You are on page 1of 17

STUDI PROSES PENGOLAHAN ABON IKAN MARLIN (Macaira indica) DI UD.

MINA RASA KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

ARTIKEL LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

DISUSUN OLEH : SITI MUAROFATUL AULA NIM. 0710830015

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010

STUDI PROSES PENGOLAHAN ABON IKAN MARLIN (Macaira indica) DI UD. MINA RASA KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

Artikel Laporan Praktek Kerja Lapang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

OLEH : SITI MUAROFATUL AULA NIM. 0710830015

Mengetahui Ketua Jurusan MSP

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Happy Nursyam, MS Tanggal:

Ir. Sri Dayuti Tanggal :

STUDI PROSES PENGOLAHAN ABON IKAN MARLIN (Macaira indica) DI UD. MINA RASA KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR
1) 2)

Siti Muarofatul Aula , Sri Dayuti

ABSTRAK UD. Mina Rasa merupakan salah satu industri rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan yang terletak di Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Salah satu produk yang dihasilkan oleh UD. Mina Rasa adalah abon ikan marlin. Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mendapatkan ketrampilan teknis mengenai proses pengolahan hasil perikanan dan untuk mengetahui permasalahan yang timbul didalam pelaksanaan proses pengolahan hasil perikanan, khususnya pada proses pengolahan ikan marlin (Macaira indica) menjadi abon ikan. Proses pengolahan abon ikan marlin di UD. Mina Rasa meliputi tahapan penyiangan dan pencucian, pengukusan, penghancuran, pembuatan bumbu, penggorengan, penyangraian dan pengemasan. Kata Kunci : Pengolahan Abon Ikan, Marlin, UD. Mina Rasa

ABSTRACT UD. Mina Rasa is one of home industry which is engaged in the processing of fishery products located in Kabupatten Malang Provinsi Jawa Timur. One of the products produced by UD. Mina Rasa is shredded marlin. Purpose of implementing the practice field work is to obtain technical skills regarding the processing of fishery products and to know the problem that arise in the implementation of the processing of fishery products, particularly in the prosesing shredded fish from marlin fish (Macaira indica). Processing of shredded fish marlin in the UD. Mina Rasa include weeding ang washing, steaming, destruction, make seasoning, frying, roasted and packaging. Keyword : Shredded Fish Processing, Marlin, UD. Mina Rasa

1. Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya 2. Staf Pengajar Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan masih sangat memungkinkan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Ikan marlin hitam terdapat di Samudra Hindia dan juga terdapat di Samudra Pasifik. Berada pada air dengan suhu 21-30 C dan jarang dijumpai di perairan dingin. Ikan ini dapat dengan cepat diidentifikasi karena ini satu-satunya marlin yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa. Punggungnya berwarna biru tua yang langsung berubah warna menjadi putih pada garis punggung. Jika sedang melompat atau sedang makan maka akan terlihat garis biru yang samar di sisinya. Makanannya terdiri dari sotong, makarel, bonito, ikan terbang (Cacheemakiy, 2009). Menurut Afrianto dan Liviawaty, (1989), komposisi kimiawi daging ikan secara umum berupa unsurunsur tidak berdiri sendiri, melainkan senyawa sederhana dan senyawa kompleks. Senyawasenyawa ini merupakan penyusun sel-sel jaringan, daging, dan sebagian merupakan zatzat makanan yang berguna bagi manusia. Zatzat tersebut adalah protein, lemak, vitamin, mineral, dan sedikit karbohidrat. Komponen terbesar dalam daging adalah air kemudian disusul oleh protein, lemak, dan zatzat lainnya (Muchtadi, et al., 1992). Secara umum komposisi daging ikan terdiri dari kadar air 60-84%, protein 1830%, lemak 0,1-2,2%, karbohidrat 0-1% dan sisanya vitamin dan mineral. Protein ikan merupakan komponen terbesar dalam jumlahnya setelah air. Secara umum abon ikan mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang khasiatnya memperkecil resiko terkena serangan jantung karena tidak mengandung kolesterol dan meningkatkan kecerdasan (Indah, 2008). Omega 3 dan Omega 6 banyak terdapat terutama dalam hati ikan marlin dan sebagian kecil dalam daging ikan marlin. Dan kompisisi gzi dari ikan marlin adalah air 4,13%, protein 37,22%, mineral 15,87%, lemak 24,31% dan karbohidrat 14,4%. Kandungan protein pada ikan marlin lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tuna yang hanya sebesar 22%. Menurut Sudarisman dan Elvina, (1996), pembuatan abon ikan merupakan salah satu

alternatif pemanfaatan ikan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pembuatan abon ikan antara lain proses pembuatanya mudah, rasanya enak, dan dapat dijadikan sumber penghasilan tambahan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Abon adalah hasil olahan yang berwujud gumpalan-gumpalan serat daging yang halus dan kering. Kadar air abon yang lebih rendah dibandingkan daging segar akan membuat mikroba sukar tumbuh dan berkembang biak. Proses pengolahan abon ikan dapat dijumpai di industriindustri pengolahan hasil perikanan. Salah satunya di Pantai Sendangbiru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dimana industri ini memproduksi abon ikan marlin yang merupakan produk diversifikasi hasil perikanan. Proses pengolahan abon ikan marlin ini masih bersifat tradisional (dalam skala rumah tangga) baik dalam penanganannya maupun dalam sanitasinya. Hal ini yang melatar belakangi dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang ini sehingga selain mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang proses pembuatan abon ikan, permasalahan yang ada dalam proses produksinya dapat dicari jalan keluarnya. 1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud Maksud dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di dalam memadukan teori dengan kenyataan yang ada di lapang terutama gambaran nyata tentang proses pembuatan abon ikan marlin di UD. MINA RASA Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. 1.2.2 Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini secara umum adalah untuk mengetahui kondisi usaha, mempelajari proses produksi, mempelajari dan mendapatkan ketrampilan teknis mengenai proses pembuatan abon ikan marlin di UD. MINA RASA Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. 1.3 Kegunaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini diharapkan berguna untuk : Sebagai sumber informasi kepada masyarakat luas mengenai proses pembuatan abon ikan marlin. Melatih mahasiswa dalam menerapkan dan membandingkan antara pengetahuan yang diperoleh dengan kenyataan

dilapangan, khususnya pada proses pengolahan abon ikan marlin. Mengetahui sejauh mana penerapan teknologi yang telah digunakan pada pengolahannya. Sebagai bahan masukan kepada pemilik industri rumah tangga abon ikan marlin untuk penyempurnaan proses produksi.

