie (2002) mengungkapkan strategi ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa. Kooperatif TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Ibrahim, Rachmadiarti, Nur, dan Ismono, 2000). Hasil penelitian menunjukkan strategi pembelajaran kooperatif TPS mampu meningkatkan hasil belajar sebesar 34,9% dan lebih baik bila dibandingkan hasil belajar dengan pembelajaran konvensional (Agustini, 2005). Hasil penelitian lainnya, bahwa ada perbedaan signifikan antara hasil pembelajaran yang menggunakan TPS dengan yang tidak menggunakan TPS (Rahayu 2005). Pemahaman konsep siswa pada strategi pembelajaran PBMP dalam TPS ternyata 27,4% lebih tinggi dibandingkan siswa pada strategi pembelajaran konvensional (Corebima & Idrus, 2006). Selain itu, pembelajaran kooperatif memberdayakan perkembangan pembelajaran metakognitif (Green, Tanpa tahun). Scripted Cooperation, suatu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh ODonnell dan Dansereau (1992 dalam Corebima, 2006a) juga terbukti berguna pada proses metakognisi. Costa dan OLeary (1992 dalam Corebima, 2006a) mengidentifikasi bebe191

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

rapa kajian yang memperlihatkan bahwa siswa dapat mempelajari keterampilan metakognitif lebih baik, bilamana bekerja dalam kelompokkelompok kooperatif. Lebih lanjut, dikemukakan mengenai peran pembelajaran kooperatif yang menggunakan pendekatan kontroversi konstruktif dapat memberdayakan metakognisi siswa. Jika TPS dan Jigsaw dalam pembelajaran dilaksanakan bersama metakognitif, maka peluang peningkatan proses dan hasil belajar siswa lebih besar, karena disertai perencanaan diri, pemantauan diri, dan evaluasi diri saat proses pembelajaran berlangsung. Namun, siswa harus selalu memperhatikan tujuan belajar yang akan dicapai, waktu penyelesaian tugas, pengetahuan awal yang diperlukan untuk penyelesaian tugas, dan strategi-strategi kognitif yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif TPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu unggul untuk dikembangkan dalam proses belajar mengajar di sekolah (Ghiffard, 2008). Hasil penelitian lain, menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa yang mengalami pembelajaran berpola PBMP dalam strategi kooperatif TPS berbeda signifikan atau lebih tinggi dibanding kelas konvensional. Kemampuan berpikir siswa yang mengalami pembelajaran berpola PBMP dalam strategi kooperatif TPS, maupun kemampuan berpikir siswa kelas konvensional tidak berbeda signifikan (Corebima & Idrus, 2006). Berdasarkan karakteristik masing-masing strategi pembelajaran, pembelajaran dengan strategi kooperatif TPS bersama metakognitif, strategi kooperatif Jigsaw bersama metakognitif, strategi kooperatif TPS, dan strategi kooperatif TPS, berpeluang untuk memberdayakan kemampuan metakognitif. Namun, peneliti terdahulu belum mengungkap strategi-strategi mana yang berpotensi secara efektif mampu memberdayakan kemampuan metakognitif, sehingga berdampak pada kualitas proses dan hasil belajar.

