You are on page 1of 51

KEADILAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM *)

o l e h

Prof. Rehngena Purba, SH.,MS. **)


*) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Sosialisasi Pelaksanaan SEMA No. 10 Tahun 2010, diselenggarakan oleh Changes for Justice (C4J) USAID dan Justice for the Poor (J4P) Bank Dunia, tanggal 26 Maret 2012, di Hotel Borobudur, Jakarta. **) Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI.

SALAH SATU TUJUAN PERLINDUNGAN ANAK :

Mewujudkan anak Indonesia yang : - Berkualitas - Berakhlak Mulia - Sejahtera Anak : adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Identitas / Batas Umur / Usia Anak Dibuktikan dengan : 1 . Akte Kelahiran dasarnya : Surat Keterangan dari orang yang menyaksikan dan / atau membantu proses kelahiran. 2. Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akte kelahiran didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.

Identitas anak yang diperoleh melalui akte kalahiran merupakan hak sipil menurut Konvensi Hak Anak (KHA), dan hal ini diadopsi dalam Pasal 27 (1) UndangUndang No. 23 Tahun 2002 yang menyatakan identitas diri seorang anak harus diberikan sejak kelahirannya dan identitas tersebut dituangkan dalam akte kelahiran (Pasal 27 ayat 2 UUPA). Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menegaskan agar setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Akte Kelahiran/Surat Keterangan Lahir adalah pembuktian tentang batas usia anak.

Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang HakHak Asasi Manusia, Deklarasi ILO di Philadelphia Tahun 1944, Konstitusi ILO, Deklarasi PBB Tahun 1959 tentang HakHak Anak, Konvensi PBB Tahun 1966 tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Konvensi PBB Tahun 1989 tentang Hak-Hak Anak.

Hak asasi anak meliputi :


Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak memperoleh palayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnnya sesuai dengan bakatnya.

Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat.

Kewajiban dan Tanggungjawab Perlindungan terhadap Hak Hak Anak


NEGARA Pemerintah Masyarakat
Negara dan Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras. Golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental. (Pasal 21 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). TANGGUNG JAWAB ORANG TUA :
Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan exploitasi, baik ekonomi maupun seksual (Pasal 13 ayat (1) Sub b. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman...ayat (2)

Keluarga

Hak Asasi Anak

Perdata

Hak Asuh, Pemeliharaan

Perwalian, anak angkat


dll.

ABH

Pidana

Pelaku Korban Saksi

Prinsip-Prinsip/Asas-Asas Peradilan Anak


Dengan diratifikasinya KHA, maka pembaharuan Peradilan Anak di Indonesia, dijiwai dan dilatarbelakangi oleh prinsipprinsip yang terkandung dalam Konvensi Hak Hak Anak 1989 (Resolusi PBB 44/25), hal ini ditegaskan dalam Pasal 37 (b) : Tidak seorang anakpun akan kehilangan kebebasannya secara tidak sah dan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau penghukuman anak akan disesuaikan dengan undang-undang dan akan digunakan hanya sebagai langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak ;

Pasal 40 : 1. Negara-negara Peserta mengakui hak setiap anak yang diduga, dituduh atau diakui sebagai telah melanggar undangundang hukum pidana akan diperlakukan dengan cara yang konsisten dengan peningkatan pengertian anak tentang martabat dan nilai, yang memperkuat sikap hormat anak pada hak-hak asasi manusia dan kebebasan hakiki orang lain dan yang memperhatikan usia anak dan keinginan untuk meningkatkan reintegrasi anak dan pelaksanaan peranan yang konstruktif anak dalam masyarakat.

2. Untuk ini dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang relevan dari instrumen-instrumen internasional, Negara-negara Peserta secara khusus akan menjamin bahwa : a. Tak seorang anak pun akan diduga, dituduh
atau diakui sebagai telah melanggar undangundang hukum pidana karena perbuatanperbuatan atau kelalaian-kelalaian yang tidak dilarang oleh undang-undang nasional dan internasional pada saat perbuatan itu dilakukan ; b. Setiap anak yang diduga atau dituduh telah melanggar undang-undang hukum pidana setidaknya mempunyai jaminan-jaminan berikut :

i. ii.

iii.

