You are on page 1of 45

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang digunakan untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan, batang tanaman tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonimous, 2011). Ampas tebu (bagasse) adalah bahan sisa dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi (pemerahan) niranya. Biasanya dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling. Ampas tebu ini biasanya hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri bahkan dibuang sehingga akan menjadi limbah (Indriani dan Sumiarsih, 2000). Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Ampas tebu tersebut hanya 60% yang dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas dan industri jamur. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 40% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan (Husin, 2007). Ampas tebu mengandung selulosa sekitar 37,65%, pentosan 27,97%, lignin 22,09%, abu 3,82%, SiO2 3,01% dan sari 1,81% (Husin, 2007). Kandungan karbon yang cukup besar dalam ampas tebu tersebut membuat ampas tebu dapat dijadikan adsorben (Wijayanti, 2009). Adsorben adalah suatu zat yang mempunyai sifat mengikat molekul pada permukaan dan sifat ini sangat menonjol pada padatan berpori. Berdasarkan penelitian Ricardo (2009) abu ampas tebu mampu menyerap logam berat timbal 85,716%. Darni dan Vitasari (2006) mengemukakan bahwa arang aktif dari ampas tebu mampu mengurangi logam berat tembaga dalam 12 jam hingga 95,6%, berdasarkan daya adsorpsinya tersebut arang ampas tebu diduga dapat juga digunakan untuk penyerapan logam lain (Darni dan Vitasari, 2006). Sampah merupakan bahan buangan akibat kegiatan masyarakat perkotaan yang harus dikelola dengan sistem pengolahan sampah yang sesuai dan tepat

sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya (Martono, 1996). Salah satu cara menyingkirkan sampah adalah dengan membuangnya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kota Pekanbaru berlokasi di Muara Fajar, kecamatan Rumbai. TPA Muara Fajar berdiri pada tahun 1982 dan memiliki luas halaman kurang dari sembilan hektar. TPA Muara Fajar menampung seluruh sampah yang berada di dalam kota dan sekitarnya. Pada tahun 2009 TPA Muara Fajar setiap harinya menerima sampah sebanyak 126,011 m3 per hari. Pada tahun 2010 TPA Muara Fajar setiap hari menerima sampah sebanyak 179,344 m3 per hari. Pada tahun 2011 hingga bulan februari TPA Muara Fajar setiap harinya menerima sampah sebanyak 265,586 m3 per hari yang berasal dari 12 Kecamatan di Kota Pekanbaru. TPA menerima semua buangan sampah baik sampah organik maupun sampah anorganik. Sampah-sampah organik akan mengalami dekomposisi sampah secara biologis yang menghasilkan gas-gas dan cairan yang disebut dengan air lindi (leachate) (Widyamoko dan Moerdjoko, 2002). Air lindi juga terbentuk akibat masuknya air hujan kedalam timbunan sampah. Air lindi sampah mengandung komponen organik terlarut, komponen anorganik dan logam berat (Maramis dkk, 2006), senyawa-senyawa organik seperti: hidrokarbon, asam humat, fulfat, tanat dan galat dan senyawa anorganik seperti: natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor, sulfat, fosfat, fenol, nitrogen dan senyawa logam berat. Adanya kandungan senyawa-senyawa tersebut menyebabkan air lindi berpotensi menimbulkan pencemaran air yang merusak keseimbangan lingkungan apabila air lindi dibuang kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu, untuk pengawasan terhadap cemaran limbah lindi terhadap lingkungan maka perlu diketahui kandungan beberapa logam seperti Mo, Mg, Mn dan Nitrat serta cara penanganan untuk meremediasi logam tersebut dengan menggunakan arang ampas tebu sebagai adsorben. 1.2. Perumusan Masalah

Air lindi dari TPA Muara Fajar merupakan hasil dekomposisi sampah secara alami oleh mikroorganisme pengurai sehingga air lindi mengandung senyawasenyawa organik dan anorganik, senyawa anorganik seperti mangan, magnesium, molibdenum dan nitrat yang kemungkinan berasal dari pembusukan sampah sisasisa tumbuhan. Senyawa mangan juga diduga terdapat dalam batu baterai bekas dan molibdenum terdapat dalam filamen pada alat-alat listrik. Adanya senyawasenyawa anorganik yang terlarut menyebabkan air lindi berpotensi sebagai pencemar lingkungan, sehingga diperlukan pengawasan terhadap cemaran limbah lindi dengan mengetahui kandungan beberapa logam seperti molibdenum (Mo), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan nitrat (NO3-) serta cara penanganan untuk meremediasi logam tersebut dengan menggunakan arang ampas tebu sebagai adsorben. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dan Spektrofotometer UV-Vis. 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kandungan molibdenum (Mo), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan nitrat (NO3-) yang terdapat dalam air lindi di TPA Muara Fajar Rumbai 2. Menentukan efisiensi penyerapan molibdenum (Mo), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan nitrat (NO3-) pada air lindi di TPA Muara Fajar Rumbai menggunakan ampas tebu yang telah dikarbonisasi.
1.4.

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Pekanbaru dan Laboratorium Pengujian Air Unit Pelaksana Teknis Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, selama 4 bulan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu Tebu adalah tanaman yang termasuk dalam jenis rumput-rumputan bertahun, memiliki batang tinggi dan kokoh, sistem perakaran besar, menjalar, terbagi kedalam ruas-ruas (panjangnya 10-30 cm), menggembung, menggelondong atau menyilindris. Batang tebu memiliki lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan, daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling (Indriani dan Sumiarsih, 2000).

Gambar 1. Tanaman Tebu (Lukito, 2008) Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Slamet, 2004) : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monokotyledone : Poaceae : Saccharum : Saccharum officinarum

Batang tebu digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras kemudian nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir. Dari

proses pembuatan gula tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimous, 2011). 2.1.1 Ampas Tebu Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa dari penggilingan batang tebu, biasanya sisa ampas tebu tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit listrik, bahan baku papan partikel, kertas, media untuk budidaya jamur (Slamet, 2004).

Gambar 2. Limbah Ampas Tebu (Dodo, 2012) Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro. Bagase mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007), sehingga ampas tebu juga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi bioetanol. Selulosa pada ampas tebu diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol, selulosa didegradasi menjadi silosa yang bisa diubah menjadi silitol. Dengan cara ini, produksi etanol per ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat. Dengan konversi ampas dan abu akan dihasilkan lebih dari 2.500 liter etanol per ha (Yulianti, 2010). Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 1. berikut : Tabel 1. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Abu Lignin Selulosa Sari Pentosan SiO2 2.2 Adsorpsi

Kadar (%) 3.82 22.09 37.65 1.81 27.97 3.01

Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik menarik kedalam, karena tidak ada gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mengalami gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi pada absorpsi zat yang diserap masuk kedalam absorben, sedang pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaan nya (Sukardjo, 1989). Jenis adsorpsi ada 2 macam : a. Adsorpsi fisik atau vander waals - Panas adsorpsi rendah (~10.000 kal/mol) - Kesetimbangan adsorpsi reversibel dan cepat b. Adsorpsi kimia atau adsorpsi aktivasi - Panas adsorpsi tinggi (20.000-100.000 kal/mol) - Adsorpsi disini terjadi dengan pembentukan senyawa kimia, hingga ikatan lebih kuat (Sukardjo, 1989). Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi pada permukaan zat padat diantaranya adalah (Benarsconi, 1995) : 1. Jenis adsorben Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan adsorben adalah mempunyai pori-pori, aktif dan murni serta tidak bereaksi dengan adsorbat. 2. a. Jenis adsorbat Syarat-syaratnya antara lain : Ukuran partikel

