You are on page 1of 42

KEGAWATAN MATERNAL: PRE EKLAMSI/EKLAMSI

Nia R. D, SKp., MKep., SpMat

PRE EKLAMSI dan EKLAMSI


Definisi Preeklamsi adalah satu kumpulan gejala hipertensi, protein uri dan adanya odema. Bila keadaan parah dapat diikuti dengan kejang sampai koma (eklamsi )

Etiologi;
Disebabkan oleh vasospasme (kontriksi) dan hipertensi sebagai respon villi chorionic yang tidak di ketahui.

Faktor resiko :
Primigravida/ nullipara, ibu hamil dengan usia < 17 tahun atau > 35 tahun, kehamilan multipel atau hidramnion, molahidatidosa, DM dan penyakit vaskuler dan ginjal.

1. Primigravida
Preeklampsia dan eklampsia cenderung terjadi pada nullipara/ primigravida. 85% kejadian preeklampsia terdapat pada wanita nullipara (Warden, 2005)

Salah satu faktor yang sering dihubungkan dengan etiologi dan patogenesis preeklampsia adalah faktor imunologi.
Pada kehamilan pertama pembentukan bloking antibodies terhadap antigen plasenta pada kehamilan pertama tidak sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan berikutnya

2. Usia Terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia pada umur muda dimungkinkan karena pada umur muda kenaikan tekanan darah akan lebih cepat menimbulkan kejang (Cunningham et al, 1997).
Umur di atas 35 tahun diduga akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan, karena insiden hipertensi meningkat di atas umur 35 tahun

3. Gemelli/ hamil ganda Keregangan uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri (Wiknjosastro, 2005). Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap rangsangan sering didapatkan pada preeklampsia berat dan eklampsia sehingga mudah terjadi partus prematurus (Wiknjosastro, 2005).

4. Mola hidatidosa Preeklampsia terjadi hingga 70% pada wanita mola hidatidosa, terutama pada usia gestasi 24 minggu

5. Riwayat Penyakit a. Ginjal Menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus. Menurunnya kebersihan asam urat dari ginjal yang melampaui penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan kebersihan kreatinin dapat meningkatkan konsentrasi asam urat plasma. Peningkatan konsentrasi dari asam urat plasma menyebabkan meningkatnya kadar protein urin yang mendukung terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia (Cunningham, 1997).

b. Hipertensi

Dapat disebabkan oleh aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah),
Hipertensi dipengaruhi oleh suatu zat yang dihasilkan oleh ginjal yaitu renin. Zat ini akan berubah menjadi angiotensin, yang menyebabkan penyempitan arteriol. Penyempitan mengakibatkan hipertensi. Karena itu, hipertensi sangat erat kaitannya dengan penyakit ginjal.

Klasifikasi: 1. Pre eklamsi ringan Tekanan darah 140/ 90 mmHg sampai < 160/ 110 mmHg. Proteinuria 3 gr/ 24 jam jumlah urine atau Tes Dipstick +1. Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka.

2. Preeklampsia berat Sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg pada pasien dalam keadaan istirahat

Proteinuria: 5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau Tes Dipstick +4


Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/ 24 jam Kenaikan kreatinin serum

Edema paru dan sianosis

Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen, disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal dari adanya ruptur hepar Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur, hiper refleksi Gangguan fungsi hepar Trombositopenia: < 100.000/ mm Sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzym, Low Platelet)

RENCANA KEPERAWATAN.

1. Resiko injuri maternal b.d disfungsi organ atau sistem akibat vaso spasme dan peningkatan tekanan darah.
Tujuan Tidak ada tanda injuri maternal seperti hipertensi, protein uri dan adanya odema. Tindakan Keperawatan: Monitor tekanan darah sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa satu jam dilakukan dalam 6 jam dalam posisi yang sama setiap pengukuran Kaji kondisi pasien sebelum hamil; tekanan darah, odem.

Anjurkan untuk bedrest dengan posisi miring kiri Berikan infus dengan jarum besar (16 gauge), cairan NaCl 0,9 %, lakukan foley kateter, monitor fungsi renal : urine output, level protein Kaji reflek patella dan RR. Syarat untuk pemberian MgSO4 yaitu RR min 16 x/ menit, reflek patella (+). Antikonvulsan untuk mengurangi risiko kejang, seperti magnesium sulfat (MgSO4) diberikan IM atau IV untuk mempertahankan kadar dalam darah antara 4,0 dan 7,5 mg/ dL (pada 10 mg/ dL refleks tendon dalam hilang dan pada 15 mg/ dL terjadi paralysis pernafasan dan atau henti jantung).