METODE Metode penelitian, melalui rancangan penelitian quasi eksperimen menggunakan Nonequivalent Control Group Design versi faktorial 3 X 2 dengan tiap-tiap faktor terdiri atas 2 taraf, yakni untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (strategi pembelajaran) dan variabel bebas sekunder (kemampuan akademik) terhadap variabel terikat (kemampuan metakognitif). Populasi penelitian adalah semua siswa kelas X SMA Negeri yang belajar biologi di Propinsi Kalimantan Tengah. Setiap kelas rata-rata memiliki 30 siswa. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik Cluster Random Sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMAN 1 Pahandut, SMAN 2 Pahandut, SMAN 1 Jekan Raya, SMAN 2 Jekan Raya, dan SMAN 1 Bukit Batu Kota Palangkaraya Propinsi Kalimantan Tengah. Data penelitian dikumpulkan dengan inventori strategi metakognitif, dan tes kemampuan kognitif. Inventori strategi metakognitif terdiri dari 60 butir pernyataan yang meliputi perencanaan diri, pemantauan diri, dan evaluasi diri siswa dalam belajar biologi yang dilengkapi dengan jurnal belajar, LKS, lembar kesadaran metakognitif, dan aktivitas metakognitif. Tes kemampuan kognitif terdiri dari 30 soal tes objektif dan 10 soal tes uraian yang meliputi kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasi, menguraikan, menyusun, dan mengevaluasi pada materi biologi. Perangkat pembelajaran yang disediakan dan dikembangkan dalam penelitian ini berupa silabus, RPP, LKS, materi pelajaran biologi, dan jurnal belajar. HASIL Hasil analisis dengan statistik deskriptif menunjukkan bahwa nilai rerata prates dan pascates kemampuan metakognitif yang menggunakan strategi pembelajaran TPS dan Konvensional serta TPS + strategi metakognitif (TPS+M) pada mata pelajaran biologi dapat dilihat pada

192

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

Tabel 1 Ringkasan Nilai Rerata Prates, Pascates, dan Selisih pada Kemampuan Metakognitif yang Menggunakan Strategi Pembelajaran TPS, dan Konvensional serta TPS+M
Strategi Pembelajaran TPS Konvesional TPS + M Total Rerata Prates (XMKOG) 67,521 65,833 56,500 189,854 Rerata Pascates (YMKOG) 73,228 73,335 75,544 222,107 Selisih 5,707 7,502 19,044 32,253

Tabel 2 Ringkasan Rerata Prates dan Pascates Kemampuan Metakognitif pada Interaksi Strategi Pembelajaran dengan Kemampuan Akademik
Strategi Pembelajaran TPS Konvesional TPS + M Total Rerata Prates (XMKOG) 67,521 65,833 56,500 189,854 Rerata Pascates (YMKOG) 73,228 73,335 75,544 222,107 Selisih 5,707 7,502 19,044 32,253

Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji Anakova Pengaruh Strategi pembelajaran terhadap Kemampuan Metakognitif
SumberVariasi (SV) Model Terkoreksi Intersep Kemampuan Metakognitif Pra Strategi Pembelajaran Kemampuan Akademik Interaksi Strategi + K.A. Error Total Total Terkoreksi Jumlah Kuadrat (JK) 2451,73a 8231,44 2114,27 568,90 31,49 356,69 3908,92 551952,66 6360,66 df 10 1 1 4 1 4 89 100 99 Rata-rata Kuadrat (RK) 245,17 8231,44 2114,27 142,22 31,49 89,17 43,92 F 5,58 187,41 48,13 3,23 0,71 2,0 P 0,00 0,00 0,00 0,01 0,39 0,09

Tabel 4 Perbandingan Rerata Terkoreksi antara Strategi Pembelajaran terhadap Kemampuan Metakognitif
Strategi Pembelajaran TPS Konvensional 2=TPS + M XMKOG 67,52 65,83 56,50 YMKOG 73,23 73,33 75,54 Selisih 5,71 7,50 19,04 TerkoreNotasi ksi 72,36 a 73,11 a 78,83 b

Tabel 1. Hasil analisis dengan statistik deskriptif menunjukkan bahwa nilai rerata pra-tes dan

pascates kemampuan metakognitif pada interaksi strategi pembelajaran dengan kemampuan akademik pada mata pelajaran biologi dapat di193

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

Tabel 5 Perbandingan Rerata Terkoreksi antara Tingkat Kemampuan Akademik terhadap Kemampuan Metakognitif
Kemampuan Akademik Atas Bawah XMKOG 66,68 63,77 YMKOG 73,85 73,88 Selisih 7,17 10,10 TerkoreNotasi ksi 73,29 a 74,42 a