Dianggap tidak bersalah sebelum dibuktikan bersalah menurut hukum ; Secepatnya dan secara langsung diberitahu tentang tuduhan-tuduhan terhadapnya dan jika layak, melalui orangtuanya atau walinya yang sah dan mendapat bantuan hukum dan bantuan yang layak lainnya dalam mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya ; Agar persoalannya ditentukan oleh penguasa yang berwenang, bebas dan tidak memihak atau badan peradilan tanpa ditunda-tunda dalam suatu sidang adil menurut undangundang dan hadirnya bantuan hukum atau bantuan lain yang layak dan kecuali hal ini dianggap tidak merupakan kepentingan yang terbaik dari anak yang bersangkutan, khususnya, dengan memperhatikan usia dan situasi, orang tuanya atau walinya ;

iv.

Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku bersalah; memeriksa atau menyuruh memeriksa saksi yang memberatkan dan untuk mendapatkan peran serta dan pemeriksaan saksi-saksi untuk kepentingan anak berdasarkan persamaan hak ; v. Jika dianggap telah melanggar undang-undang hukum pidana, agar keputusan ini dan langkahlangkah apapun yang dikenakan sebagai akibatnya ditinjau ulang oleh penguasa atau badan peradilan pada tingkat lebih tinggi yang berwenang, bebas dan tidak memihak sesuai dengan undang-undang ; vi. Mendapat bantuan cuma-cuma dari seorang juru bahasa jika anak tidak dapat memahami atau berbicara dalam bahasa yang digunakan; vii. Agar kehidupan pribadinya dihormati sepenuhnya pada semua tingkat proses hukum.

3. Negara-negara Peserta akan berusaha untuk meningkatkan penetapan undangundang, prosedur-prosedur, kekuasaan dan lembaga-lembaga yang dapat diterapkan secara khusus terhadap anakanak yang disangka, dituduh atau diakui telah melanggar undang-undang hukum pidana dan khususnya ;
(a) Penetapan usia minimum dimana anak-anak dengan usia dibawahnya akan dianggap sebagai tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar undang-undang hukum pidana ; (b) Dimana layak dan dikehendaki, langkahlangkah untuk menangani anak-anak seperti itu tanpa mengenakan tindakan hukum, asal saja hak-hak asasi dan perlindungan-perlindungan hukum seperlunya dihormati ;

4. Berbagai pengaturan seperti perawatan, bimbingan dan perintah pengawasan; bantuan hukum, hukum percobaan; asuhan pengganti, program-program pendidikan dan pelatihan kejuruan dan alternatif-alternatif lain dari perawatan berlembaga akan disediakan untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani dengan cara yang sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sebanding baik dengan lingkungan mereka dan pelanggaran itu.

Pasal 41.1

Dimana perkara seorang pelanggar hukum berusia remaja belum dialihkan (dibawah peraturan 11), ia akan ditangani oleh pihak yang berwenang secara hukum (pengadilan, tribunal, dewan, majelis, dll.) sesuai dengan prinsip-prinsip pengadilan yang jujur dan adil. Pasal 41.2 : Proses-proses peradilan akan kondusif bagi kepentingan-kepentingan utama remaja itu dan akan dilaksanakan dalam suasana pengertian, yang akan memungkinkan remaja itu untuk ikut serta di dalamnya dan untuk menyatakan dirinya secara bebas. Konvensi Hak Hak Anak adalah aturan yang secara yuridis dan politis berlaku untuk kasus anak.

UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

Anak sebagai Pelaku.


Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil penelitian masyarakat yang dihimpun oleh Pembimbing Kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan. Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. Putusan Hakim akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya dari anak yang bersangkutan oleh sebab itu Hakim harus yakin benar bahwa putusan yang diambil akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang bertanggungjawab bagi kehidupan keluarga, bangsa dan negara.

Pasal 51
(1) Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini. (2) Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali, atau orang tua asuh, mengenai hak memperoleh bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Setiap Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 52
Dalam memberikan bantuan hukum kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Penasihat Hukum berkewajiban memperhatikan kepentingan anak dan kepentingan umum serta berusaha agar suasana kekeluargaan tetap terpelihara dan peradilan berjalan lancar

Pasal 55
Dalam perkara Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali, atau orang tua asuh dan saksi, wajib hadir dalam Sidang Anak.