Molekul yang terserap haruslah mempunyai ukuran partikel yang kecil dari diameter rongga adsorben. b. Jenis kepolaran adsorben Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas yang tinggi. Jika diantaranya sebanding maka molekul-molekul polar lebih kuat terserap dari pada molekul non polar. c. Jenis ikatan Senyawa tidak jenuh lebih mudah diserap dibandingkan senyawa jenuh. d. Berat molekul Senyawa dengan berat molekul yang lebih besar lebih mudah diserap jika dibandingkan dengan senyawa dengan berat molekul rendah. 3. Temperatur Pada adsorpsi fisika kenaikan temperatur menyebabkan adsorpsi menurun. Hal ini disebabkan mobilitas dari atom-atom suatu zat yang diadsorpsi bertambah dengan naiknya temperatur, oleh karena itu zat yang diserap cenderung meninggalkan zat penyerap. Sementara pada adsorpsi kimia, adsorpsi bertambah dengan naiknya temperatur. Kenaikan temperatur juga dapat menyebabkan pori-pori adsorben akan lebih terbuka karena unsurunsur pada permukaan akan teroksidasi. 4. pH Adsorpsi antara fasa padat-cair sangat dipengaruhi oleh pH larutan. Adsorpsi yang dilakukan pada pH yang sangat tinggi cenderung memberikan hasil yang kurang sempurna karena pada kondisi basa terbentuknya senyawa oksida dari unsur-unsur pengotor yang lebih besar sehingga akan menutupi permukaan adsorben. Sedangkan pada pH rendah seringkali terbentuk garamgaram anorganik yang menyebabkan penyerapan kurang sempurna. Proses berlangsungnya adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Benarsconi,1995) : 1. Secara Kontak Langsung (Sistem batch)

10

Pada metoda ini adsorbat langsung dicampurkan dengan adsorben di dalam suatu wadah, setelah waktu tertentu baru dilakukan penyaringan. Adsorbat yang tersisa dianalisa. 2. Secara Perkolasi (sistem Kolom) Pada cara ini adsorbat dilewatkan kedalam kolom yang berisi adsorben. Adsorbat yang keluar ditampung sampai tidak ada lagi asorbat yang menetes. 2.2.1 Adsorben Adsorben adalah zat yang mempunyai sifat yang mengikat molekul pada permukaan dan sifat ini sangat menonjol pada padatan berpori. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu adsorben adalah : Mempunyai permukaan yang luas Memiliki pori-pori Aktif dan murni Tidak bereaksi dengan adsorbat (Subiarto, 2000).

2.3 Sampah 2.3.1 Defenisi Sampah Sampah adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan membahayakan investasi pembangunan, yang timbul dikota. Martono (1996) menambahkan sampah merupakan bahan buangan akibat kegiatan masyarakat perkotaan yang harus dikelola dengan sistem pengolahan sampah yang sesuai dan tepat sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Wahyono mendefinisikan sampah adalah padatan yang sudah tidak terpakai lagi dan dibuang. Ahli kesehatan masyarakat amerika memberi batasan bahwa sampah (waste) merupakan sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang sudah dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Batasan ini sampah merupakan hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna (Sudarwin, 2008 ).

11

2.3.2 Penggolongan Sampah Sampah dapat berasal dari kegiatan sehari-hari atau berasal dari industri, tempat-tempat komersial, pasar, taman dan kebun (Wahyono, 2001). Menurut Purwendro dan Nurhidayat sampah berdasarkan bahan asalnya, sampah dibagi menjadi dua jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik. 1) Sampah Organik Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi organik basah dan organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi . Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sementara bahan yang termasuk dalam sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering diantaranya kertas, kayu atau ranting dan dedaunan kering. Sampah organik mengandung berbagai macam karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan sebagainya. Secara alami, zat-zat tersebut mudah terdekomposisi oleh pengaruh fisik, kimia, enzim yang dikandung oleh sampah itu sendiri dan enzim yang dikeluarkan oleh organisme yang hidup di dalam sampah (Wahyono, 2001). 2) Sampah Anorganik Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal dari bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang termasuk kedalam kategori bisa didaur ulang ini misalnya bahan yang terbuat dari plastik dan logam.

2.3.3 Pengolahan Sampah Sampah di TPA mengalami proses pengolahan yaitu : 1. Sanitary landfill

12

Sanitary landfill merupakan istilah dari bahasa Inggris yang berarti pembuangan akhir sampah di suatu area terbuka skala besar secara sehat atau saniter. Tempat pembuangan itu dirancang untuk sedapat mungkin tidak mencemari lingkungan, misalnya dengan memberi lapisan kedap air pada dasar landfill, membuat saluran air lindi, pemipaan gas dan penutupan dengan lapisan tanah secara reguler (Wahyono, 2001) .

Gambar 3 . Sanitary Landfill (Anonimous, 2010) 2. Pembakaran Sampah (inicerasi) Incinerasi adalah proses pembakaran sampah yang meghasilkan gas dan abu. Sampah yang dibakar umumnya adalah sampah organik. Gas yang dihasilkan adalah karbondiokasida dan gas-gas yang lain yang kemudian dilepaskan ke udara. Sedangkan abunya dibuang ke TPA atau dimanfaatkan menjadi produk berguna dengan dicampur bahan lain. Proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu yang dihasilkan sekecil mungkin dan emisi gas berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses pembakaran antara lain adalah karakteristik sampah, kontrol pembakaran (waktu, turbulensi, dan temperatur), suplai udara (oksigen), bahan bakar yang ditambahkan dan kontrol emisi gas (Wahyono, 2001). Iniserasi memiliki sejumlah output seperti abu dan emisi ke atmosfer berupa gas sisa hasil pembakaran. Sebelum melewati fasilitas pembersihan gas, gas-gas tersebut mungkin mengandung partikulat, logam berat, dioksin, furan, sulfur oksida, dan asam hidroklorat. Dioksin dan furan adalah jenis

13

emisi hasil pembakaran iniserator yanng beresiko terhadap kesehatan. Umumnya, pemecahan dioksin membutuhkan temperatur yang tinggi untuk memicu pemecahan termal terhadap ikatan molekular. Pembakaran plastik yanng tidak mencapai temperatur akan melepaskan dioksin dalam jumlah signifikan keudara (Wikipedia, 2012). Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat stabil dan bersifat lipofilik yaitu tidak mudah larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Karena kestabilan strukturnya ini, maka dioksin sangat berbahaya, sebab tidak mudah rusak atau terurai dioksin dapat berada dalam tanah dan terakumulasi sampai 10-12 tahun.

Gambar 4. Alat Pembakar Sampah (inicerator) (Anonimous, 2010) 3. Pengomposan (composting) Pengomposan adalah proses biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk mengubah limbah padat organik menjadi produk yang stabil menyerupai humus. Proses pengkomposan pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kriteria yakni berdasarkan penggunaan oksigen, suhu dan pendekatan teknik. Jika penggunaan oksigen sebagai dasar, maka pembagiannya adalah aerobik (kondisi dengan menggunakan oksigen) dan anaerobik (kondisi tanpa oksigen). Proses pembuatan kompos secara aerob memanfaatkan jasad renik aerob dan ketersediaan oksigen selama proses berlangsung. Prosesnya biasanya dicirikan oleh suhu yang tinggi, tidak berbau busuk dan dekomposisinya lebih cepat bila dibandingkan dengan proses yang anaerob. Sedangkan proses anaerob, dekomposisinya dilakukan oleh jasad renik anaerob, dimana oksigen (udara)

14

tidak diperlukan lagi. Ciri-ciri dari dekomposisi anaerob adalah suhu rendah (kecuali digunakan panas dari sumber luar), menghasilkan produk yang agak berbau serta prosesnya biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan pengkomposan secara aerob (Wahyono, 2001). Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis besar sebagai berikut : Mikroba aerob Bahan Organik + O2 N, P, K Mikroba anaerob Bahan Organik N, P, K 4. Open dumping Cara open dumping merupakan cara yang paling mudah dan murah dilakukan namun banyak menimbulkan dampak pencemaran. Setelah sampah berada dilokasi TPA sampah dibuang begitu saja. Dampak yang ditimbulkan dari cara ini antara lain bau yang tidak sedap, sampah berserakan, dan memungkinkan menjadi sarang bibit penyakit dan tempat berkembang biak vektor penyakit seperti kecoa, lalat dan tikus (Sudarwin, 2008). CH4 + Hara + Humus H2O + CO2 + Hara + Energi

