You are on page 1of 11

OVERLAY PETA

adi.w 08.07.09 Opini No Comments

Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. JIka di analogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Contoh di atas menggunakan teknik union. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.

MANIPULASI DAN ANALISIS DATA SIG


17 Januari 2011
Analisis Spasial : Kajian tentang susunan spatial dari titik, garis, objek dan lain-lain dari suatu citra.. Analisis SIG dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi analisis spasial dan attribut yang dilakukan, serta kemampuan memberi jawaban-jawaban atau solusi yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Hasilnya yang berupa informasi baru disajikan dalam bentuk tabel , diagram, peta, atau kombinasinya. Kemampuan analisis data spasial SIG meliputi, a. Kemampuan menjawab pertanyaan konseptual SIG diharapkan mampu menjawab pertanyaan sebagai berikut : What is at? (pertanyaan lokasional ; apa yang terdapat pada lokasi tertentu) Where is it..? (pertanyaan kondisional ; lokasi apa yang mendukung untuk kondisi/fenomena tertentu) How has it changed..? (pertanyaan kecendrungan ; mengidentifikasi kecenderungan atau peristiwa yang terjadi) What is the pattern .. ? (pertanyaan hubungan ; menganalisis hubungan keruangan antar objek dalam kenampakan geografis)

What if.? (pertanyaan berbasiskan model ; komputer dan monitor dalam kondisi optimal, kecocokan lahan, resiko terhadap bencana, dll. berdasar pada model) Which is the best way ..? (pertanyaan route optimum) b. Kemampuan Fungsi Analisis Fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukan secara umum terdapat 2 jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis attribut (basisdata attribut). Fungsi analisis spasial meliputi : Pemanggilan data Generalisasi Abstraksi Manipulasi Koordinat Buffer Overlay dan Dissolve Pengukuran Grid Model Medan Digital (Digital Elevation Model)

c. Fungsi analisis data attribut : membuat basisdata baru (create database) Menghapus basisdata (drop database) Membuat tabel basisdata (create table) Menghapus tabel basisdata (drop table) Mengisi dan menyisipkan data (record) kedalam tabel (insert) Membaca dan mencari data (field atau record) dari tabel basisdata (retrieve) Mengubah dan mengedit data yang terdapat di dalam tabel basisdata (update, edit) Menghapus data dari table (pack) Membuat indeks untuk setiap tabel basisdata

Fungsi analisis spasial menjelaskan variasi fungsi analititk dan fungsi pemrosesan data yang dapat melakukan otomasi data spasial (keruangan). Pemanggilan/penelusuran Data (data retrieval) Rangkaian teknik meliputi ekstraksi dasar, query dan manipulasi informasi Boolean (true and false) yang terdapat dalam mengorganisasikan sistem informasi geografis (SIG) :

1. browsing (graphic and atribut) 2. windowing 3. quent generation window 4. multiple map sheet spatial query 5. retrieval and statistical summary Teknik ini merupakan ekstraksi dasar tentang data, penelusuran data (query), dan manipulasi logik dari informasi yang terdapat pada SIG. Penulusuran Basisdata SIG terdiri dari : a. Penelusuran Data Attribut menghasilkan (Posisi) Data Spasial b. Penelusuran (posisi) Data Spasial menghasilkan Data Attribut Pemanggilan data dapat dibagi 5 teknik, yaitu : A. Pengaturan Tampilan Teknik ini mengatur susunan tampilan data grafis dan data attribut sesuai setting CRT/layar monitor. B. Penayangan berdasarkan window Fasilitas ini menayangkan data grafis dan data attribut berdasarkan window-windowdalam koordinat x,y yang ditentukan. C. Penelusuran Data Spasial menggunakan posisi dan bentuk liputan bebas berupa titik, lingkaran, persegi panjang, dan poligon. D. Penelusuran pada beberapa lembar peta Penelusuran seperti pada IC tetapi pada beberapa layer peta yang berhubungan. E. Penelusuran berdasarkan operasi logik dan operasi aritmatik Generalisasi Peta (Map generalization) Rangkaian generalisasi (penyederhanaan) yang sering digunakan ketika merubah skala peta. A. Generalisasi pada Garis Penyederhanaan bentuk garis dengan cara mengurangi vertex. B. Generalisasi pada Poligon Penyederhanakan bentuk polygon dengan mengurangi vertex. Ini hampir sama dengan IIA, tetapi lebih komplek dan perlu memperhatikan : bentuk/batas poligon, akurasi koordinat poligon yang sebagai polygon sliver gap jika dilakukan overlaping dengan poligon lain. C. Penghapusan garis batas polygon

