You are on page 1of 37

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SPINA BIFIDA DENGAN MENINGOKEL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Keperawatan

Anak Dosen pembimbing; Ibu. Ana Farida, S. kep. Ns.

Disusun Oleh: Hajar Dewi Rizqi 7307005 PRODI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG 2010 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. Salah satu kelainan congenital yang sering terjadi adalah meningokel. Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal korda spinalis atau penutupnya.

Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).

B. Rumusan Masalah a. Apa Pengertian dari Maningokel? b. Apa Etiologi dari maningokel? c. Apa tanda dan gejala dari maningokel? d. Bagaimana Patofisiologi dari Maningokel? e. Bagaimana Patofisiologi Nursing Patway (PNP) dari Maningokel? f. Bagaimana cara Penatalaksanaan terhadap maningokel? g. Bagaimana dalam Pemberian Asuhan Keperawatan? C. Tujuan Umum 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai. TUJUAN KHUSUS 1. Agar para pembaca mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Maningokel dan bisa memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.

BAB 2

PEMBAHASAN A. Pengertian Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter. Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283) Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal1136) Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144) Pembagian disrafisme spinal antara lain: 1. Spina bifida okulta

Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan. 2. Meningokel spinalis

Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis atau sebagian medulla spinalis. 3. Meningomielokel

Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis. 4. Mielomeningosistokel

Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis. 5. Rakiskisis spinal lengkap

Tulang belakang terbuka seluruhnya

B. Etiologi/penyebab Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468) Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885)

C. Gambaran klinis Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena. Pada meningokel dapat ditemukan: 1. 2. Kantong herniasi CSS yang dapat dilihat pada daerah lumbosakral. Hidrosefalus.

D. Patofisiologi Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral. Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari maninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral. Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum. Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468)

Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya (90% sampai 95%). (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425) Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885) Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang

dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat. Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi. Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

E. Deteksi prenatal Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama masa prenatal. Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya arensefali atau mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal. Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat menurunkan disfungsi motorik. (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L. Wong. Hal-1425)

F. Penatalaksanaan medis dan bedah Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh. Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah

diperlukan Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau

(shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan

neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian a. 1. 2. 3. 4. 5. 6. b. Observasi adanya manifestasi mielomeningokel 1. 2. Kantong yang dapat dilihat Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel Flaksid, paralis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah Berbagai derajat defisit sensori Inkontenensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan Kurang kontrol defikasi Prolapsus rektal (kadang-kadang) Di bawah vertebra sakrum ketiga Tidak ada kerusakan motorik Dapat berupa anestesia sadel dengan paralis sfingter kandung kemih dan sfingter anus Deformitas sendi (terkadang terjadi di uterus) Talipes valgus atau kontraktur varus Kifosis Skoliosis lumbosakral Identitas bayi Identitas ibu Riwayat kehamilan ibu kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan Riwayat kelahiran. Seksio sesarae terencana atau normal Riwayat Keluarga. Anak sebelumnya menderita spina bifida Riwayat atau adanya faktor resiko Jenis kelamin laki-laki Pemeriksaan Fisik. meningkat pada usia 16-18 minggu Anamnesa :

Di bawah vertebra lumbal kedua

Dislokasi pinggul 3. 4. 5. 6. 7. Radiologi Tomografi B. Diagnosa 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif. 2. Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal 3. Risti trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal 4. Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial 6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga 7. Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik 8. Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis untuk Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian. menentukan tingkat kerusakan motorik dan sensorik penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi

10. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh C. Intervensi 1. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif. Sasaran: Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf pusat Intervensi keperawatan/rasional Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal steril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi (salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong Berikan antibiotik sesuai resep Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan pengobatan dalam pengobatan Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi

Hasil yang di harapkan kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi 2. Diagnosa: Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal Sasaran: pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal Intervensi keperawatan/rasional Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan

Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic bedah, potong sesuai ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan dibawah kantong di samping sacrum dan selimuti dengan longgar untuk memberikan lapisan pelindung

Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan, merapikan tempat tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah trauma

Hasil yang diharapkan Kantong meningeal tetap utuh Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma

3. Diagnosa Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan serebrospinl Sasaran: pasien tidak mengalami tekanan intrakranial Intervensi keperawatan/rasional Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya hidrosefalus Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang menunjukkan terjadinya hidrosefalus. o o Bayi o o o Menangis bila diangakat atau digendon: diam bila tetap berbaring Peningkatan lingkar oksipitofrontal Peregangan sutura Peka rangsang Latergi

o Anak o o o

Perubahan tingkat kesadaran

Sakit kepala (khusus di pagi hari) Apatis Konfusi

Hasil yang diharapkan Bukti tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat diimplementasikan 4. Diognosa: Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks dan alergi lateks Sasaran pasien: pasien mengalami pemajanan minimum pada lateks Intervensi keperawatan/rasional Identifikasi anak dengan alergi lateks Jaga agar lingkungan bebas lateks untuk menurunkan pemajanan Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain (mis., pekerja perawatan sehari, guru) tentang hal-hal berikut: Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihindari untuk menurunkan pemajanan Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada anafilaktik) untuk mendeteksi reaksi dengan cepat Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik dan memanggil pelayanan medis darurat, untuk mencegah keterlambatan tindakan Hasil yang diharapkan

Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks

5. Diagnose: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial Sasaran pasien : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal Intervensi keperawatan/rasional Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah kontraktur Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral untuk mencegah kontraktur Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang dirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan Hasil yang diharapkan Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan kesejajaran yang benar 6. Diagnose: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya anggota keluarga Tujuan Anggota keluarga mempertahankan sistem fungsi dukungan mutual satu sama lain Intervensi keperawatan/rasional

Beri dukungan emosional kepada orang tua Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi dan mendukung untuk keluarga

Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit bila memungkinkan (member makan, memandikan, memakai baju, ambulasi)

Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang sakit dengan sikap realistis

Kriteria hasil Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan control emosi. 7. Diagnose: Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik dan ketidakcukupan pengetahuan Tujuan Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi Intervensi keperawatan/rasional Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil alih Hindari kesan memaksa Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari memberi harapan Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang diungkapkan dengan layanan yang diberikan perawat

Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu untuk meningkatkan percaya diri

Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan dari individu dan keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga

Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan berdasarkan informasi untuk meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif keluarga

Kriteria hasil Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab dan factor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau control gejala 8. Diagnose : Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan intensif Tujuan Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti menggendong bayi dengan dekat, tersenyum dan bicara pada bayi, dan mencari kontak mata dengan bayi Intervensi keperawatan/rasional Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum dipindahkan Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan telefon yang sering dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan tidak memungkinkan Kriteria hasil Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi

9. Diagnose : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif Tujuan Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus Intervensi keperawatan/rasional Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya setiap 30 menit sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah untuk mencegah dekubitus Kriteria hasil Individu bebas dari dekubitus

10.Diagnose: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake adekuat Tujuan Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi Intervensi keperawatan/rasional Beri dosis sedikit tetapi sering Pasang infus Kolaborasi dengan ahli gizi

Kriteria hasil Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal

D. Implementasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Minimalkan resiko infeksi pada sebelum dan sesdah operasi Jaga pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal Deteksi dini tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial Minimalkan pemajanan lateks Pertahankan asupan nutrisi dan cairan Pantau adanya tanda dan gejala infeksi Lakukan perawatan luka operasi: gunakan teknik steril ketika

mangganti dan menguatkan balutan 8. panjang 9. Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka

memfasilitasi mobilitas dan kemandirian 10. Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan

perkembangan normal serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal Evaluasi 1. Apakah anak terhidrasi dengan baik dan mempertahankan berat badannya 2. Apakah anak bebas dari infeksi 3. Apakah Anak dan orang tua menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan perawatan jangka panjang di rumah dan bebas dari komplikasi.

BAB 4

Penutup A. Kesimpulan Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat. Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. B. Saran Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.

REFERENSI

1. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. EGC: Jakarta. 2. Diane M. Fraser. Dkk. 2009. Myles Buku Ajar Kebidanan. EGC: Jakarta. 3. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta 4. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC: Jakarta 5. Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta 6. Marliynn E. Doengoes, Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta 7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta. 8. Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC; Jakarta 9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3. FKUI : Jakarta. 10.Taslim S. Soetomenggolo, Sfyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. BP IDAI: Jakarta. 11.Wiknjosastro, Hanifa . dkk. 1999. Ilmu kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo: Jakarta. 12.Wong , Donna L dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatric vol 2. EGC: Jakarta. 13.Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . EGC: Jakarta.

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) DEFINISI Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. PENYEBAB

Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: Hidrosefalus Siringomielia Dislokasi pinggul. GEJALA Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Terdapat beberapa jenis spina bifida: 1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. 2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. 3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.

Gejalanya berupa: - penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir - jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya - kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki - penurunan sensasi - inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja - korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta: - seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang) - lekukan pada daerah sakrum.

DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut: - Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan. - USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra - CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. PENGOBATAN Tujuan dari pengobatan awal adalah: - mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida - meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi) - membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.

Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan . PENCEGAHAN Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

PENDAHULUAN Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal dari embrio. (1,2,16) Pada stadium dini pembentukan lempeng neural terbentuk celah neural yang kemudian membentuk pipa neural. Pipa neural inilah yang kemudian menjadi jaringan otak dan medula spinalis. Ketika dalam kandungan, jaringan yang membentuk pipa neural tidak menutup atau tidak tertutup secara sempurna. Ini menyebabkan adanya bagian yang terbuka pada vertebra, yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis. Proses penutupan pipa neural ini berlangsung selama minggu keempat kehidupan embrio dan biasanya sebelum wanita mengetahui kehamilannya dan berakhir. Proses neuralisasi mulai pada garis tengah dorsal dan berlanjut ke arah sefal dan kaudal. Penutupan yang paling akhir terjadi pada ujung posterior yaitu pada hari ke-28.(3, 16) Kadang-kadang alur saraf tersebut tidak menutup, ini oleh karena kesalahan induksi oleh

chorda spinalis yang terletak dibawahnya atau karena pengaruh faktor-faktor teratogenik lingkungan sel-sel neuroepitel. Jaringan saraf dalam hal ini tetap terbuka ke dunia luar. Gangguan proses ini menyebabkan defek pipa neural yang kemudian digolongkan sebagai disrafisme. Disrafisme terbagi dua yakni kranial dan spinal. (3,16) Disrafisme spinal / mielodisplasia adalah anomali kongenital dari spinal yang diakibatkan oleh kegagalan fusi dari struktur-struktur pada garis tengah. Bila lesinya hanya terbatas pada tulang (arkus) posterior baik satu atau beberapa level, kelainan ini disebut sebagai spina bifida.(3, 4, 5, 6) Jika elemen saraf ikut terlibat maka akan menimbulkan paralisis dan hilangnya sensasi dan gangguan pada sfingter. Derajat dan lokalisasi defek yang terjadi bervariasi. Pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fusi satu atau lebih dari satu arkus posterior vertebra pada daerah lumbosakral. Terkadang kelainan ini tidak menimbulkan gejala klinis yang signifikan. (1, 2,3,4,7) Seringkali apabila terjadi defek pada arkus posterior maka akan timbul gangguan pada permukaan kulit yang menutupinya, yang tampak seperti lesung, seikat rambut, massa lemak atau sinus kulit. Spina bifida dapat digolongkan menjadi dua tipe yakni, spina bifida okulta dan spina bifida aperta (cystica). (1,4) INSIDENS Spina bifida kira-kira muncul pada 2-3 dari 1000 kelahiran, tetapi bila satu anak telah terinfeksi maka resiko untuk anak yang lain menderita spina bifida sepuluh kali lebih besar. (2) Spina bifida ditemukan juga pada ras hispanik dan beberapa kulit putih di Eropa, dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika. 95 % bayi yang lahir dengan spina bifida tidak memiliki riwayat keluarga yang sama. Bagaimanapun juga, jika seorang ibu memiliki bayi yang menderita spina bifida , maka resiko hal ini terulang lagi pada kehamilan berikutnya akan meningkat. (11) Spina bifida tipe okulta terjadi pada 10 15 % dari populasi. Sedangkan spina bifida tipe cystica terjadi pada 1 : 1000 kehamilan. Terjadi lebih banyak pada wanita daripada pria (3 : 2) dan insidennya meningkat pada orang China. (6) Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral junction.(6, 10) Tetapi juga dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam skala yang kecil. (10)

