You are on page 1of 22

ALIRAN ALIRAN PENDIDIKAN

PENGANTAR PENDIDIKAN
Oleh I GEDE DANA SANTIKA (1113021077) NI PUTU VERA FEBRI ARFIYANTI (1113021068)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2011

1|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang wajib dipenuhi. Pendidikan diperlukan manusia sebagai bekal untuk melangsungkan dan meneruskan hidupnya. Gagasan dan pelaksanaan pendidikan bersifat dinamis, dalam artian selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sejak dulu, kini, maupun di masa yang akan datang, pendidikan akan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek.Pemikiran-pemikiran yang mebawa pembaharuan dalam bidang pendidikan disebut dengan aliranaliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam bidang pendidikan berlangsung seperti suatu diskusi

berkepanjangan. Pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi pro dan kontra oleh pemikir-pemikir selanjutnya, dan berawal dari itu, pemikiran-pemikiran baru akan terlahir. Untuk memahami setiap bagian dari pemikiran-pemikiran tersebut, maka berbagai aspek dari dari aliran-aliran itu harus dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran itu agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu. Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunanya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran dalam pendidikan akan memberikan pembekalan kepada tenaga kependidikan terkait dengan wawasan kesejarahan, yakni kemampuan memahami kaitan antara pengalaman-pengalaman masa lampau, tuntutan dan kebutuhan masa kini, serta perkiraan dan antisipasi masa mendatang. Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai sejak zaman Yunani Kuno. Pemikiran tersebut berkembang di berbagai bagian dunia, kemudiaan akhirnya berkembang pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Baik aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru, pada umumnya berasal dari kedua kawasan itu. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia, dengan berbagai cara, seperti halnya dibawa oleh penjajah ke daerah

2|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

jajahannya, melalui bacaan, seperti buku dan sejenisnya, di bawa oleh orang-orang yang belajar ke luar negeri, dan sebagainya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Bagaimana kajian teori terkait dengan aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan serta pengaruh dan pelaksanaannya terhadap pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana kajian teori terkait dengan dua aliran pokok pendidikan di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji teori terkait dengan aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan serta pengaruh dan pelaksanaanya terhadap pendidikan di Indonesia. 2. Untu mengkaji teori terkait dengan dua aliran pokok pendidikan di Indonesia.

3|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang telah dimulai sejak zaman Yunani Kuno, dan berkembang paling pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, baik aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru dalam pendidikan umumnya berasal dari dua kawasan tersebut dan umumnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan di bidang pendidikan di berbagai negara. Aliran-aliran klasik meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi yang merupakan penghubung pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini dan mungkin yang akan datang. Aliran yang mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan mulai dari yang paling pesimis yang memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat sampai dengan yang paling optimis yang memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati, anak mampu menjadi apa yang diinginkan asalkan ada kemauan dan berusaha. Selain itu, ada beberapa gagasan yang pengaruhnya masih terasa sampai kini karena ada asas yang mendasari sehingga dapat diterima secara luas walaupun mendapat reaksi yang berbeda-beda di berbagai Negara. Gerakan-gerakan itu dapat dikaji untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan tentang pengajaran seperti metode guru dalam proses pembelajaran. Gerakan-gerakan tersebut meliputi gerakan-gerakan pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, dan pengajaran proyek.

2.1.1 Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia Dalam paparan tentang Landasan Psikologi (Bab III Butir A.4) telah dikemukakan perbedaan, bahkan pertentangan pendapat tentang hakikat manusia ditinjau dari segi psikoedukatif, utamanya teori kepribadian. Sehubungan dengan kajian tentang aliran-aliran pendidikan, perbedaan pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan tentang perkembangan manusia. Dalam suatu teori kepribadian ada perbedaan penekanan mengenai faktor mana yang paling berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Teori-teori dari Strategi Disposisional, terutama yang berdasar pada pandangan biologis (konstitusional) dari Kretschmer dan Sheldon, menyatakan bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas.
4|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