Tabel 6 Perbandingan Rerata Terkoreksi Interaksi antara Strategi Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Akademik terhadap Kemampuan Metakognitif
STRATEGI KEMAMPUAN PEMBELAJAAKADEMIK RAN 5=Konvensional Bawah 4=TPS Bawah 4=TPS Atas 5=Konvensional Atas 2=TPS+M Atas 2=TPS+M Bawah CODE 1 8 7 9 3 4 XMKOG 67,20 66,33 68,70 64,45 67,25 45,74 Y M KOG 71,91 71,79 74,66 74,75 75,87 75,21 SELISIH 4,71 5,45 5,95 10,29 8,62 29,46 CORR 71,17 71,37 73,35 75,04 75,11 82,54 N o tasi a a a a a b

lihat pada Tabel 2. Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Kemampuan Metakognitif dan Kemampuan Kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji anakova pengaruh strategi pembelajaran terhadap kemampuan metakognitif diperoleh F hitung sebesar 3,23 dengan angka signifikan 0,01 karena itu, angka signifikan lebih kecil alpha 0,05 maka Ho tidak diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan diterima yang berarti terdapat pengaruh signifikan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M, TPS, dan Konvensional terhadap kemampuan metakognitif. Hasil perbandingan rerata terkoreksi antar strategi pembelajaran terhadap kemampuan metakognitif menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif TPS+M berbeda nyata dengan strategi lainnya. Hal ini berarti bahwa strategi pembelajaran TPS+M lebih berpotensi meningkatkan kemampuan metakognitif bila dibandingkan strategi pembelajaran
194

lainnya. Jika dinyatakan dalam persen, maka kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memiliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS, 9,52% lebih tinggi daripada 7,82% lebih tinggi daripada Konvensional. Jika dibandingkan di antara strategi pembelajaran kooperatif TPS dan Konvensional tidak berbeda nyata dalam meningkatkan kemampuan metakognitif. Hal ini berarti bahwa strategi kooperatif TPS Konvensional mempunyai potensi yang sama. Hasil uji anakova pengaruh strategi pembelajaran terhadap kemampuan kognitif diperoleh nilai F hitung sebesar 13,74 dengan angka signifikan 0,00 karena itu, angka signifikan lebih kecil dari alpha 0,05 maka Ho tidak diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan diterima, hal ini berarti terdapat pengaruh signifikan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M, TPS, dan Konvensional terhadap kemampuan kognitif. Hasil perbandingan rerata terkoreksi antarstrategi pembelajaran terhadap kemampuan kognitif menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif TPS+M berbeda nyata dengan strategi lainnya terhadap kemampuan kog-

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

nitif. Hal ini berarti strategi kooperatif TPS+M secara signifikan memberikan pengaruh lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibandingkan strategi lainnya. Jika dinyatakan dalam persen, maka kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memiliki kemampuan kognitif 39,66% lebih tinggi daripada Konvensional, dan 17,04% lebih tinggi daripada TPS. TPS berbeda nyata dengan strategi pembelajaran Konvensional terhadap kemampuan kognitif. Hal ini berarti strategi kooperatif TPS secara signifikan memberikan pengaruh lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibandingkan Konvensional. Hasil uji anakova pengaruh tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan metakognitif diperoleh nilai F hitung sebesar 0,71 dengan angka signifikan 0,39 karena itu, angka signifikan lebih besar dari alpha 0,05 maka Ho diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan tidak diterima yang berarti bahwa tingkat kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan metakognitif. Hasil perbandingan rerata terkoreksi antara tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan metakognitif menunjukkan bahwa kemampuan akademik atas dan kemampuan akademik bawah tidak berbeda nyata terhadap kemampuan metakognitif. Hal ini berarti bahwa kemampuan akademik atas memberikan pengaruh yang sama dalam meningkatkan kemampuan metakognitif siswa dibandingkan kemampuan akademik bawah. Hasil uji anakova pengaruh tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan kognitif diperoleh F hitung sebesar 14,37 dengan angka signifikan 0,00 karena itu, angka signifikan lebih kecil dari alpha 0,05 maka Ho tidak diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan kognitif. Hasil perbandingan re-

