You are on page 1of 15

EKSTERNALITAS

LINGKUNGAN

Dini Yuniarti 1 Abstract The aim of this paper is to provide an introduction to the concept of environmental externalities, its implications for resource allocation and policy options for internalization with a view to improve social welfare. In this paper will be introduces the concept of externalities and explains how externalities cause divergence between social costs (benefits) and private costs (benefits). This is followed by illustrations of different types of negative externalities and how they arise, reviews briefly important theoretical contributions in the theory of negative externalities and policy options for dealing with them. Key words : Externality, environmental, policy.

Pendahuluan Pembangunan yang dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi. Dalam kenyataannya peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak saja membawa dampak posistif bagi sebuah perekonomian namun juga memberikan dampak negative bagi lingkungan. Proses produksi dan konsumsi telah menimbulkan adanya limbah yang kemudian akhirnya dikembalikan ke lingkungan. Kerusakan lingkungan tidak saja terjadi di Negara-Negara yang mengalami perekonomian yang tumbuh pesat seperti China, misalnya namun juga terjadi di Negaranegara yang pertumbuhan ekonominya lambat seperti di Negara-negara Amerika Tengah. Kondisi ini terjadi karena banyak Negara yang memilih pendekatan grow first, clean up later seperti dinyatakan oleh Thomas (2001). Namun ternyata pendekatan grow first, clean up later merupakan strategi yang berbiaya tinggi secara social dan ekologi, dan
1

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

mengancam keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri. Beberapa kerugian terhadap lingkungan seperti keanekaan hayati dan kesehatan manusia adalah contohnya. Dalam ilmu ekonomi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia secara spesifik disebut sebagai eksternalitas. Makalah ini bertujuan membahas eksternalitas lingkungan dari sudut pandang teori ekonomi, mulai dari konsep dasar, dampaknya bagi masyarakat dan perekonomian, serta kebijakan untuk mengurangi eksternalitas lingkungan.

Tinjauan Pustaka Eksternalitas


Eksternalitas timbul ketika beberapa kegiatan dari produsen dan konsumen memiliki pengaruh yang tidak diharapkan (tidak langsung) terhadap produsen dan atau konsumen lain. Eksternalitas bisa positif atau negative. Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada individu atau kelompok lainnya (Sankar, 2008). Perbaikan pengetahuan di berbagai bidang, misalnya ekonomi, kesehatan, kimia, fisika memberikan eksternalitas positif bagi masyarakat. Eksternalitas positif terjadi ketika penemuan para ilmuwan tersebut tidak hanya memberikan manfaat pada mereka, tapi juga terhadap ilmu pengetahuan dan lingkungan secara keseluruhan. Adapun eksternalitas negatif terjadi saat kegiatan oleh individu atau kelompok menghasilkan dampak yang

membahayakan bagi orang lain. Polusi adalah contoh eskternalitas negatif. Terjadinya proses pabrikan di sebuah lokasi akan memberikan eksternalitas negatif pada saat perusahaan tersebut membuang limbahnya ke sungai yang berada di sekitar perusahaan. Penduduk sekitar sungai akan menanggung biaya eksternal dari kegiatan ekonomi tersebut berupa masalah kesehatan dan berkurangnya ketersediaan air bersih. Polusi air tidak saja ditimbulkan oleh pembuangan

limbah pabrik, tapi juga bisa berasal dari penggunaan pestisida, dan pupuk dalam proses produksi pertanian.

