You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah


1.1.1 Latar belakang

Informasi merupakan hal yang paling penting di era yang serba cepat ini. Bahkan
seseorang bisa menderita kerugian besar hanya karena tidak mendapatkan informasi dengan
cepat atau terlambat dalam beberapa detik. Maka dari itulah sekarang informasi begitu
dominan dan memegang peranan penting.
Informasi juga merupakan sumber pengetahuan (knowledge). Dari informasi informasi
yang terkumpul inilah seseorang bisa mendapatkan pengetahuan. Informasi-informasi itu bisa
di dapat lewat berbagai media seperti televisi, radio, majalah, koran, dan internet. Dari sini
bisa diambil kesimpulan bahwa, pengakses informasi terbesarlah yang akan memiliki banyak
pengetahuan sehingga bisa memiliki daya saing dengan orang lain. Oleh karena itulah istilah
knowledge based begitu sering terdengar di telinga kita. Dari berbagai media untuk
mengakses informasi, Internet lah yang paling kaya akan informasi. Tidak seperti media lain,
internet tidak hanya memberikan
informasi tetapi juga melayani informasi apa yang kita inginkan sehingga
efektivitasnya lebih tinggi. Jika dibandingkan, dengan mengakses internet selama satu jam
kita bisa mendapatkan lebih dari apa yang kita inginkan daripada kita menonton televisi
selama satu jam dan belum tentu kita mendapatkan apa yang kita inginkan apabila kita
menonton televisi. Banyak prestasi buruk disandang Indonesia, mulai dari terkorup, termiskin,
dll. Daya saing Indonesia juga kalah dengan negara-negara lain bahkan di tingkat Asia
tenggara Indonesia masih kalah engan Malaysia. Salah satu indikasi daya saing bangsa adalah
pendidikan dan produktivitas (GDP). Semakin cerdas dan produktif suatu negara maka
semakin tinggi pula tingkat daya saingnya. Cerdas sendiri ditentukan akan pengetahuan yang
didapatkan. Untuk itulah mengapa akses informasi begitu penting bagi bangsa ini dalam hal
ini internet sebagai salah satu layanan Teknologi informasi.
Dengan biaya murah, mereka bisa memperoleh banyak pengetahuan tentang teknologi
informasi untuk bisa digunakan sebagai komponen pendukung proses pembelajaran secara
berkelanjutan. Dengan pengetahuan teknologi informasi inilah masyarakat juga bisa
berpartisipasi aktif dalam mengembangkan dunia teknologi informasi di Indonesia.
1
1.1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah
bagaimana informasi dan pengetahuan dapat diperoleh masyarakat dengan cepat dan tepat,
yakni dengan pendidikan teknologi informasi kepada masyarakat lewat cluster-cluster “IT
Training Center”.

1.2 Ruang Lingkup

Untuk menjawab rumusan masalah di atas penulis akan mengkaji hal-hal


berikut :
• Efektivitas pembangunan “IT training center”
• Dampak globalisasi
• Pentingnya pendidikan teknologi informasi
• Upaya pemerintah untuk meningkatkan akses informasi Dunia internet

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat yang bisa diambil dalam penulisan karya tulis ini adalah :

- Mengetahui pentingnya pendidikan teknologi informasi bagi masyarakat Remaja


dalam memajukan bangsanya.
- Mengukur daya saing bangsa dengan bangsa lain sehingga kita bisa menyadari dimana
posisi kita sekarang.
- Mencari solusi konkrit atas digital divide yang terjadi di Indonesia pada khususnya
dan dunia pada umumnya.
- Menularkan virus-virus kepada pembaca bahwa kita sebagai kaum intelektual harus
selalu mengajarkan kepada kaum non-intelektual dalam hal ini bisa berupa teknologi
informasi (seperti yang dilakukan Bapak Onno W Purbo).