1.4

Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di UD. MINA RASA Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan Desember 2009 Februari 2010. 2. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Marlin Black marlin atau marlin hitam adalah keluarga billfish yang banyak hidup di perairan tropis dan banyak menjadi buruan para pecinta olahraga memancing negeri ini. Sebagian kecil Black marlin juga menghuni Samudra Pasifik, pantai timur Afrika, dan perairan Australia. Semua lokasi ini dihuni black marlin karena cenderung lebih hangat dibanding perairan di Samudera Atlantik. Intinya ikan Black marlin hidup pada lautan yang memiliki suhu air 21 hingga 30 C dan jarang dijumpai di perairan yang dingin. Ikan ini mudah diidentifikasi karena ini adalah spesies billfish yang memiliki sirip punggung yang kaku. Sirip ini tidak bisa dilipat ke badannya atau ke belakang. Garis punggungnya jarang sekali tampak jelas pada ikan dewasa. Punggungnya berwarna biru tua yang langsung berubah warna menjadi putih pada garis punggung. Jika sedang melompat atau sedang makan maka akan terlihat garis biru yang samar di sisinya (Risdianto, 2009). Ikan marlin termasuk dalam genus Macaira, terdiri dari bermacam-macam jenis antara lain : Black marlin (Macaira indica), Blue marlin (Macaira nigircan), Sailfish atau ikan layar (Istiophorus platypterus), White marlin (Tetrapturus albidus), Swordfish atau ikan todak (Xiphias galduys Linnaeus), Stripped marlin (Tetrapturus audax) dan Spearfish (Tetrapturus angustirostris) (Cacheemakiy, 2009). Menurut Wikipedia (2010), klasifikasi ikan marlin hitam antara lain : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Order : Perciformes Keluarga : Istiophoridae Genus : Macaira Spesies : Macaira indica

Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung dari berbagai faktor. Faktor faktor ini dapat berasal dari ikannya sendiri (faktor intrinsik) yaitu jenis dan golongan ikan, umur ikan, jenis ikan, dan sifat warisan. Selain itu juga dapat berasal dari luar (faktor ekstrinsik) yaitu daerah kehidupan ikan, musim, dan jenis makanan yang tersedia (Hadiwiyoto, 1993). Adapun komposisi gizi dari ikan marlin pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Ikan Marlin Kandungan Jumlah Air 4,13 % Protein 37,22 % Mineral 15,87 % Lemak 24,31 % Karbohidrat 14,4 % Sumber : Indah (2007) 2.2 Abon Ikan Menurut Indah., (2007), ikan merupakan bahan makanan komoditas ekspor yang banyak dikonsumsi masyarakat. Ikan mengalami proses pembusukan karena kandungan komposisi kimia ikan cocok sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang bersifat mudah teroksidasi sehingga menimbulkan bau tengik. Ikan perlu pengawetan. Salah satu cara pengawetannya dengan mengolahnya menjadi abon ikan. Ikan yang baik untuk abon ikan adalah ikan tuna dan ikan marlin, karena menghasilkan serat abon yang sangat baik dan lembut. Pada dasarnya proses pengolahan pascapanen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya tahan lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam cara pengolahan pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern. Salah satu diantara produk olahan ikan adalah abon ikan. Abon merupakan produk olahan yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Dewan Standarisasi Nasional (1995) mendefinisikan abon sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2010).

Menurut Karyono dan Wachid (1982), abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk. Ditambahkan oleh Sudarisman dan Elvina (1996) abon adalah hasil olahan yang berwujud gumpalangumpalan serat daging yang halus dan kering. Pembuatan abon merupakan salah satu cara memperpanjang masa simpan daging. Kadar air abon yang jauh lebih rendah dibandingkan daging segar akan membuat mikroba sukar tumbuh berkembang biak. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), pembuatan abon ikan merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah hasil perikanan yang banyak terbuang sia-sia. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pembuatan abon ikan antara lain adalah proses pembuatanya mudah, rasanya enak, dan dapat dijadikan sumber penghasilan tambahan. Pembuatan abon ikan dapat dilakukan dalam skala kecil, sedang, besar. 2.3 Tahap Pembuatan Abon Ikan Pada prinsipnya abon ikan merupakan suatu metode pengawetan dengan kombinasi antara perebusan/pengukusan dan penggorengan serta penambahan bumbubumbu tertentu. Produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lembut, rasa dan aroma yang khas. Abon ikan bisa digunakan untuk teman makan nasi, teman makan roti, dan lain-lain. Biasanya abon dibuat dari daging sapi atau daging kerbau, akan tetapi di beberapa daerah Sulawesi, banyak dijumpai abon ikan. Pada umumnya abon ikan dapat dibuat dari daging ikan cakalang/ikan tongkol, ikan tuna dan ikan cucut (UKM PT. Khalifah Niaga Nusantara, 2007). Menurut Afrianto dan Liviawaty., (1989), secara garis besar pembuatan abon ikan dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap penyiangan, tahap perebusan ikan, tahap pengahancuran, tahap pembuatan bumbu, tahap penggorengan, tahap pengepakan. Langkah-langkah pembuatan abon ikan menurut UKM PT. Khalifah Niaga Nusantara (2007) adalah : a. Penyiangan Ikan disiangi yaitu pada bagian isi perut dan kepala, bila perlu dipotong-potong

b.

c.

d.

e.

untuk memudahkan pengukusan kemudian dicuci sampai bersih. Pengkukusan Ikan dikukus sampai matang untuk memudahkan pengambilan daging dan memisahkan dari tulang dan duri, kemudian ditumbuk / dimemarkan hingga menjadi suwiran-suwiran / serpihan daging ikan. Pemberian Bumbu Bumbu-bumbu yang dihaluskan, kemudian dicampurkan dengan yang telah disuwir-suwir hingga merata. Pada pembuatan abon ikan diperlukan pemberian bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, garam gula putih, jinten, serai, dan lengkuas. Prinsip pembuatan abon yaitu pencucian bahan, pengukusan ikan, pencabikan ikan, pencampuran bumbu dan penggorengan dalam minyak panas (Hadiwiyoto, 1993). Penggorengan Daging ikan yang telah dicampur dengan bumbu kemudian digoreng dengan minyak, bisa juga menggunakan santan kelapa yang kental. Aduk-aduk sampai kering (terasa ringan bila daging diadukaduk) dan berwarna kuning kecokelatan. Pengepresan Abon yang sudah matang dimasukkan ke alat pengepres abon sampai minyaknya tuntas, kemudian diambil dengan menggunakan garpu.

3. 3.1

METODE DAN PENGAMBILAN DATA

Metode Pendekatan Praktek Kerja Lapang Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif. Menurut Surakhmad (1994), metode deskriptif adalah metode penyelidikan yang menuturkan dan mengklasifikasikan data yang diperoleh dari berbagai teknik pengambilan data. Tujuan dari metode deskriptif ini adalah memaparkan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari populasi tertentu, data dikumpulkan sesuai tujuan dan secara rasional kesimpulan diambil dari data-data tersebut (Suharjono, 1995). 3.2 Teknik Pengambilan Data Data yang diambil dalam pelaksanaan praktek kerja lapang ini meliputi data primer dan data sekunder.