Eksternalitas lingkungan sendiri didefinisikan sebagai manfaat dan biaya yang ditunjukkan oleh perubahan lingkungan secara fisik hayati (Owen, 2004). Polusi air yang telah dijelaskan di atas termasuk ke dalam eksternalitas lingkungan, dimana polusi tersebut telah merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang ada di sekitar perusahaan tersebut. Selain polusi air perubahan lingkungan lain dapat dilihat dari definisi lingkungan dalam The Environment (Protection) Act, 1986 sebagai berikut.
The Environment (Protection) Act, 1986 defines environment to include water, air and land and the interrelationship which exists among and between water, air and land, and human beings, other living creatures, plants, microorganisms and property. (Sankar, 2008)

Adapun polusi atau pencemaran itu sendiri berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 12, adalah sebagai berikut. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; Berdasarkan pengertian lingkungan di atas, selain air, udara, dan juga tanah, serta hubungan timbal balik di antara air, udara, dan tanah dapat berpotensi mengalami eksternalitas lingkungan. Adanya asap dan konsentrasi bahan-bahan beracun serta global warming merupakan contoh dari polusi udara. Adapun sampah tidak berbahaya dan limbah beracun merupakan contoh dari polusi tanah. Polusi limbah beracun jelas berbahaya dan merupakan masalah serius, sedangkan sampah rumah tangga merupakan masalah polusi juga, apalagi jika sampah tersebut dibuang ke sungai atau ke tempat yang tidak semestinya. Emisi gas rumah kaca menyebabkan global warming, yang dihasilkan dari emisi karbon dioksida, methane, nitrus oxida, dan gas lainnya.

Adanya eksternalitas menyebabkan terjadinya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan manfaat (biaya) individu. Timbulnya perbedaan antara manfaat (biaya ) sosial dengan manfaat (biaya) individu sebagai hasil dari alokasi sumberdaya yang tidak efisien. Pihak yang menyebabkan eksternalitas tidak memiliki dorongan untuk menanggung dampak dari kegiatannya terhadap pihak lain. Dalam perekonomian yang berdasarkan pasar persaingan sempurna, output individu optimal terjadi saat biaya individu marginal sama dengan harganya. Eksternalitas positif terjadi saat manfaat social marginal lebih besar dari biaya individu marginal (harga), oleh karena itu output individu optimal lebih kecil dari output sosial optimal. Adapun eksternalitas negatif terjadi, saat biaya sosial marginal lebih besar dari biaya individu marginal, oleh karena itu tingkat output individu optimal lebih besar dari output sosial optimal. (Sankar, 2008)

Kegagalan pasar dan eksternalitas Eksternalitas menyebabkan pasar mengalami inefisiensi, kondisi ini disebut sebagai kegagalan pasar (market failure). Ketika kegagalan pasar terjadi, pasar menghasilkan terlalu banyak barang dan jasa tertentu, dan terlalu sedikit menghasilkan barang dan jasa yang lain. Kesimbangan pasar menunjukkan keadaan permintaan sama dengan penawaran, dimana kerelaan membayar dari pembeli marginal barang (marginal benefit) yang ditunjukkan oleh permintaan sama dengan tambahan biaya (marginal cost) untuk barang tersebut yang ditunjukkan oleh penawaran. Dengan kata lain pada kondisi ini terjadi alokasi sumberdaya yang efisien. Pada saat terjadi eksternalitas positif, misalnya adanya perbaikan teknologi, adanya perbaikan tersebut masyarakat memperoleh kemudahan tanpa ikut menanggung biayanya. Keadaan ini menyebabkan, manfaat marginal tidak sama dengan biaya marginal untuk menghasilkan barang tersebut. Demikian pula dengan

eksternalitas negatif, penggunaan kendaraan bermotor oleh seorang individu akan memberikan mafaat bagi pengguna, namun polusi yang dikeluarkan dari penggunaan kendaraan tersebut berdampak buruk bagi kesehatan pengguna jalan yang tidak memperoleh manfaat dari kendaraan tersebut. Artinya terjadi perbedaan marginal benefit dan marginal cost sebagai hasil dari kegiatan tersebut.