Pasal 57
(1) Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa dibawa keluar ruang sidang. Pada waktu pemeriksaan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir.

(2)

Pasal 58
(1) (2)

Ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dari UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dimana ditegaskan kehadiran Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua (wali, orang tua asuh) wajib hadir dalam sidang anak, berakibat apabila dalam kasus anak (Pelaku) berhadapan dengan hukum tidak didampingi oleh Pengacara (Penasihat)

maka putusannya dapat dinyatakan Batal Demi


Hukum.

Anak Sebagai Korban / Pelaku

UU. No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


Pasal 17 : (1) Setiap anak yang berhak untuk : dirampas kebebasannya

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa ; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku ; dan c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

Catt : yang dimaksud sebagai korban kejahatan adalah anak-anak yang


menderita mental, fisik, sosial akibat perbuatan jahat yang dilakukan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri, yang bertentangan dengan hak dan kewajiban pihak korban.

Pasal 18 : Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Penjelasan : Bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi vokasional dan pendidik. Ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18 dari Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dengan tegas menyatakan setiap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) apakah sebagai Pelaku atau Korban mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan Hukum.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Semua bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
Pasal 27 : Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 : Ketua Pengadilan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut.

Pasal 31 : (1) Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk : a. menetapkan suatu kondisi khusus; b. mengubah atau membatalkan suatu kondisi khusus dari perintah perlindungan. (2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan bersama-sama dengan proses pengajuan perkara kekerasan dalam rumah tangga. Penjelasan : Yang dimaksud kondisi khusus dalam ketentuan ini adalah pembatasan gerak pelaku, larangan memasuki tempat tinggal bersama, larangan membuntuti, mengawasi, atau mengintimidasi korban. Pasal 32 : (1) Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun. (2) Perintah perlindungan dapat diperpanjang atas penetapan pengadilan.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Perdagangan Orang : Bukti empiris di Indonesia anak dan perempuan adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dengan tujuan pelacuran (eksploitasi seksual), kerja paksa, perbudakan (Penjelasan UndangUndang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang).

Bantuan Hukum :
Pasal 35 : Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan/atau korban berhak didampingi oleh advokat dan/atau pendamping lainnya yang dibutuhkan. Pasal 38 : Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.

Pasal 39 : (1) Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk memeriksa saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam sidang tertutup. (2) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) saksi dan/atau korban anak WAJIB didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, ADVOKAT, atau pendamping lainnya. (3) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.

Pasal 40 : (1) Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang pengadilan dengan perekaman. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.

Bantuan Hukum/Penasihat Hukum yang diatur dalam :


1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT. 4. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO. dalam mendampingi anak sebagai PELAKU ATAU KORBAN, serta Kekerasan Terhadap Perempuan/Anak dalam perkara PKDRT dan PTPPO adalah imperatif.

APAKAH HAK PELAKU DAN KORBAN DARI TINDAK PIDANA PERLINDUNGAN ANAK DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN UNTUK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM SUDAH BERJALAN EFFEKTIF ? Undang-Undang RI tentang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 tanggal 2 November 2011 dikeluarkan dengan salah satu landasan faktual bahwa Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses keadilan. Serta adanya tuntutan undang-undang dimana dalam ketentuan perundangundangan diwajibkan kehadiran pendamping dari Penasihat Hukum atau Bantuan Hukum.

Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum bertujuan untuk :


a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan. b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum. c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia. d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan.

Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas :


a. keadilan, yaitu menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik dan tertib. b. persamaan kedudukan di dalam hukum, yaitu menegaskan setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum. c. keterbukaan, yaitu memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atau dasar hak secara konstitusional. d. efisiensi, yaitu memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada. e. efektifitas, yaitu menentukan pencapaian tujuan pemberian bantuan Hukum secara tepat. f. akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

Di dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, mengatur tentang Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum yaitu :

Hak :
a. Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut Surat Kuasa. b. Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat, dan c. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Kewajiban :
a. Menyampaikan bukti, informasi dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum. b. Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

SEMA No. 10 Tahun 2010 Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.