1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

2
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitis adalah mendeskripsikan data yang diperoleh, baik dari
literatur maupun lapangan, kemudian dianalisis. Dalam pengumpulan data, teknik yang
penulis gunakan adalah :

a. Studi literatur
b. Wawancara ( dengan pak Onno W Purbo lewat email)

3
BAB II PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI

2.1 Pengertian Informasi


Informasi adalah pesan yang diterima dan dipahami maknanya. Informasi juga dapat
didefinisikan sebagai jenis pengetahuan apapun yang dapat dipertukarkan dan selalu
direpresentasikan/diekspresikan dalam berbagai bentuk data. Dapat dinyatakan bahwa data
diinterpretasi berdasarkan representasi informasi yang terdefinisi.
Informasi sangat dibutuhkan manusia karena informasi dapat bertindak sebagai alat
komunikasi, dasar pengambilan keputusan, dan sebagai alat kegembiraan. Dalam pemenuhan
kebutuhan manusia, informasi yang diberikan harus mempunyai nilai, yaitu apabila informasi
tersebut dapat mendukung pelaksanaan kegiatan secara efektif dan efisien. Nilai informasi
dapat diukur bila informasi yang diberikan dapat menurunkan biaya penelitian,
pengembangan dan pelaksanaan, menghemat waktu sehingga implementasi dan inovasi bisa
lebih cepat, membuat kebijakan lebih efektif, mendukung ke arah pencapaian tujuan strategis
organisasi, mengatasi ketidaktahuan, serta memuaskan manajemen dan pemakai.

Gambar 1 Model aliran Pengetahuan

2.2 Teknologi Informasi


Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Secara
mudahnya teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian
informasi dari pengirim ke penerima sehingga:
• lebih cepat
• lebih luas sebarannya
• lebih lama penyimpanannya
Agar lebih mudah memahaminya kita lihat perkembangan teknologi informasi. Pada awal
sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah teknologi. Bahasa

4
memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi
bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu saat si
pengirim menyampaikan informasi
melalui ucapannya. Setelah ucapan itu selesai maka informasi berada ditangan si
penerima. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Sampai jarak tertentu meskipun masih
terdengar informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang
sama sekali. Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar.
Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan
disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada bertahan lebih lama. Beberapa
gambar peninggalan jaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia sekarang
dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.

Adanya alfabet dan angka arabik memudahkan penyampaian informasi dari yang
sebelumnya satu gambar mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau
penulisan angka yang tadinya MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi ini memudahkan
penulisan informasi. Teknologi percetakan memungkinkan pembuatan pintu informasi lebih
cepat
lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer bahkan membuat informasi
menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan.Internet adalah
salah satu teknologi informasi yang paling mutakhir saat ini.Dengan internet informasi dapat
dicari, tidak hanya disebarkan.

2.3 Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia


Seperti halnya di negara lain, perkembangan Internet juga mengguncang Indonesia.
Istilah Information Technology (IT), Telematika, ICT (Information and Computing
Technology), dan lain-lain mulai banyak muncul dalam seminar dan publikasi. Tahun 2000
banyak bermunculan perusahaan-perusahaan “dotcom wannabee” yang ingin meniru
perusahaan di Amerika. Terpuruknya perusahaan dotcom di Amerika, ditandai dengan
anjloknya Nasdaq, juga mempengaruhi perusahaan dotcom di Indonesia. Namun,
perkembangan IT di Indonesia tidak mati.
Masih banyak usaha-usaha untuk melakukan bisnis di bidang IT atau bisnis di bidang
lain tapi menggunakan IT. Usaha mempopulerkan Internet dan teknologi informasi,
umumnya, dilakukan di Indonesia dengan berbagai pendekatan, lengkap dengan slogan-
5
slogannya. Beberapa di antaranya berkesan klise, seperti digital divide. Ini mengingatkan saya
akan terminologi “information superhighway” yang dulu pernah populer (di awal
perkembangan Internet di Amerika, jaman Al Gore menjadi wakil presiden Amerika). Karena
terlalu sering digunakan, dan belum terlihat hasilnya, slogan-slogan ini justru membuat orang
menjadi mual mau muntah.
Sebetulnya apa yang menjadi pendorong orang-orang ini untuk mempopulerkan
Internet? Bagi penyelenggara jasa internet (PJI), atau yang dikenal di luar negeri dengan nama
Internet Service Provider (ISP), jelas usaha mempopulerkan internet merupakan bagian dari
bisnis mereka. Ini wajar-wajar saja dan sah-sah saja. Justru akan aneh kalau ISP tidak
melakukan usaha untuk mempopulerkan Internet. Selain PJI ada juga bisnis lain yang terkait
dengan usaha itu seperti bisnis web hosting, portal (berita dan lain-lain), dan kini ASP
(Application Service Provider).
Institusi lain yang non-PJI pun merasa perlu berlomba-lomba untuk mempopulerkan
Internet. Ada usaha-usaha melakukan penelitian (study & research), atau membuat BIM,
Warintek, dan sebagainya. Usaha ini belum jelas apakah dia bermuatan bisnis atau bersifat
sosial. Ataukah dia sebenarnya bisnis (mencari proyek)
yang berkedok sosial? Ataukah usaha untuk sekedar menghabiskan dana proyek saja?
Yang pasti, ada usaha untuk mempopulerkan Internet dari berbagai pihak. Tidak ada yang
salah, asal tujuannya jelas dan transparan. Dari kesemua usaha ini nampaknya pertumbuhan
pengguna Internet di Indonesia bertambah dengan sangat lamban. Diperkirakan jumlah
pengguna Internet masih berkisar antara 1,5 sampai 2 juta orang. Dia tidak berkembang secara
eksponensial seperti di Cina dan India. Penulis belum memiliki data pertumbuhan pengguna
Internet di negara-negara lain di Asia, khususnya di Asia Tenggara. Singapura kemungkinan
memiliki pertumbuhan yang rendah karena sebagian besar penduduknya sudah menggunakan
Internet. Populasi Indonesia yang besar dengan pengguna yang baru 2 juta orang
memungkinkan penambahanan pengguna yang berarti. Ini yang masih diincar oleh pelaku
bisnis. Namun sayangnya sebagian besar dari penduduk Indonesia masih jauh dari jangkauan
Internet, atau bahkan dari jangkauan telepon, atau lebih mendasar lagi dari jangkauan listrik.

