You are on page 1of 3

EFEK BERAGUN ASET*

INVESTOR Edisi 81, 9-22 Juli 2003 Beberapa waktu yang lalu dalam sebuah media massa, Ketua BAPEPAM mengatakan beberapa perusahaan telah siap menerbitkan produk investasi yang diikat dalam Kontrak Investasi Kolektif dalam bentuk Efek Beragun Aset (EBA). Instrumen EBA ini diperkirakan akan masuk ke pasar modal dengan nilai triliunan rupiah setelah Dirjen Pajak memberikan kepasatian pajak atas produk tersebut. Definisi dan Pengertian EBA Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-19/PM/2002 Peraturan Nomor IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, Efek Beragun Aset (EBA) yang dikenal dengan asset backed securities (ABS) adalah Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, sewa guna usaha, perjanjian jual beli bersyarat, perjanjian pinjaman cicilan, tagihan kartu kredit, pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (Credit Enhancement)/Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut. Karena berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, maka dalam proses pengelolaannya akan melibatkan Manajer Investasi sebagai mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian untuk melaksanakan Penitipan Kolektif. Secara umum, Instrumen EBA merupakan salah satu bentuk Sekuritisasi Aset dalam pasar keuangan. Sekuritisasi aset adalah suatu proses transformasi aset keuangan yang tidak likuid menjadi dana yang likuid dengan menerbitkan efek/surat berharga kepada prospektif investor yang dijamin oleh aset finansial. Tujuan dari sekuritisasi aset adalah untuk meningkatkan kemampuan likuiditas Kreditur Awal dan memberikan hasil investasi dalam bentuk bunga bagi para investor. Selain Manajer Investasi dan Bank Kustodian, dalam setiap penerbitan awal EBA, paling tidak terdapat dua pihak inti yang memiliki peranan utama antara lain Kreditur Awal (Originator) dan Penyedia Jasa (Servicer). Selain kedua pihak tersebut, terdapat juga beberapa lembaga penunjang sebagai lembaga pendukung pembentukan Efek Beragun Aset seperti Akuntan Publik, Konsultan Hukum, Perusahaan Penilai dan Notaris. Kreditur Awal adalah Pihak yang telah mengalihkan aset keuangannya kepada para pemegang EBA secara kolektif. Aset keuangan tersebut diperoleh pihak yang bersangkutan karena pemberian pinjaman, penjualan, dan pemberian jasa lain yang berkaitan dengan usahanya. Sedangkan Penyedia Jasa adalah Pihak yang bertanggung jawab untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitor antara lain seperti melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal-hal lain karena debitur terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya, melakukan negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap debitur dan jasa lain yang ditetapkan dalam kontrak.