Beberapa masalah yang paling sering muncul pada kasus spina bifida adalah:(8, 16) Arnold-Chiari Malformasi, 90% kasus muncul bersamaan dengan spina bifida dimana sebagian massa otak menonjol ke dalam rongga spinal. Hydrosefalus, 70-90% biasanya juga muncul bersamaan dengan spina bifida. Pada keadaan ini terjadi peningkatan berlebihan dari liquor cerebrospinal. Gangguan pencernaan dan gangguan kemih, dimana terjadi gangguan pada saraf yang mempersarafi organ tersebut. Anak-anak sering mengalami infeksi kronik atau infeksi berulang saluran kemih yang disertai kerusakan pada ginjal. Gangguan pada ekstremitas terjadi 30% kasus. Gangguan dapat berupa dislokasi sendi panggul, club foot. Gangguan ini dapat terjadi primer atau sekunder karena ketidakseimbangan otot atau paralsis. EMBRIOLOGI DAN PATOLOGI EMBRIOLOGI Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap perkembangan setelah pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2 -3 hari. Ada dua proses pembentukan sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi primer, yakni pembentukan struktur saraf menjadi pipa, hal yang serupa juga terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua, neuralisasi sekunder, yakni pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian lumbal dan sakral. Neural plate dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21) dan fusi dari neural fold terbentuk pada tahap ke 10 (hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering mengalami gangguan yakni selama tahap 8 10 (yakni, ketika neural plate membentuk fold pertamanya dan berfusi untuk membentuk neural tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya craniorachischisis, yang merupakan salah satu bentuk yang jarang dari neural tube defect (NTD). (12, 13) Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian rostral neuropore. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya anencephaly. Mielomeningocele terjadi akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke 26-30), saat ini terjadi penutupan bagian caudal dari neuropore. (12) Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying yang dapat menjelaskan anomali yang terjadi pada NTD. Defek yang terjadi bersamaan seperti hidrosefalus dan malformasi otak bagian belakang seperti malformasi Chiari II adalah salah

satu contohnya. McLone dan Naidich, pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang teori unifying dari defek pada neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian belakang dan anomali pada korda spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kegagalan lipatan neural untuk menutup sempurna, menyebabkan defek pada bagian dorsal atau myeloschisis. Hal ini menyebabkan CSF bocor mulai dari ventrikel sampai ke kanalis sentralis dan bahkan mencapai cairan amnion dan mengakibatkan kolaps dari sistem ventrikel. (12) Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan volumenya menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai tambahan, fossa posterior tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, dan neuroblas tidak bermigrasi keluar sesuai dengan normal dari ventrikel ke korteks. (12) Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni teori defisiensi asam folat. (13) Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Hingga kini tidak diketahui mengapa asam folat dapat menyebabkan spina bifida.(7,12,15) PATOLOGI Penutupan neural tube terjadi selama minggu ke empat kehamilan. Spina Bifida Okulta Kelainan ini hanya berupa defek yang kecil pada arkus posterior. Seringkali kelainan jenis ini juga berhubungan dengan kelainan intraspinal, seperti perlengketan konus medullaris dibawah L1, pemisahan dari korda spinalis (diastematomyelia) dan kista atau lipoma dari kauda equina. (1,2,14) Spina Bifida Aperta (cystica) Tipe ini merupakan salah satu bentuk dari spina bifida yang kehilangan lamina vertebranya dan seluruh isi dari kanalis vertebralis mengalami prolaps membentuk sebuah defek dan defek tersebut membentuk kantung pada menings yang berisi CSF, defek yang terbentuk inilah yang disebut dengan meningocele. Sedangkan bila berisi korda spinalis dan akar saraf disebut mielomeningocele. Korda spinalis tersebut biasanya berasal dari bentuk primitif, yakni lempeng neural yang belum mangalami lipatan, hal ini disebut open myelomeningocele atau rachischisis. Dan pada closed myelomeningocele, yakni apabila lempeng neural telah terbentuk sempurna dan tertutup oleh membran dan kulit, meskipun tetap terlihat arkus posterior dari vertebra. (2)

KLASIFIKASI Spina bifida digolongkan sebagai berikut : 1. Spina Bifida Okulta Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya terdapat didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II. (6,10,12,14,15,16) Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan. (1,12) Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat. (6) Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal, lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral anterior. (3, 6) a. Lipoma spinal Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada kasuskasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal adalah keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi neurologis. (6) Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini dapat berupa lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel. Pemeriksaan radiologik dilakukan seperti pada meningokel.(3) b. Sinus dermal Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari epidermis

menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis rekuren. (6) c. Lipomielomeningokel Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar. (6) d. Diastematomielia(6) Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan terdiri atas komponen-komponen : - Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau membentuk septa. - Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord diatas. - Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari daerah yang ada diastematomielia. 2. Spina Bifida Sistika (Aperta) a. Meningokel Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi. (7,12)

b. Mielomeningokel Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural placode. NTD tipe ini adalah bentuk yang paling sering terjadi. Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral. (12) Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks. (3, 6) DIAGNOSIS Anamnesis Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat kesehatan dari individu tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan keluarga dan penjelasan yang detail tentang kehamilan dan kelahiran. (15) Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis. (14) a. Spina bifida okulta (2, 13) Sering kali asimtomatik{ Tidak ada gangguan pada neural tissue{ Regio lumbal dan sakral{ Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus{