2.4 Pendidikan Teknologi Informasi di Indonesia

6
Jumlah pengguna internet yang sedikit di Indonesia menunjukkan bahwa akses
manusia Indonesia terhadap informasi sangatlah rendah. Hal ini sangat memprihatinkan
mengingat tren ke depan internet akan menjadi dominan sebagai alat akses dan
penyebarluasan informasi.
Banyak pelaku bisnis infrastuktur internet masih percaya bahwa pasar internet di Indonesia
pasti ada. Mereka tidak mencoba untuk membuat pasar (market creation) lewat pendidikan
atau pelatihan ke masyarakat. Hal itulah yang dilakukan oleh praktisi internet seperti Pak
Onno W Purbo. Beliau adalah salah satu tokoh yang paling aktif dalam pendidikan teknologi
informasi. Beliau juga gencar mempromosikan pentingnya teknologi informasi kepada
masyarakat.

Selain itu beliau juga mengajarkan hal-hal teknis mulai dari bagaimana membuat
jaringan internet,internet murah, VOIP, dll. Dari situlah masyarakat bisa mempraktekkan
secara langsung sehingga mereka pun antusias untuk berpartisipasi dalam meramaikan dunia
internet di Indonesia.
Onno W Purbo juga berpendapat bahwa praktisi dan pelaku bisnis teknologi informasi
sekarang cenderung lamban dan statis. Mereka tidak berusaha membuat pasar dengan
mencerdaskan masyarakat lewat training, workshop, dan sebagainya. Pendidikan teknologi
informasi di Indonesia juga dilakukan lewat jalur formal, seperti sekolah dan universitas.
Akan tetapi tidak ada kurikulum baku nasional bagaimana sistem pendidikan teknologi
informasi dan sasarannya pun kurang jelas. Harusnya pendidikan teknologi informasi
diberikan untuk mendukung ilmu lainnya. Dalam buku “The world is flat” dijelaskan 12
kompetensi dasar yang harus dimiliki manusia di era baru ini yaitu searching, surfing,
transaksi online, game online, dll. Kompetensi seperti itulah yang harusnya menjadi sasaran
pendidikan teknologi informasi di sekolah, terutama di sekolah-sekolah dasar. Nantinya
kedepan kompetensi-kompetensi tersebut bisa digunakan untuk mendukung pengembangan
ilmu di tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi.

BAB III DAYA SAING BANGSA

7
3.1 Daya Saing Indonesia di Internasional

Dalam laporan bertajuk Global Competitiveness Report 2003 – 2004 sekaligus


menempatkan Indonesia pada peringkat bawah untuk ranking indeks daya saing pertumbuhan,
yakni 72 dari 102 negara atau jatuh dari tangga ke 66 (2002 -2003) dan ranking indeks daya
saing bisnis berada pada ranking 60 atau turun dari tahun sebelumnya di posisi 62. Daya
Saing suatu negara diukur dari pendidikan, kesehatan, dan produktivitas lewat GDP. Hampir
di semua komponen itu Indonesia terpuruk. Bila dibandingkan dengan Malaysia dan India,
Indonesia sangat ketinggalan jauh. India dan Malaysia kini masuk dalam kategori negara yang
hampir maju. Sementara Indonesia masih terpuruk di dunia ketiga.