Pada keadaan preeklamsi berat dan eklamsi, dosis awal berikan MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit. Segera lanjutkan dengan pemberian 10 gr MgSO4 50% I.M masing-masing dibokong kanan 5 gr dan dibokong kiri 5 gr + 1 ml lignokain 2%.

Jika urine kurang dari 30 ml/ jam, RR kurang dari 16 x/ menit, reflek patella (-); hentikan MgSO4 dan berikan NaCl 0,9 % atau RL dengan kecepatan 1 liter/ 8 jam

Observasi TTV dan DJJ / jam, kalau perlu CTG Auskultasi paru; jika ada tanda odema paru, hentikan pemberian infus, beri diuretik 40 mg I.V dosis tunggal Jika kejang berulang, setelah 15 menit berikan MgSO4, 2 gr (larutan 40 %) IV selama 5 menit. Siapkan antidotum 1 gr Calsium Glukonas (20 ml dalam larutan 10 %) IV, oksigen dan suction dan alat-alat resusitasi (untuk mengatasi henti nafas). Bila pemantauan tidak dapat dilakukan dengan ketat, berikan valium/ phenobarbital

Selama kejang, tempatkan pasien ditempat yang tenang, batasi pengunjung dan beri pengaman tempat tidur Selama kejang fase tonik, balikkan tubuh pasien kearah samping untuk mengalirkan saliva dari mulutnya. Memasukkan spatel lidah dapat mencegah cedera pada mulut bila hal tersebut dilakukan tanpa paksaan. Selama fase klonik mulai, tetaplah berada di dekat pasien dan bantu insersi jalan nafas oral, pemberian oksigen, denyut jantung janin dan pengamatan tanda-tanda vital janin Jika keadaan telah stabil pada PEB, kehamilan dapat di akhiri, penundaan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin.

Jika serviks telah matang, lakukan induksi oksitosin

pecahkan

ketuban,

Jika DJJ < 100 x/menit atau >180x/ menit, lakukan SC Jika pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam pd eklamsi, atau 24 jam pd pre eklamsi, lakukan SC Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan SC.

Pasca salin, MgSO4 atau anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam salin

2. Resiko fetal injuri b.d gangguan perfusi maternal plasenta

Tujuan Tidak ada tanda-tanda fetal injuri ; ditandai DJJ (+) dan pertumbuhan (+), tinggi fundus uteri sesuai masa kehamilan, bayi dapat lahir hidup
Tindakan Keperawatan Kaji TFU, hubungkan dengan HPHT Kaji aktifitas fetal temasuk DJJ dan pergerakan dengan menggunakan USG, Periksa DJJ dengan CTG

Beri oksigen untuk mempertahankan perfusi uteroplasenta Lanjutkan pengkajian maternal jika preeklamsi berat, siapkan dan kaji kemungkinan untuk amniotomi dan induksi persalinan jika serviks matang Siapkan untuk SC jika induksi gagal Hubungi team medis yang terkait untuk antisipasi persalinan Gunakan resusitasi jika perlu

PERDARAHAN ANTE NATAL dan POST PARTUM


Penyebab perdarahan antenatal: Abortus, KET, Mola hodatidosa, Plasenta previa, Solusio plasenta, Ruptur uteri Penyebab perdarahan post partum: Atoni uteri, Robekan serviks, vagina dan perineum, Retensio plasenta, Sisa plasenta, Inversi uteri, Perdarahan Postpartum tertunda (sekunder)

ABORTUS
Kaji penyebab perdarahan Jika iminen: bedrest, tidak melakukan coitus atau aktifitas berat, pantau kesejahteraan janin Jika insipien atau inkomplit: siapkan evakuasi uterus sesuai kondisi

KET Siapkan laparatomi

Mola Siapkan evakuasi uterus

Plasenta previa : jangan lakukan periksa dalam, pertahankan bedrest & antibiotik. Jika perdarahan banyak; SC, beri infus oksitosin 10 unit dengan 500 cc NaCl atau RL 60 tetes per menit.
Ruptur uteri: perbaiki kehilangan darah

Solusio plasenta: terlepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta pada implantasi normal sebelum janin lahir

Solusio plasenta
Intervensi: 1. Trasfusi darah segar, akhiri kehamilan bila perdarahan hebat. 2. Jika perdarahan ringan, pantau DJJ (jika DJJ normal/ tidak terdengar pecahkan ketuban; 3. Jika kontraksi jelek, beri oksitosin. 4. Jika serviks kenyal, tebal dan tertutup; SC). Jika DJJ jelek; SC

Inversi uterus: Uterus tidak teraba,lumen vagina terisi massa,tampak talipusat


Penyulit;neurogenik, syok, pucat dan limbung

Intervensi: 1. Reposisi uterus, jangan beri oksitosin sampai inversi telah di reposisi. Beri antibiotik setelah reposisi.