Sumber eksternalitas Sumber dari eksternalitas adalah ketiadaan hak milik (property right), yaitu

kesepakatan sosial yang menentukan kepemilikan, penggunaan dan pembagian factor produksi serta barang dan jasa. Hak milik tidak ada saat eksternalitas timbul. Tidak ada seorangpun yang memiliki udara, sungai, dan laut. Pada saat tidak adanya hak milik, maka tidak ada jaminan sebuah perusahaan swasta beroperasi pada tingkat yang efisien. (Taggart, et al, 2003).
Sumberdaya lingkungan seperti udara bersih, air di sungai, laut dan atmosfir hak kepemilikannya tidak terdefinisikan dengan tepat. Di banyak Negara sumberdaya tersebut berada dalam domain publik. Penggunaan sumberdaya tersebut dianggap sebagai barang bebas dan faktor produksi tanpa harga. Oleh karena itu mereka menghitung penggunaan sumberdaya lingkungan tidak ada harganya ketika nilai sosal yang positif mengalami kelangkaan. Dua alasan penting ketiadaan pasar adalah a) adanya kesulitan mendefisikan, mendistribusikan dan menentukan hak milik, b) tingginya biaya dari penciptaan dan pengoperasian pasar (Sankar, 2008). Pada saat sebuah perusahaan membuang limbahnya di sungai, maka perusahaan

memperoleh manfaat dari sungai tersebut, namun tidak menanggung biaya dari penggunaan sungai tersebut karena perusahaan tidak merasa memiliki sungai tersebut.

Tipe-tipe Eksternalitas
Externalitas individu dan lingkungan dapat dikelompokkan berdasarkan pengaruhnya terhadap Pencemaran lingkungan atau kerusakan lingkungan dapat

wilayah.

dikelompokkan sebagai eksternalitas daerah/lokal seperti terjadi kerusakan air danau, kerusakan tanah, dan polusi udara. Polusi di daerah menjadi kesulitan bagi penduduk daerah tersebut jika memiliki dua karakteristik, yaitu non-rivalry and non-exclusion. Adapun polusi dari sungai besar dan kerusakan ekosistem gunung mungkin akan mempengaruhi sejumlah wilayah. Emisi gas rumah kaca merupakan masalah penduduk dunia tanpa memperhatikan dari mana polusi berasal, emisi menyeluruh berdampak kepada semua orang di dunia dan ekosistem secara keseluruhan. Pengelompokkan eksternalitas penting berkenaan dengan masalah otoritas mana yang akan membawahi masalah polusi dan atau kerusakan tersebut. (Sankar, 2008)

Alternative Pertumbuhan Ekonomi dan Kualitas Lingkungan Pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan mengabaikan lingkungan telah menimbulkan biaya yang besar tidak saja bagi lingkungan tapi juga bagi pembangunan itu sendiri, Oleh karena itu para ekonom memulai mempertimbangkan jalur pembangunan berkelanjutan ke dalam strategi perencanaan pembanunannya. Thomas (2001) memberikan alternatif jalur pembangunan dan kualitas lingkungan seperti digambar pada Gambar 1. Sebuah perekonomian yang memperhatikan lingkungan akan memperlihatkan keseimbangan akselerasi antara pembangunan ekonomi dengan kualitas lingkungan seperti ditunjukkan oleh pergeseran sepanjang A - D. Jika perekonomian mengadopsi pendekatan grow now, clean up latter, ditunjukkan oleh perseseran dari A ke C dengan terjadinya kemerosotan lingkungan (China, Indonesia dan Thailand sebagai contoh). Alternatif terburuk adalah mengikuti kebijakan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang melambat dengan

kerusakan lingkungan, yang ditunjukkan oleh pergeseran dari titik A ke B (seperti ditunjukkan oleh beberapa Negara di Amerika Tengah dan Afrika). Dimana biaya untuk memperbaiki lingkungannya lebih besar dari biaya pencegahan dan banyak kehilangan tidak dapat diubah. Gambar 1. Jalur Pertumbuhan Alternatif dan Kualitas Lingkungan Income Level

A Kualitas lingkungan

Sumber : Thomas (2001)