Gangguan traktus urinarius (mild){ b. Spina bifida aperta (13) Meningokel Tertutupi oleh kulit{ Tidak terjadi paralisis{ Mielomeningokel Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran yang transparan{ Terjadi paralisis{ Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk membedakan gerakan volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan bahwa semua respons gerakan tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif; sedangkan adanya kontraktur dan deformitas kaki merupakan ciri paralisis segmental level tersebut. (6) Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerak bawah bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher, bentuk tulang belakang dan gerakan. (1, 9) Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosa dini spina bifida bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan prenatal. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom dan kelainan bawaan lainnya. Triple screen merupakan tes yang terdiri atas pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), USG tulang belakang janin, dan amniosentesis. (4, 12, 15) 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan bayi dengan spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). (11, 14) Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut : X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan

CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas dan lokasi kelainan (13) PENANGANAN Penanganan pasien dengan spina bifida dengan operasi penutupan pada defek yang terbentuk, saat ini masih kontroversial. Banyak bidang keilmuan menghindari pelaksanaan urgent operasion bila level neurological lesinya tinggi (diatas L1), jika terjadi deformitas spinal yang jarang, atau jika terjadi hidrosefalus, selebihnya jika terjadi lesi pada kulit dilakukan penutupan defek secara dini. (13) Penanganan berikutnya, adalah dengan kerja tim. Tim yang idel merupakan kombinasi dari neurosurgery, ortopedi, urologi, pediatrik, fisioterapi. Seiring pertumbuhan anak, ia membutuhkan pemasangan splint dan fisioterapis. Tapi diatas semua itu, anak-anak tersebut membutuhkan pengertian dari kedua orang tuanya dan perhatian mereka. (13) 1. Spina Bifida Okulta Karena tipe ini tidak memberikan keluhan yang berarti bila tidak disertai dengan gangguan neurologis maka penanganannya adalah dengan memberikan nasehat pada orang tua pasien mengenai keabnormalan kulit disekitar regio lumbo-sakral, karena hal ini kaki si pasien mungkin akan pincang atau akan ada masalah pada sistem ekskresinya. Dengan bantuan XRay lokasi vertebra yang mengalami defek dapat diketahui. (4) Bila tidak disertai dengan penurunan fungsi neurologis maka pengobatan tidaklah perlu untuk diberikan. Tetapi jika terdapat defek neurologis maka diperlukan pemeriksaan penunjang dengan CT scan, Mielografi dan MRI untuk menentukan letak lesi lalu kemudian dilaksanakan neurosurgical. (4) Lipoma Spinal Operasi laminektomi untuk reseksi jaringan lemak Sinus Dermalis Tindakan eksisi melalui laminektomi dan membuka duramater. Lipomielomeningokel Koreksi pembedahan untuk kasus ini mencakup tindakan pelepasan jeratan, mengangkat jaringan lemak dan rekonstruksi duramater. Diastematomielia Terapi operasi ditujukan untuk eksisi tulang yang membelah dua medula spinalis

2. Spina Bifida Aperta Pada tipe ini ada 3 masalah penting yang menjadi masalah ortopedi dalam penanganan pasien dengan spina bifida, yakni: koreksi deformitas, mempertahankan koreksi, memberikan posisi terbaik pada anggota gerak bawah.(4) Biasanya untuk penanganan tersebut diatas baru diberikan saat anak berusia 1 3 tahun, untuk memastikan bahwa anak tersebut tumbuh dengan baik dan masalah hidrosefalus dan gangguan fungsi ginjal telah terkontrol. (4) Untuk mengkoreksi deformitas yang timbul, baik deformitas pada pinggul, lutut atau kaki, harus dikoreksi dengan cara yang sederhana dengan alat yang dapat membuat tungkai lurus, mobile, dan kedua kaki dapat menopang berat badan dengan baik. Hal ini dapat diatasi dengan kombinasi dari splint dan operasi, tergantung pada tingkat paralisis dan sendi yang terkena. Splint dan plester sangat berguna untuk mengontrol flail joints dan mempertahankan koreksi setelah dilakukan operasi, tapi penggunaannya harus pas dan dirawat dengan baik untuk menghindari terjadinya luka pada kulit yang sensitif. (4) Sedangkan untuk memberikan posisi terbaik pada anggota gerak bawah, meskipun terdapat paralisis pada tungkai bawah, terkadang ada kemungkinan untuk membuat anak tersebut dapat berjalan dengan tongkat. Pada beberapa kasus penggunaan external bracing pada tungkai atau kursi roda juga dapat digunakan, dan latihan dalam jangka waktu yang lama dengan fisioterapis yang terlatih juga sangat membantu. (4) Penanganan Awal Penutupan defek pada kulit Dilakukan jika pasien memiliki prognosis yang baik, dilaksanakan dalam 48 jam setelah kelahiran. Neural plate ditutup dengan hati-hati dan kulit diinsisi luas. Hanya dengan cara ini ulkus dapat dicegah. Hidrosefalus Merupakan prioritas selanjutnya. Dilakukan setelah beberapa hari. Dilaksanakan ventriculo caval shunt. Deformitas Harus tetap dikontrol. Operasi ortopedi biasanya tidak dilakukan sampai minggu ke-3, selanjutnya pada masa pertumbuhan anak.