3.2.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya (Marzuki, 1983). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi dan dokumentasi. 3.2.1.1 Observasi Menurut Arikunto (1996), observasi pengamatan meliputi kegiatan pemuatan terhadap suatu obyek menggunakan seluruh alat indra. Observasi dilakukan melalui alat penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan dan pengerap (kata lain dari pengamatan langsung). Observasi meliputi : - cara penanganan awal bahan baku - keadaan awal bahan baku - cara melakukan proses pengolahan - aspek sanitasi dan hygiene - peralatan yang digunakan 3.2.1.2 Wawancara Wawancara adalah cara yang dipergunakan seseorang untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden (Koentjaraningrat, 1981). Wawancara merupakan suatu usaha pengumpulan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula oleh pihak yang diwawancarai (Nawawi, 1983). Wawancara meliputi : - keadaan umum unit usaha - sejarah berdirinya usaha - lokasi dan tata letak usaha - data hasil tangkap di Pelabuhan Sendangbiru - proses pembuatan abon ikan marlin - hasil produksi abon ikan marlin - sanitasi dan hygiene - jumlah tenaga kerja 3.2.1.3 Partispasi Aktif Menurut Komaruddin (1987), partisipasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengikuti rangkaian yang dikerjakan dalam suatu proses kegiatan. Dalam hal ini mengikuti semua kegiatan proses pembekuan ikan hiu dari awal produksi sampai siap untuk dipasarkan. Bentuk partisipasi aktif ini merupakan suatu kegiatan dimana kita turut serta dalam semua kegiatan yang berlangsung dalam suatu alir proses di suatu unit produksi (Nawawi, 1983).

3.2.1.4 Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan gambar. Teknik ini berguna untuk memperkuat data-data yang telah diambil dengan menggunakan teknik pengambilan data sebelumnya. 3.2.2 Data Sekunder Menurut Marzuki (1983), data sekunder adalah data yang pengumpulannya bukan diusahakan secara langsung oleh pelaksana atau peneliti tetapi diambil dari biro statistik, majalah, keterangan-keterangan serta media publikasi. Data sekunder dapat diperoleh dari pustaka dan arsip dari unit pengolah ikan yaitu pembuatan otak-otak kepiting tersebut. Data sekunder juga diperoleh dari kantor kelurahan dan kecamatan setempat. Data sekunder meliputi : -Lokasi dan Keadaan Geografis -Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk -Keadaan Umum Usaha Perikanan 3.3 Data yang Diambil 3.3.1 Keadaan Umum Daerah Tempat Usaha - Letak Geografis - Kedaan Umum Penduduk dan Mata Pencaharian - Usaha Perikanan 3.3.2 Keadaan Umum Tempat Usaha - Sejarah Perkembangan Usaha - Lokasi dan Tata Letak tempat Usaha - Tenaga Kerja 3.3.3 Sarana dan Prasarana 3.3.4 Proses Pembuatan Abon Ikan Marlin - Pengadaan Bahan Baku - Proses Pembuatan Abon Ikan Marlin - Penerimaan bahan baku - Penyiangan dan pencucian - Pengukusan ikan - Penghancuran ikan - Pembuatan bumbu - Penggorengan - Sangrai - Pengemasan 3.3.5 Morfologi Ikan Marlin 3.3.6 Sistem Sanitasi dan Hygiene Unit Usaha - Sanitasi dan Hygiene Bahan Baku - Sanitasi dan Hygiene Peralatan - Sanitasi dan Hygiene Air - Sanitasi dan Hygiene Pekerja - Sanitasi dan Hygiene Lingkungan

4.

KONDISI UMUM UNIT USAHA PENGOLAHAN

bahwa 67,41 % penduduk desa Tambakrejo adalah usia produktif. 4.3 Sejarah Perkembangan Perusahaan Usaha pengolahan abon ikan milik Ibu Imrul dimulai sejak tahun 1999. Pada saat itu ada penyuluhan dari Universitas Brawijaya dan IKIP Negeri Malang yang memberikan penyuluhan tentang pengolahan ikan menjadi abon ikan. Penyuluhan ini diikuti oleh warga setempat yang salah satu diantaranya peserta itu adalah ibu Imrul yang kemudian mencoba mengembangkan usaha tersebut. Usaha abon ikan marlin dikembangkan oleh Ibu Imrul sejak tahun 2009. Pada waktu itu tenaga kerjanya adalah warga sekitar tempat usaha. Dengan berjalannya waktu, usaha pengolahan abon ikan ini mengalami kemajuan. Jumlah permintaan semakin meningkat, sehingga akhirnya untuk lebih mengembangkan usahanya Ibu Imrul melengkapi sarana dan prasarana untuk maningkatkan proses pengolahan dan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja. 4.4 Lokasi 4.4.1 Lokasi Unit Usaha Tempat usaha yang menyelenggarakan proses pembuatan produk abon ikan marlin ini berada di dekat pangkalan pendaratan ikan yang terletak di Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Pondokdadap, Kabupaten Malang yang secara geografis berada pada posisi 0837 0841 Lintang Selatan dan 11235 11242 Bujur Timur. 4.4.2 Tata Letak Unit Usaha Dalam pelaksanaanya kegiatan usaha pengolahan abon ikan marlin, salah satu faktor yang paling mendukung adalah letak produksi. Letak daerah produksi sangat berperan dalam penentuan biaya pemasaran. Bila daerah produksi letaknya jauh dari tempat pembelian bahan baku, maka biaya menjadi lebih tinggi karena dibutuhkan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan baku begitu pula bila letak produksi jauh dari daerah pemasaran maka harga akan ikut tinggi pula akibat meningkatnya biaya pengiriman dari tempat produksi ketangan konsumen. Usaha pengolahan abon ikan marlin ini terletak disebelah Utara TPI Pondokdadap kurang lebih 5 meter dari pelelangan tersebut dan disebelah barat dari tempat wisata pantai Sendang Biru, di desa Tambakrejo, Kecamatan Pondokdadap, Kabupaten Malang. Tempat produksi abon ikan marlin berada di kantin Ibu Imrul yang sekaligus sebagai warung makan yang biasanya juga

4.1

Keadaan Geografis Desa Tambakrejo menurut daftar isian potensi desa terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan laut. Jarak desa ini dari ibu kota kecamatan 29 km, dari ibukota kabupaten 65 km dan dari ibukota propinsi 157 km. Desa Tambakrejo dibagi menjadi dua pedukuhan yaitu dukuh Sendangbiru dan dukuh Tambakrejo. Batas-batas wilayah desa Tambakrejo adalah di sebelah utara berbatasan dengan desa Kedung Banteng, sebelah Timur berbatasan dengan desa Tambaksari, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah Barat berbatasan dengan desa Sitiarjo. Kondisi geografis daerah ini bervariasi antara pantai daratan dan perbukitan dengan ketinggian perbukitan mencapai 265 meter dari atas permukaan air laut. Bagian Selatan merupakan daerah dataran dan sedangkan bagian Utara merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan mencapai 50-60 derajat. Keadaan iklim di daerah ini termasuk dalam iklim tropis dengan dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Suhu ratarata daerah ini berkisar antara 24-27C. Secara fisik jalur lalu lintas yang menuju dari dan ke desa ini cukup baik dengan jalan aspal dan sarana transportasi umum yang memadai. 4.2 Keadaan Umum Penduduk Berdasarkan data statistik desa Tambakrejo tahun 2005, jumlah penduduk desa Tambakrejo adalah 3753 jiwa yang terdiri dari 1862 (49,61 %) laki-laki dan 1891 (50,39 %) perempuan. Penduduk desa Tambakrejo adalah suku Jawa dengan bahasa pengantar sehari-hari adalah bahasa Jawa dan Madura dan terdiri dari dua pemeluk agama berbeda yang dapat hidup secara berdampingan, yaitu pemeluk agama Islam dan Kristen. Masyarakat di sana secara umum sudah dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Penduduk desa Tambakrejo sebagian besar yaitu 1200 jiwa (37,66 %) berpendidikan SD, SLTP 905 jiwa (28,41 %), SLTA 725 jiwa (22,76%) dan sisanya D-1, S-1 serta belum sekolah. Mata pencaharian penduduk di desa Tambakrejo bervariasi, akan tetapi sebagian besar adalah nelayan yaitu sebanyak 915 jiwa (54,05 %). Selain nelayan, mata pencaharian penduduk desa Tambakrejo adalah sebagai pegawai negeri sipil, petani, buruh tani, pegawai KUD Mina Jaya, pedagang, peternak, dan guru. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun sebanyak 2530 jiwa. Hal ini menunjukan

