You are on page 1of 7

Yang dimaksud bacaan hauqalah adalah bacaan

Laa haula walaa quwwatra illa billaahil aliyyil azhiim Artinya : Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecualli atas pertolongan Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung Makna dari kalimat tersebut adalah tidak ada daya dalam menjauhi maksiat kepada Allah dan tidak ada kekuatan dalam menjalankan ibadah kepada Allah kecuali keduanya atas pertolongan dan kehendak Allah semata. Menurut sebagian pendapat ulama, merasa tidak berdaya dan tidak punya kekuatan adalah ciri dari sifat ikhlas. Nabi Ibrahim a.s menyebut kalimat hauqalah dengan sebutan ghiraasil jannah atau taman surga, oleh karenanya, beliau menganjurkan untuk memperbanyak kalimat tersebut. Bahkan Abu Dunya menerangkan bahwa siapaun orang yang membiasakan membaca kalimat hauqalah setiap hari minimal 100 kali, maka dia akan terhindar dari kefakiran. Ada juga yang menganjurkan untuk selalu membacanya sedikitnya 300 kali, ketika terjadi kesedihan di kalangan umat Islam, insya Allah kedukaan tersebut akan segera diganti dengan kebahagiaan. Comments: 0 Label: Hauqalah

26 Maret 2012

Membaca Shalawat
Tulisan shalawat juga ternyata selalu diletakkan di awal-awal sebuah karangan atau tulisan. Mengapa demikian. Alasannya adalah berdasarkan sebuah hadits qudsi yang menyatakan bahwa alam dan segala isinya ini diciptakan karena rauh Nabi Muhammad yang agung, intinya alam ada karena adanya ruh nabi Muhammad, kalau saja ruh nabi tidak ada, maka alam pun tak akan diciptakan, dengan demikian Nabi Muhammad adalah perantara yang agung atas adanya kehidupan, maka layaklah seseorang bershalawat kepadanya sebelum memulai sesuatu, karena Muhammadlah yang menjadi perantara kita ada dan bisa membuat sebuah karangan/tulisan. Alasan lain adalah menjalanakan sebuah hadits Nabi yang isinya Barang siapa yang menulis shalawat di awal tulisan/karangan lalu membacanya, maka para malaikat akan senantiasa menduakan orang tersebut dan meminta ampunan baginya, selama tulisan tersebut ada dalam kitab tersebut. Lalu apa arti shalawat kepada Nabi ? Inti dari shalawat kepada nabi adalah mendoakan bertambahnya rahmat dan kemulyaan kepadanya, keluarganya dan para sahabatnya. Kalau ada yang bertanya, bukankah Nabi Muhammad telah dijamin keselamatannya ? Lalu kenapa kita malah mendoakan beliau yang jelas-jelas sudah pasti keselamatanya di akhirat, sedangkan kita sendiri belum tentu selamat atau tidaknya ? Ismail Al Hamidi berpendapat bahwa sebetulnya membaca shalawat kepada Nabi itu adalah sebuah wasilah atau perantara untuk keselamatan diri kita. Semakin bamyak kita membaca shalawat, berarti menandakan kecintaan kita kepada Nabi, kalau seseorang telah cinta kepada Nabi, maka Nabipun akan