Penanganan Paralisis dan Deformitas Untuk 6 12 bulan pertama deformitas diterapi dengan strecthing dan strapping. Koreksi dengan menggunakan plester tidak dibenarkan. Efek : tulang dapat patah dan muncul ulkus di kulit. Open methods adalah koreksi yang terbaik untuk deformitas, tetapi harus ditunda sampai anak berumur beberapa bulan. Deformitas proksimal dikoreksi sebelum deformitas distal terjadi. Jika sudah seimbang maka deformitas residu yang terjadi ditangani dengan osteotomi. Splint tidak pernah digunakan tunggal dalam mengkoreksi deformitas. Hanya bisa digunakan untuk mempertahankan deformitas, pelaksanaannya diperkuat dengan strecthing berulang-ulang. (2) PROGNOSIS Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak anak dengan spina bifida dapat hidup sampai dewasa. (6) Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek. Setelah dioperasi mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat bertahan hidup selama 5 tahun). (6) DAFTAR PUSTAKA 1. Rasjad, Chairuddin. Penyakit Lesi Medula Spinalis dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi Kedua. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2003. Hal 258-61. 2. Apley, Graham. Solomon, Louis. Spinal Malformation in: Apleys System of Orthopedic and Fractures. 7th ed. London: ELBS; 1993. P 206-8. 3. De Jong,Wim. Sistem Saraf dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. Hal 1098-03. 4. Adams, J.C. Hamblen, D. L. Trunk and Spine in: Outline Orthopedics. 8th ed. London: ELBS; 1990. P 167, 133-5

5. Scwarts, S. I. Neurosurgery in : Principles of Surgery. 7 th ed. New York; 2000. P. 904, 922 6. Satyanegara. Disgrafisme Spinal dalam : Ilmu Bedah Saraf. Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; 1998. Hal.301-05. 7. Griffin. Mike. Occupational Therapy Revision Notes : Spina Bifida [Online] 2006, [cited 2006 Nov 29, 2006]; Available from URL: http://www.OTDIRECT.co.uk 8. Moniaci C. Spina bifida : General Information [online] 2007,[cited 2007 April 10 ];Available From URL: http://www.shinershq.org.htm 9. Anonim. Spina Bifida [Online] 2007, [cited 2006 Mar 11, 2007]; Available from URL: http://www.google.com 10. Wengger DR, Rang M. The Art and Practice of Childrens Orthopaedics,Steven Press,1990. Hal 562-563 11. Anonim. Spina Bifida [Online] 2006, [cited 2006 Nov 11, 2006]; Available from URL: http://www.raredisease.about.com 12. Ellenbogen. Richard.G. Neural Tube Defects in the Neonatal Period. [Online] 2007, [cited 2007 Mar 21 ,2007]; Available from URL: http://www.medicine.com 13. Anonim. Myelodisplasia [Online] 2007, [cited 2007 April 11, 2007]; Available from URL: http://www.rumania.com 14. Anonim. Spina Bifida [Online] 2007, [cited 2007 April 7, 2007]; Available from URL: http://www.medicastore.com 15. Anonim. Spina Bifida [Online] 2007, [cited 2007 April 7,2007]; Available from:URL: http://www.emedicine.com 16. Sadler TW, Susunan Saraf Pusat dalam : Langman Embriologi Kedokteran, edisi 5, EGC, 1993. Hal:141-144, 344-346

Artikel Terkait:

You might also like