diapakai untuk memajang dan memasarkan abon marlin hasil produksinya. Tempat proses pengolahan abon ikan marlin ini berada di dalam ruangan seluas kurang lebih 60 m yang merupakan tanah Departemen Kelautan dan Perikanan. Tempat usaha pengolahan abon ikan marlin termasuk lokasi yang cukup strategis karena merupakan daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dengan kondisi jalan, komunikasi, listrik dan air yang cukup baik. Semua prasarana tersebut sangat mendukung dalam usaha pengolahan abon ikan marlin. 4.5 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha pembuatan abon ikan marlin ini terdiri dari tenaga kerja luar. Tenaga kerja dari luar berasal dari warga sekitar tempat usaha yang berjumlah 3 orang dengan sistem upah bulanan yang dihitung setiap 1 hari kerja dengan gaji Rp 20.000 / hari / orang, ditambah makan yang disediakan oleh pemilik usaha dengan jam kerja mulai dari pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB.

2)

3)

4)

5)

6) 5. SARANA dan PRASARANA PRODUKSI

5.1 Sarana dan Prasarana Produksi 5.1.1 Transportasi Ikan marlin di bawa ke tempat pengolahan abon ikan dengan menggunakan keranjang tempat ikan (basket) oleh pesuruh dari pemilik usaha penangkapan ikan marlin. Ikan marlin yang diantar ke tempat pengolahan sudah dalam bentuk potonganpotongan besar tanpa kepala. Karena kepala ikan marlin sebelumnya telah dibuang saat diatas kapal. 5.1.2 Peralatan Peralatan yang tersedia pada usaha pembuatan abon ikan ini dapat dikatakan masih sederhana karena sebagian besar peralatan usaha tersebut juga berfungsi sebagai peralatan rumah tangga. Alat yang digunakan antara lain terbuat dari bahan kayu, stainles steel dan plastik. Jenis alat yang digunakan antara lain : 1) Pisau dan talenan Pisau yang digunakan terbuat dari bahan besi untuk yang besar, sedangkan yang kecil terbuat dari bahan alumunium. Talenan terbuat dari kayu. Alat ini

7)

8)

9)

10)

digunakan untuk memotong dan menyiangi ikan sebelum diproses sebanyak 1 buah. Basket Basket ini terbuat dari bahan plastik. Jumlahnya sebanyak 2 buah. Dan berfungsi untuk tempat ikan setelah dicuci dan setelah dikukus. Kompor Kompor yang digunakan menggunakan sumber energi minyak tanah. Kompor ini terbuat dari bahan alumunium. Berfungsi untuk mengkukus ikan marlin dan menyangrai abon. Kompor yang digunakan sebanyak 3 buah. Panci kukus Panci kukus yang digunakan terbuat dari alumunium sebanyak 1 buah. Alat ini berfungsi untuk mengukus ikan sebelum diproses. Wajan Wajan ini terbuat dari bahan alumunium sebanyak 2 buah. Dan memiliki fungsi untuk menyangrai campuran daging ikan yang telah dihaluskan dengan bumbu hingga menjadi abon ikan dan juga untuk menggoreng bumbu. Sutil dan penyaringan Sutil yang digunakan terbuat dari bahan stenlis steel dan juga kayu, sedangkan penyaringan terbuat dari bahan kayu. Banyaknya sutil dan penyaringan yang digunakan masing-masing sebanyak 1 buah. Alat ini berfungsi untuk mengaduk abon yang telah dicampur dengan bumbu dalam proses penggorengan. Cobek Alat cobek ini terbuat dari bahan batu dan kayu. Cobek berfungsi untuk menghaluskan bumbu sebagai bahan tambahan dalam pembuatan abon dan digunakan sebanyak 1 buah. Timbangan Timbangan ini terbuat dari bahan besi. Berfungsi untuk menimbang abon ikan yang akan dikemas. Banyaknya 1 buah. Sealer Sealer yang digunakan sebanyak 1 buah dan terbuat dari bahan besi dengan lapisan alumunium. Berfungsi untuk menutup plastik kemasan agar rapat dan udara tidak bisa masuk (kedap udara). Centong Centong yang digunakan ini terbuat dari bahan stenlis steel dan plasik. Digunakan sebanyak 2 buah dan berfungsi untuk mengambil abon saat akan dikemas.

11) Panci blurik Panci ini terbuat dari bahan stenlis steel dan digunakan sebanyak 2 buah. Berfungsi untuk tempat abon ikan yang telah disangrai. 5.2 Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Tambahan Bahan baku yang digunakan dlam proses pembuatan abon ikan ini adalah ikan marlin (Macaira indica) yang didapat dari pelelangan ikan di TPI Pondokdadap Sendangbiru yang tidak jauh dari tempat usaha. Dengan keadaan ikan marlin tanpa kepala dan isi perut. Harga ikan marlin berkisar antara Rp.14.000,00 Rp.16.000,00 per kilogram. Harga tersebut tergantung dari musim tangkap ikan marlin. Ikan yang telah dibeli kemudian dibawa ke tempat usaha dan dilakukan pembersihan dan penyiangan (kulit dan tulang). Untuk sekali proses biasanya dibutuhkan ikan marlin (Macaira indica) sebanyak 60-70 kg.

ditandai dengan warna daging putih dari ikan marlin yang masih berwarna kemerahan. Setelah benar-benar matang, daging diangkat dari pengukusan. Setelah suhunya turun dan agak dingin, daging siap dilakukan proses penghancuran. 6.1.3 Penghancuran Pada tahap ini tulang, duri, kulit dan sisik ikan dibuang. Daging ikan kemudian dicabik-cabik dan diremas dengan tangan hingga terbentuk serat daging yang halus dan berukuran seragam (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Proses penghancuran daging ikan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan oleh pekerja. Daging ikan dihancurkan dengan jalan diremas-remas sampai agak halus dan berbentuk serat-serat. Proses ini dilakukan untuk membuat daging ikan menjadi bentuk dasar dari abon yang berupa gumpalan atau serat daging. Daging yang telah dihancurkan ditampung dalam basket. 6.1.4 Pembuatan Bumbu Proses pembuatan bumbu pada pembuatan abon ikan ini biasanya dilakukan bersaman dengan proses penghancuran daging ikan sehinga setelah daging ikan selesai dihancurkan maka bumbu juga siap untuk digunakan sehingga abon siap dilakukan penggorengan. Bumbubumbu yang dipergunakan untuk membuat abon ikan antara lain bawang putih, bawang merah, jahe, ketumbar bubuk, gula, cabe rawit, daun jeruk purut, minyak, jinten, sere, laos, cabe merah dan garam. Untuk 70 kg bahan baku ikan marlin ini digunakan bumbu 1,6 kg bawang merah, 2 kg bawang putih, 6 kg gula, cabe rawit 1,5 kg, cabe merah 1 kg dan garam, ketumbar bubuk, jinten, daun salam, sere, laos, jahe, daun jeruk purut secukupnya. Dalam proses pembuatan bumbu tidak digunakan santan karena dengan adanya santan, proses pengeringan daging ikan menjadi lebih lama dan dapat menurunkan daya awet. Proses pengeringan menjadi lebih lama karena semakin meningkatnya kadar air akibat penambahan santan. Dan penurunan daya awet terjadi karena penambahan santan yang mengakibatkan kadar lemak meningkat, sehingga terjadi rancidity atau ketengikan. Peningkatan kadar lemak ini dapat terjadi karena kadar lemak dalam santan cukup tinggi yaitu sekitar 34,3% (Anonymous, 1998). Bahan untuk bumbu dihaluskan dengan cobek dan ditumis hingga harum dan berwarna merah kecoklatan yang telah menandakan bahwa bumbu telah matang.