rela menggunakan keistimewaanya untuk melindungi dan memperjuangkan umat yang mencintainya dengan cara memberi pertolongan atau syafaat terutama nanti di akhirat. Kalau Nabi Muhammad sebagai kekasih Allah yang meminta syafaat untuk kita, maka kemungkinan besar Allah akan mengizinkan syafaat Nabi buat kita, karena Allah mencintai Nabi Muhammad. Jadi jelas bahwa bacaan shalawat yang kita baca, ujung-ujungnya bermanfaat buat kepentingan kita sendiri. Dalam redaksi shalawat, disamping ditujukan kepada Nabi Muhammad, juga ditujukan kepada keluarga dan sahabatnya. Yang dimaksud keluarga nabi, sebetulnya terbagi 2 golongan, yaitu dilihat dari segi maqam dua dan maqam zakat. Yang dimaksud keluarag nabi dilihat dari maqam dua adalah seluruh umatnya yang membutuhkan doa walaupun ia berdosa. Dengan demikian kita juga termasuk keluarga beliau. Sungguh indah, dengan membaca shalawat berarti kita satu sama lain saling mendoakan bersama-sama. Adapun jika dilihat dari maqam zakat, yang termasuk keluargaa Nabi adalah dari golongan Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Dikatakan maqam zakat, karena mereka terlarang menerima harta zakat dari orang lain, sebab harta zakat itu sebenarnya harta kotor yang harus dikeluarkan muslimin dan mereka terpelihara dari jemis harta-harta tersebut. Sedangkan definisi sahabat Nabi adalah mereka yang pernah berkumpul bersama Nabi atau melihat nabi setelah Nabi Muhammad mendapat risalah dari Allah (setelah diangkat menjadi Rasul), dalam keadaan mengimani atau mengakui risalah beliau. Berbeda tentunya dengan tabiin, kalau tabiin adalah mereka yang tidak bertemu langsung dengan Nabi tapi pernah bertemu dengan para sahabat beliau dalam keadaan iman. Comments: 0 Label: Shalawat

24 Maret 2012

Mengenai Hamdallah
Pengertian hamdallah atau puji, bisa dilihat dari 2 sudut pandang yaitu dari segi lughowi dan dari segi istilah. Arti hamdallah menurut lughowi adalah ungkapan rasa terima kasih atau syukur melalui ucapan atas karunia yang diberikan disertai dengan rasa hormat, baik nikmat ataupun kategori selain nikmat. Sedangkan menurut istilah, puji adalah pekerjaan yang memperlihatkan rasa agungnya Yang Memberi Kenikmatan, baik melalui ucapan, hati ataupun perbuatan. Sama halnya dengan basmallah, para penulis kitab, meletakan hamdallah selalu setelah basmallah. Hal ini berdasarkan alasan yang hampir sama dengan alasan diawalinya sebuah kitab dengan basmallah, yakni mengikuti Al Quran yang agung serta mengamalkan hadits Rasul yang menyatakan bahwa setiap pekerjaan yang bagus namun tidak diawali dengan hamdallah, maka pekerjaan itu kurang berkah. Kalau sahabat membaca postingan kemarin tentang harus diawalinya sebuah tulisan dengan basmallah, maka sepertinya ada 2 keterangan yang memerintahkan hal yang sama. Pada bab basmallah, kita harus mengawali tulisan dengan basmallah. Sekarang pada bab hamdallah, juga harus diawali dengan hamdallah. Ya...gak usah panik dan bingung, kedua keterangan tersebut memang benar adanya.

Para ulama membagi istilah permulaan/pembukaan/iftitah dengan 2 macam iftitah/permulaan, yaitu iftitah haqiqi dan iftitah idlofi. Dalam hal ini basmallah termasuk dalam kategori iftitah haqiqi sedangkan hamdallah termasuk dalam jenis iftitah idlofi. Sesuai dengan namanya, iftitah idlofi adalah pembukaan yang disandarkan, jadi jelas bahwa hamdallah yang termasuk kategori iftitah idlofi karena penempatannya disandarkan setelah basmallah. Kiranya untuk masalah ini tidak perlu diperdebatkan lagi, karena bukan hal yang sangat penting untuk dijadikan tema perdebatan, yang penting dalam prakteknya adalah segala sesuatu pekerjaan yang baik mestinya diawali dengan basmallah dan hamdallah. Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa menulis hamdallah bukan hanya ketika akan menulis sebuah kitab saja, melainkan bagi siapa pun yang akan mempelajari sebuah kitab/mengkaji kitab, baik itu kitab hadits, fiqih dan lain sebagainya, hendaklah diawali juga dengan hamdallah disamping basmallah. Tentang lafadz hamdallah, ada 3 versi yang Saya temukan dalam mengucapkannya, yaitu :