rata terkoreksi antara tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan kognitif menunjukkan bahwa kemampuan akademik atas berbeda nyata dengan kemampuan akademik bawah terhadap kemampuan kognitif. Hal ini berarti bahwa kemampuan akademik atas secara signifikan memberikan pengaruh lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibandingkan kemampuan akademik bawah. Jika dinyatakan dalam persen, maka siswa dengan kemampuan akademik atas memiliki kemampuan kognitif 10,80% lebih tinggi daripada siswa dengan kemampuan akademik bawah. Hasil uji anakova pengaruh interaksi strategi pembelajaran dan tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan metakognitif diperoleh nilai F hitung sebesar 2,03 dengan angka signifikan 0,09 karena itu, angka signifikan lebih besar dari alpha 0,05 maka Ho diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan tidak diterima yang berarti bahwa interaksi strategi pembelajaran dan tingkat kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan metakognitif. Hasil uji anakova pengaruh interaksi strategi pembelajaran dan tingkat kemampuan akademik terhadap kemampuan kognitif diperoleh nilai F hitung sebesar 1,08 dengan angka signifikan 0,37 karena itu, angka signifikan lebih besar dari alpha 0,05 maka Ho diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan tidak diterima yang berarti bahwa interaksi strategi pembelajaran dan tingkat kemampuan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan kognitif. PEMBAHASAN Hasil analisis kovarian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif TPS+M secara signifikan memberikan pengaruh yang
195

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan metakognitif dan kemampuan kognitif, dibandingkan dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS, dan Konvensional. Temuan ini mengungkapkan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan persoalan dengan berlatih berpikir merencanakan bagaimana masalah itu dapat diselesaikan bersama teman lain, kemudian berpikir apakah persoalan itu sudah dapat diselesaikan dengan baik, selanjutnya berpikir apakah tujuan belajarnya telah tercapai, ternyata berdampak pada tindakan siswa lebih kepada tindakan pikiran rasional ketimbang tindakan pikiran emosional. Kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memiliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS, dan 7,82% lebih tinggi daripada Konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa strategi TPS+M ada kecocokan dengan karakteristik siswa di Kalimantan Tengah. Faktor-faktor karakteristik siswa ini, meskipun masih memerlukan penelitian lebih cermat, diduga ikut mempengaruhi kesesuaian penerapan strategi TPS+M lebih tinggi daripada strategi lainnya pada siswa di Kalimantan Tengah. Temuan ini tidak sejalan dengan beberapa pendapat guru dalam Lie (2002) bahwa melaksanakan sistem kerjasama di dalam kelas akan terjadi kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak belajar jika ditempatkan dalam kelompok karena ada siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompok. Namun, temuan penelitian ini mendukung pernyataan Narang (2007) bahwa masyarakat Dayak Kalimantan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan jiwa toleransi yang tinggi serta kooperatif. Demikian pula temuan dalam penelitian ini mendukung pendapat Lie (2002) bahwa hal-hal yang dikuatirkan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar pada kenyataannya tidak terjadi, karena guru yang membelajarkan siswa dengan strategi
196