Pasal 1 : Dalam Pedoman ini, yang dimaksud dengan :
(1) Penyelenggaraan dan penggunaan anggaran bantuan hukum di lingkungan Peradilan Umum adalah meliputi Pos Bantuan Hukum, Bantuan Jasa Advokat, Pembebasan Biaya Perkara baik Pidana maupun Perdata, dan Biaya Sidang di Tempat Sidang Tetap (Zitting Plaatz). (2) Pemohon Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau program jaring pengaman sosial lainnya, atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pedoman ini, yangmemerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan.

(3) Pos Bantuan Hukum (Posbakum) adalah ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada Pemohon Bantuan Hukum untuk pengisian formulir permohonan bantuan hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi hukum, memberikan rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa Advokat. (4) Advokat Piket adalah Advokat yang bertugas di Pos Bantuan Hukum berdasarkan pengaturan yang diatur di dalam kerjasama kelembagaan Pengadilan dengan Lembaga Penyedia Bantuan Hukum. (5) Lembaga Penyedia Bantuan Hukum adalah termasuk : 1. Lembaga masyarakat sipil penyedia bantuan hukum. 2. Unit kerja bantuan hukum pada organisasi profesi Advokat. 3. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum di Perguruan Tinggi. (6) Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

(7)

(8)

(9)

Bantuan Jasa Advokat adalah Jasa Hukum secara Cumacuma yang meliputi menjalankan kuasa, yaitu : mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum dalam perkara pidana atau perkara perdata, yang diberikan oleh Advokat berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri. Jasa Hukum secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi menjalankan kuasa, yaitu : mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum dalam perkara pidana atau perkara perdata. Pembebasan Biaya Perkara adalah Negara menanggung biaya perkara bagi Pemohon Bantuan Hukum untuk semua jenis perkara perdata, baik permohonan maupun gugatan, dan semua jenis perkara pidana, sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

(10) Pencatatan dan Pelaporan Bantuan Hukum adalah proses pencatatan dalam register dan pendokumentasian yang dilakukan oleh Panitera Muda Perdata dan Panitera Muda Pidana pada setiap Pengadilan Negeri berisi segala macam informasi dan data yang berhubungan dengan permintaan dan pemberian Bantuan Hukum. (11) Sistem Data Bantuan Hukum adalah kumpulan informasi terpusat dan terpadu mengenai permintaan dan pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Pencatatan Bantuan Hukum, yang dikelola dan dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung. (12) Anggaran Bantuan Hukum adalah alokasi anggaran Negara yang berada di Lingkup Peradilan Umum yang dibiayai oleh Mahkamah Agung melalui DIPA Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum yang dialokasikan pada Pengadilan Negeri.

Pasal 6 : (1) Setiap Pengadilan Negeri segera membentuk Pos Bantuan Hukum yang pembentukannya dilakukan secara bertahap. (2) Ketua Pengadilan Negeri menyediakan ruangan dan sarana yang dibutuhkan untuk digunakan sebagai Pos Bantuan Hukum, berdasarkan kemampuan masing-masing. (3) Pelayanan dalam Pos Bantuan Hukum disediakan oleh Advokat Piket yang pengaturan dan daftarnya ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

(4) Pengaturan dan daftar Advokat Piket sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dalam kerjasama kelembagaan dengan Lembaga Penyedia Bantuan Hukum melalui proses yang terbuka dan bertanggung jawab serta dikaji ulang dan diperbaharui setiap akhir tahun anggaran. (5) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan Pengadilan Negeri dengan lebih dari satu lembaga untuk menghindari konflik kepentingan pemberian layanan kepada pemohon bantuan hukum yang sama-sama berhak atas layanan oleh Advokat Piket yang sama.

Pasal 7 : (1) Kerjasama kelembagaan untuk menyediakan


Advokat Piket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilakukan Pengadilan dengan : a. Lembaga masyarakat sipil penyedia bantuan hukum; atau b. Unit kerja bantuan hukum pada Organisasi Profesi Advokat; atau c. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi. (2) Advokat Piket yang disediakan oleh lembagalembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang yang berprofesi Advokat yang memenuhi persyaratan praktek dan beracara berdasarkan ketentuan Undangundang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

(3) Di dalam kerjasama kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Ketua Pengadilan Negeri dapat meminta dan menetapkan ditempatkannya penyedia layanan lain selain Advokat dari lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan Advokat Piket. (4) Penyedia Layanan Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri dari Dosen, Asisten Dosen, atau Mahasiswa yang mendapat rekomendasi dari Fakultas Hukum yang bersangkutan.