Perdarahan postpartum
Definisi,perdarahan yg melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Gejala klinik:lemah,limbung,keringat dingin,menggigil,hiperpnea,sistolik <90 mmHG,nadi>100x/m,Hb <8 g%. Penyebab : atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, tertinggalnya sebagian plasenta, inversio uteri, endometritis

ATONIA UTERI:

Gejala : Uterus tidak berkontraksi dan lembek,perdarahan segera setelah anak lahir. Penyulit; Syok,bekuan darah pada serviks atau posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar Intervensi: Masase uterus Beri oksitosin 10 ui IV: 1 liter + NaCl 0,9 %, 60 tetes/menit. Atau 10 ui; IM sebagai pemberian awal. Selanjutnya dengan kecepatan 40 tetes/ menit. Persiapkan transfusi antisipasi syok.

Atonia uteri intervensi


4. Manual plasenta jika ada sisa plasenta atau selaput. Jika tidak berhenti, lakukan kompresi bimanual eksternal; menekan uterus melalui dinding abdomen dgn saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yg melinkupi uterus. Pantau aliran darah yg keluar.Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan hingga kontraksi baik atau rujuk. Bila gagal coba kompresi bimanual internal

5.

6.

Robekan serviks, vagina dan perineum: Gejala: Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi keras dan plasenta lengkap

Penyulit; pucat, lemah dan menggigil


Intervensi: Perbaiki keadaan umum terlebih dahulu, jika terjadi syok atasi syok. Eksplorasi jalan lahir jika perlu dalam narkose agar lebih mudah Lakukan jahitan hemostasis jika terdapat robekan jalan lahir Berikan antibiotika profilaksis

1. 2. 3. 4.

Retensio plasenta: Plasenta belum lahir setelah 30 menit,perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras Penyulit, tali pusat putus akibat traksi berlebihan,inversio uteri akibat tarikan,perdarahan lanjutan Intervensi: Kosongkan vesika urinari, jika belum keluar, beri oksitosin 10 ui IM jika belum dilakukan penanganan kala III aktif. Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit pemberian oksitosin: lakukan penarikan tali pusat terkendali

Perdarahan postpartum tertunda (sekunder): 1. Jika anemi (Hb < 8 g/ dl atau hematokrit < 20 %, siapkan transfusi 2. Antibiotik propilaksis 3. Beri infus oksitosin 4. Lakukan tindakan manual plasenta

Tertinggalnya sebagian plasenta

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap,perdarahan segera
Penyulit; uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak kurang

Prinsip penanganan resiko kurang volume cairan

Kaji penyebab perdarahan


Lakukan pemasangan infus dengan jarum besar dan kalau perlu dengan transfusi set

Prinsip penanganan resiko kurang volume cairan

1. Lakukan penanganan syok jika di indikasikan. Tanda syok; Pucat, nadi cepat dan lemah 110 x / menit Sistole < 90 mmHg Urine output < 30 ml/ jam RR > 30 x/ menit, Kulit dingin dan lembab 2. Pertahankan bedrest dan antibiotik profilaksis

Prinsip dasar penanganan syok


Tujuan Menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, mengefisiensikan sistem sirkulasi darah Penanganan Awal; Jangan berikan minum pada pasien !!! Bebaskan jalan nafas Pantau tanda vital

Baringkan dalam posisi miring untuk menghindari aspirasi jika muntah dan membuka jalan nafas
Jaga tetap hangat namun jagan terlalu panas karena akan menambah sirkulasi perifer dan mengurangi aliran darah ke organ vital Tinggikan tempat tidur pada bagian kaki

Penanganan khusus
Pasang infus (bila perlu 2 jalur) dengan jarum besar dan transfusi set Ambil sampel darah sebelum cairan infus diberikan untuk periksa golongan darah, uji kecocokan (cross match), Hb, hematokrit kalau perlu darah lengkap Beri cairan NaCl 0,9 % atau Ringer Lactat), awal beri 1 liter dalam waktu 15-20 menit

Paling sedikit 2 liter dalam 1 jam, jika kehilangan cairan dapat dikoreksi, berikan cairan infus 1 liter dalam waktu 6-8 jam

Pantau TTV tiap 15 menit dan jumlah darah yang hilang. Bila kondisi membaik, kurangi pemberian cairan, perhatikan tanda kelebihan cairan (nafas pendek dan pipi bengkak)
Pasang kateter dan pantau intake cairan dan urin output Beri oksigen 6-8 liter dengan sungkup atau 2-3 liter dengan kanula hidung

Terima Kasih Semoga bermanfaat

You might also like