teknik ini dilakukan jika batas dari dua polygon sama karakteristiknya digabung menjadi satu polygon. D. Penyesuaian tepi untuk penggabungan peta Menggabung beberapa peta yang berbatasan dengan peta berikutnya.

Abstraksi Peta (Map abstraction) Abstraksi peta berasosiasi dekat dengan generalisasi peta tapi meliputi lima bentuk teknologi yang berbeda. A. Menghitung/membuat titik tengah polygon B. Konturing secara automatis dari data spasial random C. Polygon Thiessen D. Reklasifikasi E. Konversi data koordinat x,y ke format grid (row, col). Manipulasi Lembar peta (Map sheet manipulation) Rangkaian teknik manipulasi koordinat x,y yang diberikan pada satu lebar (sheet) peta. A. Merubah skala 1 : 10.000skala 1 : 25.000 B. Transformasi biasa digunakan untuk teknik penyambungan peta, transformasi orde 2 atau orde 3 ke orde 1/linier. C. Merubah Proyeksi merubah satu sistem proyeksi sistem ke proyeksi lain, ex : Geographic ke UTM atau sebaliknya. D. Rotasi dan Translasi peta, sering terjadi ketika merubah sistem proyeksi dan transformasi peta. Buffer (Buffer generation) Turunan buffer meliputi kreasi poligon baru dari kenampakan titik, garis dan poligon dalam bank data. Membuat polygon baru dengan jarak di dalam jarak x unit, dari : A. titik B. garis C. polygon. Overlay Poligon dan Dissolve (Polygon overlay and dissolve)

Overlay poligon dan teknik dissolve meliputi komposit (integrasi) atau ekstraksi (disintegrasi) dari multi peta (dua atau lebih) untuk membuat sebuah data set baru. A. Overlay Poligon Informasi/dataset/poligon baru dihasilkan dari hasil interseksi batas-batas dari 2 atau lebih poligon dari poligon tiap layer. Poligon baru hasil overlay ditandai oleh gabungan data atribut poligon-poligon teroverlay (data atribut tambahan harus diberikan sebelum dilakukan overlay). Untuk menterjemahkan hasil overlay perlu dibuat model interpretation, contoh kesesuaian lahan/kemampuan lahan. B. Membuat peta dari attribut tunggal Kebalikan dari overlay kemampuan dissolve untuk membuat data attribut (attribut tunggal) menjadi peta baru. Sama dengan IIC. C. Overlay poligon untuk perhitungan luas. Overlay yang hanya mencari luas (area dan perimeter), data attribut lain tidak begitu diperhatikan, ex : berapa luas sawah di kab. Sleman (hasil overlay peta penggunaan lahan dan administrasi) Pengukuran (Measurement) Pengukuran yang umum ada empat tipe meliputi titik, garis, poligon, dan volume. Pengkuran meliputi : A. Titik/lokasi B. Jarak (panjang/lebar) C. Luas/Area D. Volume. Analisis Grid Sel (Grid cell analysis) Teknik manipulasi data ini mirip dengan analisis peta yang diberikan dalam struktur data koordinat x,y, tetapi lebih mempunyai generalisasi resolusi spasial. A. Analisis route Menentukan jarak terendah dari dua titik. B. Perhitungan Jarak Menghitung jarak tertentu terhadap suatu titik. Biasa digunakan untuk analisis network. C. Penentuan Jarak berdasarkan radius lingkaran Teknik ini menentukan polygon baru berdasarkan radius dari titik yang ditentukan. Biasanya digunakan untuk analisis allocate. D. Perhitungan luas hasil overlay Sama dengan Overlay pada gambar VIC, kecuali ini digunakan pada grid sel.