Gambar 5. Open Dumping (Putra, 2010) 2.4 TPA Muara Fajar

15

Tempat Pembuangan Akhir atau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengendalikan sampah ke lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Menurut Damanhuri Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) adalah tempat untuk menampung sampah dari berbagai lokasi. Penyingkiran dan pemusnahan sampah ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan, karena biayanya relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima limbah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah kota Pekanbaru berlokasi di Muara Fajar, kecamatan Rumbai. TPA Muara Fajar berdiri pada tahun 1982 dan memiliki luas halaman kurang dari sembilan hektar. TPA Muara Fajar setiap hari menampung seluruh sampah yangberasal dari 12 kecamatan. Pada tahun 2009 TPA Muara Fajar setiap harinya menerima sampah sebanyak 126.011 m3 per hari. Pada tahun 2010 TPA Muara Fajar setiap hari menerima sampah sebanyak 179.344 m3 per hari. Dan pada tahun 2011 hingga bulan februari TPA Muara Fajar setiap harinya menerima sampah sebanyak 265.586 m3. Sistem pengolahan sampah di TPA Muara Fajar dilaksanakan dengan dua cara yaitu dengan cara open dumping, yaitu sampah dibuang dan diletakkan begitu saja di tanah lapang dan jurang untuk sampah anorganik sedangkan sampah organik dikelola dengan cara memanfaatkan sampah dijadikan kompos (composting) atau pupuk dengan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu (Asmakarbela, 2010). 2.5 Air Lindi (Leachate) Penimbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping maupun sanitary landfill, pada umumnya menghasilkan pencemar berupa air lindi (Maramis dkk, 2006). Air lindi sampah (leachate) adalah limbah cair yang dihasilkan oleh tempat pembuangan Akhir (TPA) sampah yang mengandung berbagai komponen organik terlarut, komponen anorganik, logam berat dan komponen organik xenobiotic yang biasanya didapatkan dalam konsentrasi rendah namun diduga menimbulkan efek toksik dan genotoksik yang sangat berbahaya (Widyamoko dan Moerdjoko, 2002).

16

Proses dekomposisi sampah organik yang tidak terkendali umumnya berlangsung anaerobik (tanpa oksigen). Dari proses ini timbul gas-gas seperti H2S dan CH4 yang baunya menyengat sehingga proses ini dikenal sebagai proses pembusukan. Dari proses ini timbul pula leachate (air lindi) yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah dan permukaan. Sampah yang membusuk juga merupakan sumber penyakit seperti bakteri, virus, protozoa, maupun cacing (Wahyono, 2001). Pada TPA yang masih beroperasi, Biological Oxygen Demand (BOD) leachate dapat mencapai 2.000-30.000 mg/l, Chemical Oxygen Demand (COD ) antara 3.000-60.000 mg/l dan TOC antara 1.500-20.000 mg/l dengan pH antara 4,5-7,5 (Martono, 1996). Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis sampah dan kondisi spesifik setempat. Lindi yang dibentuk pada berbagai waktu merupakan campuran dari lindi yang berasal dari sampah padat dengan umur yang berbeda (Wirda dan Handayani, 2010). Kepekatan leachate sangat sulit diperkirakan, karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti kandungan air dalam sampah, infiltrasi air, komposisi sampah, proses mikrobiologi di TPA, kedalaman penimbunan dan sistem penutupan (Martono, 1996). Komposisi leachate dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Pelarutan garam dan bahan organik yang ada dalam timbulan sampah akan menimbulkan Na+, Cl-, SO4 di dalam leachate. 2. Biodegradasi dari organik komplek dapat mennghasilkan asam organik sederhana dan nitrogen di dalam leachate. 3. Reduksi kimia dari kondisi anaerobik dapat menimbulkan garam besi di dalam leachate. 4. Penghanyutan debu dan koloid menimbulkan padatan dan turbiditi leachate (Martono, 1996). 2.5.1 Parameter Air Lindi Logam banyak digunakan dalam kehidupan manusia untuk berbagai keperluan. Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa

17

logam baik logam ringan maupun logam berat jumlahnya sangat sedikit di dalam air (Darmono, 1995). Keberadaan logam di lingkungan dapat disebabkan oleh kegiatan perindustrian maupun pertambangan. Logam berat sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis logam yang termasuk dalam logam berat antara lain sebagai berikut : aluminium (Al), antimon (Sb), kadmium (Cd), krom (Cr), kobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), merkuri (Hg), molibdenum (Mo), selen (Se), perak (Ag), tin (Sn), timbal (Pb), vanadium (V), dan seng (Zn).Logam sangat berbahaya bila kadarnya yang terlarut dalam tubuh manusia cukup tinggi atau melebihi ambang batas baku. Logam-logam berat ini bersifat sangat toxic (beracun) yang dapat masuk ke tubuh manusia melalui beberapa cara yaitu dari makanan, melalui pernafasan dan penetrasi melalui kulit (Anonimous, 2011). Air lindi sampah (leachate) adalah limbah cair yang dihasilkan oleh tempat pembuangan Akhir (TPA) sampah. Keberadaan air lindi pada TPA dapat menyebabkan pencemaran air tanah. Terjadinya keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam berat. Toksisitas logam pada makhluk hidup kebanyakan terjadi karena logam berat non essensial, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya keracunan logam essensial yang melebihi dosis (Darmono, 1995).

2.5.1.1 Molibdenum (Mo) Molibdenum adalah logam putih keperakan, yang keras dan berat. Dalam bentuk bubuk, warnanya abu-abu. Logam ini melebur pada 2622 C. Logam ini tahan terhadap alkali dan asam klorida. Asam nitrat encer perlahan-lahan melarutkannya, asam nitrat pekat membuatnya menjadi pasif. Molibdenum dengan mudah larut dalam campuran asam nitrat pekat dan hidrogen fluorida (Vogel, 1990). Molibdenum membentuk senyawa-senyawa dengan bilangan oksidasi +2, +3, +4, +5 dan +6. Dari semua ini yang paling penting adalah molibdat ( dengan

18

bilangan oksidasi +6). Molibdat merupakan garam dari asam molibdat, H2MoO4. Asam ini cenderung untuk berpolimerisasi dengan mengeluarkan molekul-molekul air. Maka, amonium molibdat yang komersial sebenarnya adalah suatu heptamolibdat dalam mana terdapat ion-ion [ Mo7O24]6- atau MoO42- (Vogel, 1990). Dalam jumlah kecil molibdenum efektif untuk penguat baja, untuk peluru,dan filament dalam pemanas listrik. Molibdenum orange digunakan dalam cat, tinta, plastik dan bahan campuran karet. Molibdenum disulfat adalah minyak pelumas yang bagus khususnya pada suhu tinggi. Molibdenum juga digunakan dibeberapa aplikasi elektronik. Lebih dari 66% molibdenum digunakan untuk campuran logam. Molibdenum telah ditemukan disemua kelas organisme. Molibdenum ditemukan pada 2 kelompok enzim, yaitu nitrogenases dan molybdopterins. Debu molybdenum dan bahan-bahan penyusun molibdenum seperti molibdenum trioksidn dan pelarut air molibdates, mungkin beracun jika terhirup atau tertelan. Tes laboratorium menduga perbandingan dengan banyak logam berat, molibdenum merupakan racun yang rendah (Vanila, 2008). 2.5.1.2 Magnesium (Mg) Magnesium adalah logam putih yang dapat ditempa dan liat. Magnesium melebur pada 650oC. Logam ini mudah terbakar dalam udara atau oksigen dengan mengeluarkan cahaya putih yang cemerlang, membentuk oksida MgO dan beberapa nitrida Mg3N2. Logam ini perlahan-lahan terurai oleh air pada suhu biasa, tetapi pada titik didih air reaksi berlangsung dengan cepat : Mg + 2H2 O Mg(OH)2 + H2 Magnesium hidroksida, jika tidak ada garam amonium, nyaris tak larut. Magnesium larut dengan mudah dalam asam : Mg + 2H+ Mg2+ + H2 + 2H2 O Magnesium membentuk kation bivalen Mg2+. Oksida, hidroksida, karbonat,dan fosfatnya tak larut, garam-garam lainnya larut. Rasanya pahit. Beberapa dari garam ini adalah higroskopis (Vogel, 1990). Magnesium merupakan penyusun utama kesadahan dengan ion kalsium. Air yang mempunyai tingkat kesadahan yang terlalu tinggi sangat merugikan karena