6.

PROSES PEMBUATAN ABON IKAN MARLIN

6.1 Proses Pembuatan Abon Ikan Marlin 6.1.1 Penyiangan dan Pencucian Dalam proses pembuatan abon ikan marlin hal pertama yang dilakukan yaitu menyiangi, memotong dan mencuci ikan. Cara pencucian ikan tidak dengan air mengalir tetapi menggunakan air yang ditampung dalam bak, dimana air tersebut juga digunakan untuk pencucian piring dan gelas kotor, sehingga kebersihan air yang digunakan untuk mencuci bahan baku masih kurang. Diperlukan tenaga kerja sebanyak 2 orang untuk melakukan proses ini. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), ikan disiangi dengan cara membersihkan sisik (bila ada) membuang bagian kepala, isi perut, maupun sirip ikan agar tidak mempengaruhi kualitas abon. Ikan kemudian dipotong menjadi bagian yang lebih kecil dengan ukuran 4x3x3 cm dan dicuci dengan air bersih yang mengalir, untuk menghilangkan darah, lendir, maupun kotoran yang masih menempel. 6.1.2 Pengukusan Ikan marlin yang telah disiangi, dipotong dan dicuci dimasukan kedalam pengukus untuk dilakukan pengukusan selama kurang lebih 1 jam. Pengukusan ini bertujuan untuk memudahkan saat membuang kulit dan duri ikan dalam proses penghancuran daging ikan. Daging ikan yang masih belum matang

6.1.5 Pencampuran Daging dan BumbuBumbu Bumbu yang telah digoreng hingga matang kemudian ditambahkan minyak goreng secukupnya. Sebelum daging ikan dimasukkan, ditunggu bumbu selama beberapa saat sampai bumbu matang (mengalami proses pencoklatan). Daging ikan yang telah hancur dimasukan ke dalam penggorengan yang telah berisi bumbu. Hal ini bertujuan agar saat penggorengan daging ikan, daging tidak langsung cepat kering akibat dari suhu minyak yang tinggi. Apabila suhu minyak saat daging ikan dimasukan tinggi, sebagian daging ikan yang masuk kedalam minyak terlebih dahulu akan lebih cepat masak dan ini akan menimbulkan ketidakseragaman proses pemasakan. Proses penggorengan ini dilakukan selama kurang lebih antara 3-4 jam. Semakin banyak abon yang dibuat maka semakin lama juga waktu yang dibutuhkan. Api yang digunakan dalam proses penggorengan ikan ini adalah api kecil dari api kompor dan selama proses penggorengan abon ikan ini terus dilakukan proses pengadukan agar daging ikan matang secara merata. 6.1.6 Sangrai Setelah daging ikan dicampurkan dengan bumbu, kemudian disangrai. Proses sangrai ini yaitu proses penggorengan tanpa menggunakan minyak goreng, yang bertujuan agar uap air dan minyak yang terdapat dalam abon ikan dapat berkurang akibat menguap ke udara. Api yang digunakan dalam proses sangrai ini adalah api kecil sambil diaduk terus menerus agar abon ikan tidak gosong. Waktu yang diperlukan untuk menyangrai abon ikan sekitar 2-3 jam dan jumlah abon yang disangrai juga menentukan waktu yang dibutuhkan, semakin banyak abon ikan yang harus disangrai semakin lama juga waktu yang dibutuhkan. 6.1.7 Pengemasan Abon yang telah disangrai, ditunggu hingga dingin kemudian dikemas. Abon ditimbang sebanyak 100 gram dan 250 gram dengan menggunakan timbangan duduk dan dimasukan dalam wadah plastik PP (polypropilena) sebagai pengemas primer. Kemasan plastik abon ikan ditutup dengan alat sealer agar rapat. Selain dengan kemasan plastik, abon ikan juga dikemas dalam toples oval 100 gram. 6.1.8 Hasil Akhir Hasil akhir yang diperoleh setelah proses adalah rendemen dari berat akhir ikan

yang telah diolah dibagi dengan berat awal dan dikalikan dengan 100%. Dari perhitungan tersebut diperoleh rendemen pada abon ikan marlin adalah 43 % dari berat awal (berat bahan baku) 70 kg dan berat akhir 30,1 kg. Hal ini menunjukkan usaha abon ikan marlin masih layak untuk dijalankan, karena menghasilkan rendemen yang cukup (tidak menyebabkan kerugian). Karena menurut Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (2010), rendemen pengolahan ikan menjadi abon ikan agar layak dijadikan usaha adalah 40 %.

7.

SANITASI DAN HYGIENE

7.1

Pengertian Sanitasi Dan Hygiene Sanitasi adalah pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah. Kerusakan hasil olah, mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Hygiene adalah kebersihan dan peyehatan (Siswati, 2004). Menurut Purnawijayanti (2001), higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Higiene juga mencangkup upaya perawatan kesehatan diri termasuk ketepatan sikap tubuh. Dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari sakit, baik yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya, penyakit akibat kecelakaan ataupun akibat prosedur kerja yang tidak memadai. 7.2 Sanitasi Dan Hygiene Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor yang paling penting karena dapat mempengaruhi hasil akhir. Menurut Afrianto dan Liviawati (1989) bahan baku ikan busuk akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Mutu ikan sangat mempengaruhi hasil akhir proses pengawetan maupun pengolahan ikan. Bahan pangan mentah dapat menjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, tetapi yang paling utama adalah kerusakan atau kebusukan karena mikroba. 7.2.1 Sanitasi dan Hygiene Bahan Baku Tingkat penerapan sanitasi dan hygiene pada bahan baku ikan Marlin pada proses pembuatan abon ikan Marlin yaitu dalam