Sedang teori-teori dari Strategi Behavioral dan Strategi Phenomenologis menekankan pada faktor belajar. Antara Strategi Behavioral dan Strategi Phenomenologis, keduanya menekankan faktor belajar tetapi mengemukakan pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Strategi Behavioral memandang manusia terutama sebagai makhluk pasif yang tergantung pada pengaruh lingkungan (tradisi ala John Locke: Tabula Rasa), sedang Strategi Phenomenologis memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu beraksi dalam melakukan pilihan-pilihan sendiri (tradisi ala G.Leibnitz: Monad). Bagi Locke knowledge comes from external stimulation, that man is a receiver and transmitter of information (Milhollan dan Forisha, 1972:24). Seperti diketahui, pandangan umumnya adalah siswa itu bukan hanya receiver and transmitter tetapi juga generator of information dengan prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis. Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja. Dan terdapat aliran yang mengemukakan pandangan secara menyeluruh. Aliran-aliran tersebut meliputi: a. Aliran Empirisme Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak bergantung pada faktor lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori Tabula Rasa, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Faktor yang paling berpengaruh pada perkembangan menurut konsepsi aliran empirisme adalah lingkungan. Lingkungan memberikan konstribusi yang besar karena dari lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari yaitu melalui pergaulan, interaksi, dan komunikasi. Contohnya seorang anak perempuan, sejak kecil ia selalu bermain dan berkumpul dengan anak lelaki maka tingkah laku dan perkembangan yang mendominasi dalam dirinya adalah kepribadian seorang lelaki. Contoh yang lain adalah kasus anak kembar yang dibesarkan dalam keadaan lingkungan yang berbeda, yaitu satu di daerah perkotaan dan satu lagi di daerah pedesaan. Suatu saat mereka bertemu, maka akan terlihat perbedaan yang sangat jelas diantara mereka meskipun mereka anak kembar. Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting karena pendidik yang menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak sebagai pengalaman-pengalaman yang sesuai
5|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

dengan tujuan pendidikan. Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir tidak menentukan. Melihat kenyataan bahwa banyak anak yang berhasil karena berbakat walaupun keadaan lingkungannya tidak mendukung. Dan sebaliknya, seorang anak berada dalam keadaan lingkungan yang mendukung, mungkin tidak berkembang. Karena keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan keras untuk mencapainya. Meskipun demikian, masih terdapat pandangan-pandangan yang memandang manusia sebagai makhluk pasif. Hal ini tercermin pada pandangan scientific psychology dari B.F. Skinner ataupun pandangan Behavioral (behaviorisme) lainnya yang masih bervariasi dalam

menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu (Milhollan dan Forisha, 1972: 31-79; Ivey, et.al, 1987: 231-263), sebagai berikut: 1. Pandangan yang menekankan peranan stimulus (rangsangan) terhadap perilaku seperti dalam classical conditioning atau respondent learning oleh Ivan Pavlov (1849-1936) di Rusia dan Jon B. Watson (1878-1958) di Amerika Serikat. 2. Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku seperti dalam operant conditioning atau instrumental learning dari Edward L. Thorndike (1874-1949) dan Burrhus F. Skinner (1904) di Amerika Serikat. 3. Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi seperti dalam observational learning yang dipelopori oleh N. E. Miller dan J. Dollard dengan social learning and imitation (diterbitkan pada tahun 1941) dan dikembangkan lebih lanjut oleh A. Bandura dengan participant modeling (diterbitkan tahun 1976) maupun dengan self-efficacy (diterbitkan tahun 1982).

b. Aliran Nativisme Aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan anak hanya ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orangtua.Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisme sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan
6|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandangan ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering kita temui secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orang tuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri). Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat suatu inti pribadi (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan tersebut tampak antara lain humanistic psychology dari Carl R. Rogers ataupun pandangan phenomenology/humanistik lainnya. Pandangan ini mengakui pentingnya belajar dari pengalaman dan mengambil makna terhadap apa yang dialami. Terdapat variasi pendapat dari pendekatan phenomenology/humanistik tersebut yang menekankan pentingnya jati diri manusia (Milhollan dan Forisha, 1972: 81-123; et.al, 1987: 267-197) sebagai berikut: 1. Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Carl R. Rogers dan Abraham Maslow. 2. Pendekatan Personal Construts dari George A. Kelly yang menekankan betapa pentingnya memahami hubungan transaksional antara manusia dan

lingkungannya sebagai bekal awal memahami perilakunya (Ivey, et.al., 1987: 144 dan 154). 3. Pendekatan Gestalt, baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls).