Alhamdu lillaahi rabbil 'aalamiin


Alhamdu lillaahi hamday yuwaafii ni'amahuu wayukaafii maziidah


Alhamdu lillaahi bijamii'i mahaamidihii kulliha maa 'allimtu minhaa wamaa lam a'lam

Kita bebas memilih mengucapkan redaksi yang mana saja. Comments: 0 Label: Hamdallah

23 Maret 2012

Awalilah Dengan Basmallah


Kalau sahabat melihat-lihat kitab kuning, pasti pengarangnya selalu menempatkan basmallah di awal tulisan mereka, sebelum menulis pendahuluan. Mengapa mereka begitu kompak dan seragam selalu meletakkan basmallah di awal tulisan mereka? Alasan mereka ternyata hampir seragam. Mereka juga mengemukakan alasan tersebut di muka tulisan mereka, sebelum berlanjut ke pokok bahasan. Uniknya, pembahasan basmallah setiap pengarang ternyata punya ciri khas yang berbeda-beda, tergantung jenis ilmu apa yang akan dibahas oleh pengarang tersebut. Jika seorang ulama penulis kitab fiqih, maka pembahasan basmallah lebih ditonjolkan dari sudut pandang ilmu fiqih, jika penulis kitab bahasa arab (nahwusharaf), maka penulis lebih memfokuskan basmallah pada kaidah kebahasaan dan seterusnya. Ada beberapa alasan, mengapa setiap kitab diawali dengan basmallah. Diantaranya karena mengikuti akhlak atau kebiasaan Allah, karena Allah selalu mengawali suatu surat dalam Al Quran dengan basmallah. Allah saja kebiasaan-Nya seperti itu, masa kita makhluk-Nya tidak mengikuti-Nya ? Begitu juga dengan apa yang dituliskan Qalam pada Lauh Mahfuzh. Berdasarkan hadits nabi bahwa paling permulaan yang ditulis oleh Qalam adalah basmallah, oleh karena itu Rasul menyuruh mengawali tulisan dengan basmallah, karena basmallah adalah permulaan segala kitab yang diturunkan. Dalam hadits lain, Nabi menyuruh kita untuk mengawali segala tulisan dengan basmallah, setelah itu membacanya. Alasan lain adalah minta keberkahan dan kesempurnaan dengan apa yang akan ditulis, sehingga disamping bermanfaat buat dirinya juga bermanfaat untuk khalayak ramai. Berlandaskan pada sebuah hadits yang menyatakan bahwa segala sesuatu pekerjaan yang baik, namun tidak diawali dengan basmallah, maka pekerjaan tersebut kurang berkah. Kalau berkah itu diibaratkan sebagai tubuh manusia, maka tidak berkah itu adalah ada bagian tubuh yang cacat, dimisalkan tidak punya tangan. Atau kalau diibaratkan ke kuda, dia tidak punya ekor, sehingga tampak ketidaksempurnaannya. Di atas dikemukakan bahwa mengawali suatu pekerjaan dengan basmallah adalah jika pekerjaan tersebut termasuk kategori pekerjaan baik. Kategori pekerjaan yang baik disini adalah pekerjaan yang diperintah oleh agama atau pekerjaan yang dibolehkan secara hukum Islam. Sedangkan pekerjaan yang hukumnya makruh dan haram, tidak diperbolehkan diawali dengan basmallah. Kebangetan kalau ada yang demikian. Juga tidak diperbolehkan membaca basmallah ketika melakukan pekerjaan-pekerjaan yang apabila dibaca basmallah, dianggap kurang sopan penempatannya. Seperti pekerjaan menyapu atau bersih-bersih dari buang air dan sebagainya. Kita harus selalu ingat bahwa basmallah adalah bagian dari kalimat dalam Al Quran, sehingga jangan asal mengucapkan kata basmallah, karena termasuk kalam Ilahi. Namun para ulama berbeda pendapat tentang basmallah, apakah basmallah tersebut merupakan bagian dari masing-masing surat atau bukan ayat dari tiap surat tersebut ? Pendapat Imam Malik menyatakan bahwa basmallah itu bukan bagian dari ayat dalam tiap surat. Sedangkan menurut Abdullah bin Mubarak justru sebaliknya, basmallah merupakan bagian ayat dari tiap surat. Dan pendapat Imam Syafii menyatakan bahwa, basmallah merupakan bagian dari ayat surat Al Fatihah dan beliau masih ragu-ragu terhadap surat lainnya. Dengan demikian bagi pendukung mazhab Imam Syafii, pembacaan Al Fatihah dalam shalat mesti diawali dengan basmallah. Namun para ulama telah sepakat tentang

