You are on page 1of 27

ANALISA HUBUNGAN PELATIHAN DAN BIMBINGAN EKSPOR DENGAN MOTIVASI EKSPOR PRODUK USAHA KECIL MENENGAH

Oleh : Titik Farida

ABSTRAKSI

Krisis moneter beberapa waktu lalu mengajarkan kepada kita betapa usaha kecil menengah mampu bertahan. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha kecil menengah mempunyai modal untuk bersaing di pasar yang lebih luas. Akan tetapi pada kenyataanya tidak banyak pengusaha kecil menengah yang termotivasi untuk melakukan ekspor ke manca negara. Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekspor adalah dorongan yang ada pada diri pelaku usaha untuk berani melakukan pemasaran ke luar negeri. Motivasi ekspor ini dipengaruhi oleh banyak hal, akan tetapi yang paling utama adalah pelatihan yang diikuti dengan bimbingan. Pelatihan mengenai seluk beluk ekspor akan memberi bekal pengetahuan yang cukup memadai bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Dengan begitu pasar luar negeri bukanlah sesuatu yang gelap bagi mereka. Bimbingan melengkapi pelatihan yang telah diberikan. Dengan dibimbing secara konsisten maka pelaku usaha kecil dan menengah menjadi percaya diri untuk berhadapan dengan pasar bebas. Kata kunci : ekspor, pelatihan, bimbingan, motivasi

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Menjalankan roda usaha kecil dan menengah bukan merupakan pekerjaan yang mudah, banyak resiko yang akan menghalangi dan memberikan kemungkinan perusahaan akan berjalan terus atau jatuh. Dunia usaha saat ini pun bergerak cepat dan menunjukkan adanya saling ketergantungan melalui pasar global. Perusahaan-perusahaan tidak hanya bersaing dalam pasar domestik, tetapi juga bersaing secara internasional dengan pasar dunia. Era globalisasi menyebabkan tingkat persaingan yang semakin kompleks. Hal ini menuntut perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan kompetensinya dalam membangun strategi pemasaran yang unggul. Bagi perusahaan-perusahaan yang pemasarannya merambat ke pasar luar negeri, persaingan internasional yang semakin ketat tersebut harus disikapi dengan selalu tanggap terhadap situasi pasar global. Pasar luar negeri di mana pun pasti menggiurkan. Terlebih di tengah kondisi tidak menentu saat ini, usaha berorientasi ekspor merupakan pilihan brilian yang sangat menguntungkan. Dari sisi peluang jelas sangat besar. Potensi juga ada dan cukup besar. Permintaan pun tidak pernah surut. Sisi menguntungkan ini tidak hanya dinikmati oleh perusahaan itu sendiri, tetapi juga oleh pemerintah. Selain profit yang masuk ke perusahaan, devisa negara juga akan meningkat jika usaha berorientasi ekspor di negara tersebut mengalami kenaikan. Katsikeas dan Nigel (1993) menyatakan bahwa aktivitas ekspor yang meningkat telah menjadi penting bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan profitabilitas dari organisasi bisnis modern. Akan tetapi, minimnya kemampuan, ketrampilan, dan pengetahuan akan seluk beluk

ekspor dapat menghalangi aktivitas usaha ekspor dalam meraup keuntungan besar. Di Indonesia, aktivitas ekspor mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Melalui Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), segala informasi mengenai seluk beluk usaha ekspor dapat diperoleh. Bisa dikatakan pula bahwa lembaga tersebut juga merupakan wadah bagi eksportir yang ingin menjajakan barangnya ke pasar mancanegara. Namun realitanya, kinerja usaha ekspor cenderung tidak stabil, mengalami penurunan atau tidak dapat signifikan berkembang dalam periode saat ini. Tahun 2012 ini Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan pertumbuhan pasar ekspor sekitar 12% dari sektor usaha kecil menengah (UKM) sebagai hasil kesepakatan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. Tahun lalu sebanyak 4.327 pelaku UKM eksportir Indonesia berhasil menyumbangkan sekitar 82,4 % nilai ekspor nasional, atau senilai US$140,6 miliar, naik sekitar 36,34% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perluasan pasar ekspor paling besar terutama dari hasil komoditas furnitur ataupun kerajinan tangan. Meski demikian, peluang komoditas lainnya seperti kakao, sawit, komponen otomotif ataupun produk tekstil dan tekstil sama besarnya. Persentase sumbangan dari pelaku UKM skala industri tersebut mencapai 62,38% sedangkan sisanya 37,63% merupakan kontribusi UKM yang memproduksi berbagai komoditas dalam skala nonindustri. Peluang pasar ekspor bagi produk UKM sebenarnya sangat terbuka, karena target perluasan ekspor me-nyasar ke negara-negara yang populasi penduduknya cukup besar. Cina bahkan menjadi salah satu target perluasan pasar ekspor mengingat penduduk mencapai 1,8 miliar, meski juga ada hambatan mengingat Cina juga memblokade pasar ekspor dengan mengoptimalkan potensi UKM di perdesaan. Dalam suatu kesempatan, Menteri Perdagangan pernah menyatakan bahwa UKM akan diandalkan terlibat dalam target ekspor 2012 senilai 200 miliar dolar. Sektor UKM akan dilibatkan dalam pencapaian target ekspor ke