7|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

4. Pendekatan Search for Meaning dengan aplikasinya sebagai Logotherapy dari Viktor Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya semangat (human spirit) untuk mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.

c. Aliran Naturalisme Aliran naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (17121778). Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Rousseau berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa dapat merusak pembawaan anak yang baik. Aliran ini menyatakan bahwa pendidikan tersebut tidak diperlukan. Yang dilakukan adalah membiarkan anak berkembang secara alami tanpa pendidikan. Karena dianggap pembawaan yang baik dari anak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. J.J Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) dalam kegiatan pendidikan sehingga dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan pembawaan yang baik sejak lahir.

d. Aliran Konvergensi Aliran ini dicetuskan oleh William Stren (1871-1939), seorang ahli pendidikan berkebangsaan Jerman. Menurutnya aliran konvergensi merupakan kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini mengatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah membawa sifat atau pembawaan yang baik maupun buruk, lalu untuk berkembang ia akan mendapatkan pengalaman dari lingkungan tempat ia berada. Meskipun ia memiliki bakat yang baik tanpa dukungan lingkungan hal itu tidak akan berarti apa-apa. Dalam aliran ini terdapat arti pendidikan secara luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat membantu, tetapi bukan dia yang menjadi faktor pembentuk utama perkembangan. Berarti, apabila seorang anak mempunyai bakat atau pembawan yang baik hal ini akan menjadi bagus jika ia mendapatkan lingkungan pendidikan yang baik pula. Namun sebaliknya, jika ia mempunyai bakat yang baik tetapi lingkungan pendidikan ia berada tidak baik maka bakat yang dimiliki oleh anak tersebut tidak akan berkembang dengan baik. Sebagai contoh dari kecil ia memiliki bakat di bidang seni gambar, ia sering menggambar di atas kertas dan gambarnya tersebut sudah membentuk pola, namun lingkungan di tempat ia berada kurang mendukung bakat yang dimilikinya. Maka bakat yang dimilikinya sama sekali tidak akan berkembang. William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan
8|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

lingkungan. Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat ke satu titik). Menurut teori konvergensi ada tiga prinsip, yaitu 1. 2. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik. 3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Dan terdapat variasi-variasi yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu tercermin dalam perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi disposisional/konstitusional, strategi phenomenologist/humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik/psiko-analitik, dan sebagainya yang mempengaruhi variasi berbagai teori belajar dan atau teori/model mengajar. Strategi behavioral (umpama model belajar tuntas, model belajar kontrol diri sendiri, model belajar simulasi, dan model belajar asertif), rumpum model pemrosesan informasi (model mengajar inkuiri, model persentase kerangka dasar atau advance organizer, dan model pengembangan berpikir). Dari sisi-sisi lain, variasi pendapat itu melahirkan variasi pendapat/gagasan tentang belajar mengajar. e. Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia Aliran-aliran pendidikan yang klasik mulai dikenal di Indonesia melalui upaya-upaya pendidikan seperti persekolahan saat zaman penjajahan Belanda. Baik melalui orangorang Indonesia yang belajar di berbagai negara. Tumbuh-kembang manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas lingkungan, proses perkembangan itu sendiri, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia (Sulo Lipu La Sulo, 1981: 3846). Terdapat sejumlah pendapat mengenai persekolahan, yaitu agar peserta didik lebih ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni sebagai manusia yang dapat dididik dan dapat mendidik dirinya sendiri. Hubungan pendidik dan peserta didik seyogyanya adalah hubungan yang setara antara dua pribadi (Raka Joni, 1983: 29; Sulo Lipu La Sulo, 1984). Hubungan kesetaraan ini menjadi suatu hubungan transaksional, suatu hubungan antar pribadi yang memberi peluang baik bagi peserta didik yang belajar, maupun bagi pendidik yang ikut belajar (colearner).
9|A li ra n- alir an Pe n didi ka n

2.1.2 Gerakan Baru Pendidikan dan Pengarunya terhadap Pelaksanaan di Indonesia a. Pengajaran Alam Sekitar Merupakan gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan alam sekitar. Perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger (1808-1888) di Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar, dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het Volle-Leven (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip gerakan Heimatkunde adalah: 1. Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapa pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifatsifat atau dasar-dasar orang pengajaran. 2. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja. 3. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk pengajaran dengan ciri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut: a) Suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan

mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan. b) Suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya. c) Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur. 4. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalistis. 5. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak. Sedangkan J. Lingthart mengemukakan pegangan dalam Het Vollen-Leven sebagai berikut: 1. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya, tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian tentang barang itu. 2. Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu.