19

beberapa hal diantaranya dapat menimbulkan karatan/korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi, menyebabkan sabun kurang membusa sehingga meningkatkan konsumsi sabun, dan dapat menimbulkan endapan atau kerak-kerak di dalam wadah pengolahan. Oleh karena itu air yang akan digunakan untuk industri seharusnya sifat kesadahannya dihilangkan terlebuh dahulu (Fardiaz, 1992). 2.5.1.3 Mangan ( Mn) Mangan adalah logam putih abu-abu, yang penampilannya serupa dengan besi-tuang. Ia melebur pada kira-kira 1250oC. Ia bereaksi dengan air hangat membentuk mangan (II) hidroksida dan hidrogen : Mn + 2H2O Mn(OH)2 + H2 Asam mineral encer dan juga asam asetat melarutkannya dengan menghasilkan garam mangan (II) dan hidrogen : Mn + 2H+ Mn2+ + H2 Bila terserang oleh asam sulfat pekat dan panas, belerang dioksida akan dilepaskan : Mn + 2H2SO4 Mn2+ + SO42- + SO2 Enam oksida mangan yang dikenal orang, MnO, Mn2O3, MnO2, MnO3, Mn2O7, dan Mn3O4. Lima dari oksida-oksida ini mempunyai keadaan oksidasi masing-masing +2, +3, +4, +6, dan +7. Sedang yang terakhir Mn3O4 merupakan mangan (II) mangan (III) oksida (MnO.Mn2O3) (Vogel, 1990). Kation mangan (II) diturunkan dari mangan (II) oksida membentuk garamgaram tak berwarna, meski jika senyawa itu mengandung air kristal, dan terdapat dalam larutan, warnanya agak merah jambu, ini disebabkan oleh adanya ion heksakuomanganat(II), [Mn(H2O6)]2+ (Vogel, 1990). Ion mangan (III) tidak stabil, tetapi ada beberapa kompleks yang mengandung mangan dalam keadaan oksidasi +3. Ia mudah direduksi menjadi ion mangan (II). Meskipun ia dapat diturunkan dari mangan (III) oksida, Mn2O3 (Vogel, 1990). Mangan dioksida digunakan sebagai materi penangkap elektron dalam standar dan komponen kimia yang bersifat alkali yang mempunyai kelembaban

20

rendah uap air dan bisa dibuang atau bisa juga menjadi bahan campuran pada baterai, kramik, gelas kimia, dan lain-lain. Ion mangan berfungsi sebagai faktor penunjang untuk beberapa enzim dalam tubuh makhluk hidup. 2.5.1.4 Nitrat (NO3-) Nitrat merupakan salah satu bagian dari siklus nitrogen. Nitrat bisa berasal dari limbah industri dan limbah rumah tangga. Sumber lainnya yaitu bisa berasal dari pupuk tanah pertanian dan aliran air perkotaan. Dalam sistem biologi, senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen ammonium dan dioksidasi menjadi nitrogen Nitrit dan Nitrat. Nitrogen organik NH4+ NO2- NO3Nitrogen organik akan diubah oleh aktivitas mikroba menjadi ion amonium. Oksidasi ammonium menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi dan berlangsung dibawah kondisi aerobik. Reaksinya adalah sebagai berikut : bakteri NH4+ + 1,5 O2 berkut : bakteri NO2- + 0,5 O2 NO3Bakteri nitrifikasi yang dikenal dan paling penting untuk proses nitrifikasi adalah nitrosomonas yang menngoksidasi amonium menjadi nitrit dan nitrobacter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat (Betty dan Winiati, 1993). Nitrifikasi dapat terjadi lebih cepat dan kuat pada suhu-suhu yang lebih tinggi di negara-negara yang beriklim panas dari pada di negara-negara yang lebih dingin karena aktivitas bakteri lebih besar pada suhu-suhu yang lebih tinggi (Mahida, 1993). Di perairan bila kandungan nitrat serta nutrien lainnya lebih tinggi, maka pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terkendali (keadaan eutrop), sehingga dapat menghabiskan oksigen terlarut diperairan dalam proses pernafasan atau bila 2 H+ + NO2- + H2O Sedangkan nitrit dapat dioksidasi menjadi nitrat dengan reaksi sebagai

21

tanaman tersebut mati juga memerlukan oksigen untuk proses pembusukannya. Selain bisa mengakibatkan pendangkalan, keadaan ini air (Alaert dan Santika, 1987). Salah satu bentuk penentuan nitrat adalah dengan metoda brusin. Prinsipnya adalah pembentukan warna kuning yang terjadi yang kemudian diukur intensitas warnanya dengan spektrofotometer. 2.6 Prinsip Analisis 2.6.1 Analisis Molibdenum (Mo) Penentuan molibdenum dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala. Prinsipnya adalah analit logam molibdenum dalam nyala nitrogen asetilen diubah menjadi bentuk atomnya, menyerap energi radiasi elektromagnetik yang berasal dari lampu katoda dan besarnya serapan berbanding lurus dengan kadar analit. Penentuan kadar logam molibdenum (Mo) dengan panjang gelombang 313,3 nm. 2.6.2 Analisis Magnesium (Mg) Penentuan magnesium dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala. Prinsipnya adalah analit logam magnesium dalam nyala udara asetilen diubah menjadi bentuk atomnya, menyerap energi radiasi elektromagnetik yang berasal dari lampu katoda dan besarnya serapan berbanding lurus dengan kadar analit. Penentuan kadar logam magnesium (Mg) total dengan panjang gelombang 285,2 nm. 2.6.3 Analisis Mangan (Mn) Penentuan mangan dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala. Prinsipnya adalah analit logam mangan dalam nyala udara asetilen diubah menjadi bentuk atomnya, menyerap energi radiasi elektromagnetik yang berasal dari lampu katoda dan besarnya serapan berbanding lurus dengan kadar analit. Penentuan kadar logam mangan (Mn) total dengan panjang gelombang 279,5 nm. juga bisa mengganggu kehidupan biota diperairan tersebut, karena kurangnya kadar oksigen terlarut dalam

22

2.6.4. Analisis Nitrat (NO3-) Penentuan nitrat adalah dengan metoda brusin. Prinsipnya adalah pembentukan warna kuning yang terjadi yang kemudian diukur intensitas warnanya dengan spektrofotometer. Penentuan konsentrasi nitrat dilakukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang optimum 410 nm.
2.7

Spektrofotometer Sinar Tampak Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Day dan Underwood, 2002). Spektrofotometri sinar tampak adalah suatu cara analisis kimia kualitatif dan kuantitatif berdasarkan penyerapan energi radiasi sinar oleh larutan berwarna pada panjang gelombang tertentu. Dengan mengukur intensitas warna yang diserap sampel dan membandingkannya dengan larutan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan (Day dan Underwood, 2002). Hubungan antara energi yang diserap dan panjang gelombang yaitu: E = h.v atau E = h.c

Dalam hal ini, E = energi (erg), h = konstanta plank (6,624x10-27 erg/s), v = frekuensi (Hz), c = kecepatan cahaya (3x1010 cm/s) dan = panjang gelombang (nm). Banyaknya sinar yang diserap (I), sebanding dengan konsentrasi larutan yang dilaluinya (I0), sedangkan konsentrasi sampel berbanding terbalik dengan transmitan (T), hal ini dapat dilihat pada hukum Lambert Beer berikut:

23

T=

I I0

T = e abc Transmitan sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorban (A) suatu larutan yang dinyatakan persamaan: A = -log T = log I I0

Berbeda dengan transmitan, absorban larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan b dan konsentrasi c. A = abc = bc Keterangan: A = absorbansi a = absortivitas jika c = g/L b = panjang jalan sinar melewati sampel (cm) c = konsentrasi (mg/L) = absortivitas molar jika c dalam mol/L Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert beer adalah (Hendayana, 1994) Konsentrasi larutan harus rendah (<0,01 M)

Zat yang diukur harus stabil Sinar yang dipakai harus monokromatis Larutan yang diukur harus jernih Cara kerja spektrofotometri adalah sebagai berikut: mula-mula lampu memancarkan sinar UV atau sinar tampak tergantung dari macam larutan yang akan diukur. Sinar tersebut melewati prisma (monokromator), sehingga dihasilkan gesekan sinar monokromatis. Setelah itu sinar melewati larutan yang berada dalam kuvet sehingga terjadi absorbsi. Sinar yang diteruskan (I) mempunyai intensitas yang lebih kecil dibandingkan dengan intensitas mula-mula (I0). Sinar dengan intensitas I tersebut diteruskan sampai kedetektor, sehingga menyebabkan perubahan energi, dari energi kimia menjadi energi listrik. Energi tersebut kemudian dilipat gandakan didalam amplifier dan masuk kedalam pencatat

