Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam pengawasan
janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan
dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun
1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus
serebral palsi yang disebabkan oleh gangguan intrapartum dapat dideteksi
dengan pemantauan elektronik tersebut.
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas
pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal
Indonesia masih jauh diatas rata-rata negara maju, yaitu 60 – 170 berbanding
kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas
perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi
(KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk
mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian
intrauterin atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan
tindakan untuk memperbaiki nasib neonatus.
Asuhan antenatal modern memerlukan tatalaksana yang efisien, efektif,
andal, dan komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan
suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedis yang
melakukan asuhan antenatal dan asuhan persalinan. Standarisasi pemantauan
sudah merupakan suatu prasyarat yang harus dipenuhi agar evaluasi
keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan janin yang dikaitkan
dengan luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat
dilakukan dengan baik, diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapat
diturunkan. Standarisasi memerlukan kegiatan yang terstruktur dan
berkesinambungan dengan evaluasi berkala melalui suatu pelatihan pemantauan
kesejahteraan janin.
Indikasi Pemeriksaan
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik karena
berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal, misalnya
pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan janin berkurang, kehamilan post-
term (≥ 42 minggu), preeklampsia/hipertensi kronik, diabetes mellitus
prakehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin, ketuban pecah pada
kehamilan preterm, dan solusio plasentae. Identifikasi pasien yang memiliki risiko
tinggi mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tatalaksana yang harus
dilakukan. Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal.
Cara sederhana
Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa keluhan ibu
(anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan kartu gerak janin,
pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter, pemantauan denyut jantung
janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.
Adanya keluhan dari klien (pasien) harus dicermati dan dianalisa dengan
baik karena keluhan tersebut mengungkapkan adanya sesuatu yang mungkin
tidak baik bagi kesehatan ibu dan atau janin yang dikandungnya. Sambil
melakukan anamnesis yang teliti, perhatikan juga keadaan fisik dan psikologis
dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis dengan
baik pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah per
vaginam merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.
2
1. Pemantauan Gerak Janin
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tatacara yang
diperkenalkan, tetapi tidak ada satupun yang lebih superior dibanding lainnya.
Gerak janin ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah sistem susunan
saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama
dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau
asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara
pemantauan, yaitu cara Cardiff dan cara Sadovsky.
Menurut Cardiff, pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring ke kiri
atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10
gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien
harus segera ke dokter / bidan untuk penanganan lebih lanjut.
Bila memakai metoda Sadovsky, pasien tidur miring ke kiri, kemudian
hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan janin dalam satu jam, bila
belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak
tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter /
bidan.
Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad – Jakarta dipakai Kartu Pantau Gerak
Janin yang dipergunakan mulai kehamilan 28 minggu. Kartu ini dibagikan pada
semua ibu hamil karena RSPAD merupakan rumah sakit pendidikan dan rujukan
tertinggi bagi rumah sakit TNI. Bila dalam 12 jam (antara jam 06.00 – hingga
18.00) tidak tercapai 10 gerakan janin, pasien diminta untuk segera ke rumah
sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kartu pantau yang dipakai di RSPAD dapat
dilihat pada gambar 1 berikut.
3
Sebagai tenaga kesehatan tidak mungkin memantau keadaan janin selama 24
jam terus menerus, demikian juga dengan ibu tersebut. Kartu Pantau Gerak
Janin ini merupakan alat bantu didalam menilai aktivitas janin yang berhubungan
dengan kesehatan ibu, kesehatan janin dan kondisi rahim (termasuk plasenta
dan cairan ketuban).
Pada waktu akan memulai penghitungan gerak janin, dianjurkan ibu
hamil tersebut makan dulu, mengosongkan kandung kemih, dan tidur miring ke
kiri agar sirkulasi uteroplasenta tidak terganggu. Gerak janin yang masih dapat
dianggap normal adalah lebih dari 10 kali dalam 12 jam. Bila ibu merasakan
perubahan pola gerak janin, apakah menjadi berlebih atau berkurang, segeralah
berkonsultasi dengan dokter atau bidan.
4
bradikardia : 100 – 120 dpm), apalagi bila gawat janin (DJJ < 100 dpm atau >
180 dpm) harus segera ditindaklanjuti untuk mencari kausanya.