depan. kurang

Pelibatan lebih

UKM

merupakan akses

wujud

kepedulian

pemerintah pasar,

mengembangkan UKM. Permasalahan yang dihadapi UKM seluruh dunia sama, yaitu informasi, pemahaman entrepreneurship, dan permodalan. Sekalipun gambaran mengenai peluang ekspor Indonesia di atas memberikan tanda-tanda membaik, namun masih perlu kita cermati beberapa hambatan yang dialami UKM dalam mengakses pasar global kedepan. Tentu saja hambatan yang ada ini, harus sekaligus menjadi tantangan UKM dan termasuk pemerintah untuk lebih memberdayakan UKM. Beberapa hambatan ekspor UKM antara lain; a. Globalisasi perdagangan menuntut semakin tingginya respon pelaku bisnis terhadap perubahan pasar dan perilaku kondumen khususnya. Kecepatan perubahan permintaan pasar dan selera konsumen, menuntut produk yang ditawarkan harus inovatif, beragam dan siklus produk menjadi relatif lebih pendek. Kemampuan mengakses pasar global, mengadop inovasi produk atau bahkan mengkreasi inovasi produk yang sesuai kebutuhan pasar, merupakan sederetan kelemahan yang dimiliki UKM pada umumnya. b. Pada umunya UKM dalam memproduksi barang/jasanya hanya terkonsentrasi pada sejumlah produk/jasa yang secara tradisional telah ditangani kelompok pelaku bisnis tertentu dan pada pasar tetu saja. Oleh karenanya kurang mendorong diversifikasi produk/jasa UKM baik desain, bentuk maupun fungsi produk yang dihasilkan. Rendahnya tingkat diversifikasi UKM, memberi kesan bahwa UKM hanya berspesialisasi pada produk/jasa tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang barang jadi dari kulit seperti alas kaki, dan dari kayu, termasuk meubel dan barang kerajinan. c. Rendahnya aksesibilitas terhadap sumberdaya produktif, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan, informasi, promosi, teknologi , dan jaringan bisnis produk ekspor.

Bila ditelisik sebenarnya faktor utama terletak pada sumber daya manusia. Oleh karenanya peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi penting. Pengembangan sumber daya manusia yang berkaitan dengan ekspor UKM melalui pendidikan, pelatihan, dan pendampingan. Di atas telah dipaparkan bebagai kendala yang dihadapi oleh UKM ketika akan mengekspor produknya ke pasar internasional. Berbagai kendala dan permasalahan tersebut telah banyak ditelaah dan diteliti para ahli. Begitupun dengan sumber daya manusia penggerak usaha kecil menengah. Meskipun begitu sampai saat ini belum ada penelitian yang mengaitkan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan kemauan atau motivasi dari pelaku UKM untuk mengekspor produknya. Peningkatan kualitas di sini adalah pemberian pendidikan dan bimbingan mengenai masalah ekspor kepada sumber daya manusia pelaku usaha kecil menengah. 2. Identifikasi Masalah Upaya pemerintah dalam meningkatkan ekspor dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaku ekspor, baik di tingkat manajemen maupun operasional. Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat pelaku UKM agar bisa menembus pasa internasional. Meskipun demikian muncul pertanyaan apakah setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan di PPEI lantas membuat pelaku UKM berani melakukan ekspor? Untuk itulah maka makalah ini disampaikan. Selain kendala-kendala tersebut di atas, ditemukan beberapa

permasalahan yang terkait dengan kegiatan ekspor yang dilakukan oleh UKM a. Rasa takut dan khawatir yang menghinggapi sebagian pelaku UKM untuk melakukan ekspor meski produk mereka bagus dan berkualitas internasional. b. Ketidaktahuan akan berbagai aspek kegiatan ekspor produk,