24

(recorder), sehingga mampu menggerakkan jarum atau sistem digital. Didalam pencatat dapat dibaca harga absorban atau transmitan (Hendayana, 1994). 2.7.1 Peralatan Spektrofotometer Sinar Tampak

Diagram spektrofotometer sinar tampak dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber Cahaya

Monokromator

Kuvet

Rekorder

Amplifier

Detektor

Gambar 8 . Blok Diagram yang Menunjukkan Komponen Spektrofotometer (Tim Analitik, 2011). Komponen yang penting sekali dari suatu spekrofotometer yaitu sebagai berikut : 1. Sumber Cahaya Sumber energi cahaya yang biasa digunakan adalah lampu wolfram, dimana untuk mendapatkan reaksi yang stabil pada lampu wolfram digunakan stabilizer. Sumber cahaya pada daerah ultraviolet yang biasa digunakan yaitu lampu deuterium. Pada beberapa spektrofotometer bisa memiliki lampu wolfram dan lampu deuterium yang digunakan secara bergantian untuk menghasilkan sinar tampak dan sinar ultraviolet. 2. Monokromator Monokromator digunakan untuk mendapatkan sinar yang monokromatis. Monokromator yang digunakan dapat berupa prisma atau grating. Pada sinar tampak, prisma yang biasa digunakan terbuat dari kaca. 3. Kuvet Kuvet merupakan tempat untuk menaruh sampel pada spektrofotometer. Kuvet untuk sinar tampak dapat terbuat dari kaca dan untuk daerah ultraviolet biasanya terbuat dari kuarsa. Ketebalan dari kuvet yang biasa digunakan

25

sebesar 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang beraneka ragam, mulai dari ketebalan yang sangat pendek kurang dari 1 cm hingga 10 cm. Kuvet biasa berbentuk persegi panjang atau berbentuk silindris. 4. Detektor Peran detektor pada spektrofotometer adalah memberikan respon terhadap sinar pada berbagai panjang gelombang. Detektor yang digunakan sebaiknya memiliki kepekaan yang tinggi, waktu respon yang cepat, dan kestabilan tinggi. Pada spektrofotometer sinar tampak dan ultraviolet detektor yang digunakan yaitu detektor fotolistrik. 5. Rekorder Sinyal listrik yang telah diperkuat oleh amplifier diteruskan ke piranti baca sehingga mampu menggerakkan jarum pada sistem analog atau sistem digital. Sinyal listrik ini yang pada akhirnya dibaca dalam bentuk absorban atau transmitan (Day dan Underwood, 2002). 2.8 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalnya natrium menyerap pada panjang gelombang 589,0 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

Gambar 6. Spektofotometri Serapan Atom (Anonimous, 2010)

26

Dalam analisa unsur, sampel harus diuraikan dalam bentuk netral terikat dasar dan atom netral yag berada dalam keadaan dasar ini harus dispersikan sedemikian rupa kedalam berkas sinar (radiasi) yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang yang tepat sama pada proses absorpsinya. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu katoda berongga (Hallow Chatode Lamp). Dengan mengukur intesitas radiasi yang diteruskan maka konsentrasi unsur dalam larutan dapat diketahui (Khopkar, 2007). Pada spektrofotometri serapan atom, atom-atom mengalami atomisasi (pengatoman), dalam absorpsi atom disosiasi partikel padat yang terbentuk oleh penguapan pelarut dari dalam larutan sampel yang telah dikabutkan. Pada temperatur tanur atau nyala yang lazim, menghasilkan terutama atom, bukan ion (pengionan yang cukup banyak biasanya terjadi hanya pada temperatur yang lebih tinggi dari pada yang biasa digunakan). Kepekaan analisis SSA cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisa cuplikan pada konsentrasi yang sangat kecil. Selain itu, bila sampel tercampur dengan logam berat lainnya, maka tidak perlu dilakukan pemisahan karena logam tertentu hanya akan menyerap sinar monokromatis pada panjang gelombang tertentu saja.

2.8.1 Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Peralatan SSA dapat dilihat pada gambar berikut :

27

Hollow Cathode Lamp

Flame

Entrance slit
Monochromator Burner

Exit slit

Photodetector

Nebulizer Amplifier Meter Readout


Acetylene

Air

Waste

Sample Solution

Gambar 7. Diagram Peralatan SSA (Tim Analitik, 2011) Secara garis besar peralatan spektrofotometer serapan atom (SSA) terdiri dari 5 komponen dasar yaitu: 1. Sumber cahaya Sumber cahaya yang sering digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Chatode Lamp) yang terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis, sedangkan tabung lampu diisi dengan gas neon atau argon. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 2007). 2. Sistem atomisasi Pada spektrofotometri serapan atom, atom-atom mengalami atomisasi (pangatoman), dalam absorpsi atom, disosiasi partikel padat yang terbentuk oleh penguapan pelarut dari dalam larutan sampel yang telah dikabutkan. Pada temperatur tanur atau nyala yang lazim, menghasilkan terutama atom, bukan ion (pengionan yang cukup banyak biasanya terjadi hanya pada temperatur yang lebih tinggi dari pada yang biasa digunakan) (Day dan Underwood, 2002). 3. Monokromator

28

Monokromator adalah suatu piranti dalam spektrofotometer yang berfungsi untuk megisolasi suatu pita dengan panjang gelombang yang sempit dari dalam semua energi cahaya yang memasukinya. Segi yang penting sekali adalah suatu unsur dispersif (prisma atau kisi difraksi) dan suatu sistem celah (Day dan Underwood, 2002). 4. Detektor Suatu piranti dalam dalam spektrofotometer yang mengubah energi radiasi menjadi energi listrik, yang memberikan isyarat listrik yang berhubungan dengan daya radiasi yang diabsorpsi oleh permukaan yang peka (Day dan Underwood, 2002). 5. Rekorder Berfungsi untuk mencatat hasil dalam satuan absorbansi ataupun bentuk kromatogram.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan

29

3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)-nyala AA-6800-SHIMADZU, Hollow Cathode Lamp (HCL), spektrofotometer (Thermoscientific Genesys 20), pH meter, statip dan klem, timbangan analitik, pemanas listrik (502 Series), spatula, kertas Wathman 42, botol semprot dan peralatan gelas standar laboratorium. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu, asam nitrat (HNO3) pekat, air bebas mineral, kertas saring berukuran pori 0,45m, kalsium karbonat (CaCO3), HCl (1+5), HCl (1+1), (NH4)2MoO4 , Al(NO3)3.9H2O, NaCl 30 %, Na2S2O3, H2SO4, metilen biru, KI, K2Cr2O7 dan LaCl3. 3.2 Karakeristik Adsorben Arang Ampas Tebu 3.2.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu Ampas tebu dikumpulkan dari pasar-pasar tradisional di pekanbaru. Ampas tebu dicuci dan dikeringkan, kemudian dipotong-potong dan dihaluskan sehingga menjadi bentuk bubuk. Kemudian bubuk dikarbonisasi dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Arang yang lolos pada ayakan 100 mesh siap dikumpulkan dan siap dikarakterisasi serta digunakan sebagai penyerap ion logam Mo, Mg, Mn dan NO3-. 3.2.2 Penentuan Kadar Abu Cawan porselen kosong dikonstankan dengan pemanasan pada suhu 100105oC selama dua jam kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah dingin lalu ditimbang. Cawan yang telah diketahui beratnya diisi dengan 2 gram sampel dan ditutup. Kemudian dibakar dalam furnace dengan suhu 800oC selama 6 jam. Setelah sampel menjadi abu, kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang hingga konstan. 3.2.2. Adsorpsi Arang Ampas Tebu Terhadap Iodium Sebanyak 0,5 g arang ampas tebu diambil dan ditambahkan 50 mL larutan iodium 0,1 N kemudian diaduk selama 15 menit dan disentrifugal selama 15 menit.