TPS+M benar-benar telah menerapkan prosedur pembelajaran kooperatif strategi TPS+M yang telah dirancang dalam RPP dan LKS. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil catatan pengamat selama pembelajaran berlangsung dalam satu semester yang mengatakan bahwa tampak ada peningkatan kesadaran dan kontrol diri siswa dalam melakukan proses pembelajaran biologi. Proses berpikir yang mengutamakan tindakan pikiran rasional telah dilakukan siswa dalam strategi TPS+M, baik secara individu maupun dengan pasangannya, bahkan pada saat berbagi kepada kelas melalui presentasi hasil tugas belajar dalam LKS, siswa tetap melakukan pemantauan dan penilaian terhadap hasil diskusi mereka. Hal ini terjadi, karena siswa menyadari bahwa belajar merupakan kebutuhan bagi mereka dalam mempelajari biologi. Temuan ini didukung oleh penilaian guru terhadap siswa menggunakan Rating Scale Kesadaran Metakognitif terungkap bahwa kesadaran metakognitif siswa yang belajar dengan strategi kooperatif TPS+M sudah dapat digunakan secara teratur untuk mengatur proses berpikir dan belajarnya sendiri, serta mampu menggunakannya dengan lancar. Selain itu, hasil refleksi guru pada dirinya dalam butir 3 bahwa guru telah menekankan pengembangan belajar agar siswa aktif sesuai yang diharapkan dalam langkah strategi kooperatif TPS+M menyadarkan siswa akan metakognitif dengan lebih memusatkan perhatian pada kegiatan pembelajaran selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung teori yang menyatakan kemampuan metakognitif dapat diperbaiki agar siswa lebih berfungsi efektif apabila dibelajarkan dengan strategi pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan mengatur dirinya dalam belajar (Blake, Spence, dan Sheila, 1990). Temuan penelitian ini searah dengan hasil penelitian (Corebima & Idrus, 2005; Habibah, 2008: 52) bahwa strategi pembelajaran PBMP+TPS ber-

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

pengaruh terhadap pemahaman konsep dan keterampilan metakognitif, yang menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi 9,16% daripada siswa kelas kontrol. Temuan ini menunjukkan kelas dengan strategi TPS+M memiliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS. Hal ini, karena strategi kooperatif TPS+M yang merupakan kombinasi dari TPS dan metakognitif dapat berperan sebagai sarana bagi siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kecocokan antara strategi kooperatif TPS+M yang digunakan dalam pembelajaran biologi bagi siswa di Kalimantan Tengah, karena strategi kooperatif TPS+M lebih menekankan pada pembiasaan berpikir secara langsung pada siswa melalui aktivitas belajar dengan berpasangan, baik dalam merencanakan aktivitas yang dilakukan maupun memantau dan mengevaluasi hasil kinerja yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah dan melatih keterampilan sosial melalui presentasi kelas. Selain itu, karakteristik siswa di Kalimantan Tengah cenderung aktif jika ada stimulus yang cocok untuk membangkitkan potensinya dan motivasi instrinsik yang telah dimiliki dalam mencapai tujuan belajarnya. Temuan ini, mendukung pernyataan Corebima (2007) bahwa strategi metakognitif adalah strategi yang digunakan siswa atau pebelajar dalam kegiatan pembelajarannya. Selain itu, TPS+M memfasilitasi siswa untuk bekerjasama, yang cocok dengan karakter siswa yang mudah menerima pihak lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini mendukung pernyataan Narang (2007) bahwa masyarakat Dayak Kalimantan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan jiwa toleransi yang tinggi serta kooperatif. Lebih lanjut dikatakan, karakter ini tercermin dalam falsafah Huma Betang, dimana dalam sebuah rumah besar adat tinggal bersama sejumlah keluarga dengan segala perbedaannya: status, sosial, ekonomi maupun agama. Karena itu,