Pilihan Kebijakan yang Berkaitan dengan Eksternalitas Lingkungan


Teori mengenai eksternalitas negatif merupakan dasar dari ilmu ekonomi lingkungan. Berikut secara garis besar akan dijelaskan pilihan kebijakan yang berkenaan dengan

eksternalitas. Pada saat terjadi eksternalitas, pemerintah dan swasta dapat menyusun solusi untuk masalah tersebut. Pemerintah dapat menanggapi dengan dua cara, yaitu dengan kebijakan control kendalikan (command-and-control policy) yang mengatur perilaku secara langsung. Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berorientasi pasar (market-based policy) yang menyediakan insentif sehingga para pembuat kebijakan swasta akan memilih untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.(Mankiw, 2004)

Command -and-control policy dapat dilakukan dengan cara melarang atau mengharuskan perilaku tertentu, misalnya membuang bahan kimia beracun ke persediaan air adalah tindakan kriminal. Namun untuk sebagian besar kasus polusi situasinya tidaklah sederhana. Untuk penggunaan kendaraan bermotor yang mengasilkan polusi udara, pemerintah tidak dapat melarang semua jenis kendaraan untuk mengatasi eksternalitas. Untuk itu pembuat kebijakan harus mempunyai informasi mengenai kegiatan-kegiatan usaha serta teknologi yang dipakai untuk menyusun kebijakan. Kebijakan yang berorientasi pasar bertujuan untuk menyamakan manfaat marginal dan biaya marginal social. Pemerintah dapat menginternalisasikan eksternalitas dengan cara menerapkan pajak atas kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas negati dan memberikan subsidi bagi kegiatan-kegiatan yang menghasilkan eksternalitas positif. Pajak yang digunakan untuk memperbaiki efek-efek dari eksternalitas negative tersebut disebut pajak Pigovian (Pigovian tax). Adanya masalah informasi mengenai dampak marginal dan biaya sosial marginal, penentuan output social optimal dan keunikannya dalam pelaksanaan pajak Pigovian disoroti oleh Baumol and Oates. Untuk memecahkan masalah tersebut mereka menyarankan pendekatan dua tahap. Pertama, memutuskan standar lingkungan yang didasarkan pada ketersediaan pengetahuan ilmiah dan pilihan social. Kedua, menentukan salah satu opsi, yaitu pendekatan norma dan harga atau pendekatan norma dan ijin. Pendekatan norma dan harga dapat diputuskan dengan pengetahuan mengenai fungsi biaya penyusutan marginal. Alternalif lain, dengan norma dan informasi tentang garis dasar tingkat polusi, jumlah yang boleh didistribusikan dan harga yang diperbolehkan oleh kekuatan pasar. (Sankar, 2008) Selain pemerintah, swasta juga dapat memberikan solusi untuk eksternalitas. Meskipun eksternalitas menyebabkan alokasi sumberdaya menjadi tidak efsien, namun tidak

selalu pemerintah harus bertindak untuk menyelesaikannya. Pada keadaan-keadaan tertentu, masyarakat dapat mengembangakan solusi sendiri, misalnya dengan penyelesaian eksternalitas dengan menggunakan moral dan hukum sosial. Solusi lainnya adalah dengan beramal, yang ditunjukkan oleh lembaga-lembaga nirlaba untuk melindungi lingkungan. pembuatan kontrak antara pelaku kegiatan untuk mengurangi adanya eksternalitas. Keefektifan solusi dari swasta mengenai masalah eksternalitas dijelaskan oleh teorema Coase (Coase Theorem) yang menyatakan, bahwa jika pihak-pihak swasta dapat melakukan tawar menawar mengenai alokasi sumberdaya tanpa harus mengeluarkan biaya, mereka dapat menyelesaikan masalah eksternalitas mereka dengan sendirinya. Keputusan tergantung dari apakah keuntungan dari mencegah kerusakan lebih besar dari kerugian membiarkan kerusakan itu terjadi jika menghentikan kegiatan yang menghasilkan kerusakan. (Mankiw, 2004)