E. Overlay sel grid Overlay beberapa peta untuk menghasilkan peta komposit. Overlay beberapa layer peta, menghasilan nilai numerik baru. Model Medan Digital (Digital terrain analysis) Meliputi komputasi variasi output dari sebuah DEM (digital elevation model). A. Penayangan DTM B. Konturing C. Lereng/aspek/sun intensity D. Penyadapan data DAS : batas DAS, puncak dan lembah, pola aliran, (Perhitungan aliran permukaan) E. Visibility Teknik Luaran (Output techniques) Teknik dasar format keluaran (output) dari sebuah Sistem Informasi Geografis (SIG) : peta cetak, tabulasi statistik, display peta dan atribut, file digital data dari manipulasi data geografi. Bentuk luaran SIG : A. Peta hardcopy B. Tabel statistik Query (I)C. Penayangan interaktif (data attribut dan data grafis) pada CRT D. File komputer.

Klasifikasi Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap lahan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan hidupnya .Meskipun faktor campur tangan manusia relatif kuat , tetapi di dearah (misalnya di Indonesia) terdapat kecenderungan bahwa manusia menyesuaikan diri dengan kondisi lahannya. Topografi (relief) , ketersediaan air, dan sifat-sifat tanah merupakan faktor dominan yang mendorong manusia cenderung beradaptasi dengan mengembangkan bentuk penggunaan lahan yang lebih sesuai. Faktor-faktor tersebut diatas biasanya berkaitan dengan ekspresi medan yang tampak lebih jelas pada citra . Medan atau terrain , menurut Townshend (1981) dapat diartikan sama dengan lahan , sehingga satuan medan biasanya sudah memuat informasi mengenai penggunaan lahan ; sedangkan Huizing et al (1990) cenderung mengartikan pada faktor fisiknya , sehingga pendefinisian medan dalam kacamata geomorfologi dapatlah diterima. Dengan melihat kaitan ekologis antara bentuk penggunaan lahan dan faktor-faktor tersebut, maka interpretasi citra untuk pemetaan penggunaan lahan dapat menggunakan analisis medan. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat Penggunaan lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun berpindah pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kedua duanya (Malingreau, 1978). Pengelompokan objek-objek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan dalam sifatnya, atau kaitan antara objek-objek tersebut disebut dengan klasifikasi. Menurut Malingreau (1978), klasifikasi adalah penetapan objek-objek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi penggunaan lahan menurut Malingreau dan Christiani, 1981. Contoh klasifikasi adalah sebagai berikut:

Table 1.3 klasifikasi Liputan Lahan/ Penggunaan Lahan Menurut Malingreau

Jenjang I 1. Daerah

Jenjang II A. Daerah

Jenjang III 1. Sawah Irigasi

Jenjang IV

Simbol Si

Bervegetasi

Pertanian

2. Sawah Tadah Hujan 3. Sawah Lebak 4. Sawah pasang surut 5. Ladang/Tegal 6. Perkebunan - Cengkeh - Coklat - Karet - Kelapa - Kelapa Sawit - Kopi - Panili - Tebu - Teh - Tembakau 7. Perkebunaan Campuran 8. Tanaman Campuran

St Sl Sp L C Co K Ke Ks Ko P T Te Tm Kc Te Hb Hc Hj Hp Hl Hm Hc Hn

1. B. Bukan Daerah Huatan lahan kering - Hutan bambu Pertanian - Hutan campuran - Hutan jati - Hutan pinus - Hutan lainnya 2. Hutan lahan basah - Hutan bakau - Hutan campuran - Hutan nipah

