You are on page 1of 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Appendisitis akut adalah radang pada usus buntu atau appendix yaitu satu organ yang letaknya disisi posteromedial dari sekum ( bagian dari usus besar), kurang lebiih 2,5cm di bawah katup ileosekum dengan panjangnya yang bervariasi, rata-rata 5-10cm . Isltilah appendisitis pertama kal diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di Boston. Morton pertama kali melakukan operasi appendektomi pada tahun 1887 di Philadelphia.

1.2 Etiologi dan pathogenesis

a. Peranan lingkungan (diet dan higiene) Penelitan epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional appendix dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semua ini akan mempermudahkan timbulnya appendicitis. Diet memainkan peranan utama pada pembentukan sifat feces, yang mana penting untuk pembentukan fekalit. Kejadian appendicitis jarang di negara berkembang, di mana diet tinggi serat dan konsistens feces lebih lembek.Kolitis , diverticulitis, dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah denga diet rendah serat dan menghasilkan feces dengan konsistensi keras. b. Obstruksi luman merupakan faktor penyebab dominan dalam appendicitis akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen appendix pada 20% anakanak dengan appendisitis terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi meningkat sesuai denganderajat proses inflammasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus appendicitis sederhana (simple), sedangkan pada appendicitis akut dengan gangrene tanpa rupture terdapat 65% dan appendisitis akut dengan gangrene disertai rupture terdapat 90%.

Jaringan lymphoid yang terdapat di submukosa appendix akan mengalami edema dan hipertropi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gasrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen appendix. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan kedalam lumen appendix dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah erosi mukosa appendix karena parasit seperti Entamuba Hystolitika dan benda asing mungikn tersangkut di appendix untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi. Secara patogenisis faktor terpenting terjadinya appendicitis adalah adanya obstruksi lumen appendix yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen appendix menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arteri serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapsan dinding appendix, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan suppurativa yang menghasilkan pus,keluarnya pus dari dinding yang masuk kedalam lumen appendix akan mengakibatkan tekanan inraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding appendix akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding appendix. Mula-mula akan terjad penekanan pada vasa lmfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari appendx, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dindng appendix akan mengalami perforas, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietal. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika nfeksi tersebut tidak bias diatasi maka akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal in akan mengakibatkan appendix cepat mengalami komplikasi.

c. Peranan flora bakteria Flora bakteria pada appendix sama dengan di kolon, dengan ditemukan beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam appendicitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negative terhadap appendicitis sederhana. Pada tahap appendicitis suppurativa, bakteri aerobic terutam Escherichia Coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organsme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling layak dijumpai adalah E.coli. Sebagian besar penderita appendicitis gangrenosa atau appendisitis atau appendistis perforasi banyak ditemukan bakteri anerobk terutama Bacteriodes fragilis.

1.3 Gejala klinis Nyeri/Sakit perut Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh lapangan perut ( tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflammasi Apabila telah terjadi inflamasi (>6jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatic. Perasaan nyeri pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang mengalami peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang bersifat hilang timbul seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan mula-mula dirasai di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatk yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hamper selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in tidak ada maka diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.

Obstipasi Penderita appendicitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Demam(infeksi akut) Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,538,50C.Tetapi bla suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi. Variasi lokasi anatomi appendix akan menjelaskan keluhan nyeri somatic yang beragam. Sebagai contoh appendix yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri didaerah tersebut, appendix retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, appendix pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan appendix retroileal bias menyebabkan nyeri testicular, mungkin karena iritasi pada arter spermatika dan ureter.