Pembahasan Diskusi secara umum mengenai lingkungan biasanya memberikan sedikit perhatian terhadap ilmu ekonomi. Pada umumnya diskusi tersebut memfokuskan pada aspek fisik dari lingkungan, bukan pada manfaat dan biaya. Asumsi yang biasa mendasarinya adalah, bahwa jika kegiatan seseorang menyebabkan kerusakan lingkungan, maka kegiatan tersebut harus dihentikan. Sebaliknya, studi ekonomi mengenai lingkungan menekankan pada benefit dan cost. Titik awal dari analisis ekonomi untuk lingkungan adalah

permintaan untuk lingkungan yang sehat. (Taggart, et al, 2003) Permintaan akan lingkungan sehat meningkat karena dua alasan utama. Pertama seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka masyarakat memerlukan lebih banyak barang dan jasa. Salah satu barang tersebut adalah lingkungan dengan kualitas yang baik.

Kedua, adanya pengetahuan tentang pengaruh kegiatan manusia terhadap lingkungan, sehingga manusia berusaha melakukan perbaikan lingkungan. Beberapa indikator penurunan kualitas lingkungan adalah pencemaran lingkungan yang terus meningkat dari tahun 2004 sampai 2006 ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pencemaran udara yang berasal dari emisi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan.

Table. 1. Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor di Indonesia Emisi Kendaraan Bermotor (Ribu ton/tahun) Tahun HC NOx CO Sox 2004 1964475 1034556 21282301 79581.3 2005 2288774.1 1274031 26125519 98002.4 2006 2671310 1482251 30492026 114019.3 Sumber : BPS (2007) Dampak dari eksternalitas, misalnya emisi gas hasil dari kendaraan bermotor terhadap kesehatan dan ligkungan dapat dilihat pada Tabel 2. Dampak dari emisi tersebut ternyata sangat membahayakan kesehatan dan lingkungan. Polusi udara perkotaan diperkirakan memberi kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun (WHO/UNEP). Saat ini banyak negara berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh lebih serius dibandingkan negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan dapat dilihat pada kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930; Donora, Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun 1952; di mana terjadi peningkatan angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) akibat polusi udara yang berakibat pada penurunan produktivitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting. (Zaini, 2008)

10

Table 2. Pengaruh Partikel Emisi Terhadap Kesehatan dan Lingkungan


EMISI SO2 NOx Partikel/Debu CO2 PENGARUH TERHADAP KESEHATAN - Problem saluran pernapasan - Radang paru-paru menahun Sakit pada saluran pernapasan -Iritasi pada mata dan tenggorokan - Bronkitis dan kerusakan saluran pernapasan Tidak berpengaruh secara langsung PENGARUH TERHADAP LINGKUNGAN - Hujan asam yang dapat merusakkan lingkungan danau, sungai dan hutan - Mengganggu jarak pandang - Hujan asam - Ozon menipis yang mengakibatkan kerusakan hutan -Mengganggu jarak-pandang -Pemanasan global - Merusak ekosistem

Sumber : Princiotta, dalam Sugiyono (2008)

Menurut Zaini (2008) di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 menyatakan terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi) . World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat berpotensi menggangu kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai standar WHO, diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma; 124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit

11

saluran pernapasan serta peningkatan efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan - suatu jumlah yang sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatan (health cost) akibat polusi udara di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar pada tahun 1999. Data di atas menunjukkan besarnya dampak yang harus ditanggung oleh

masyarakat baik dari segi kesehatan, lingkungan maupun ekonomi. Padahal untuk menciptakan generasi yang unggul diperlukan kesehatan yang baik dan lindungan yang berkualitas baik bagi seluruh masyarakat. Adanya masalah kesehatan nantinya akan menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang dimiliki. Penurunan kulitas sumberdaya pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Timbulnya eksternalitas lingkungan di atas, tidak bisa dilepaskan dari adanya kegiatan ekonomi yang ditujukkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun akan menjadi ironi jika aktivitas ekonomi yang ditujukkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan tujuan mencapai kesejahteraan, malah memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat itu sendiri. Untuk itu diperlukan evaluasi dan perubahan paradigma, mengenai pertumbuhan ekonomi yang lebih memperhatikan lingkungan. Saat ini adanya peningkatan kesadaran mengenai dampak pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan telah merubah paradigma tujuan pembangunan. Beberapa indicator pembangunan telah direvisi, tidak lagi hanya terbatas pada angka-angka pertumbuhan ekonomi, namun lebih menekankan pada kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Keberhasilan tidah hanya diukur berdasarkan kemajuan fisik semata, namun juga dilihat dari kemajuan manusia dan lingkungan., yaitu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