10 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

3. Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan, agar murid paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (pengajaran alam sekitar). Pokok-pokok pendapat pengajaran alam sekitar telah banyak dilakukan di sekolah, baik dengan peragaan, penggunaan bahan lokal dalam pengajaran dan lain-lain. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak akan lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungannya. b. Pengajaran Pusat Perhatian Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly (1871-1932).Selain ia mempunyai pendapat tentang pengajaran global, juga ia mmpunyai semboyan Ecole pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan oleh idup). Anak harus dididik untuk hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan dalam pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri, khususnya tentang hasrat dan cita-citanya, serta pengetahuan tentang dunianya (lingkungannya, dan tempat hidup di hari depannya). Menurut Decroly dunia ini terdiri dari alam dan kebudayaan. Ank harus mengetahui dunianya sendiri, sehingga harus bias mengembangkan kemampuan untuk mencapai cita-citanya. Pngetahuan anak itu bersifat subjektif san objektif. Dari penelitian secara tekun, Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua hal yang khas dari Decroly, yaitu: 1. Metode Global (keseluruhan). Dari observasi dan tes yang ia lakukan, ia menetapkan bahwa anak-anak mengamati dan mengingat secara global

(keseluruhan), dimana artinya mengingat dahulu yang bersifat keseluruhan, kemudian bagian-bagian dari keseluruhannya. Jadi ini berdasarkan atas prinsip psikologi Gestalt. Dalam mengajarkan kalimat ternyata lebih mudah mengajarkan kata-kata lepas. Sedangkan mengajar kata lebih mudah untuk diajarkan daripada mengajarkan huruf-huruf secara mandiri. Metode ini bersifat videovisual sebab arti suatu kata yang diajarkan itu selalu disosialisasikan dengan tanda (tulisan), atau suatu gambar yang dapat terlihat. 2. Centre dinteret (pusat-pusat minat). Disini, ia berpendapat bahwa anakanakmemiliki minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan dari anak tersebut, sebab apabila tidak, yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran itu itu tidak akan banyak
11 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

hasilnya. Anak mempunyai minat-minat spontan terhadap dirinya sendiri. Minat spontan terhap dri sendiri itu dapat dibedakan menjadi: a. Dorongan mempertahankan diri b. Dorongan mencari makan dan minum c. Dorongan memelihara diri Sedangkan minat terhadap masyarakat (biososial) adalah a. Dorongan sibuk beermain-main b. Dorongan meniru orang lain Dorongan-dorongn inilah yang yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan dengan pusat-pusat minat tersebut. Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar, dan lain-lain) agar perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran, mengadakan variasi tersebut terbuka lebar, dan dengan demikian upaya menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi juga pada setiap kali akan membahas subtopic yang baru. c. Sekolah Kerja Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandanganpandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik, yakni: 1. Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan. 2. Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara. 3. Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan

kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara. Berdasarkan hal itu, maka menurut G. Kerschensteiner tujuan sekolah adalah: 1. Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari pengalaman sendiri. 2. Agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu. 3. Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi negara.
12 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja. Oleh karena banyak pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi tiga golongan besar: 1. Sekolah-sekolah perindustrian (tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis, dan lain-lain) 2. Sekolah-sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, gunting dari besi, dan lain-lain) 3. Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik. Sedang Leo de Paeuw yang merupakan pengikut G. Kerschensteiner, mendirikan sekolah kerja seperti Kerschensteiner di negaranya. Ia membuka lima macam sekolah kerja yaitu: 1. Sekolah teknik kerajinan 2. Sekolah dagang 3. Sekolah Pertanian bagi anak laki-laki 4. Sekolah rumah tangga kota 5. Sekolah rumah tangga desa

d. Pengajaran Proyek John Dewey (1859 1952), seorang pemikir berkebangsaan Amerika Serikat, adalah orang yang pertama kali memberikan dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran proyek. Menurut beliau, sekolah haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan untuk masa depan (Ulich, 1950: 318). Dalam pengajaran proyek, anak bebas menentukan pilihannya terhadap pekerjaan, merancang, serta memimpinnya. Proyek yang ditentukan oleh anak mendorongnya mencari jalan pemecahan bila ia menemui suatu permasalahan. Anak dengan sendirinya menjadi giat dan aktif karena apa yang dipelajarinya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Oleh karena itu, dalam pengajaran proyek ini antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain tidak dapat dipisahkan. Menurut Dewey, yang menjadi kompleks pokok dalam pengajaran proyek adalah pembelajaran tentang pertukangan kayu, memasak dan menenun. Mata pelajaran lain, seperti membaca, menulis dan berhitung serta bahasa dapat ditiadakan sebab semua itu akan berjalan
13 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

dengan sendirinya pada saat siswa melaksanakan proyek tersebut. Dalam pengajaran proyek, semua pekerjaan dilakukan secara berkelompok untuk menciptakan budaya gotong-royong. Disamping itu, sistem kerja kelompok juga akan menimbulkan sifat-sifat baik pada siswa, seperti sportifitas, kebesan berpendapat, dan disiplin yang sewajarnya. Sifat-sifat seperti itulah yang sesungguhnya banyak diperlukan dalam masyarakat luas yang kapitalistik dan domokratik. Di Indonesia, pengajaran proyek sudah banyak digunakan sebagai salah satu metode dalam mengajar. Metode ini memiliki nama yang beranekaragam, seperti pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Keunggulan pengajaran proyek sebagi suatu metode pembelajaran yaitu metode yang digunakan akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara komprehensif, dengan kata lain, menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah secara multidisiplin. Perlu diketahui bahwa pendekatan multidisiplin tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam masyarakat yang maju.

e.