pembelajaran metakognitif melalui TPS+M sangat cocok untuk Kalimatan Tengah yang memiliki keanekaragaman anak suku. Livingston (1997) mengemukakan metakognisi memegang salah satu peranan kritis yang sangat penting agar pembelajaran berhasil. Lebih lanjut, Livingston (1997) menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas seperti merencanakan bagaimana mendekati sebuah tugas belajar tertentu, memantau pemahaman, dan menilai perkembangan menuju penyelesaian sebuah tugas memiliki sifat metakognitif. Strategi metakognitif adalah suatu cara dalam pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan memberdayakan keterampilan berpikir atas bimbingan guru melalui proses yang digunakan siswa dalam mengamati belajar diri sendiri, mengontrol aktivitas kognitif, dan untuk memastikan bahwa sebuah tujuan kognitif terpenuhi. Teori strategi metakognitif dari Flavell dan Brown bahwa ada 3 komponen yang digunakan, yakni perencanaan diri (self-planning), pemantauan diri (self monitoring), dan penilaian diri (self-evaluation). Siswa yang mampu merencanakan perkira-an waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, mengorganisasi materi, dan mengambil langkah yang tepat dalam belajar adalah siswa yang sadar akan kemampuannya. Menurut Rivers (2001), Schraw dan Dennison (1994) siswa yang terampil melakukan penilaian terhadap diri sendiri adalah siswa yang sadar akan kemampuannya. Peter (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognisi memungkinkan siswa berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena siswa di dorong menjadi penilai atas pemikiran dan pembelajarannya sendiri. Keterampilan metakognisi diperlukan siswa untuk memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998). Strategi kooperatif TPS+M membantu pengelolaan belajar pada perencanaan, pemantauan aktivitas kognitif, dan mengevaluasi hasilnya. Hal ini sejalan dengan (Peirce,
197

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

2004) mengemukakan bahwa metakognisi mencakup perencanaan diri pada tujuan, pemantauan diri, dan evaluasi diri selama proses berpikir dan menulis sendiri tentang apa yang dipikirkan. Lebih lanjut, dikemukakan ketika siswa memantau belajar mereka, maka siswa ini menjadi sadar masalah-masalah potensial dalam belajar. Strategi belajar metakognitif yang digunakan siswa, yakni membaca naskah materi, menemukan kata kunci, menulis satu kalimat dengan kata-kata sendiri dari apa yang dipelajari pada jurnal belajar dan LKS, dengan membelajarkan strategi belajar demikian, siswa dapat di dorong pemahamannya. Hasil penelitian ini, senada dengan hasil beberapa penelitian yang dikemukakan oleh Degeng (1989) bahwa tugas membuat ringkasan dari bahan yang dibaca menunjukkan adanya peningkatan perolehan hasil belajar pada siswa. Siswa dapat berpikir tentang proses berpikirnya (Livingston, 1997; Arends, 1998; Peter, 2000) dan menerapkan strategi belajar khusus untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit (Pressley, 1990). Implikasi hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan metakognitif siswa yang berguna bagi siswa mempelajari biologi sehingga hasil belajarnya meningkat. Pada strategi pembelajaran kooperatif TPS+M ini terjadi penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaborasi, refleksi, dan interpretasi dalam menjawab persoalanpersoalan biologi pada LKS melalui kerjasama dengan pasangan kelompok maupun dengan pasangan kelompok lainnya, sedangkan guru menata lingkungan kelas belajar agar siswa termotivasi untuk menggali dan menemukan jawaban persoalan biologi yang diajukan guru kepada mereka. Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa yang membutuhkan saat mereka belajar. Selain itu, guru memotivasi siswa agar menyadari bahwa belajar merupakan kebutuhan bagi mereka dalam mempelajari biologi agar berguna bagi mereka kelak. Pada strategi pembelajaran
198