sebuah ayat dalam surat An Naml yang mengandung kata basmallah, bahwa ayat tersebut adalah bagian dari surat tersebut. Comments: 0 Label: Basmallah

24 Februari 2012

Perbandingan Hukum Kaum Sunni Dengan Syi'ah


Berikut ini beberapa pokok perbedaan hukum dan i'tikad antara golongan Sunnah waljama'ah dengan kaum Syi'ah.

Kaum Syi'ah Khalifah pertama Abu Bakar, Utsman, Ali Khalifah boleh diangkat dengan musyawarah ahlul baet Khalifah orang biasa, tidak ma'sum, tidak menerima wahyu Tidak mempercayai khalifah gaib Kepercayaan kepada khalifah adalah salah satu rukun iman Kitab kedua adalah kitab hadits Bukhori Mushaf yang sah adalah Mushaf Utsmani Arti ahlul bait adalah famili nabi termasuk istri-istri Nabi Tidak mengenal faham wahdatul wujud/serba Tuhan Syariat Islam sudah cukup pada waktu Nabi wafat Taqiyah termasuk rukun iman Raja'ah tidak ada Landasan hukumnya Al Quran, hadits, ijma, qiyas, maslahah mursalah Ketiganya terkutuk karena merampas Khalifah Ali Imam harus ditunjuk oleh Nabi Muhammad dengan wasiat Khalifah masih menerma wahyu dan ma'sum Mempercayai khalifah gaib dan akan keluar akhir zaman Kepercayaan kepada khalifah bukan rukun iman Kitab kedua adalah Al Kaafi karangan Yakob Kailani Mushaf yang sah adalah Mushaf Ali Arti ahlul bait hanyalah keturunan Ali dengan Siti Fatimah r.a Mengenal faham wahdatul wujud Syariat Islam belum cukup, masih ada wahyu untuk Imam Syi'ah Taqiyah bukan rukun iman Mempercayai adanya Raja'ah Prinsipnya hanya Al Quran dan hadits dari kaum Syi'ah

Akal di bawah nash Comments: 0 Label: Mazhab

Akal lebih utama daripada nash

23 Februari 2012

Mazhab Sunni
Mazhab Sunni adalah istilah lain dari mazhab ahli sunnah wal jama'ah. Kata ahli sunnah wal jama'ah ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani tentang terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan. Semuanya sesat kecuali golongan ahli sunnah wal jama'ah. Golongan ahli sunnah wal jama'ah adalah mereka yang mengikuti sunah Rasul dan para sahabatnya termasuk para tabi'in dalam memahami ayat Al Qur'an terutama ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat/samar. Dalam menafsirkan ayat mutasyabihat, secara berurutan mereka berpatokan kepada : 1. sunnah Rasul/hadits walaupun kategori hadits ahad 2. tafsir sahabat 3. tafsir tabi'in 4. ilmu bahasa dan rasio/akal yang tidak bertentangan dengan ayat muhkamat/jelas. Namun dalam prakteknya, mazhab-mazhab yang termasuk kategori golongan ahli sunnah wal jama'ah terbagi 2 golongan besar. 1. Golongan ahli hadits. Golongan ini cenderung menggunakan hadits sebagai patokan menetapkan sebuah hukum daripada rasio. 2. Golongan ahli ra'yu/akal. Golongan ini lebih dominan menggunakan akal/rasio dalam menetapkan hukum namun tetap tidak bertentangan dengan hukum-hukum yang sudah jelas. Dalam perkembangan perkembangan fiqih, kurang lebih ada 500 mazhab bermunculan, namun seiring dengan perkembangan dan evaluasi serta seleksi ketat, mazhab tersebut menciut menjadi puluhan saja dan yang paling subur sampai sekarang hanya 4 mazhab yang paling banyak dianut dan diakui umat Islam seluruh dunia, yaitu : 1. Mazhab Hanafi 2. Mazhab Syafi'i 3. Mazhab Maliki 4. Mazhab Hambali Comments: 0 Label: Mazhab