Pengaruh

Gerakan

Baru

dalam

Pendidikan

Terhadap

Penyelenggaraan

Pendidikan di Indonesia Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwasanya gerakan baru dalam dunia pendidikan berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dasar-dasar pemikirannya haruslah menjangkau semua aspek pendidikan, baik itu aspek konseptual maupun operasional. Gerakan baru dalam pendidikan yang diterapkan oleh suatu negara mungki saja tidak diadopsi seutuhnya dari masyarakat negara tersebut, namun asa pokoknya menjiwai kebijakan-kebijakan pendidikan dalam negara tersebut. Sebagai contoh, di Indonesia diterapkan kurikulum muatan lokal yang merupakan kurikulum untuk mendekatkan peserta didik dengan lingkungannya. Disamping itu juga banyak berkembang sekolah kejuruan, pemupukan semangat kerjasama multidisiplin dalam menghadapi masalah, dan sebagainya. Perlu ditekankan bahwa kajian tentang pemikiran-pemikiran pendidikan pada masa lalu akan sangat bermanfaat dalam memperluas pemahaman tentang seluk-beluk pendidikan, serta memupuk wawasan historis dari setiap tenaga kependidikan. Hal tersebut sangat penting sebab setiap keputusan dan tindakan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang pembelajaran, akan memberikan dampak bukan hanya pada masa kini tetapi juga pada masa depan. Oleh karena itu, setiap keputusan dan tindakan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.
14 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

2.2 Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia Secara historis, sistem pendidikan yang melembaga di Indonesia sudah dikenal sebelum Belanda datang ke Indonesia, seperti padepokan, pesantren, dan sebagainya. Setelah Belanda memperkenalkan sistem persekolahan di Indonesia, timbullah berbagai upaya untuk mendirikan sekolah. Sebelum menikah, RA Kartini (1879 1904) telah berhasil mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Jepara dan kemudian setelah menikah beliau berhasil mendirikan sekolah lagi di Rembang. Demikian juga tokoh di bidang keagamaan, mereka telah berhasil merintis persekolahan yang bercorak keagaman sesuai dengan agamanya masing-masing. Salah satu sekolah bercorak agama Islam yang kini tersebar di seluruh Indonesia adalah sekolah Muhhamadiyah yang didirikan oleh K.H. Achmad Dachlan pada tahun 1912. Sedangkan sekolah yang bercorak kebangsaan yang dapat kita temui di Indonesia diantaranya, Perguruan Kebangsaan Taman Siswa yang didirikan oleh K.H. Dewantara pada 3 Juli 1992, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam yang didirikan oleh Muhhamas Sjafei pada 31 Oktober 1926, Kesatrian Institut di Bandung, Perguruan Rakyat di jakarta, dan sebagainya. Setelah kemerdekaan, pemerintah lalu mengembangkan satu sistem pendidikan nasional sesuai dengan ketetapan pada pasal 31 ayat 2 UUD 1945. Menjelang PJP II telah ditetapkan landasan yuridis terkait dengan penataan Sisdiknas dengan ditetapkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 beserta peraturan pelaksanaannya.Dalam ketetapan itu, dengan tegas dinyatakan bahwasanya Sisdiknas yang berlaku hanya satu. Terkait dengan hal tersebut, semestinya seluruh upaya dan lembaga pendidikan di Indonesia berada dan sesuai dengan aturan dari Sisdiknas tersebut termasuk gagasan atau aliran pendidikan yang dikembangkan di Indonesia. Dua aliran pokok yang dianggap sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kajian terhadap kedua aliran pokok tersebut semestinya berada dalam latar Sisdiknas seperti yang telah dibahas sebelumnya.

a.

Perguruan Kebangsaan Taman Siswa Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal

3 Juli 1932 di Yogyakarta, yang pertama kali berdiri dalam bentuk yayasan . Kemudian setelah itu, mulai didirikan Taman Indria, sejenis taman kanak-kanak, dan Kursus Guru, kemudian Tama Muda, disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru. Semua itu telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang kita mengenal Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata. Dengan demikian, Taman Siswa telah meliputi semua jenjang pendidikan ,
15 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

yaitu dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

1.