kooperatif TPS+M ini, pikiran rasional siswa digunakan untuk memaknai dan menginterpretasikan objek pembelajaran. Makna belajar yang dihasilkan dari proses berpikir siswa ditentukan oleh hasil kerjasama dalam kelompok dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa, sedangkan pada strategi pembelajaran konvensional terjadi perolehan pengetahuan pada siswa dari informasi yang disampaikan guru secara sistematis dan terstruktur. Pada strategi pembelajaran konvensional makna belajar yang dihasilkan dari proses berpikir siswa ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan yang berasal dari guru. Pikiran rasional siswa digunakan untuk mencatat semua informasi dari guru. Strategi pembelajaran kooperatif TPS+M berbeda nyata dengan kooperatif TPS terhadap kemampuan kognitif. Hal ini berarti bahwa strategi kooperatif TPS+M secara signifikan memberikan pengaruh lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibandingkan kooperatif TPS. Strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memiliki kemampuan kognitif 17,04% lebih tinggi daripada TPS. Hal ini, karena pada strategi pembelajaran kooperatif TPS+M, siswa dalam memecahkan persoalan dengan berlatih berpikir merencanakan bagaimana masalah itu dapat diselesaikan, kemudian berpikir apakah persoalan itu sudah dapat diselesaikan dengan baik, dan berpikir apakah tujuan belajarnya telah tercapai, sedangkan pada strategi pembelajaran kooperatif TPS tidak memperhatikan terjadinya proses berpikir untuk merencanakan bagaimana penyelesaian masalah, tidak memperhatikan pemantauan hasil belajar telah diselesaikan dengan baik atau belum, dan tidak memperhatikan apakah tujuan belajar sudah tercapai atau belum, tetapi pada kooperatif TPS telah melakukan penyelesaian persoalan yang diajukan guru dalam LKS melalui proses berpikir rasional, berpasangan dalam kelompok dan berbagi kepada pasangan kelompok lainnya.

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Strategi pembelajaran kooperatif TPS+M secara signifikan lebih berpotensi meningkatkan kemampuan metakognitif dibanding strategi pembelajaran lainnya. TPS+M memiliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS, dan 7,82% lebih tinggi daripada Konvensional. Karena itu, strategi TPS+M efektif digunakan membelajarkan siswa di Kalimantan Tengah dalam meningkatkan kemampuan metakognitif dibanding strategi lainnya. Hal ini terkait sekali dengan karakteristik strategi TPS+M yang cocok dengan karakteristik siswa di Kalimantan Tengah. Faktor-faktor karakteristik siswa ini, meskipun masih memerlukan penelitian lebih cermat, diduga ikut mempengaruhi kesesuaian penerapan strategi TPS+M lebih baik daripada strategi lainnya pada siswa di Kalimantan Tengah. Selain itu, juga diduga ikut berpengaruh adalah kesesuaian strategi

TPS+M dengan karakteristik materi pembelajaran. Saran Guru yang mengembangkan kemampuan metakognitif siswa sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M dengan menyertai persyaratan sebelum, saat, dan setelah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1) Guru memberikan pengarahan mengenai pentingnya belajar metakognitif bagi siswa sekarang dan masa mendatang, 2) Guru sebagai teladan bagi siswa membiasakan diri untuk selalu membuat perencanaan diri, monitoring diri, dan evaluasi diri sebelum, saat, dan setelah pembelajaran berlangsung, dan 3) Guru membangun kejujuran, disiplin diri, tanggungjawab dan kerjasama siswa melalui tugas-tugas yang dilakukan siswa dengan memanfaatkan karakteristik yang telah dimiliki siswa.

DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill Companies, Inc. Arends, R. I. 1998. Learning to Teach. New York: Mc Grow Hill. Inc. Corebima, A. D. 2006a. Metakognisi: Suatu Ringkasan Kajian. Makalah disajikan dalam Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru Biologi SMA, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) UNPAR, Palangkaraya, 23 Agustus. Corebima, A. D. & Idrus, A. A. 2006a. Pemberdayaan Dan Pengukuran Kemampuan Berpikir Pada Pembelajaran Biologi. Makalah disajikan dalam International Conference On Measurement And Evaluation In Education, School of Educational Studies University Sains Malaysia Penang, Malaysia, 13-15 February. Corebima, A. D. & Idrus, A. A. 2005b. Pengaruh Pembelajaran berpola PBMP (TEQ) terhadap Kemampuan Berpikir dan Pemahaman Konsep pada Pembelajaran IPA Biologi di Beberapa SMPN Kota dan Kabupaten Malang Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. Email: durancorebima@ yahoo.com.
199