30

Kemudian diambil 10 mL larutan filtrat dan dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N. Jika warna kuning telah samar ditambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator. Titar kembali dengan teratur sampai warna biru hilang. Iodium yang teradsorpsi (mg/L) = Keterangan : V1 V2 N1 N2 w 3.2.3 = Larutan iodium yang dianalisa (mL) = Larutan natrium tiosulafat yang diperlukan (mL) = Normalitas iodium = Normalitas larutan natrium tiosulfat = Berat sampel (gram) Adsorpsi Metilen Biru Oleh Arang Ampas Tebu Peralatan Spektrofotometer sianar tampak diatur kira-kira 30 menit sebelum pengukuran, untuk mendapatkan kestabilan alat. Secara bergantian dimasukkan blanko dan larutan metilen biru 5 ppm pada variasi panjang gelombang 620-690 nm. Dari hasil pengukuran dibuat kurva antara absorbansi dengan panjang gelombang. 3.2.3.2 Kestabilan Warna Metilen Biru Alat distabilkan terlebih dahulu dengan akuades. Kemudian digunakan untuk mengukur absorbansi larutan metilen biru 5 ppm. Pengukuran dilakukan selama 30 menit dengan interval waktu selama 1 menit, pada panjang gelombang maksimum. Data hasil pengukuran dibuat kurva antara absorbansi terhadap waktu. 3.2.3.3 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Metilen Biru Larutan metilen biru disiapkan dengan beberapa konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dan akuades sebagai blanko. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimum. Rentang waktu pengukuran absorbansi larutan metilen biru dilakukan selama interval kestabilan warna yang telah ditunjukkan oleh kurva kestabilan. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi metilen biru dengan absorbansinya. 3.2.3.4 Adsorpsi Arang Ampas Tebu Terhadap Larutan Metilen Biru

3.2.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Optimum Metilen Biru 5 ppm

31

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 mL larutan metilen biru 5 ppm kedalam setiap sampel, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 15 menit, lalu disentrifugal selama 15 menit. Filtrat diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditentukan sebelumnya. Daya serap metilen biru : Keterangan : Xo X1 V w 3.3 = Konsentrasi awal (ppm) = Konsentrasi akhir (ppm) = Volume larutan (L) = Berat sampel (gram) Teknik Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah ampas tebu dari pasar-pasar tradisional di Pekanbaru dan air lindi yang dihasilkan TPA Muara Fajar Rumbai. Pengambilan sampel air lindi dilakukan secara random sampling. Sampel yang digunakan adalah sampel air lindi yang terdapat dalam kolam penampungan air lindi. Dalam satu kolam lindi ditentukan 8 titik pengambilan sampel kemudian sampel dari titik-titik tersebut dikompositkan menjadi satu sampel seperti pada Gambar 9. Kemudian dilakukan analisis in-situ dengan mengukur suhu, pH, TDS, dan TSS. Xo X1 w x V

S4 S1 S2

S6

S7 S5 S3

S8

Gambar 9. Lokasi Pengambilan Sampel Pada Kolam Penampungan Lindi.

S1

32

3.4 Penanganan Sampel Air Lindi Sampel dipisahkan berdasarkan analisis yang akan ditentukan:
1.

Untuk analisis kandungan logam molibdenum (Mo), magnesium (Mn), dan mangan (Mn) sampel terlebih dahulu harus diawetkan dengan penambahan HNO3p hingga pH sampel < 2.

2.

Untuk analisis nitrat (NO3-) tidak ditambahkan pengawet.

3.5 Analisis Konsentrasi Molibdenum, Magnesium, Mangan dan Nitrat Air Lindi TPA Muara Fajar Sampel air lindi dari TPA Muara Fajar disaring menggunakan kertas Wathman 42. Setelah warna air lindi lebih jernih dilakukan analisis molibdenum, magnesium dan nitrat dengan SSA, nitrat dengan Spektrofotometer UV-Vis. Dari analisis tersebut diperoleh konsentrasi molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat pada air lindi di TPA Muara Fajar.

3.6

Pembuatan Larutan Simulasi Penyerapan Molibdenum, Magnesium, Mangan dan Nitrat Oleh Arang Ampas Tebu Larutan simulasi dibuat dari larutan standar molibdenum, magnesium,

mangan dan nitrat. Larutan simulasi dibuat sebanyak 200 mL dengan konsentrasi molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat yang sama dengan konsentrasi pada analisis awal air lindi di TPA Muara Fajar. 3.7 Adsorpsi Arang Ampas Tebu Terhadap Molibdenum, Magnesium, Mangan dan Nitrat Pada Air Lindi 3.7.1 Penentuan Jumlah Adsorben Optimum Pada Larutan Murni Arang ampas tebu diambil sebanyak 0,5, 1, 1,5 dan 2 gram kemudian dimasukan ke dalam 3 Erlenmeyer 50 mL masing-masingnya. Larutan simulasi ditambahkan sebanyak 20 mL ke setiap gelas piala yang berisi arang ampas tebu. Campuran tersebut dibiarkan selama 300 menit. Selanjutnya campuran disaring dan

33

filtratnya diambil untuk analisis molibdenum, magnesium, mangan dengan SSA, dan nitrat dengan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai adsorban yang diperoleh, dimasukan ke dalam persamaan regresi linier untuk masing-masing parameter analisis untuk mendapatkan konsentrasi dari masing-masing parameter tersebut. Jumlah adsorben optimum dapat diketahui dengan membuat grafik antara molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat yang diserap (mg/g) terhadap jumlah adsorben (g), yaitu jumlah minimum adsorben arang ampas tebu menyerap tembaga molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat secara maksimum pada larutan murni (Sugiarta dkk, 2011). 3.7.2 Penentuan Waktu Kontak Optimum Ke dalam 3 buah Erlenmeyer 50 mL, masing-masing dimasukan arang ampas tebu sesuai jumlah adsorben optimum. Kemudian larutan simulasi ditambahkan sebanyak 20 mL kedalam masing-masing Erlenmeyer tersebut. Campuran dibiarkan selama 180, 210, 240 dan 270 menit. Selanjutnya campuran disaring dan filtratnya diambil untuk analisis molibdenum, magnesium, mangan dengan SSA, dan nitrat dengan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai adsorban yang diperoleh, dimasukan ke dalam persamaan regresi linier untuk masing-masing parameter analisis untuk mendapatkan konsentrasi dari masing-masing parameter tersebut. Waktu kontak optimum dapat diketahui dengan membuat grafik antara molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat yang diserap (mg/g) terhadap jumlah adsorben (g), yaitu jumlah minimum adsorben arang ampas tebu menyerap molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat secara maksimum pada larutan murni (Sugiarta dkk, 2011). 3.7.3 Adsorpsi Arang Ampas Tebu Pada Air Lindi Dengan Kondisi Optimum Arang ampas tebu diambil sebanyak jumlah adsorben optimum kemudian dimasukan ke dalam Erlenmeyer 50 mL. Sampel air lindi ditambahkan sebanyak 20 mL ke dalam Erlenmeyer tersebut. Campuran dibiarkan selama waktu optimum.

34

Campuran disaring dan filtranya diambil untuk analisis analisis molibdenum, magnesium, mangan dengan SSA, dan nitrat dengan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai adsorban yang diperoleh, dimasukan ke dalam persamaan regresi linier untuk masing-masing parameter analisis sehingga diperoleh konsentrasi dari molibdenum, magnesium, mangan dan nitrat pada air lindi TPA Muara Fajar. 3.8 3.8.1 3.8.1.1 Analisis Sampel Penentuan Molibdenum Persiapan Contoh Uji Molibdenum (APHA-AWWA, 1998)

Sebanyak 100 mL contoh uji yang sudah dikocok, dimasukkan kedalam gelas piala dan dihomogenkan. Al(NO3)3.9H2O ditambahkan sebanyak 2 mL. Panaskan contoh larutan uji hingga hampir kering. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring, tepatkan hingga tanda batas kemudian homogenkan. 3.8.1.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.8.2 Larutan blanko dimasukkan kedalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan standar Mo diambil dengan konsentrasi 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 313.3 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi. Larutan blanko dimasukkan ke dalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan contoh uji diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 313.3 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi Penentuan Magnesium dengan SSA (SNI 06-6989.55-2005)

3.8.1.3 Pengukuran Contoh Uji

3.8.2.1 Persiapan Contoh Uji Magnesium Total

35

Contoh uji yang sudah dikocok sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam gelas piala dan dihomogenkan. Asam klorida ditambahkan sebanyak 2 mL. Panaskan contoh larutan uji hingga hampir kering. Larutan klorida lantan ditambahkan sebanyak 1 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring, tepatkan hingga tanda batas kemudian homogenkan.