1.4 Pemeriksaan fisik Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau appendix terletak pada tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis salah [ada anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karekteristik dan sekaligus sulit diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak kooperatif. a. Inspeksi Penderita berjalan membungkuk sambil memegang perut yang sakit, kembung(+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tdak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang

sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ektensi meningkatkan nyeri. b. Palpasi Nyeri tekan (+) Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melhat mimic wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tibatiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney. Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapanagn abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Rovsing sign Penekanan perut sebelah kiri terjadi nyer sebelah kanan, karema tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang djalarkan karena ritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Psoas sign Pada appendix letak retroceacal, karena rangsangan peritoneum Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada appendix. Ada 2 cara memeriksa: 1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan articulation coxae kanan atau nyeri perut kanan bawah. 2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri perut kanan bawah. Obturator sign Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posis terlentang terjad nyeri (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan

lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan appendix terletak pada daerah hipogastrium. c. Perkusi,nyeri ketuk (+) d. Auskultasi Peristaltik normal, peristaltic (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendicitis perforate. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tdak terdengar bunyi peristaltik usus. e. Rectal toucher, nyeri tekan pada jam 9-12 Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus. Pada anak kecil atau anak yang irritable sangat sult untuk diperiksa, maka anak dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedative non narkotik ringan, seperti pentobarbital (2,5mg/kgBB) secara suppositoria rectal. Setelah anak tenang, biasanya setelah satujam dilakukan pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu untuk melemaskan otot dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan intraperitoneal.

1.5 Diagnosa banding Kelainan gastrointestinal Cholecystitis akut Divertikel Mackelli Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usu halu yang biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan appendix. Divertikulum dapat mengalam inflamasi atau perforas, harus ditangani dengan pembedahan. Enteritis regional Pancreatitis

2. Kelainan urologi Batu ureter Cystitis

3. Kelainan Obs-gyn Kehamilan ektopik terganggu (KET) Salphngitis akut (adneksitis), keputihan(+)

1.6 Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium 2. Foto polos abdomen 3. Ultrasonografi 4. Computed tomografi scanning 5. Laparoskopi 6. Histopatologi

1.6 Penanganan a. Appendektomi Cito: akut abses&perforasi Elektif: kronik Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendektomi sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses perforasi. Insidens appendix normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Konservatif kemudian operasi elektif Bed rest total posisi Fowler (anti Tredelenburg) Diet rendah serat Antibiotika spectrum luas Metronidazole Monitor: Tanda-tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED bila baik disuruh mobilisasi dan selanjutnya dipulangkan. Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengkoreksi dehhidrasi ringan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 46 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik dpasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalm keadaan syok hipovolemik maka diberikan cairan

Ringer Laktat 20ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indkasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaknya devalues kembali kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urine output sebanyak 1ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppository (60mg/ tahun umur). Jika suhu diatas 38% pada saat masuk rumah sakit,kompres alcohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam. Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan appendists, antibotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi appendicitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada pembakan kuaman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anearob sangat berguna untuk kasuskasus perforasi appendicitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spectrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbag selama 24jam ukup efektif untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi appendicitis perforas. Metronidazole aktif terhadap bakteri gram negative dan didistribusikan dangen baik ka cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin. b. Laparoskopi Laparoskopi merupakan teknik terbaru dalam operasi untuk mengeluarkan appendix. Dengan teknik resiko pembedahan seperti perdarahan dapat dminimalkan. Selain itu, laparotomi merupakan salah satu langkah diagnostik dalam menegakkan diagnose appendicitis.

1.7 Komplikasi Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra abdominal/pelvi, sepsis,syok,dehidrasi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas maupun perforasi pada appendix yang telah mengalami pendinginan, sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan appendix, sekum dan keluk usus.

1.8 Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis appendix adalah baik. Secara umum angka kematian pasien appendix akut adalah 0,2-0,8% yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat tindakan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Way. Lawrence,MD; Current Surgical DiagnosisAnd Treatment; Prentice Hall International Inc; hal:441-52 2. Haist Steven, Robbins John, GomeliaLeonard, InternationalMedicineOn Call;Edisi 4; McGraw Hill; hal: 276-83 3. 4. Orkin Fredrick, MD, Longecker David, MD; AnesthesiaRisk; Mc Graw Hill, Hal:424-28 Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., e ditor., Usus Halus, Apendiks, K o l o n , D a n Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645

You might also like