You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik dari pada menunggu sampai kecelakaan terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian kompensasinya. Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan yang mengarah kepencegahan penyakit akibat kerja, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian, waktu dan memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja sendiri disamping pengertian dan pengetahuan masih terbatas, ada sebagian dari mereka masih segan menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya. Oleh karena itu masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, perusahaan, tenaga kerja serta organisasi lainnya (Perguruan Tinggi).

1|K3 Lintas Sektor Industri

B. Tujuan 1. Untuk mengetahui bahaya kecelakaan kerja pada industri tekstil pemintalan benang. 2. Untuk mengetahui dampak penyakit yang timbul dari bahaya kecelakaan kerja pada industri pemintalan benang. 3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan dari bahaya dan dampak penyakit terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan benang.

2|K3 Lintas Sektor Industri

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setingi-tingginya, baik fisik, amental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-

penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Sumakmur, 1981). Menurut Dainur, kesehatan kerja adalah upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial yang maksimal, sehingga dapat berproduksi secara maksimal pula (Dainur,1992). Sedangkan definisi lain menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dengan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Apabila didalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka dalam kesehatan kerja, kedua hal tersebut menjadi ciri pokok (Notoatmojo, 1997). Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing).

3|K3 Lintas Sektor Industri

Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut: 1) 2) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin

jahit, televisi, dan radio. 3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik,

obatobatan, dan pipa. 4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan

makanan kemasan. 5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis,

dan marmer.

Tekstil adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara pressing. Istilah tekstil dalam pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah kain. Namun ada sedikit perbedaan antara dua istilah ini, tekstil dapat digunakan untuk menyebut bahan apapun yang terbuat dari tenunan benang, sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan.

B. Proses Pembuatan Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, terlebih dahulu kapas dikeluarkan dari gudang, kemudian kapas yang masih dalam keadaan terbungkus dan terikat, di bawa ke Bill Store untuk dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas kembali ke dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama 24 jam. Kemudian kapas yang dibuat lap lalu dikerjakan pada mesin carding, lap akan mengalami pembersihan, pemisahan, penarikan dengan mesin pre drawing untuk dapat dibuat sliver, selanjutnya dikerjakan pada mesin yang lebih rata seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan sliver ditarik diantara rol-rol. Selanjutnya dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap yaitu 8 sliver dimasukkan pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya searah panjang dan pendek terpisah maka lap dikerjakan pada mesin lap pendek akan terkumpul

4|K3 Lintas Sektor Industri

menjadi kotoran, sedang serat panjang dibuat silver yang terdiri serat panjang saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk dijadikan benang carded dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat benang-benang carded dengan No.30 S dan 40 S. Sliver hasil combing selanjutnya dikerjakan pada mesin drawing (I dan II) untuk dibuat sliver yang baik karena sliver hasil combing merupakan bahan baku untuk pembuatan benang halus dan ini diproses pada mesin speed frame. Dengan sedikit ditarik dan dipilin akan menghasilkan sliver dengan ukuran lebih kecil yang disebut roving. Roving ini hasil dari mesin speed frame dibuat benang tunggal selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam bentuk cone (pada mesin cone winder) atau benang double mesin quick traverse, hant dan lain-lain.

C.

Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja Pada Industri Tekstil Setiap industri memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan

kerja. Namun demikian peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan meminimalkan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan seseorang baik yang ada dalam lingkungan industri itu sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri. Hal-hal yang menjadi permasalahan yang berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada industri busana. Gudang resiko bahaya pada Packing dan Bahaya kebakaran Pola/Potong resiko bahaya adalah Jari tangan terpotong dan tersengat arus Singkat Jahit resiko bahaya adalah Jari terkena jarum, tersengat arus singkat, kebakaran Pasang kancing resiko bahaya adalah Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus singkat Setrika resiko bahaya adalah Tersengat arus singkat, kebakaran serta Tergores dan bahaya jatuhan