EBA atau ABS pertama kali diperkenalkan oleh Credit Suisse First Boston pada tahun 1985 dengan penjualan lease-backed notes (surat utang yang dijamin oleh tagihan leasing) oleh Sperry Lease Finance Corporation. Sejak itu, bermunculan ABS-ABS lainnya yang kebanyakan di-backed oleh tagihan kredit kepemilikan mobil dan tagihan kartu kredit. Beberapa faktor utama yang menjadi alasan ketertarikan para investor atas jenis efek/surat berharga ini antara lain karena kualitas kreditnya dan arus kas yang secara relatif lebih dapat diperkirakan. Dari segi kualitas kredit, efek ini jelas relatif aman dibandingkan dengan surat utang lainnya karena dijamin oleh tagihan/piutang-piutang yang dimiliki oleh pihak kreditur awal. Sedangkan arus kas yang dimiliki relatif lebih dapat diprediksi karena timbul dari tagihan/piutang-piutang yang dibayar secara periodik oleh pihak kreditor dari kreditor Awal. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas efek dalam hal ini kualitas kredit atas aset yang disekuritisasi, pada umumnya EBA memiliki satu atau lebih bentuk sarana peningkatan kredit (credit enchancement). Credit enchancement tersebut dapat berbentuk yield spread yang lebih tinggi, jaminan melalui letter of credit, cash colleteral, jaminan dari pihak ketiga, jaminan yang lebih dari nilai efek (overcollateralization), atau struktur klasifikasi efek melalui pembagian efek senior dan/atau subordinasi. Sedangkan sistem pembayaran bunganya dapat dalam bentuk fixed maupun floating tergantung tingkat bunga yang bisa di-service oleh cash flow pihak Kreditur Awal. Potensi dan Kendala EBA Jika dilihar dari struktur dan beberapa kelebihan yang dimilik EBA, sebenarnya tidak sulit menjual jenis surat berharga yang satu ini. Selain itu, manfaat yang diberikan dari penerbitan surat berharga ini relatif cukup banyak. Bisa dibayangkan berapa banyak bank yang bisa diselamatkan dari kesulitan likuiditas atau persyaratan pemenuhan CAR apabila bank tersebut menerbitkan EBA untuk mengeluarkan beberapa portofolio aset dari bukunya. Belum lagi manfaat bagi perusahaan-perusahaan non-jasa intermediasi keuangan lainnya. Penerbitan EBA oleh perusahaan non-jasa intermediasi keuangan dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan likuiditas yang berasal dari penjualan tagihan/piutang yang dimilikinya. Dengan demikian, perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dana guna melakukan ekspansi. Sebenarnya, BPPN sempat pernah akan melakukan penjualan aset-aset yang dimilikinya melalui salah satu bentuk skema ini, yaitu melalui CBO (collateralized bonds obligation). Bahkan strukturnya-pun sudah pernah dipersiapkan dan dipublikasikan melalui materi salah satu seminar yang pernah dilakukan dalam rangka program penjualan asetnya. Tetapi entah apa alasannya, sampai saat ini skema tersebut tidak pernah terealisasi. Dari sisi investor, penerbitan efek ini dapat memberikan wacana baru dan memperluas perbendaharaan jenis instrumen investasi yang ada di pasar modal. Yang pasti, investor dapat lebih mendiversifikasikan portofolionya guna meningkatkan return dengan batasan risiko tertentu yang dapat ditoleransi.

Namun demikian, ada beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam membangun pasar bagi instrumen EBA. Pertama adalah dari segi pemahaman. Karena efek ini tergolong masih baru, maka perlu ada sosialisasi secara intens mengenai cost benefit-nya kepada para investor, sehingga masyarakat dapat memahami seluk beluk instrumen ini secara baik. Melalui sosialisasi, para emiten penerbit efek ini tidak akan kesulitan menjual produk investasi berbasis KIK di Indonesia. Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah dari sisi pengawasan. Bapepam selaku regulator pasar perlu mengawasi setiap penerbitan atau pengelolaan EBA. Hal ini mengingat faktor risiko yang dimiliki oleh EBA baik pada saat penerbitan awal maupun dalam proses pengelolaan hingga jatuh tempo. Hal terakhir yang cukup menjadi perhatian adalah dalam hal pembatasan modal bagi para perusahaan manajer investasi yang menjadi pengelolaan investasi kolektif EBA. MI KIKEBA harus memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) sekurang-kurangnya Rp 25 miliar. Padahal Manajer Investasi yang memiliki MKBD sebesar itu relatif sedikit. Kalau tidak memperhitungkan perusahaan sekuritas yang memegang izin selain MI rasanya kok sampai saat ini belum ada Manajer Investasi yang dapat memenuhi persyaratan tersebut. Padahal, ketentuan BAPEPAM yang baru mengenai Modal Disetor dan MKBD bagi Manajer Investasi tidak sebesar itu. Bahkan MI asing yang duduk di papan atas dalam pengelolaan dana pun kelihatannya kurang minat kalau harus memelihara MKBD sebesar itu. Meskipun, alasan keharusan menjaga MKBD sebesar itu sebenarnya cukup logis. Apalagi kalau tujuannya untuk menjaga risiko likuiditas dari manajer investasi pengelolanya. Nah, apakah MI berminat mengelola efek baru ini? Akan sangat tergantung pada kesiapan MI meningkatkan modal. * Fadlul Imansyah, Staf Pengajar FEUI & Manajer Investasi pada sebuah Perusahaan Efek

You might also like