3.8.2.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.8.3


Larutan blanko dimasukkan kedalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan standar Mg diambil dengan konsentrasi 0.00 ppm, 0.1 ppm, 0.2 ppm, 0.3 ppm, dan 0.4 ppm. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 285,2 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi. Larutan blanko dimasukkan ke dalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan contoh uji diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 285,2 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi. Penentuan Mangan dengan SSA ( SNI 6989.5:2009 ) Contoh uji diambil sebanyak 50 mL, dihomogenkan dalam gelas piala 100 mL atau erlenmeyer 100 mL. HNO3p ditambahkan sebanyak 5 mL, tutup dengan kaca arloji bila menggunakan gelas piala dan apabila menggunakan erlenmeyer tutup dengan corong.

3.8.2.3 Pengukuran Contoh Uji

3.8.3.1 Persiapan Contoh Uji Mangan Total

Panaskan hingga sisa volumenya 15 - 20 mL.

36

Jika tidak jernih, ulangi tahapan kedua dan panaskan lagi. Lakukan proses ini berulang sampai semua logam terlarut, yang terlihat dari endapan dalam contoh uji menjadi agak putih atau contoh uji menjadi jernih.

Masing-masing contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL dan tepatkan hingga tanda batas, kemudian homogenkan. Contoh uji siap digunakan.

3.8.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.8.4 Larutan blanko dimasukkan kedalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan standar Mn diambil dengan konsentrasi 0,0 ppm; 0,1 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 5 ppm dan 10 ppm. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi. Larutan blanko dimasukkan kedalam SSA nyala, absorbansinya diukur hingga nol. Larutan contoh uji diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 279,5 nm. Kurva kalibrasi dibuat antara absorbansi dan konsentrasi. Penentuan Nitrat Dengan Metoda Brusin Sulfat (SNI 06-2480-1991) Larutan standar 1,0 ppm sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL. Larutan NaCl 30% ditambahkan 2 mL dan 10 mL larutan H2SO4 (4:1), aduk perlahan-lahan dan biarkan dingin. Larutan campuran brusin-asam sulfanilat ditambahkan 0,5 ml, diaduk perlahan-lahan dan panaskan diatas penangas air pada suhu 95C selama 20 menit kemudian dinginkan.

3.8.3.3 Pengukuran Contoh Uji

3.8.4.1 Penentuan Waktu Kestabilan Warna

37

Larutan dimasukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer dan ditentukan waktu kestabilan warnanya pada panjang gelombang 630 nm dimulai dari 0 hingga 10 menit dengan selang waktu 1 menit.

Grafik dibuat antara absorbansi dengan waktu kestabilan warna. Larutan standar 1,0 ppm sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL. Larutan NaCl 30% ditambahkan 2 mL dan 10 mL larutan H2SO4 (4:1), aduk perlahan-lahan dan biarkan hingga dingin. Campuran brusin-asam sulfanilat ditambahkan 0,5 mL, diaduk perlahanlahan dan panaskan diatas penangas air pada suhu 95C selama 20 menit kemudian dinginkan.

3.8.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Larutan dimasukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer dan ditentukan serapan maksimum pada panjang gelombang 385 nm hingga 435 nm dengan selang panjang gelombang 5 nm pada waktu kestabilan warna.

Grafik dibuat antara absorbansi dengan panjang gelombang. Sebanyak 10 mL larutan baku 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; dan 2,00 ppm dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL. Larutan NaCl 30% ditambahkan 2 ml dan 10 mL larutan H2SO4 (4:1), aduk perlahan-lahan dan biarkan hingga dingin. Campuran brusin-asam sulfanilat ditambahkan 0,5 mL, diaduk perlahanlahan dan panaskan diatas penangas air pada suhu 95C selama 20 menit kemudian dinginkan.

Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan dimasukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer, serapannya dibaca dan dicatat pada panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna yang didapat. Kurva kalibrasi dibuat, dan persamaan regresi linier dari data yang didapat.

38

3.8.4.4 Penentuan Kadar Nitrat Dalam Sampel Masing-masing sampel dimasukkan sebanyak 10 mL dan air suling kedalam erlenmeyer 50 mL. Larutan NaCl 30% ditambahkan 2 mL dan 10 mL larutan H2SO4 (4:1), diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan hingga dingin. Campuran brusin-asam sulfanilat ditambahkan 0,5 mL, diaduk perlahanlahan dan panaskan diatas penangas air pada suhu 95C selama 20 menit kemudian dinginkan. Larutan dimasukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer, serapannya dibaca dan dicatat pada panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna yang didapat. Kadar nitrat dalam sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang sudah dibuat dalam satuan mg/L. 3.9 Analisis Data Data dari hasil penentuan kandungan molibdenum (Mo), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan nitrat (NO3-) pada air lindi di TPA Muara Fajar yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t berpasangan dan data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

DAFTAR PUSTAKA

39

Asmakarbela. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkunga Dengan Penyakit Cacing (Soil Transmitted Helminths) pada Pemulung Sampah di Kelurahan Muara Fajar Kec Rumbai Kota Pekanbaru. Program Pascasarjana Universitas Riau, Pekanbaru Astuti, D. 2008. Analisis Kualitas Air Lindi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo Mojosongo Surakarta. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, Surakarta. Benarsconi, G, dkk. 1995. Teknologi Kimia. Pradnya Paramita, Jakarta Damanhuri, E. 1993. Peranan Biodegradasi Sampah Dalam Mempercepat Stabitas Lahan. PAU Bioteknologi, ITB. Bandung. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI-press, Jakarta. Day, R.A. dan A.L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru. 2011 Dodo. 2012. Galeri. http://www.padangmedia.com/index.php?mod=galeri. Tanggal Akses 20 Februari 2012. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisus, Yogyakarta. Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Edisi kesatu. IKIP Semarang Press. Husin, A. 2007. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/puskim/Homepage%20Modul003/ . Tanggal Akses 20 Februari 2012. Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta. Lukito,A. 2008. Tebu (Sugar cane).http://arluki.wordpress.com/2008/10/14/tebusugarcane. Tanggal Akses 10 Februari 2012. Malau, K.M. 2009. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Papan Partikel. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

40

Maramis, A.A. Kristijanto, I.A. Notosoedarmo, S. 2006. Sebaran Logam Berat dan Hubungannya Dengan Faktor Fisiko-Kimiawi Di Sungai Kreo Dekat Buangan Air Lindi TPA Jatibarang Kota Semarang. Akta Kimindo 1(2):9398. Martono, D.H. 1996. Pengendalian Air Kotor (Leachate) Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Analisis Sistem 3:44-47. Munadzir. 2011. Abu Ketel sebagai Absorban Zat Warna Limbah Tekstil. http://muneiz.aplikasi.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Tanggal akses 20 Februari 2012. Purwendro, S. dan Nurhidayat. 2007. Mengolah Sampah Untuk Pupuk dan Pestisida Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Putra, R.E. 2010. Teknik Pengolahan Sampah. http://rezaekaputra.wordpress.com/2010/09/15/mengembangkan-teknikpengolahaan-sampah-ideal-yang-mampu-mefasilitasi-kehidupan-masyarakat/. Tanggal Akses 20 Februari 2012.