- Hutan sagu 3. Belukar 4. Semak 5. Padang Rumput 6. Savana 7. Padang alang-alang 8. Rumput rawa II. Daerah bervegetasi 1. tak Bukan daerah Lahan terbuka C. pertanian 2. Lahar dan Lava 3. Beting Pantai 4. Gosong sungai 5. Gumuk pasir 1. III. Permukiman Daerah tanpa Permukiman D. dan lahan bukan liputan 2. Industri pertanian vegetasi 3. Jaringan jalan 4. Jaringan jalan KA 5. Jaringan listrik tegangan tinggi 6. Pelabuhan udara 7. Pelabuhan laut IV. Perairan E. Tubuh perairan 1. Danau 2. Waduk 3. Tambak ikan 4. Tambak garam 5. Rawa

Hs B S Pr Sa Pa Rr Lb Ll Bp Gs Gp Kp In

D W Ti Tg R

6. Sungai 7. Anjir pelayaran 8. Saluran irigasi 9. Terumbu karang


10. Gosong pantai

Klasifikasi Citra
Klasfikasi Interpretasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen. Klasifikasi yang akan dijelaskan dibawah ini adalah klasifikasi visual, dimana pengenalan penutup/penggunaan lahan sampai pada tahap fungsi dari lahan tersebut (misal, sawah, lading/tegalan, kebun campur, hutan, dll) yang kemudian dilakukan pendeleniasian (pemberian batas antara penutup/penggunaan lahan yang berbeda) langsung pada monitor komputer (digitation on screen). Untuk dapat melakukan interpretasi, penafsir memerlukan unsur-unsur pengenal pada obyek atau gejala yang terekam pada citra. Unsur-unsur pengenal ini secara individual maupun secara kolektif mampu membimbing penafsir ke arah pengenalan yang benar. Unsur-unsur ini disebut unsur-unsur interpretasi, dan bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi. Rona (tone) mengacu pada kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan meliputi 8 (delapan) hal, yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, (grey scale), misalnya hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila citra yang digunakan itu berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan ialah warna (color), meskipun penyebutannya masih terkombinasi dengan rona, misalnya merah, hijau, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap, dan sebagainya. Bentuk (shape) sebagai unsur interpretasi mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud obyek secara individual. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu berbeda daripada yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari unsur bentuknya saja. Ukuran (size) obyek pada foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek. Pola (pattern) terkait dengan susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait pula dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif, misalnya melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris dan sebagainya. Bayangan (shadow) sangat penting bagi penafsir karena, dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan. Pertama bayangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek menjadi

lebih tajam/jelas, begitu pula kesan ketinggiannnya. Kedua bayangan justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang teramati menjadi tidak jelas. Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi /pengelompokan satuan kenampakan pohon dan bayangannya, gerombolan satwa liar di bebatuan yang terserak diatas permukaaan tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan. Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola yang teratur dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai. Asosiasi (assosiation) merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Perlu diperhatikan bahwa dalam mengenali obyek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan lahan pada citra membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi seperti pada diskripsi.
A. Klasifikasi Tak Terselia (Unsupervised Classification) Berbeda halnya dengan klasifikasi terselia, klasifikasi tak terselia secara otomatis diputuskan oleh computer, tanpa campur tangan operator (kalupun ada, proses interaksi ini sangat terbatas). Proses ini sendiri adalah suatu proses iterasi, sampai menghasilkan pengelompokkan akhir gugus-gugus spectral. Campur tangan operator terutama setelah gugus-gugus spectral terbentuk, yaitu dengan menamai tiap gugus spectral sebagai obyek tertentu. B. Klasifikasi Terselia (Supervised Classification) Klasifikasi terselia diawali dengan pengambilan daerah acuan (training area). Pengambilan daerah acuan dilakukan dengan mempertimbangkan pola spectral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga didapatkan daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek tertentu. (Projo Danoedoro, 2002).

You might also like