keadaan cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan adanya penilaian dari tabel penilaian penerapan sanitasi dan hygiene pada bahan baku dengan nilai persentase penerapan sanitasi dan hygiene mencapai 75 %. 7.2.2 Sanitasi dan Hygiene Bahan Tambahan Bahan tambahan yang digunakan pada proses pembuatan abon ikan Marlin meliputi air, es, dan bahan pengemas. Tingkat penerapan sanitasi dan hygiene pada bahan tambahan proses pembuatan abon ikan Marlin yaitu dalam keadaan baik, hal ini ditunjukkan dengan adanya penilaian dari tabel penilaian penerapan sanitasi dan hygiene pada bahan tambahan dengan nilai persentase penerapan sanitasi dan hygiene mencapai 91.6%. 7.3 Sanitasi dan Hygiene Peralatan Sanitasi peralatan bertujuan untuk membersihkan segala macam kotoran baik berupa lumpur, insang, darah atau mikroorganisme yang terdapat pada peralatan. Menurut Ilyas (1974), peralatan pengolahan berhubungan langsung dengan produk yang diolah, sehingga harus dibersihkan dengan baik agar tidak menimbulkan kontaminasi pada produk. 7.4 Sanitasi dan Hygiene Air Saluran air bersih yang ada di tempat pembuatan abon ikan Marlin berupa pipa paralon yang diatur agar tidak mengganggu jalannya proses produksi. Saluran air bersih terpisah dengan saluran limbah cair, sehingga kemungkinan kontak antara air bersih dan limbah pada saat pipa bocor dapat dihindari. Air yang digunakan dalam industri pangan harus memenuhi persyaratan mutu air minum, karena itu harus bebas dari segala macam kontaminasi yang dapat membahayakan manusia. Air tersebut harus bebas dari bakteri dan senyawa kimia yang berbahaya, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak keruh (Winarno, 1986). Air mengandung bahan yang membahayakan kesehatan manusia, biasanya disebabkan oleh kontaminasi dari limbah, kotoran manusia dan lainnya. 7.5 Sanitasi dan Hygiene Pekerja Pekerja merupakan salah satu sumber kontaminasi terbesar bagi produk. Pekerja adalah orang yang bersentuhan langsung dengan semua proses produksi. Kebersihan dari pekerja dalam suatu industri pangan dapat mencegah adanya sumber kontaminan. Sumber kontaminasi tersebut berasal dari kulit, pakaian, rambut dan nafas pekerja.

Tingkat penerapan sanitasi dan hygiene pekerja pada proses pembuatan abon ikan Marlin dalam keadaan tidak baik dengan nilai persentase penilaian mencapai 30.76 %. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran para pekerja tentang pentingnya penerapan sanitasi dan hygiene perorangan untuk mengurangi adanya kontaminasi oleh pekerja. 7.6 Sanitasi dan Hygiene Lingkungan Menurut Siswati (2004), sanitasi adalah pengendalian yang terendah terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olahan, kerusakan hasil olahan, mencegah terlanggarnya nilai estetika konsumen dan mengusahakan lingkungan bersih dan sehat. Menurut Jay (2008), sanitasi harus berhubungan dengan segmen lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Oleh karena itu, ilmu sanitasi harus berurusan dengan faktor-faktor fisik, kimia dan biologi. Faktor biologi inilah yang terutama berkaitan erat dengan sanitasi karena organism hidup akan bereaksi terhadap keadaan fisik dan lingkungan yang berbeda. Kontruksi bangunan di tempat usaha pengolahan abon ikan, milik ibu Imrul merupakan usaha skala rumah tangga, jadi sanitasi lingkungan ditempat tersebut masih kurang baik karena letaknya yang berdekatan dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan), karena TPI itu sendiri tidak menetapkan standar kualitas kebersihan yang baik. Di TPI tersebut banyak terdapat hewan-hewan yang berkeliaran seperti serangga, kucing, dan lainlain. Disebelah tempat pengolahan terdapat gudang tidak terpakai yang kumuh. Atap tempat pengolahan terbuat dari bahan seng sehingga menyebabkan tingginya suhu di ruang proses. Lantai ruang proses terbuat dari tanah yang dapat menyebabkan adanya debu disekitar ruang proses. Ventilasi berfungsi untuk membantu sirkulasi udara dan mengurangi bau yang kurang sedap, sehingga pekerja akan merasa nyaman menjalankan aktivitasnya. Ruangan tempat proses di UD Mina Rasa masih memerlukan perhatian yang lebih dari pemilik karena kondisinya yang kurang hygiene. Tempat pemprosesan masih kurang baik karena di ruang proses tersebut sering dilewati dan juga digunakan untuk tempat merokok para nelayan yang bekerja disekitar UD Mina Rasa yang menyebabkan polusi udara disekitar ruang proses.

8.

HASIL PEMBUATAN ABON IKAN MARLIN

melebihi Standar Nasional Indonesia yang berlaku untuk produk abon. 8.1.2 Kadar Abu Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar o 550 C (Apriyantono et.al., 1989). Ditambahkan oleh Sudarmadji et.al. (2007), penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau secara tidak langsung. Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) dilakukan dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, o yaitu sekitar 500-600 C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut kurs porselin uyang terbuat dari porselein, silika, quartz, nikel, atau platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml). Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu tinggi misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P. Selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3. Berdasarkan hasil uji kadar abu terhadap sampel abon ikan marlin diperoleh bahwa kadar abu abon ikan tuna sebesar 5,755 %. Sedangkan Standar Nasional Indonesia untuk kadar abu abon ialah maksimal 7%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kadar abu dari abon ikan marlin masih dibawah ambang batas maksimal standart nasional Indonesia untuk produk abon. Dengan demikian kadar abu dari abon ikan ini masih dalam batas aman dan masih sangat layak kandungan mineralnya bila dikonsumsi oleh manusia. Semakin tinggi kadar abu dalam suatu bahan pangan, hal ini menunjukkan semakin rendahnya kualitas pengolahan produk pangan tersebut. Karena menurut Sudarmadji et.al. (2007), penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan dan penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Penambahan bumbu-bumbu juga tidak mengakibatkan penambahan kadar abu produk sampai melebihi batas maksimal dari Standart Nasional Indonesia untuk abon.

8.1

Analisa Proksimat Pada dasarnya bahan pangan terdiri dari empat komponen utama yaitu air, protein, karbohidrat, dan lemak. Disamping itu bahan pangan juga mengandung bahan anorganik dalam bentuk mineral dan komponen organik lain misalnya vitamin, enzim, asam, antioksidan, pigmen, dan komponen cita rasa. Jumlah masing-masing komponen tersebut berbeda-beda pada bahan pangan tergantung dari sifat alamiah bahan misalnya kekerasan, cita rasa, dan warna makanan (Winarno dan Fardiaz, 1980). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, lemak, protein, dan serat kasar. Kadar air pada contoh ditetapkan dengan menggunakan oven pada suhu 105C sampai tercapai bobot tetap. Kadar abu dianalisis dengan cara pengabuan kering dalam tanur, pada pemanasan suhu 500-600C selama 6 jam. Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan metode soklet dan larutan heksan sebagai pelarut. Protein ditetapkan dengan metode mikrokjeldal dan larutan asam klorida sebagai penitar, sedangkan penetapan serat kasar dengan cara hidrolisis contoh dengan larutan asam dan basa encer (Danuwarsa, 2006). 8.1.1 Kadar Air Pengukuran kadar air total dilakukan dengan metode termogravimetri (metode oven). Sampel sebanyak 2 g ditimbang pada cawan yang sudah diketahui bobotnya lalu dikeringkan pada oven suhu 105C selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air diperoleh dengan membandingkan bobot sampel sebelum dikeringkan dan bobot yang hilang setelah dikeringkan dikali 100% (Musfiroh,et.al., 2006). Berdasarkan sampel abon ikan marlin diperoleh hasil bahwa kadar air abon ikan marlin sebesar 6,166 %. Sedangkan Standar Nasional Indonesia untuk kadar air abon ialah maksimal 7 %. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kadar air untuk abon ikan tuna tidak melebihi ambang batas standard yang ada di Indonesia. Kadar air yang tidak melebihi batas standard tersebut dapat terjadi karena adanya proses penyangraian setelah pencampuran dengan bumbu hingga abon menjadi kering untuk menguapkan kandungan air yang masih terdapat dalam abon sehingga kadar air dalam produk abon ikan ini tidak