khususnya non migas

c. Berbagai pelatihan yang diberikan kepada pelaku UKM namun kuantitas UKM yang melakukan ekspor tidak bertambah secara signifikan Dalam makalah ini ada dua variabel yang dikaji, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Yang merupakan variabel bebas adalah pelatihan dan bimbingan, sedang yang merupakan variabel terikat adalah motivasi ekspor. Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja individu pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Bimbingan adalah usaha untuk membantu individu untuk mengembangkan potensinya dan memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi. Terdapat kesamaan tujuan antara pendidikan dan bimbingan. Oleh karenanya di dalam makalah ini digabungkan dalam satu variabel saja. Indikator yang akan diteliti meliputi: (1) pelatihan dan bimbingan sebagai pengalaman untuk belajar bagi peserta; (2) pelatihan dan bimbingan merupakan aktivitas yang terencana; (3) pelatihan dan bimbingan dapat memberikan jawaban atas persoalan yang ada. Motivasi adalah keinginan bekerja untuk mencapai suatu tujuan, di mana keinginan tersebut dapat merangsang dan membuat seseorang mau melakukan pekerjaan atau apa yang mengakibatkan timbulnya motivasi kerja. Untuk mengukur tingkat motivasi ekspor pelaku UKM maka ada beberapa indikator yang akan diteliti yaitu sikap yang mencerminkan motivasi mereka dalam memewujudkan keinginan untuk melakukan ekspor produk, yang meliputi: (1) adanya sikap yang mencerminkan kebutuhan akan prestasi menembus pasar luar negeri adanya motivasi untuk mencapai hasil kerja yang baik; (2) menunjukkan sikap tabah, jujur dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam pekerjaan mereka; dan (3) menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet jika mengalami kegagalan. 3. Perumusan Masalah Kajian terhadap pelatihan dan bimbingan, pengaruhnya terhadap motivasi ekspor produk UKM dilakukan terhadap para pelaku UKM yang berdomisili di Indonesia, khususnya yang pernah menjalani pendidikan dan

bimbingan yang diadakan oleh Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia. Pembatasan ini diterapkan mengingat pelaku UKM yang telah mendapatkan didikan dan bimbingan PPEI pasti sudah mengetahui seluk beluk permasalahan ekspor produk ke luar negeri. Makalah ini akan mengkaji seberapa besar pengaruh pelatihan dan bimbingan ekspor yang dilaksanakan oleh PPEI terhadap motivasi para pelaku UKM dalam mengekspor produknya. Dengan demikian variabel yang dikaji adalah pendidikan dan pelatihan sebagai variabel terikat dan motivasi pelaku UKM dalam mengekspor sebagai variabel bebas. 4. Tujuan Penulisan Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengungkap seberapa jauh pengaruh pelatihan dan bimbingan terhadap motivasi para pelaku UKM dalam melakukan ekspor produk. Hasil Indonesia. dari kajian ini diharapkan bisa dipakai sebagai dasar

pengambilan kebijakan bidang pendidikan dan pelatihan bagi UKM di

BAB II ISI

1. Kerangka Teoritik Dalam pengembangan pasar, pengusaha kecil dan menengah perlu untuk menembus pasar luar negeri. Di bagian terdahulu telah disampaikan kendala dan hambatan sehingga pengusaha kecil menengah kurang berminat untuk melakukan ekspor. Upaya yang ditempuh oleh pemerintah, dalam hal ini PPEI, dalam membantu pengusaha kecil menengah untuk mampu menembus pasar ekspor adalah dengan mengadakan pelatihan dan bimbingan. Dengan bekal pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan serta bimbingan yang diberikan diharapkan pengusaha kecil menengah menjadi siap untuk menembus pasar internasional dengan produk bermutu. Pelatihan dan bimbingan yang diberikan harus memperhatikan ketepatan materi pelatihan, instruktur pelatihan, fasilitas, serta lama pelatihan dan bimbinga. a. Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses belajar mengenai sebuah wacana pengetahuan dan keterampilan yang ditujukan untuk penerapan hasil belajar yang sesuai dengan tuntutan tertentu : Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasasi. Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, Dalam proses penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. pengembangannya

diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup

manusia tersebut dapat terpenuhi. Moekijat (1993:3) juga menyatakan bahwa pelatihan adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Pernyataan ini didukung Yoder (1962:368) yang mendefinisikan kalau kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti sempit, terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin. Antara pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik pendidikan umum maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber kepada penerima. Walaupun demikian perbedaan keduanya akan terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendidikan umum (formal) menurut Halim dan Ali (1993:3) selalu berkaitan dengan mata pelajaran secara konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan falsafah pribadi seseorang. Bila pelatihan lebih menitik beratkan pada kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitik beratkan pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya bahwa pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada keterampilan yang bersifat motorik dan mekanistik. Dalam suatu organisasi, lembaga atau perusahaan, pelatihan

dianggap sebagai suatu terapi yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan produktifitas organisasi, lembaga atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai terapi, karena melalui kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produktivitas organisasi. Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil pelatihan maka karyawan akan semakin matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi organisasi.

Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dari warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya. Pemberian pelatihan bagi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga masyarakat menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Dengan pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan sikap dalam

kebiasaan-kebiasaan

bekerja

masyarakat,

perubahan

terhadap

pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya, oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemberdayaan Istilah pelatihan tidak terlepas dari latihan karena keduanya

mempunyai hubungan yang erat, latihan adalah kegiatan atau pekerjaan melatih untuk memperoleh kemahiran atau kecakapan. Sedangkan tujuan kegiatan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang agar mereka yang dilatih mendapat pengetahuan dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu pekerjaan dengan efektif dan efisien. Hal tersebut menunjukan bahwa latihan itu sebagai pelajaran untuk seseorang yang melakukan kegiatan tidak akan berhasil atau tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan apabila tidak dibarengi dengan aktifitas latihan. Berdasarkan pengertian diatas maka di dalam pelatihan mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a) Latihan mengandung tujuan umum yang ingin dicapai. b) diselenggarakan dengan sengaja, terorganisir dan sistematis.c) latihan berlangsung diluar system persekolahan. d) latihan memberikan suatu pengetahuan serta suatu keterampilan tertentu. e) latihan

dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat. f) latihan menitik beratkan pada praktek dari pada teori. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu hal yang sangat penting dan bermanfaat untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada peserta pelatihan sehingga dapat dijadikan bekal untuk membuka usaha baru dan memenuhi kebutuhan hidupnya atau meningkatkan taraf hidup serta menambah kesejahteraan bagi masyarakat atau individu yang bersangkutan. Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis, (Fandi Tjiptono, dkk, 1996). Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk

menguasai

keterampilan khusus atau

membantu

untuk

memperbaiki

kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa

pendidikan pada umumnya bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu belajar yang relatif lama dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran, mengandung makna adanya suatu proses belajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran terjadi karena adanya orang yang belajar dan sumber belajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses belajar. Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang (Veithzal Rifai: 2004:226). Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara

keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing. Tentang manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan

pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut : a) pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan - individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi, (b) keterampilan tertentu diajarkan agar individu dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan, (c) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan dan (d) manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan. Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat sebagai berikut : Mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis ... (1998 : 215). Masih terkait dengan tujuan dan manfaat pelatihan Henry Simamora (1988:346) mengatakan tujuan-tujuan utama pelatihan, pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang diantaranya memperbaiki kinerja. Sedangkan manfaat pelatihan diantaranya meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas (1988 : 349). Jadi pengertian, tujuan dan manfaat pelatihan secara hakiki

merupakan manifestasi kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi karyawan (peserta pelatihan) dalam meningkatkan kinerja pada tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. b. Bimbingan

Secara pendampingan.

harafiah

makna

membimbing

adalah

menuntun

dan

mendampingi, jadi bimbingan bisa diartikan sebagai tuntunan sekaligus

Mengenai pengertian bimbingan ini Bimo walgito menjelaskan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan dalam hidupnya mencapai kesejahteraan. (Walgito, 1989:4) Sejalan dengan pengertian di atas H. Koestuer Partowisastro mengemukakan pendapat bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalannya sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. (Partowisastro, 1984:12). Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan adalah suatu usaha bantuan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dan pengalaman dalam memberikan bantuan atau pertolongan kepada individu tersebut dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, mengenal dirinya dan dapat bertanggung jawab. Bimbingan di dalam makalah ini bermakna bantuan kepada pelaku UKM agar dapat mengembangkan potensinya dan mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bisang usahanya, khususnya untuk tujuan kespor produk UKM. Bimbingan meliputi tuntunan, pendampingan, dan konsultasi. c. Motivasi Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu

diperlukan keahlian manejer untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan. Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Dari defenisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan) sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah tercapainya tujuan perusahaan. Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2005) yaitu: 1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2) Meningkatkan prestasi kerja karyawan 3) Meningkatkan kedisiplinan karyawan 4) Mempertahankan kestabilan perusahaan 5) Mengefektifkan pengadaan karyawan 6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 7) Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 9) Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas 10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa keten-traman dan ketenangan yang mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil kerja mereka. Menurut Mengkunegara (2000) petunjuk penilaian untuk daftar pertanyaan mengenai motivasi berprestasi yaitu: kerja keras, orientasi masa depan, tingkat cita-cita yang tinggi, orientasi tugas/sasaran, usaha untuk maju, ketekunan, rekan kerja yang dipilih dan pemanfaatan waktu. Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005) motivasi terdiri dari: 1) Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja. 2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para karyawan. Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut: 1). Teori Motivasi Klasik. Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik, Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005) menyatakan bahwa : Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka. Sehingga dengan adanya teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem intensif untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak karyawan berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian karyawan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja. 2). Teori Motivasi Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslows Needs Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau teori Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni seseorang berprilaku dan bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila ada kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi utama, selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Hasibuan (2005) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, yakni : a) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis) Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja dengan giat. b). Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan). Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk. c). Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan social) Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi social, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada asarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan hidup berkelompok.

d). Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai symbol status itu. e). Self Actualization (aktualisasi diri ) Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat penting untuk memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada perusahaan yang modern yang selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya. Bentuk lain dari pembahasan ini adalah dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para karyawannya. 3). Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor atau Herzbergs Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan (factor Higienis). Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu:

a). Pertama, Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. b). Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis

seseorang, kebutuhan ini meliputi serangkaian

kondisi intrinsik,

kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik. Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor psikologis) dapat dipenuhi supaya dapat membuat para karyawan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut: a). Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan pengakuan atas semuanya. b). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain. c). Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencaricari kesalahan. 4).Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc itu sendiri, dan adanya

Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak cukup memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi orang juga mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat hidup bahagia. Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka motivasi mereka semakin tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja. Semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan non material dari hasil kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang dimilikinya. d. Kegiatan Ekspor Aktivitas ekspor secara meningkat telah menjadi penting bagi kelangsungan, pertumbuhan dan profitabilitas dari organisasi bisnis modern. Dalam pangsa pasar global yang kompetitif, sangat penting memformulasikan sebuah strategi pemasaran yang efektif. Strategi pemasaran yang disusun menunjukkan tingkat respon perusahaan terhadap kondisi pasar yang kompetitif (Lee dan David, 2004). Tingkat pergerakan (turbulances) lingkungan, termasuk perkembangan teknologi yang sangat cepat juga mengharuskan kemampuan perusahaan seluruh membangun perusahaan kekuatan untuk adaptabilitas sesegera dan kemampuan aksesibilitasnya. Kekuatan adaptabilitas yang dimaksud adalah potensi mungkin menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keinginan (needs and wants), baik konsumen, supplier, maupun pihak lain yang mempunyai kekuatan pengaruh terhadap pasar. Menurut Katsikeas dan Nigel (1993), jika bekerja dalam suatu pasar ekspor, seharusnya menerapkan dimanapun (terutama dari perspektif efektivitas biaya) pada strategi yang menitikberatkan kebutuhan untuk menyesuaikan program marketing mix pada karakteristik spesifik dari pasar yang dituju dimana operasi perusahaan berbeda diantara negara-negara

dengan struktur dan budaya yang signifikan. Dalam bidang pemasaran ekspor, adaptasi berhubungan pada area kebijakan pemasaran seperti atribut produk, metode harga, channel distribusi, dan aktivitas promosi, merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan dan sukses di pasar ekspor. Definisi Operasional Pembahasan masalah dalam makalah ini mengacu pada dua variabel yaitu pelatihan dan bimbingan sebagai variabel bebas dan motivasi ekspor pelaku UKM sebagai variabel terikat. Definisi operasional pelatihan dan bimbingan adalah segala usaha yang dilakukan oleh PPEI dalam membantu memberikan pengetahuan, mengembangkan potensi, mendampingi, serta mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UKM dalam upaya menembus pasar luar negeri. Definisi operasional motivasi adalah dorongan keinginan yang kuat dari pelaku UKM untuk mengupayakan produknya agar bisa memasuki pasar luar negeri. Kerangka berpikir Pembahasan dalam makalah ini beranjak dari hipotesa atau asumsi bahwa pendidikan dan bimbingan yang dilaksanakan oleh PPEI akan berpengaruh terhadap kemauan dari pelaku usaha kecil menengah dalam melakukan ekspor. Pola pikir dalam karya tulis ilmiah ini berpedoman pada asumsi bahwa pelatihan dan bimbingan berpengaruh terhadap motivasi ekspor dari pelaku UKM. Dasarnya adalah, pelaku UKM akan mempunyai dorongan keinginan yang kuat setelah mengikuti pelatihan ekspor dan dalam aplikasinya dibimbing oleh mentor / coach dari PPEI. Dengan bimbingan maka pelaku UKM tidak ragus-ragu lagi dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Pembahasan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) didirikan dengan maksud untuk dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi

pelaku usaha di Indonesia agar siap menembus pasar internasional. Pelaku usaha di Indonesia sangat beragam, dan yang menjadi obyek pembahasan dalam makalah ini adalah pelaku usaha kecil dan menengah. Pembatasan ini didasari oleh kenyataan bahwa dibanding dengan pelaku usaha dan industri kelas atas, perusahaan kecil dan menengah masih sedikit yang bisa menembus pasar luar negeri. Padahal dari segi potensi sangat menjanjikan. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan eknomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas.Perlu berpikir dalam skala global dan bertindak lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan UKM. Dengan kondisi seperti itu maka peran pendidikan dan bimbingan menjadi signifikan. Beberapa kasus membuktikan bahwa pelaku usaha kecil dan menengah rata-rata enggan memasarkan produknya ke luar negeri akibat kurang percaya diri bisa bersaing di dunia internasional. Hal itu muncul sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang ekspor barang ke luar negeri. Kendati demikian pengetahuan saja ternyata tidak cukup, dalam prakteknya masih dijumpai berbagai kendala dan permasalahan yang sringkali membuat

pelaku

UKM

surut langkahnya.

Disinilah

perlunya bimbingan. Pada

kenyataanya dunia nyata atau praktik seringkali berbeda jauh dengan teoritis. Apa yang didapatkan pada waktu pelatihan ternyata harus berbenturan dengan permasalahan di lapangan. Dengan adanya bimbingan dari mentor terpercaya, maka pelaku UKM akan dibimbing untuk mengatasi berbagai kendala tersebut. Pada kenyataannya pelaku UKM yang memperoleh pelatihan dan bimbingan memiliki keberanian untuk melakukan ekspor. Selain karena berbekal pengetahuan dan wawasan yang cukup, mereka juga tidak khawatir karena di bawah bimbingan mentor dari lembaga yang berwenang.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pembahasan yang telah diuraikan di bagian sebelumnya menyatakan bahwa pelatihan dan bimbingan berperan penting dalam mendorong pelaku usaha kecil dan menengah untuk memasarkan produknya ke manca negara. Dengan memperoleh pengetahuan melalui pendidikan pelaku UKM memperoleh wawasan yang cukup mengenai seluk beluk ekspor. Dan melalui bimbingan yang terarah dan konsisten, pelaku UKM dapat menghadapi berbagai kendala dan memecahkan persoalan yang dihadapi sewaktu akan mengekspor produknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan dan bimbingan dengan motivasi ekspor pelaku UKM di Indonesia. Rekomendasi Dari hasil paparan dalam makalah ini maka penulis menyampaikan rekomendasi sebagai berikut : 1. Pelaku usaha kecil dan menengah harus didorong untuk melakukan ekspor karena pasar internasional terbuka lebar, sedangkan pasar di dalam negeri sudah mendekati titik jenuh 2. Pembekalan berupa pelatihan ekspor bagi pelaku usaha kecil dan menengah perlu ditindaklanjuti dengan bimbingan intensif 3. Pelatihan dan bimbingan kepada UKM sebaiknya dilakukan per wilayah sehingga bisa menembus sampai ke daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Berry Albert ,et al (2001) Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia. Bulletin of Indonesia Economic Studies ,vol 37,no.3 Dec 2001, The Australian National University & CSIS Jakarta . Hasyim Mohd Khairuddin , et al , (2002) Determining the Moderating Effect Of Environment on the Business Strategy-Performance relationship in Malaysian SMEs , Jurnal Bisnis Strategi, vol 8, Desember 2001/TH .VI /2002. Handoko, Oemar. 2000. Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan. Jakarta: Bina Aksara. Hidayat, Syarif. 2001. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Jakarta: Pustaka Quantum Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Cetakan I. Bandung: PT Refika Aditama. Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sulistyohadi, Timbul. 2002. Beberapa Isu Penting dalam Program Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Manajemen Usahawan. No. 05. TH XXXI. Mei: 11-14.

You might also like