23 Februari 2012

Sikap Umat Islam Terhadap Madzhab


Terhadap adanya madzhab, umat Islam terbagi 2 golongan besar, yakni : 1. Mereka yang menyatakan anti madzhab 2. Mereka yang merasa wajib bermadzhab

Untuk golongan pertama, telah dirintis oleh tokoh-tokoh anti madzhab sekelas Ibn Taimiyah, Ibn Hazm dan Ibn Qoyyim. Kemudian semakin populer setelah dikomandoi oleh Muhammad bin Abdul Wahab (Saudi), Muhammad Abduh & Rasyid Ridho (Mesir) serta Sayyid Jamaludin Al Afgani (Afganistan). Muh. Abduh berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan karena tidak adanya kebebasan dalam berfikir/berijtihad, sehingga beliau berfatwa mengharamkan melakukan taqlid terhadap imam mujtahid. Hal ini ternyata sejalan dengan penguasa Inggris di Mesir pada waktu itu. Bahkan para penguasa tersebut tidak segan-segan mempelopori fatwa-fatwa baru yang dinamakan kelompok Islam modern yang isi berbagai fatwanya atau hukumnya ternyata banyak yang menyalahi aturan Islam itu sendiri, seperti adanya aturan persamaan hak waris laki-laki dan wanita, pelarangan poligami dan lain sebagainya. Intinya, faham mereka menganjurkan kepada setiap umat Islam untuk melakukan ijtihad tanpa memandang kemampuan mereka di bidang ilmu agama serta melarang melakukan bermadzhab kepada imam mujtahid. Konsep Muh. Abduh di atas memang cukup ideal jika diberlakukan di masyarakat Islam yang telah siap dan menguasai ilmu keislaman. Sementara kondisi umat Islam didunia sekarang ini terbagi menjadi 3 golongan. 1. Golongan berpendidikan rendah, dimana bentuk penjabaran dan penalaran ilmu keislamannya sangat rendah, tidak punya daya kritis dan analisis. Bagi mereka, mengerti apa arti dan manfaat ijtihad saja mungkin tidak tahu, apalagi dituntut untuk berijtihad sendiri. 2. Golongan berpendidikan menengah, dimana kadar penalaran ilmunya dalam taraf menengah, menguasai ilmu-ilmu yang sifatnya praktis dan mendesak, namun belum terpikirkan bagaimana konsep Islam di masa yang akan datang. 3. Golongan berpendidikan tinggi adalah orang-orang atau pemikir yang merasa terpanggil dalam memecahkan berbagai persoalan hukum di masyarakat. Dan dalam Islam, seorang intelektual adalah mereka yang memahami sejarah bangsa, melahirkan gagasan baru serta menguasai sejarah Islam. Dan di dalam al Quran, mereka dinamakan Ulul Albab. Dengan melihat peta demografi umat Islam, dimana golongan ke 3 jauh lebih sedikit daripada golongan 1 dan 2, maka tak mungkin golongan 1 dan 2 mampu melakukan ijtihad sendiri. Satu-satunya jalan untuk golongan 1 dan 2 adalah bertanya kepada ahli ilmu sesuai dalil Q.S 16:43. Seluruh ulama ushul telah sepakat bahwa ayat ini sebagai dasar pertama untuk mewajibkan orang awam agar taklid kepada imam mujtahid dan mereka sepakat bahwa hanya 4 imam mujtahid yang telah disepakati bersama sebagai rujukan kaum muslimin dunia dalam bermazhab yakni Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Hanafi dana Imam Maliki. Comments: 0 Label: Mazhab

You might also like