8.1.3 Kadar Karbohidrat Menurut Musfiroh et.al. (2006), pengukuran kadar karbohidrat total dalam sampel dihitung berdasarkan perhitungan (dalam %) : % karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu + air) Berdasarkan hasil proksimat, didapatkan kandungan karbohidrat by different yaitu 31,069 %. Dimana hasil tersebut didapat dari hasil total analisa proksimat dikurang kandungan protein, lemak, air dan abu. 8.1.4 Kadar Lemak Pengukuran kadar lemak total dilakukan dengan metode Soxhletasi. Sampel ditimbang sebanyak 2 g, lalu dimasukkan ke dalam kertas saring yang dialasi kapas. Kertas saring yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80C, 1 jam dan dimasukkan ke dalam alat Sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Setelah itu, diekstrak dengan pelarut petroleum eter selama lebih kurang 6 jam. Petroleum eter disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105C. lalu didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan membandingkan berat lemak dan berat sampel dikali 100% (Musfiroh et.al., 2006). Berdasarkan hasil uji kadar lemak terhadap sampel abon ikan marlin diperoleh bahwa lemak abon ikan marlin sebesar 16,511 %. Sedangkan Standar Nasional Indonesia untuk kadar lemak abon ialah maskimal 30%. 8.1.5 Kadar Protein Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan metode Kjehdahl. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang 200-500 mg lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 10 mL asam sulfat pekat padat dan 5 g katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O 8:1) lalu dilakukan destruksi (dalam lemari asam) hingga cairan berwarna hijau jernih. Setelah dingin larutan tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 100 mL dalam labu ukur. Larutan tersebut dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam alat distilasi Kjeldahl lalu ditambah 10 mL NaOH 30% yang telah dibakukan oleh larutan asam oksalat. Distilasi dijalankan selama kira-kira 20 menit dan distilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan HCl 0,1 N yang telah dibakukan oleh boraks (ujung kondensor harus tercelup ke dalam larutan HCl). Lalu kelebihan HCl dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol

hijau dan metil merah. Perhitungan kadar protein total dilakukan dengan perhitungan : Kadar nitrogen (%)

Berdasarkan hasil uji kadar protein terhadap sampel abon ikan marlin diperoleh bahwa kadar protein abon ikan marlin sebesar 40,499 %. Sedangkan Standar Nasional Indonesia untuk kadar protein abon ialah minimal 15 %. 8.2 Sistem Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu hal yang terpenting dalam kegiatan usaha. Pemasaran produk abon ikan marlin ini masih terbatas sekitar wilayah Kota Malang, Turen, Dampit dan sekitarnya. Selain itu produk abon ikan marlin ini juga dipasarkan bagi para pengunjung pantai wisata Sendangbiru yang letak pantai tersebut tidak begitu jauh dari tempat
usaha. 8.2.1 Analisis Usaha Analisa usaha merupakan suatu kegiatan pemeriksaan keuangan perusahaan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai usaha tersebut. Salah satu komponen yang berperan dalam keberhasilan usaha tersebut adalah modal yang digunakan. Modal usaha dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersamasama faktor produksi tanah dan tenaga kerja bekerja untuk menghasilkan suatu barang baru (Primastyanto, 2007). Modal yang digunakan pada usaha pembuatan abon ikan Tuna ini yaitu Rp 8.110.200 dengan perincian modal investasi Rp 2.704.000 dan modal operasional Rp 5.406.200 Biaya tetap yang digunakan oleh Ibu Imrul adalah sebesar Rp 1.850.000 dan biaya variable yang digunakan sebesar Rp 3.556.200. Pada analisa ini akan digunakan analisa R/C ratio, Rentabilitas, Payback Period, dan Break Event Point. 8.1.4.1 Revenue cost ratio (R/C ratio) Analisis usaha revenue cost ratio merupakan salah satu analisa untuk mengetahui apakah biaya-biaya yang sudah dikeluarkan menghasilkan keuntungan atau belum. Analisa R/C ratio merupakan perbandingan antara pendapatan dengan total biaya dalam satuan produksi persatuan waktu dimana apabila, R/C > 1, usaha dikatakan menguntungkan, R/C < 1, usaha dikatakan mengalami kerugian, R/C = 1, usaha

dikatakan tidak untung tidak rugi (Primastyanto, 2007). Dari perhitungan nilai R/C ratio pada industri pembuatan abon ikan Marlin ini diperoleh hasil R/C ratio sebesar 1,13. Hal ini menunjukan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan karena nilai R/C ratio lebih dari 1 yang berarti jumlah penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. 8.1.4.2 Rentabilitas Rentabilitas suatu perusahaan menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah suatu kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode waktu tertentu. Cara menilai rentabilitas ada bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan yang satu dengan yang lainya. Apakah yang akan diperbandingkan itu laba yang berasal dari operasi /usaha, atau laba netto sesudah pajak diperbandingkan dengan jumlah modal sendiri. Rentabilitas juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan prosentase keuntungan selama periode tertentu dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Primastyanto, 2007) :

Dari hasil perhitungan Payback period usaha pembuatan abon ikan Marlin ini sebesar 3,87 atau 3 tahun 10 bulan. Nilai ini menunjukan bahwa waktu tersebut realatif lama untuk mengembalikan modal investasi. 8.1.4.4 Break Event Point Menurut Primyastanto dan Azhar (2003), Break Even Point (BEP) disebut juga titik impas yang pada hakekatnya dari analisa keuntungan yang didasarkan kepada analisis marginal, baik terhadap penghasilan maupun pembiayaan. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. BEP atas dasar unit Dimana, P = Harga jual produk per kemasan V = Biaya variabel per kemasan FC = Fixed Cost atau Biaya Total Biaya variabel per kemasan (V) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: ,

2.