5|K3 Lintas Sektor Industri

Keserasian Peralatan dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dan disesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan atau ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerja dengan pegawai yang menggunakan. Ketidak serasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai atau tenaga kerja. Permasalahan mengenai keserasian peralatan dan sarana kerja dengan tenaga kerja pada industri busana dapat dilihat pada tabel. Proses Produksi Faktor Ergonomi : 1 Pemotongan Kain - Ukuran Meja Kerja - Kursi duduk - Sikap dan sistem kerja - Cara dan sistem keja

2 Mesin jahit, obras, bordir - Ukuran Meja Kerja - Kursi duduk - Sikap dan sistem kerja - Cara dan sistem keja 3 Seterika - Ukuran Meja Kerja - Kursi duduk - Sikap/ cara kerja - Kesesuaian sikap/sistem kerja

6|K3 Lintas Sektor Industri

4 Packing - Kegiatan angkat junjung - Sikap dan cara kerja - Ruang gerak

Faktor penyebab ; Faktor Manusia Permasalahan yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor manajerial, dan faktor tenaga kerja. Permasalahannya dapat merupakan: a. Manajemen: Pemahaman yang kurang tentang hiperkes dan keselamaatan kerja Tidak melaksanakan teknik-teknik hiperkes dan keselamatan kerja Tidak menyediakan alat proteksi/pelindung diri b. Tenaga kerja: Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan K3 Tidak mengenakan alat proteksi yang telah disediakan Tidak memiliki naluri cara kerja sehat Tingkat pengetahuan terhadap perkembangan teknologi industri. Faktor Lingkungan Kerja di Perusahaan Industri Tekstil antara lain: 1) Penerangan yang kurang mengakibatkan kesalahan pewarnaan. 2) iklim kerja mengakibatkan lelah kerja para pekerja. 3) debu mengakibatkan gangguan pernafasan dan kerusakan mata.

7|K3 Lintas Sektor Industri

4) uap mengakibatkan suhu panas. 5) formaldehyde mengakibatkan timbulnya limbah B3.

D. Dampak Penyakit yang timbul dari Bahaya Kecelakaan Kerja pada Industri Tekstil Pemintalan Benang Byssinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini berkaitan erat dengan pekerjaan blowing dan carding. Tetapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya. bahkan dari permulaan proses (pembuangan biji kapas) sampai kepada proses akhir (penenunan). Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Sumamur. 1993).

Penyakit Akibat Kerja dan Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan a. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang mudah diakui. b. Penyakit yang berhubungann dengan pekerjaan work related disease Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan factor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks. c. Penyakit yang mengenai populasi pekerja

Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan. d. Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.

8|K3 Lintas Sektor Industri

Berdasarkan SK Presiden No.22 tahun 1993, disebutkan berbagai macam penyakit yang timbul karena hubungan kerja yaitu : 1) Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan

parut,yang silikonsnya merupakan factor utama penyebab cacat dan kematian 2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan

oleh debu logam keras. 3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan

oleh debu kapas vlas, henep, dan sisal (bissinosis). 4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan zat

perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5) Aliveolitis alergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat

dari penghirupan debu organic. 6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang

beracun. 7) 8) 9) Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun. Penyakit yang disebabkan faktor atau persenyawaanya yang beracun. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang

beracun. 10) Penyakit yang disebabkan oleh: mangan, arsen, raksa, timbal,

fluor,benzena, derivat halogen,derivat nitro,dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.

E. Pencegahan dari bahaya dan dampak terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan benang Upaya-upaya pencegahan dalam keselamatan kerja dengan menggunakan APD.

9|K3 Lintas Sektor Industri

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Dalam hirarki bahaya (hazard) control atau pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah sebagai berikut: 1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya. 2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi. 3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan

pekerja. 4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapkan

instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya. 5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan menggunakan alat pelindung diri. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri. Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya. a. c. Mata Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder,

proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, safety glasses, goggle, faceshield, welding shield.

b. Telinga Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear plug, ear muff, canal caps. Kepala

10 | K 3 L i n t a s S e k t o r I n d u s t r i

e.

Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit

benda berputar. APD: helmet, bump caps.

d. Pernapasan Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD: respirator, breathing apparatus Tubuh Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau

logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust terkontaminasi. f. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket. Tangan dan Lengan. Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat,

sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.

g. Kaki Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan

bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat. Upaya-upaya untuk mencegah byssinosis adalah : a. Pemeliharaan rumah tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas sangat sedikit di udara. b. Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara. c. Membersihkan lantai dengan sapu tidak baik. d. Ventilasi umum dengan sistim hisap. e. Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara berkala. f. Rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya.

11 | K 3 L i n t a s S e k t o r I n d u s t r i

Penanggulangan lain : 1. Perlu lebih ditingkatkan lagi kualitas kerja dalam mengupayakan kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah ada. 2. Penataan ruangan harus lebih diperhatikan menjadi lebih baik, supaya para karyawan lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya. Bengkel kerja utama industri jika memungkinkan dipindahkan ke tempat yang khusus disediakan untuk kegiatan industri, setidaknya diusahakan pembagian tempat pengolahan khusus yang bersekat dan masing-masing disendirikan sehingga ruang gerak menjadi luas. 3. Untuk menghindari sakit akibat kerja pekerja perlu melakukan olahraga yang teratur, dan setidaknya banyak bergerak dari pekerjaan yang biasa dilakukan, contoh apabila biasanya duduk sesekali berdiri dan berjalan agar gerakan dan posisi kerja para karyawan menjadi lebih bervariasi dan tidak monotonis. 4. Sebaiknya untuk pembuangan atau penimbunan sementara limbah disediakan lahan kosong tersendiri, atau setidaknya menempatkannya dalam karung, bak, atau lubang khusus sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan dan dari segi tata ruang pun menjadi lebih luas dan enak untuk dipandang. 5. Perusahaan (dalam hal ini industri kecil) yang belum mendapat tempat di organisasi Pukesmas maka hendaknya dimasukkan secara struktural kedalam organisasi tersebut. Sehingga industri ini akan lebih terayomi dalam hal pelayanan kesehatannya yang paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), yang dalam hal ini ditekankan pada ruang lingkup kedokteran industrinya. Misalnya petugas kesehatan mengunjungi tempat-tempat industri secara rutin guna menilai kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan rumah tangga.

12 | K 3 L i n t a s S e k t o r I n d u s t r i

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Pada proses pemintalan. limbah debu kapas paling banyak didapat pada proses blowing, carding dan. Limbah aktual pada pekerjaan blowing dan carding masing-masing sebesar 3.5% dan 2.5%, sedangkan tingkat kebisingan speed frame sebesar > 85 dB. Penyakit yang akan timbul adalah Byssinosis (penyakit tergolong pneumoconiosis) yang berasal dari limbah debu kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri tekstil. Pencengahan dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) seperti: memakai safety glasses, ear plung, ear muff, respirator dan lain-lain. Pencegahan yang lain dapat di lakukan dengan pemeliharaan rumah tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas sangat sedikit di udara, pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara, membersihkan lantai dengan sapu tidak baik, ventilasi umum dengan sistim hisap, pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara berkala, rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya.

B. Saran 1. Memutuskan jenis alat pelindung diri yang harus kita gunakan, lakukan terlebih dahulu hazard identification (identifikasi bahaya). 2. Tinjau ulang setiap aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisa kita

identifikasi. 3. Perlu penegakan disiplin karyawan terhadap pemakaian alat pelindung diri

terutama masker dan sumbat telinga. 4. Perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan bidang

kesehatan dan keselamatan kerja, dan keterampilan para pekerja.

13 | K 3 L i n t a s S e k t o r I n d u s t r i

DAFTAR PUSTAKA

1. http://usfinitengky.blogspot.com/2010/kesehatan-kerja-higieneperusahaan.html 2. http://danielanugrah10s.blogspot.com/2011/industrilisasi.html 3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3704/1/K3gerrysilaban.pdf

14 | K 3 L i n t a s S e k t o r I n d u s t r i

You might also like