JURNAL PENELITIAN KEPENDIDIKAN, TH. 20, NO. 2, OKTOBER 2010

Costa, A. L. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Dahar, R.W., 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. P2LPTK. Degeng, N. S. 2000. Materi Pelatihan Pekerti. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004 SMA: Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Depdiknas. Dimyati & Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dirkes, M. A. 1998. Selfdirected Thingking In Curriculum Roeper Review, 11 (2), 92-94. Djiwandono, S. E. W., 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia. Eggen, P. D. & Kauhack, D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon. Goleman, D., 2007a. Emotional Intelligence: Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ. Terjemahan oleh Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Habibah, K. N., 2008. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) + TPS (Think Pair Share) Terhadap Kemampuan Berpikir, Keterampilan Metakognitif, dan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII DI SMPN 4 Malang pada Kemampuan Akademik Berbeda. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang. Hollingworth, R. W., & Mcloughlin, C. 2001. Developing Science Students Metacognitive Problem Solving Skills. Journal of Educational Technology. Australian, 17(1), 50-63. Howard, J. B. 2004. Metacognitive Inquiry. School of Education Elon University, (Online), diakses 11 Maret 2006.
200

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur M & Ismono, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Unessa-University Press. Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview, (Online), (http://www.gse.buffalo. edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm), diakses 11 Maret 2006. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Narang, A. T., 2007. Profil Propinsi Kalimantan Tengah, (Online), (http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/agustinteras-narang/mti/mti-36-08.shtml, diakses 23 Agustus 2008. Ponnusamy, R. Tanpa tahun. The Impact of Metacognition And Problem Solving Strategies Among Low-Achievers In History, (Online), diakses 6 Oktober 2007. Peirce, W. 2004. Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and Motivation. A Greatly Expanded Text Version of a workshop Presented November 17, 2004, at Prince Georges Community College. (Online), Diakses, 5 Desember 2006. Peters, M. 2000. Does Constructivist Epistemology Have a Place in Nurse Education. Journal of Nursing Education 39, no. 4: 166-170. Phillips, J. A., Tanpa Tahun. Metakognisi. Malaysia: Faculty of Education, Arts & Social Sciences Open University Malaysia, (Online), (e-mail: johnarul@oum.edu. my . website: http://www.oum.edu.my , diakses 5 Desember 2006). Pressley, M., Tanpa tahun. Metacognition in Literacy Learning: Then, Now, and in the Future. Michigan State University,(Online), (http://www.msularc.org/IsraelBlockChapter.pdf, diakses 13 Mei 2006). Ratumanan, T. G, 2004. Belajar dan Pembelaja-

Yula Miranda, Dampak Pembelajaran Metakognitif dengan Strategi Kooperatif

ran. Edisi Ke-2. Surabaya: Unessa University Press. Rivers, W. Summer . 2001. Autonomy at All Cosis. An Ethnography of Metacognitive Self-Assessment and Self-Management among Experienced Language Leaners. Moderns Language Journal 86, no 2: 279290. Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Schraw, G. 1998. Promoting General Metacognitive Awareness Instructional Science. 26, no 1-2: 13-125. Schraw, G. & Dennison, R. S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psycology 19 no 4. 460-475. Slavin, E. R. 2000, Educational Psychology, The-

ory and Practice. 6th Ed. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn and Bacon. Sudjadi, B. & Laila, S. 2004. Biologi: Sains dalam Kehidupan. Surabaya: Yudhistira. Susilo, H. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Assessmen dalam Strategi Kooperatif. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengembangan Asesmen Autentik dan Kemampuan Berpikir serta Implementasinya dalam Pembelajaran Kooperatif. Universitas Muhammadiyah. Malang. 29Januari. Winarno, R., Susilo, H., Soebagio. 2000. Draft Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Sains dengan Pendekatan STM. Jakarta: Kantor Menristek dan Dewan Riset Nasional LIPI.

201

You might also like