Asas dan Tujuan Taman Siswa Perguruan Kebangsaan Taman Siswa memiliki tujuh asas perjuangan untuk menghadapi

pemerintahan kolonial Belanda dan sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup nasional, serta demokrasi. Ketujuh asas yang secara singkat disebut asas 1922 tersebut adalah sebagai berikut: 1) Asas Kemandirian Bahwasanya setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri. Asas ini berlandaskan terbitnya ikrar persatuan dalam perikehidupan umum. Dari asas kemandirian ini, tujuan yang hendak dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai. Asan kemandirian ini juga yang mendorong Taman siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yang didasarkan pada perintah, paksaan, dan hukuman, dengan sistem khas Taman Siswa yang didasarkan pada perkembangan kodrati. Dari asas ini pulalah lahir Sistem Among, sehingga seorang guru

memperoleh sebutan sebagai seorang pamong, yang berarti seorang pemimpin yang berdiri di belakang dengan semboyan tut wuri handayani, yang artinya, mengajar dengan memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak secara terus menerus dicampuri, diperintah, dan dipaksa. 2) Asas Kemerdekaan Diri Bahwa pembelajaran yang diberikan harus berfaedah, yang dalam arti lahir dan bathin dapat memerdekakan diri. Asas kedua ini sebenarnya mengandung keterangan lebih lanjut tentang prinsip kemandirian yang terdapat dalam asas yang pertama, yaitu dengan memberikan ketegasan bahwasanya kemerdekaan itu hendaknya diterapkan terhadap cara siswa dalam berpikir, supaya siswa tidak selalu disuruh menerima buah pikiran saja, melainkan mencari dan menemukan sendiri berbagai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakn pikiran dan kemampuannya sendiri. Agar kelak menjadi orang yang benar-benar merdeka secara lahir dan bathin, anak harus dibimbing dengan jalan memerdekakan pikiran, bathin, dan tenaganya juga. 3) Asas Kebudayaan dan Kebangsaan Bahwa pengajaran harus berdasarkan pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. Dengan asas ini, Taman Siswa ingin mencegah sistem pendidikan yang bersifat
16 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

intelektualitas dan pola hidup yang kebarat-baratan, yang dapat memisahkan orang-orang terpelajar dengan mmasyarakat jelata pada umumnya. 4) Asas Kerakyatan Bahwa pengajaran tersebut harus tersebar luas hingga menjangkau seluruh rakyat. Dari asas ini tampak jelas bahwa tujuan dari pendirian Taman Siswa adalah memajukan pengajaran untuk masyarakat umum, bukannya untuk mempertinggi pengajaran yang hanya akan mengurangi tersebarnya pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, tujuan didrikannya Taman Siswa adalah untuk memeratakan pendidikan. 5) Asas Kekuatan Diri Bahwasanya untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya, baik itu lahir maupun bathin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang bersifat mengikat, baik itu berupa ikatan lahir maupun ikatan bathin. dari asas inilah Taman Siswa dapat mampu hidup dan tetap mempertahankan kepribadiannya sampai sekarang. 6) Asas Konsekuensi Hidup Bahwasanya sebagai konsekuensi dari asas hidup dengan kekuatan sendiri, maka mutlak harus mengornamkan segala usaha yang telah dilakukan sendiri. Dari asas ini tersirat konsep hidup hemat dan sederhana. 7) Asas Berhamba Kepada Anak Didik Bahwasanya dalam mendidik anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan dan kebahagian anak didik. Asas ini menunjukkan keinginan Taman Siswa untuk menyiapkan pendidik yang benar-benar mau bekerja tanpa pamrih, ikhlas, penuh pengorbanan, hanya untuk kebahagiaan peserta didik semata. Kualifikasi pendidik yang seperti inilah yang berhak memiliki sebutan Pamong atau Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Dalam perkembangan selanjutnya, Taman Siswa kemudian melengkapi Asas 1922 seperti yang disebut sebelumnya dengan Panca Darma. Kelima dasar Taman siswa yang disebut Panca Darma itu adalah: 1) Asas Kemerdekaan Diartikan sebagai disiplin diri atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun masyarakat. Maka dari itu, kemerdekaan menjadi alat

17 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

pengembangan pribadi yang kuat dalam suatu perimbangan serta keselarasan dengan masyarakat. 2) Asas Kodrat Alam Bahwasanya pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang satu kodrat dengan alam ini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya, tapi akan ia akan bahagia jika bisa menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung kemajuan.