12

Salah satu agenda yang berkaitan dengan sustainable development yang banyak digunakan oleh Negara-negara adalah The Millenium Development Goals (MDGs), yaitu program yang diperkenalkan oleh United Nation World Summit untuk mencapai kesejahteraan penduduk. Untuk mencapainya Negara-negara berkembang mengacu pada 8 (delapan) tujuan yang diagendakan dalam MDCs, yaitu pengurangan kemiskinan dan kelaparan, kesempatan memperoleh pendidikan dasar bagi penduduknya, kesetaraan gender dan pemberdayaan pembangunan, berkurangnya kematian anak-anak, peningkatan kesehatan, penanggulangan terhadap penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, kepekaan lingkungan, dan pengembangan kemitraan global. (Adiningsih, et al, 2008) Beberapa tujuan MDGs tersebut sangat erat kaitannya dengan lingkungan, seperti berkurangnya kematian anak-anak, peningkatan kesehatan, penanggulangan terhadap

penyakit seperti malaria, dan penyakit lainnya, kepekaan lingkungan, dan pengembangan kemitraan global. Adanya penurunan eksternalitas lingkungan akan menjadi bagian pendorong tercapainya kedelapan tujuan tersebut. Untuk itu diperlukan kebijakankebijakan yang lebih memperhatikan lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa command and control policy, market based policy, maupun solusi yang dikembangkan oleh sector masyarakat. Namun kebijakan-kebijakan tersebut tidak akan efektif jika tidak diikuti oleh perangkat hukum yang kuat, kewibawaan aparat penegak hukum, dan terjadinya harmonisai antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan sosial dan lingkungan hidup.

Penutup

13

Eksternalitas lingkungan merupakan masalah yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Mengungat dampaknya yang besar terhadap kesehatan, lingkungan, bahkan pembangunan ekonomi itu sendiri, maka perlu disusun kebijakan untuk menanggulanginya. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat nerupa kebijakan yang diambil oleh pemerintah seperti Pigovian tax, regulasi, maupun solusi yang berasal dari masyarakat. Daftar Pustaka Adiningsih, Sri, A. Ika Rahutami, Ratih Pratiwi Anwar, R. Awang Susatya Wijaya, Ekoningtyas Margu Wardani. 2008. Satu Dekade Paska - Krisis Ekonomi, Badai Pasti Berlalu ? Pusat Studi Asia Pasifik. Penerbit Kanisius Mankiw, Gregory N., 2004. Principles Economics. 3rd ed. Thomson South-Western Mc. Taggart, Douglas, Christopher Findlay, Michael Parkin. 2003. Economics. 4th ed. Addison Wesley. Owen, Anthony D. 2004. Environmental Externalities, Market Distortions and The Economics of Renewable Energy Technologies.The Energy Journal,Vol.25,No. 3. Sankar, U. 2008. Environmental Externalities. Didapat [Online] : http://coe.mse.ac.in/dp/envt-ext-sankar.pdf Sugiyono, Agus, 2008. Penggunaan Energi dan Pemanasan Global: Prospek bagi Indonesia. Didapat [Online] : http://www.geocities.com/athens/academy/1943/paper/p0201.pdf Thomas, Vinod. 2001. Revisiting The Challenge of Development, dalam Frontiers of Development Economics, The Future in Persfective, edt. Meir, Gerals M. Joseph Stiglitz, World Bank Press, Oxford University. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup. Zaini, Jamal. 2008. Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan, Inovasi Online. Didapat [Online] :http://io.ppi-jepang.org/article

14

15

You might also like