You are on page 1of 5

Auditing didefinisikan sebagai proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang

kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Konrath, 2005). Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya, persyaratan dasar untuk menyusun laporan audit didasarkan pada empat standar pelaporan yaitu : (1) Apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan SAK yang berlaku umum; (2) Keadaan dimana SAK tidak diikuti secara konsisten; (3) Disclosure yang cukup; (4) Pernyataan pendapat terhadap laporan keuangan secara simultan atau pernyataan bahwa pendapat tidak dapat diberikan dengan alasan-alasannya (SPAP, 2001). Arens dan Lobbecke (2003: 36) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya Menurut IAI(2001) dalam SA Seksi 326 bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor juga merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan dinyatakan atas laporan keuangan auditan. Tipe pendapat tersebut adalah pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with explanatory language), pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (adverse opinion) dan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) (Mulyadi, 2002: 20). Opini auditor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Mulyadi,2002:20-22): a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi : 1) Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. 2) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. 3) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. 4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. 5) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language). Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: 1) Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. 2) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. 3) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 4) Penekanan atas suatu hal 5) Laporan audit yang melibatkan auditor lain. c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan.

Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan : 1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit. 2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar, d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, e. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuanganseorang auditor harus memiliki sikap atau pikiran yang dinamakan Skeptisisme. Skeptisisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang percaya atau ragu-ragu (KUBI, 1976). Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara skeptis terhadap bukti audit. Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain keahlian, pengetahuan, kecakapan, pengalaman, situasi audit yang dihadapi dan etika. etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. Etika lebih luas dari prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang professional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun tujuan idealistis. Kode etik professional antara lain dirancang untuk mendorong perilaku ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanakan. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari: 1. prinsip etika 2. aturan etika 3. interpretasi aturan etika Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa professional bagi anggota. Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pengembangan kesadaran etis/moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap skeptisisme profesional akuntan. Faktor-faktor situasi berpengaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya. Keahlian seorang auditor juga memiliki pengaruh signifikan terhadap Skeptisisme Profesional Auditor. Standar umum pertama mengatur persyaratan keahlian auditor dalam menjalankan profesinya. Auditor harus telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam

praktik akuntansi dan teknik auditing. Pendidikan formal sebagai auditor diatur dalam UU no 34 tahun 1954 yang mensyaratkan akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan prosedur audit. Pendidikan formal akuntan publik dan pengalaman kerja merupakan dua hal yang saling melengkapi (Mulyadi, 2003:25). Pengalaman seorang auditor juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Skeptisisme seorang auditor. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Semakin banyak seorang auditor melakukan pemerikasaan laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisisme yang dimiliki. Untuk itu, seorang auditor harus terlebih dahulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan auditor senior yang lebih berpengalaman. Faktor yang paling utama dalam Skeptisisme adalah independensi. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran seorang auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif untuk merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Sikap mental independent sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor (Mulyadi, 2003:26). Auditor dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya sehingga auditor dapat menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, karena kemahiran profesional seorang auditor mempengaruhi ketepatan opini yang diberikannya. Sehingga tujuan auditor untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup dan memberikan basis yang memadai dalam merumuskan pendapat dapat tercapai dengan baik. Skeptisisme profesional dapat dilatih oleh auditor dalam melaksanakan tugas audit dan dalam mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung atau membuktikan asersi manajemen. Sikap skeptis dari auditor ini diharapkan dapat mencerminkan kemahiran profesional dari seorang auditor. Penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama berarti penggunaan pertimbangan sehat dalam penetapan lingkup, pemilihan metodologi, dan pemilihan pengujian dan prosedur untuk mengaudit. Kemahiran profesional auditor juga akan sangat mempengaruhi ketepatan pemberian opini oleh auditor, sehingga secara tidak langsung skeptisisme profesional auditor ini akan mempengaruhi ketepatan pemberian opini oleh akuntan publik. Selain itu, dengan sikap skeptisisme profesional auditor ini, auditor diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah ditetapkan, menjunjung tinggi kaidah dan norma agar kualitas audit dan citra profesi auditor tetap terjaga.
Skeptisisme Profesional auditor Skeptisisme profesional auditor atau keraguan auditor terhadap pernyataan dan informasi klien baik secara lisan maupun tertulis merupakan bagian dari proses audit. Dalam SPAP, 2001 (SA seksi 230 hal 230. 2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yangmencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Skeptisisme profesional auditor tersirat di dalam literatur dengan adanya keharusan auditor untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya kecurangan atau penyalahgunaan wewenang yang material yang terjadi di dalam perusahaan klien (Loebbecke et al 1989). Shaub &

Lawrence (1996) memberikan definisi tentang skeptisisme profesional auditor sebagai berikut "Profesional skepticism is a choice to fulfill the profesional auditor's duty to prevent or reduce the harmful consequences of another person's behavior". Secara spesifik berarti adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan atau ketidak setujuan dengan pernyataan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Auditor menunjukan skeptisisme profesionalnya dengan berfikir skeptis atau menunjukan perilaku meragukan. Audit tambahan dan menanyakan langsung merupakan bentuk perilaku auditor dalam menindak lanjuti keraguan auditor terhadap klien. Kee & Knox's (1970) dalam model "Profesional Skepticism Auditor" menyatakan bahwa faktor-faktor pertimbangan individu, pengalaman audit terdahulu serta faktor situasi berpengaruh terhadap auditor profesional skepticism.

Kesimpulan Dalam rangka meningkatkan kualitas audit, setiap auditor KAP harus senantiasa meningkatkan kesadaran etika, kompetensi, pengalaman audit, memperhitungkan risiko audit serta meningkatkan skeptisisme profesional auditor agar dapat memberikan opini yang tepat, yang pada gilirannya akan meningkatkan integritas dan kredibilitas profesi akuntan publik.
DAFTAR PUSTAKA Arens, Alvin A, Loebbecke, James K, 2003, Auditing an Integrated Approach. Eight Edition. Prentice Hall International Inc. New Jersey. Ikatan Akuntan Indonesia, 2001-2002, Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik. Kompartemen Akuntan Publik bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Dirjen Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia. _______ Kompartemen Akuntan Publik, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik , per 1 Januari 2001, cetakan ke-1, PT. Salemba Empat, Jakarta. _______, 2004, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.

You might also like