Pasal 12 : Advokat yang ditunjuk untuk memberikan bantuan


dapat : a. Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum untuk memberikan bantuan hukum dalam pengurusan sengketa perdata Pemohon Bantuan Hukum di Pengadilan; atau b. Bertindak sebagai pendamping dan pembela terhadap Pemohon Bantuan Hukum yang didakwa melakukan tindak pidana di Pengadilan.

Pasal 16 : Berdasarkan rujukan sebagaimana diatur dalam


Pasal 8 butir c, biaya perkara bagi Pemohon Bantuan Hukum untuk semua jenis perkara pidana yang ditentukan peraturan perundang-undangan di tingkat pertama untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum yang memenuhi syarat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11) ditanggung oleh Negara.

Pasal 17 : (1) Ketua Pengadilan Negeri membuat Surat


Penetapan Pembebasan Biaya Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. (2) Panitera/Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran membuat Surat Keputusan pembebanan biaya perkara ke APBN. (3) Berdasarkan Surat Keputusan Panitera/Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bendahara pengeluaran membayar biaya saksi Ad de charge, ahli dan penerjemah yang diminta terdakwa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Pengeluaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan biaya yang tersedia dalam DIPA. Bendahara pengeluaran menyimpan seluruh buktibukti pengeluaran sebagai bukti pertanggung jawaban keuangan. Bendahara pengeluaran mencatat semua biaya yang telah dikeluarkan untuk penanganan proses perkara pidana, dalam pembukuan yang disediakan untuk itu. Biaya Bantuan Hukum dalam perkara pidana dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri sesuai dengan anggaran yang tersedia pada DIPA dan ketentuanketentuannya. Biaya Bantuan Hukum dalam perkara pidana pada tingkat pertama dibebankan kepada DIPA Pengadilan Negeri.

BANTUAN HUKUM DI TINGKAT BANDING DAN TINGKAT KASASI


Pasal 22 : (1) Ketua Pengadilan Tinggi atau Majelis Hakim Kasasi menunjuk Advokat untuk menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum yang memenuhi syarat. (2) Advokat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah Advokat yang menyediakan jasa bantuan hukum cumacuma sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 23 : Syarat dan tata cara sebagaimana diatur dalam Bab III sampai dengan Bab VI secara mutatis mutandis berlaku untuk Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, berdasarkan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 1947 tentang Banding Perkara Perdata.

Kesimpulan
1. Ketentuan perundang-undangan member hak kepada Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) apakah Anak sebagai Pelaku, Anak sebagai Korban dan/atau Saksi untuk mendapat Bantuan Hukum dalam proses penanganan perkara mulai di tingkat Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan lembaga-lembaga yang menangani ABH. 2. Hak untuk memperoleh Bantuan Hukum adalah relevan dengan ketentuan yang bersifat imperative (wajib) dalam penanganan ABH. 3. Dalam penegakan hukum para Penasihat Hukum akan mendampingi Anak sebagai Pelaku dan atau sebagai Korban untuk benar-benar melindungi dan hak asasi anak guna tercapainya rasa keadilan.

Saran
1. Perlu pemahaman pada para Penegak Hukum akan peran Bantuan Hukum guna efektifnya/tegaknya Penegakan Hukum Undang-Undang Perlindungan Anak guna memenuhi Hak Asasi Anak. 2. Perlu adanya koordinasi antara para Penegak Hukum dalam mengefektifkan Bantuan Hukum dalam penanganan ABH, dan membuat MOU dengan 1. LBH 2. Pengacara/Advokat 3. Akademisi/Fakultas Hukum Negeri, Fakultas Hukum Syariah, Perguruan Tinggi Militer dan Perguruan Tinggi Kepolisian. dalam penanganan ABH.

SEKIAN TERIMA KASIH

You might also like