3) Asas Kebudayaan Taman Siswa tidak berarti asal dalam memelihara kebudayaan bangsa, namun kebudayaan tersebut dituntun menuju kearah kemajuan yangsesuai dengan perkembangan jaman, kemajuan dunia, dan kepentingan anggota masyarakat pada tiap-tiap jaman. 4) Asas Kebangsaan Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan konsep kemanusiaan, malahan harus membentuki sikap kemanusiaan yang nyata. Ini mengandung arti bahwasanya permusuhan dengan bangsa lain sanagt ditentang. Taman siswa harus mengandung rasa satu terhadap bangsa sendiri untuk menuju kebahagiaan lahir dan bathin seluruh bangsa. 5) Asas Kemanusiaan Bahwasanya darma tiap-tipa manusia itu akan mewujudkan kemajuan manusian secara lahir dan bathin dengan setinggi-tingginya. Kemajuan manusia yang tinggi itu dapat dilihat pada kesucian hatinya dan adanya rasa kasih sayang terhadap sesama manusia dan makhluk Tuhan yang lainnya. Tujuan perguruan kebangsaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan. Tujuan tersebut adalah: 1) Seperti yang dinyatakan dalam keterangan Asas Taman Siswa tahun 1922 pasal 1, tujuan taman siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang tertib dan damai. 2) Sedangkan tujuan pendidikan (pasal 13) yaitu untuk membangun pesrta didik menjadi manusia yang merdeka baik secara lahir maupun bathin dan memiliki akal budi yang luhur sehingga berguna dalam masyarakat.

18 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

2.

Upaya-upaya Pendidikan yang Dilakukan Taman Siswa Peraturan dasar Persatuan Taman Siswa menetapkan berbagai upaya pendidikan yang

dilakukan, baik di lingkungan perguruan maupun di luar lingkungan perguruan tersebut.Untuk mencapai tujuan pendidikan di lingkungan perguruan, maka Taman Siswa menempuh upaya sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan tugas pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat kejuruan, serta memberikan isi yang berguna terhadap keperluan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan asas, dasar, dan tujuan pendidikan Taman Siswa. 2) Mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa yang terkait dengan bidang-bidang kegiatan Taman Siswa, untu diambil sisi kelebihannya. 3) Menumbuhkan li ngkungan hidup Taman Siswa yang benar-benar matang, sehingga wujud masyarakat yang dicita-citakan dapat dengan jelas terwujud. 4) Meluaskan kehidupan ke-Taman-Siswaan di luar lingkungan masyarakat perguruan, sehingga dapat terbentuk wadah yang nyata bagi jiwa taman siswa. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa di luar lingkungan perguruan adalah sebagai berikut: 1) Menjalankan kerja kependidikan untuk masyarakat umum dengan dasar dasar hidup Taman Siswa baik yang bersifat meningkatkan kecerdasan masyarakat maupun meningkatkan keterampilan hidup mereka. 2) Menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam bentuk badan sosial ekonomi. 3) Bersama-sama dengan instansi pemerintah menyelenggarakan usaha pembentukan kesatuan hidup kemasyarakatan sebagai pola masyarakat baru di Indonesia. 4) Menyelenggarakan usaha pendidikan kader pembangunan yang tenaganya dapat disumbangkan kepada masyarakat. 5) Mengusahakan terbentuknya pusat-pusat kegiatan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

3.

Hasil-hasil yang Dicapai Sampai saat ini, Yayasan Perguruan kebangsaan Taman Siswa yang didirikan sejak

tanggal 3 Juli 1922, telah mencapai berbagai hal, yaitu sebagai berikut: 1) Gagasan dan pemikiran terkait pendidikan nasional 2) Lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai dengan Saejana Wiyata
19 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