4. Penyakit Ibu
Kesehatan ibu akan mempengaruhi kesehatan janin, oleh karena itu sangat
penting untuk deteksi dini kelainan atau penyakit pada ibu agar dapat dikoreksi
segera dan dapat mengurangi risiko bagi janin. Misalnya anemia pada ibu
(wanita) banyak terdapat di Indonesia. Bila anemia ini berat atau tidak diatasi
dengan baik, maka pertumbuhan janin dapat terganggu, dan kesehatan ibu juga
terganggu. Kelainan-kelainan yang ada pada ibu memerlukan konsultasi dengan
dokter. Konsultasi ini tidak mungkin terjadi apabila Bidan pemeriksa tidak
mengetahui bahwa pasien yang ditanganinya berisiko. Pelatihan berkala atau
pendidikan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi setiap tenaga kesehatan.
Cara canggih
Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih terdiri dari ultrasonografi
(USG), kardiotokografi (KTG), profil biofisik (Manning) atau fungsi dinamik janin
plasenta (FDJP) Gulardi, analisa gas darah dan pemeriksaan penunjang
canggih lainnya. Pembahasan berikut dibatasi pada USG dan KTG.
1. Ultrasonografi
USG merupakan alat bantu diagnostik yang semakin penting didalam pelayanan
kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi
seperti stetoskop bagi dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Salah satu fungsi
penting dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan
janin (deteksi dini anomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokong janin (CRL =
crown-rump length) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki
akurasi dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia
gestasi. Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya para meter tunggal
5
untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter
biparietal (DBP) atau panjang femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu.
Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomali kongenital
yang dilakukan rutin pada kehamilan 10 – 14 minggu dan 18 – 22 minggu. Janin-
janin dengan kelainan bawaan, terutama sistem saraf pusat dan jantung akan
memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan
sampai kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya
cacat bawaan pada janin.
2. Kardiotokografi
Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan
kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau
yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi
diantara ketiga parameter tersebut. Peralatan KTG tersebut harus dipelihara
dengan baik, jangan sampai kabelnya rusak akibat sering dilepas dan dipasang
atau kesalahan dalam perawatan peralatan tokometer dan kardiometer.
Diperlukan seorang penanggung jawab untuk perawatan dan pengoperasionalan
KTG tersebut, juga pelatihan didalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut.
Pada saat pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi
harus setengah duduk atau tidur miring (Gambar 1).
6
Gambar 5. Posisi pasien saat pemeriksaan CTG
(Sumber : http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html )
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus
7
glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas
jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di
daerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang
otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar oksigen
menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor
sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan
memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan
kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan
mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradikardia.
Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan
hipotensi.
8
(2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan
(3) baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, dan stretch receptors
di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center
(CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju
nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ (lihat gambar 2 dan 3)3.
Gambar 7. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Sumber : Lauren Ferrara, Frank Manning,
2005 http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/Default.aspx? P=Content&ArticleID=145655)
Gambar 8. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ ( Sumber : Lauren Ferrara,
Frank Manning, 2005, http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/ Default.aspx?
P=Content&ArticleID=145655)
9
Gambar 9. KTG dengan deselerasi variabel
(Sumber : http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html)
Interpretasi NST
1. Reassuring (Reaktif) :
Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai
dengan akselerasi sedikitnya 15 dpm.
Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.
2. Non-reassuring (Non-reaktif) :
Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin.
Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari
160 dpm).
Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
3. Meragukan:
Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat
akselerasi yang kurang dari 15 dpm.
Frekuensi dasar djj abnormal.
Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik
sampai 1 minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yang non-reaktif
disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai Apgar rendah,
adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil
NST yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam.
10
Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST yang
non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test
(CST), selama tidak ada kontraindikasi.
2. Positif :
Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
Deselerasi variabel berat yang persisten pada setiap kontraksi.
Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.
c) Ekuivokal Hiperstimulasi:
Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama
kontraksi lebih dari 90 detik.
Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.
11
Tatalaksana Berdasar Pemeriksaan Kardiotokografi
Indikasi Pemeriksaan KTG
CST
Dokumentasi
Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil cetakan
printer atau direkam dalam disket komputer. Sebaiknya kedua hal tersebut
dilakukan bagi setiap pasien. Data dalam disket disimpan oleh rumah sakit,
sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG menganjurkan
penyimpanan data KTG hingga 25 tahun.
12
CONTOH LAPORAN KARDIOTOKOGRAFI
DATA PASIEN
KONTRAKSI UTERUS :
Tidak ada / ada kontraksi / ada his ; Frekuensi : ……/ 10 menit ; kekuatan :
……mmHg ; lamanya : …… menit ; relaksasi : ……………… ; konfigurasi :
…………..…; tonus dasar : ……….mmHg
GERAK JANIN : ……….. kali dalam : ………. menit
DIAGNOSIS KTG : ………………………………………………………………..…
SARAN : ………………………………………………………………………………
(…………………………….) (………………………………….)