Slamet. 2004. Tebu (Saccarum Officinarum). http://warintek. progresio.or.id/perkebuanan/warintek/merintisbisnis/progresio.html. Tanggal Akses 20 Februari 2012. Subiarto. 2000. Pengolahan Limbah Radioaktif SR-90 Dengan Arang Aktif Lokal Dengan Metode Kolam. Uspen P2PLR-Batan. Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb Dan Cd) Pada Sedimen Aliran Sungai Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jati Barang Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. PT. Bina Aksara, Jakarta. Tim Analitik. 2011. Diktat Praktikum Kimia Analisis Spektrofotometri. FMIPAUR, Pekanbaru. Vanila, A. 2008. Unsur Golongan VI b. http://BundaOry.wordpress.com/golvi. Tanggal Akses 10 Maret 2012. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semi Mikro.Edisi Ke 5 Bag.1. Terjemahan L. Setioso, A. Hadyana dan pudjaatmaka. PT. Kalman media pusaka, Jakarta. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semi Mikro.Edisi Ke 5 Bag.2. Terjemahan L. Setioso, A. Hadyana dan pudjaatmaka. PT. Kalman media pusaka, Jakarta.

41

Wahyono, S. 2001. Pengolahan Sampah Organik Dan Aspek Sanitasi. J Teknologi Lingkungan 2(2):113-118. Widyamoko, H. dan Moerdjoko. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Abdi Tandur, Jakarta. Wijayanti, R. 2009. Arang Aktif Dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. FMIPA-IPB, Bogor. Wikipedia. 2011. Tebu. http://id.wikipedia.org/wiki/Tebu. Tanggal akses 20 februari 2012 Wirda, F.R. dan Handayani, M. 2010. Penyisihan Senyawa Organik Pada Biowaste Fasa Cair Pencuci Pada Rasio 1:2 Dalam Reaktor Batch. Fakultas Teknil Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Bandung. . 2010. Dari Open Dumping Ke Controlled Landfill Lalu Sanitary Landfill.http://sanitasi.or.id/index.php? option=com_content&view=article&id=351:dari-open-dumping-kecontrolled-landfill-lalu-sanitarylandfill&catid=55:berita&Itemid=125.Tanggal Akses 20 Februari 2012. . 2010. Spektrofotometer Serapan Atom.

http://chicamayonnaise.blogspot.com/2010/03/spektrofotometri-serapanatom-. Tanggal Akses 20 Februari 2012. . 2011. Pabrik Sampah. http://www.klikunic.com/2011/11/pabrikpembakaran-sampah-maishima-di.html. Tanggal Akses 20 Februari 2012. . 2011. Dampak Pembakaran Sampah. http://www.bapedalda-diy.go.id. Tanggal Akses 20 Februari 2012. . 2011. Pencemaran Logam Berat.

http://chemadi.wordpress.com/2011/02/09/pencemaran-logam-berat-2/. Tanggal Akses 10 Maret 2012.

Lampiran 1

42

Pembuatan Larutan a. Cara Uji Molibdenum (Mo) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) (APHA-AWWA, 1998) Pembuatan larutan induk molibdenum. Sebanyak 0,2043 g (NH4)2MoO4 ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL homogenkan hingga tanda batas. b. Cara Uji Magnesium (Mg) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) (SNI 06-6989.55-2005) Pembuatan larutan baku magnesium 100 ppm Sebanyak 10 mL larutan induk magnesium 1000 ppm diencerkan dalam labu takar 100 mL tepatkan hingga tanda batas. Pembuatan larutan baku magnesium 10 ppm Sebanyak 50 mL larutan standar magnesium 100 ppm diencerkan dalam labu takar 500 mL tepatkan hingga tanda batas. Larutan kerja 0,00 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm dan 0,4 ppm. Sebanyak 0.0 mL; 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; dan 4,0 mL larutan baku magnesium 10 ppm diencerkan dalam labu takar 100 mL tepatkan hingga tanda batas. c. Cara Uji Mangan (Mn) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ( SNI 6989.5:2009 ) Pembuatan larutan induk mangan 100 ppm Sebanyak 0,100 g logam mangan ditimbang, masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL. Tambahkan campuran 10 mL HCl pekat dan 1 mL HNO3 pekat hingga larut, homogenkan hingga tanda batas. Pembuatan larutan baku mangan 10 ppm Sebanyak 10 mL larutan induk mangan 100 ppm diencerkan dalam labu takar 100 mL tepatkan hingga tanda batas. Pembuatan larutan baku mangan 1 ppm Sebanyak 10 mL larutan induk mangan 10 ppm diencerkan dalam labu takar 100 mL tepatkan hingga tanda batas.

43

Pembuatan larutan baku mangan 0,1 ppm Sebanyak 10 mL larutan induk mangan 1 ppm diencerkan dalam labu takar 100 mL tepatkan hingga tanda batas.

d.

Penentuan Nitrat Dengan Metoda Brusin Sulfat (SNI 06-2480-1991) Pembuatan Larutan Induk Nitrat 100 ppm Larutkan 0, 7218 g kalium nitrat (KNO3) dengan 100 mL air suling di dalam labu ukur 1000 mL. Air suling ditambahkan sampai tepat tanda batas.

Pembuatan Larutan Baku Nitrat, NO3-N Dipipet 0,00; 0,25; 0,50; 1,00 dan 2,00 mL larutan induk nitrat dan masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL. Air suling ditambahkan sampai tepat tanda batas sehingga diperoleh kadar nitrat-N 0,00; 0,25; 0,50; 1,00 dan 2,00 mg/L. Pembuatan Larutan campuran brusin-asam sulfanilat Sebanyak 1 g brusin sulfat ditambah 0,1 g asam sulfanilat, kemudian dilarutkan dengan 70 mL air suling panas, lalu ditambahkan 3 mL HCl pekat, didinginkan dan diencerkan hingga 100 mL. Pembuatan Larutan NaCl 30% Dilarutkan sebanyak 300 g NaCl dan diencerkan hingga 1000 mL. Pembuatan Larutan H2SO4 (4:1) Sebanyak 100 mL H2SO4 pekat dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi 25 mL air suling. e. Adsorpsi Iodium Diambil 25 mL K2Cr2O7 0,1 N dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 mL air, 6 mL HCl pekat kemudian dimasukkan 30 mL KI 1 N. Iodium bebas dititrasi dengan Na2S2O3. Bila warna kuning dari larutan telah samar lalu ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Titar dengan teratur sampai warna biru hilang. Standarisasi Larutan Na2S2O3

44

Standarisasi Larutan Iodium 0,1 N Diambil 25 mL larutan iodium dan dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N. Bila warna kuning dari larutan telah samar, ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% sebagai indikator. Titar dengan teratur sampai warna biru hilang.

Lampiran 2 Pembuatan Arang Ampas Tebu

45

Ampas tebu dicuci hingga bersih menggunakan air ledeng

Ampas Tebu Dikeringkan Di bawah Sinar Matahari.

Setelah Kering Ampas Tebu Dikarbonisasi Pada Suhu 105oC Selama 24 jam

Adsorben arang ampas tebu disimpan dalam desikator sampai berat konstan

Arang ampas tebu diayak pada ukuran 100 mesh

Arang ampas tebu dengan ukuran yang sama dikarakterisasi

Lampiran 3 Rancangan Penelitian

46

Pengambilan sampel di 8 titik pada kolam lindi TPA Muara Fajar dengan cara random sampling

Analisis Ex-situ: Pengambilan Sampel


Anlisis In-situ :

Suhu

Pengawetan Sampel

pH TSS TDS

Analisis Awal Parameter Air Lindi Larutan simulasi (dibuat dari larutan standar dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi pada analisis awal)

Analisis Molibdenum, Magnesium dan Mangan Menggunakan SSA

Analisis Nitrat Mengunakan Spektrofotometer Uv-Vis

Penyerapan optimum adsorben arang ampas tebu terhadap Mo, Mg, Mn dan Nitrat pada larutan standar
Analisis pengaruh waktu kontak diukur pada 180, 210, 240 dan 270 menit

Konsentrasi Mo, Mg, Mn dan Nitrat pada air lindi

Analisis pengaruh jumlah adsorben diukur pada 0,5, 1, 1,5 dan 2 g dalam 200 mL

Analisis Data (uji t berpasangan)

Kondisi Optimum Adsorben

Hasil Konsentrasi Mo, Mg, Mn dan Nitrat pada air lindi setelah penggunaan adsorben arang ampas tebu

Adsorpsi Mo, Mg, Mn dan Nitrat M enggunakan Arang Ampas Tebu

Pembahasan

Kesimpulan

Lampiran 4 Lokasi Peta Penelitian

47

TPA Muara Fajar Rumbai

5 km 5 mil

48

You might also like