3) Sejumlah alumni Taman Siswa telah berhasil menjadi tokoh nasional, antara lain Ki Hadjar Dewantara, Ki Mangunsarkoro, dan Ki Suratman. Meskipun hampir semua upaya pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan adalah sebagai sarana perjuangan kemerdekaan Indonesia, namun Taman Siswa menduduki peran khusus dalam perjuangan itu. Taman Siswa telah tampil sebagai pelopor kesatuan dan persatuan Indonesia berdasarkan atas asas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia. Akhirnya perlu dikemukakan harapan seperti yang tercantum dalam tajuk rencana harian kompas, yang berjudul Menyegarkan Kembali Semangat Humanisme Ki Hadjar dewantara yakni perlunya penyegaran untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat yang serba cepat dan tidak terduga. Harapan kita semuanya, penyegaran dan dinamisasi tersebut akan terus berkembang sehingga Taman Siswa akan terus berkembang. b. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 bertempat di Kayu Tanam, Sumatra Barat. INS pada mulanya dipimpin oleh ayah Sjafei, namun kemudian diambil alih olehnya. Awalnya INS hanya terdiri dari 75 siswa yang dibagi menjadi dua kelas, serta masuk kelas bergantian karena gurunya hanya ada satu, yaitu Mohhamad Sjafei sendiri. Sekolah ini mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan Indonesia pada saat itu, bahkan pada bulan Desember 1948, ketika Belanda menyerang Kayu Tanam, seluruh gedung INS dibumihanguskan, termasuk ruang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang bertempat di Padang Panjang. Baru pada bulan Mei 1950, Ruang INS Kayu Tanam bangkit kembali dimemulai dengan 30 orang siswa.

1.

Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Pada awal didirikannya, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam memiliki beberapa asas, yaitu

sebagai berikut: 1) Berpikir logis dan rasional 2) Keaktifan atau kegiatan 3) Pendidikan masyarakat 4) Memperhatikan pembawaan anak 5) Menentang intelektualisme

20 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

Sedangkan tujuan awal didirikannya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam adalah sebagai berikut: 1) Mendidik rakyat kearah kemerdekaan 2) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat 3) Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat 4) menanamkan kepercayaan diri dan berani bertanggung jawab.

2.

Upaya-upaya Pendidikan yang Dilakukan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam Terdapat berbagai upaya yang dilakukan oleh Mohammad Sjafei dalam mengembangkan

dan mewujudkan gagasannya, baik yang ber5kaitan dengan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam maupun tentang pendidikan dan perjuangan serta pembangunan bangsa Indonesia pada umumnya. Beberapa upaya pendidikan yang dilakukan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam dalam bidang kelembagaan antara lain menyelenggarakan berbagai bidang pendidikan , seperti ruang rendah (7 tahun, setara sekolah dasar), ruang dewasa (4 tahun setelah ruang rendah, setara sekolah menengah), dan sebagainya. Semua program pendidikan INS tersebut sangat mengutamakan pendidikan ketrampilan-kerajinan, denagn mengutamakan

menggambar, pekerjaan tangan, dan sejenisnya (Mohammad Sjafei, 1979: 87-117). Terdapat juga program khusus untuk menjadi guru, yakni tambahan satu tahun satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktek mengajar (Said, 1981: 57-69). Upaya-upaya yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS tersebut merupakan upaya mandiri yang menolak bantuan yang mungkin akan membatasi kebebasannya.

3.

Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengalami masa pasang surut yang seirama denagn

pasang surutnya perjuangan bangsa Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Taman Siswa, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga mengupayakan gagasan tentang pendidikan nasional, utamanya pendidikan ketrampilan dan kerajinan, beberapa ruang pendidikan atau jenjang persekolahan, dan sejumlah alumni. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam diharapkan melakukan penyegaran dan dinamisasi, yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan iptek. Disamping itu, upaya-upaya pengembangan Ruang Pendidik INS tersebut semestinya dilakukan dalam kerangka pengembangan Sisdiknas, sebagai bagian dari usaha mewujudkan cita-cita Ruang Pendidik INS, yakni mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.
21 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Gagasan dan pelaksanaan pendidikan bersifat dinamis, dalam artian selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sejak dulu, kini, maupun di masa yang akan datang, pendidikan akan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan sosial

budaya dan perkembangan iptek.Pemikiran-pemikiran yang mebawa pembaharuan dalam bidang pendidikan disebut dengan aliranaliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam bidang pendidikan berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan. Pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi pro dan kontra oleh pemikir-pemikir selanjutnya, dan berawal dari itu, pemikiran-pemikiran baru akan terlahir. Untuk memahami setiap bagian dari pemikiran-pemikiran tersebut, maka berbagai aspek dari dari aliran-aliran itu harus dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran itu agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.

3.2 Saran Berikut beberapa saran yang dapat kami sampaikan terkait dengan topik makalah yang kami kaji. 1. Setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang terkait dengan pendidikan, agar dapat menghasilkan pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan. Terkait

dengan proses dan teknik pengajaran, pendidik harus mampu menyerap aliranaliran pendidikan. 2. Pemerintah dalam membuat sistem pendidikan nasional harus mengacu pada aliran-aliran pendidikan klasik terdahulu.

22 | A l i r a n - a l i r a n P e n d i d i k a n

You might also like