CATATAN : Laporan harus ini harus segera dibuat setelah pemeriksaan selesai dan disimpan
dalam status pasien. PPDS OBGIN atau Bidan jaga harus melaporkan dan mendiskusikan hasil
pemeriksaan KTG tersebut dengan dokter SpOG yang bertanggung jawab.
13
Tindak Lanjut Hasil Pemantauan Kesejahteraan Janin
Paramedis ataupun tenaga medis harus mampu dengan cepat dan benar
melakukan interpretasi dari alat bantu pemantauan kesejahteraan janin tersebut
kemudian memilih rencana tindakan yang terbaik bagi pasiennya. Penjelasan
yang memadai yang dibarengi dengan kompetensi yang baik akan
meminimalkan kesalahan penatalaksanaan. Misalnya pada gambaran KTG
dijumpai deselerasi variabel, maka tindak lanjutnya adalah mencari kausa dari
kelainan tersebut. Tanyakan apakah gerak janin berkurang ? apakah ada cairan
ketuban yang keluar per vaginam ? kemudian lakukan pemeriksaan USG untuk
mendeteksi adanya lilitan atau kompresi tali pusat. Bila penyebabnya sudah
diketahui, barulah penatalaksanaan yang benar dan rasional dapat dilakukan.
Bagaimana bila tidak ada alat USG ? bila menungkinkan pasien dirujuk
kepusat pelayanan rujukan yang lebih tinggi, bila tidak mungkin merujuk, maka
pergunakan segala fasilitas yang ada dan berikan penjelasan yang baik kepada
pasien dan keluarga (informed consent). Jangan sampai pasien berharap terlalu
tinggi akibat ketidaktahuannya dan juga akibat ketidaksiapan kita melayaninya.
Beberapa alternatif pilihan yang dapat dilakukan dalam menindaklanjuti hasil
pemantauan kesejahteraan janin adalah melakukan penanganan yang memadai
ditempat kerja, merujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi, menambah
fasilitas peralatan kesehatan, meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan
kompetensi, dan memberikan pendidikan kepada masyarakat awam agar
mereka dapat memahami dengan baik kondisi pelayanan kesehatan yang ada.
Simpulan
Pemantauan kesejahteraan janin memegang peranan penting didalam
pengawasan kehamilan dan persalinan. Pemantauan ini seharusnya sudah
14
dilakukan sejak kehamilan trimester pertama hingga trimemester ketiga dan saat
persalinan.
Metoda sederhana seperti pemantauan gerak janin dan mendengarkan
DJJ dapat membantu mendeteksi abnormalitas secara dini asalkan dilakukan
dengan benar. Alat bantu diagnostik canggih bukan merupakan sesuatu yang
harus disediakan karena masih banyak hal penting lain yang dapat dilakukan
untk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan janin serta kualitas pelayanan
kesehatan di Indonesia.
Pemeriksaan KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin.
Penambahan pemeriksaan volume cairan amnion merupakan prasyarat minimal
yang harus ditambahkan pada pemeriksaan KTG. Pemeriksaan profil biofisik
telah terbukti meningkatkan ketepatan evaluasi kesejahteraan janin.
Mengingat dampak jangka panjang dari hipoksia intrauterin terhadap janin,
maka hasil pemeriksaan KTG beserta interpretasinya disarankan untuk disimpan
selama 25 tahun. Pelatihan pemantauan kesejahteraan janin yang
terstandarisasi akan meningkatkan kualitas pelayanan berbasis pendidikan dan
penelitian.
Kepustakaan
1. Oxford : User guide dan Operating handbook Sonicaid System 8002, 1994.
2. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B
Saubders, 1993
3. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still useful ?.
Contemporary Obgyn, February 2005. Di down-load dari
http://www.contemporaryobgyn.net pada tanggal 30 Juni 2005.
4. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic fetal
monitoring. UK, 2003. Di down-load dari http://www.nice.org.uk pada bulan
Juni 2005.
5. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut Jantung Janin.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.
6. RCOG. The use of electronic fetal monitoring : The use and interpretation of
cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based Clinical
Guideline Number 8. 2001. Di down-load dari http://www.rcog.org.uk pada
bulan Juni 2005.
7. http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html
8. http://www.pulsetoday.co.uk/pictures/466xAny/x/k/c/ANTENATAL_CARE.jpg
9. Fetal movement count. Di down-load dari http://www.fpnotebook.com pada
tanggal 3 September 2006.
10. Fundal height measurement. Copyright 1999, 2004 Gerard M. DiLeo, M.D.,
F.A.C.O.G. Di down-load dari http://www.gyn(OB).com pada tanggal 3
September 2006.
11. Cardiotocography. Di down-load dari http://www.fetal.freeserve.co.od pada
tanggal 3 September 2006.
15