BEP atas dasar sales

R = L/M x100%
Dimana : L : jumlah keuntungan atau laba yang diperoleh selama periode tertentu M: modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba Hasil perhitungan rentabilitas pada usaha pembuatan abon ikan Marlin ini sebesar 8,,161 %. Hal ini menunjukan bahwa usaha ini mengalami keuntungan apabila seluruh hasil produksi tersebut terjual habis. 8.1.4.3 Payback Period Payback periode dari suatu investasi diperlukan untuk menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar modal yang diinvestasikan dapat kembali seluruhnya. Dalam perhitungan payback periode dilakukan dengan membandingkan besarnya biaya investasi yang diperlukan dengan benefit bersih yang diperoleh pada tiap tahun. Metode ini mengukur kelayakan investasi berdasarkan lama waktu investasi sampai diperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan (Primastyanto, 2007). Payback period ditentukan dengan rumus sebagai berikut : PP = (modal investasi / laba bersih) x 100%

Dimana, TR = Total Revenue atau Total Pendapatan VC = Variable Cost atau Biaya Variabel Hasil perhitungan menunjukan nilai BEP atas dasar unit adalah sebesar 0.72 unit dan atas dasar sales sebesar Rp 4.404.761,90. Hal ini menunjukan bahwa industri pembuatan abon ikan Marlin ini akan mengalami keuntungan apabila produk abon ikan yang terjual lebih besar dari 0,72 unit atau telah mendapatkan nilai pendapatan sebesar Rp 4.404.761,90. 8.1.5 Sistem dan Daerah Pemasaran Usaha promosi juga dilakaukan oleh pemilik usaha ini diantaranya dengan mengikuti bazar-bazar, pameran dan juga dipromosikan oleh keluarga terdekat pemilik usaha dengan cara menyetok pada took-toko atau warung di Kota Malang yang diharapkan dapat meningkatkan angka penjualan. Kendala pemasaran yang dihadapi terutama masalah perluasan pemasaran diakibatkan jarak tempat produksi yang memang cukup jauh dari pusat kota. Hal ini mengakibatkan biaya transport dari tempat produksi ketempat tujuan perluasan pemasaran menjadi lebih tinggi. Daerah pemasaran produk abon ikan marlin ini meliputi Kota Malang, Kabupaten

Malang, Turen, Dampit, Kepanjen dan wilayah sekitarnya. Terdapat pula cara pemasaran pemilik usaha abon ikan marlin dengan menitipkan pada saudara atau kerabat untuk disebarluaskan selain di Kota Malang.

9.

PENUTUP

9.1

Kesimpulan Dari hasil Praktek Kerja Lapang di UD. Mina Rasa mengenai proses pengolahan Abon Ikan Marlin didapat kesimpulan yaitu : - Proses pembuatan abon ikan marlin meliputi tahapan penyiangan dan pencucian, pengukusan, penghancuran, pembuatan bumbu, penggorengan, penyangraian dan pengemasan. - Rendemen yang didapat dari bahn baku ikan marlin sampai menjadi abon ikan marlin adalah 43 % - Usaha pengolahan abon ikan marlin ini tidak melalui proses pengepresan untuk mengurangi kadar minyak dan kadar air tetapi dengan jalan disangrai sehingga kadar air masih diatas Standart Nasional Indonesia untuk abon. - Berdasarkan hasil uji sampel abon ikan marlin diperoleh hasil bahwa kadar air abon ikan marlin sebesar 6,166 %, kadar abu sebesar 5,755 %, kadar lemak sebesar 16,511 %, kadar protein sebesar 40,499 % dan karbohidrat by different sebesar 31,069 %. - Sanitasi dan hygiene dalam pembuatan abon ikan marlin ini masih belum maksimal karena masih banyak kekurangan diantaranya adalah ruang pengolahan yang semi terbuka dengan lingkungan luar sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi. 9.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk kemajuan dan pengembangan usaha abon ikan marlin ini adalah : - Sistem sanitasi masih banyak terdapat kekurangan antara lain tentang kesadaran pekerja dan kondisi ruang produksi yang masih kurang. Oleh karena itu perlu ditingkatkan sistem sanitasi dan hygiene yang masih belum berjalan maskimal terutama sanitasi pada pekerja dan lingkungan. - Untuk wilayah pemasaran yang terbatas terjadi karena letak usaha ini jauh dari kota dan mahalnya biaya transportasi sehingga bila dilakukan perluasan akan meningkatkan biaya produksi. Disarankan

untuk memperluas wilayah pemasaran karena mengingat tingginya nilai gizi dalam abon ikan marlin. Selain itu dengan penambahan sarana transportasi (misalnya sepeda motor) untuk mengirimkan produk abon ikan marlin dapat mempermudah perluasan daerah pemasaranya. Selain itu lamanya balik modal produksi abon ikan marlin dapat diatasi dengan membuat produk perikanan lainnya yang kurang lebih menggunakan alat yang juga digunakan untuk memproduksi abon ikan marlin, misalnya pembuatan abon ikan selain ikan marlin atau produk stik ikan dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E, Liviawaty 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan . Kanisius. Yogyakarta Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. Institut Pertanian Bogor press. Bogor. Astawan, M.W dan M. Astawan. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. CV. Akademi. Pressindo. Jakarta. Cacheemakiy, 2009. Kenali Ikan Marlin dari Siripnya. http://www.blogspot.com/ikan marlin Danuwarsa . 2006 . Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada Beberapa Komoditas Kacang-Kacangan . Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 2006 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2010. Usaha Abon Ikan. http://www.bi.go.id/usaha abon ikan Fishbase, 2009. Black Marlin . http://www.fishbase.com/black marlin Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan I. Liberty. Yogyakarta.

Indah,

2007. Tahukah Anda ?. http://www.usahaweb.com/idevaffiliate .php?id= 12465

Indah, 2008. Product Profile Abon Ikan Tuna Khansa Food. http://www.usahaweb.com/idevaffiliate .php?id=12465 Ida Musfiroh1, Wiwiek Indriyati, Muchtaridi, Yudhi Setiya. 2006 . Analisis Proksimat dan Penetapan Kadar Karoten dalam Selai Lembaran Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn. ) Dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak . Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jay, B. 2000. Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Risdianto, M. 2009. Black & Blue Marlin di Indonesia: Agar Kita Tidak Terus Keliru . http://michaelrisdianto.blogspot.com Siswati. 2004. Penerapan Sanitasi dan Hygiene dalam Industri Perikanan. http://www.25160.17.21/ speedyavar. Diakses tanggal 11 desember 2009.

Sudarisman, T dan dan A.R. Elvina, 1996. Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging. Penebar Swadaya. Jakarta Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. UKM PT. Khalifah Niaga Lantabura, 2007. Pembuatan Abon Ikan. http://www.blogspot.com/UKM PT. Khalifah Niaga Lantabura/Pembuatan Abon ikan Wikipedia, 2010. Black Marlin . http://www.wikipedia.org/black marlin Winarno, G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi . PT. Gramedia Pustaka. Jakarta

Jenie, B. S. L. 1996. Sanitasi dalam Industri Bahan Pangan. IPB. Bogor. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Karyono dan Wachid. 1982. Petunjuk Praktek Penanganan dan Pengolahan Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Mahele, P. 2009. Penyebaran Ikan Ikan Ekonomis. http://www.pepenm87.blogspot.com Mentri Negara Riset dan Teknologi, 2005. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan Abon Ikan. http://www.IPTEK.net Primastyanto, Mimit. 2007. Panduan Praktikum Evaluasi Proyek Usaha. Universitas Brawijaya. Malang Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi dan Hygiene dan Keselamtan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta. Rachmawan, O. 2001. Sumber Kontaminan dan Teknik Sanitasi. http://modul tedebandung.com. diakses tanggal 11 desember 2009. Rachmawan, D. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Direktorat Menengah Kejuruan. Jakarta

You might also like