Sebenarnya daya saing manusia Indonesia tidak kalah dengan bangsa lain asalkan
semua penduduk merata mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal pendidikan. Fakta itu
ditunjukkan dengan kemenangan Tim Olimpiade Fisika Indonesia dalam Olimpiade Fisika
Internasional. Dalam ajang ini Indonesia mampu menyingkirkan negara lain yang notabene
negara maju.

3.2 Globalisasi dan Dampaknya

Globalisasi telah menjadi isu penting di berbagai negara di dunia terutama negara
dunia ketiga seperti Indonesia. Mereka takut globalisasi akan menghancurkan ekonomi
mereka seperti layaknya negara jajahan. Ketakutan itu wajar mengingat mereka belum siap
dengan adanya globalisasi. Tingkat daya saing negara dunia ketiga (dalam hal ini juga
Indonesia) sangatlah rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju.

Tanda-tanda globalisasi tampaknya sudah mulai muncul di Indonesia. Dengan


hadirnya perusahaan korporasi Internasional di Indonesia hal itu cukup menjadi bukti bahwa
globalisasi mulai menancapkan akar-akarnya. Kalau saja tingkat daya saing Indonesia
(direpresentasikan dari tingkat daya saing SDMnya) tidak mengalami perkembangan, bisa
saja Penjajahan ekonomi baru akan melanda negeri ini. Hal yang paling menyakitkan adalah
masyarakat Indonesia bisa-bisa menjadi kacung di negeri sendiri. Hal inilah yang tidak kita
inginkan bersama dari dampak adanya globalisasi. Penulis sangat yakin bahwa globalisasi
8
total akan hadir di dunia ini. Untuk itu langkah yang paling strategis menurut penulis adalah
dengan menigkatkan daya saing SDM Indonesia dengan bangsa lain.

3.3 Globalisasi dan Teknologi Informasi


Teknologi informasi yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari
wahana teknologi informasi yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi,
hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi
mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang.
Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan
jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah
perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari
sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di
Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia
di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir
bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.
Teknologi Informasi telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan
mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba
cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak
bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu,
teknologi internet disamaratakan dengan internet. internet sendiri memang fenomenal
kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan
menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan
perangkat keras komputer,khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, Teknologi
informasi di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan.
Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-
Commerce yang lahir karena perkawinan teknologi informasi dengan globalisasi ekonomi
belumlagi genap berusia sepuluh tahun dikenal ketika sudah harus merelakan dirinya digilas
dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce “hanya” memungkinkan
seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu
kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-
esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di
9
kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank
yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-
Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model
cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.

3.4 Digital Divide


Perkembangan yang sangat cepat dari teknologi informasi telah memunculkan istilah
digital divide (kesenjangan digital). Digital divide juga menjadi isu penting di berbagai
negara dunia ketiga selain globalisasi. Entah itu isu bermuatan positif ataupun negatif yang
jelas kita harus tetap merespon hal ini sebagai gejala yang benar-benar terjadi di dunia dan di
Indonesia. Sebagai contoh, penduduk Amerika sebagian besar telah memiliki akses ke
teknologi informasi terutama internet (60%). Dengan teknologi informasi inilah mereka bisa
mendapatkan pengetahuan cepat dan missal sehingga daya saing mereka semakin meningkat.
Sementara itu apabi lihat penduduk di Afrika, mereka sama sekali belum tersentuh oleh
hadirnya teknologi informasi. Hal itu menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan akses
informasi yang mengakibatkan tidak bertambahnya pengetahuan mereka. Apa yang terjadi
adalah daya saing mereka semakin merosot bila di bandingkan negara lain yang sudah
memiliki akses teknologi informasi. Kasus seperti inilah yang dinamakan digital divide.
Digital divide tidak hanya terjadi antar negara tetapi ke level individu masing masing
dan bahkan antar daerah di Indonesia. Contoh yang sangat jelas adalah daerah Papua dengan
Jakarta. Sangat jelas terjadi ketimpangan dalam hal percepatan perolehan pengetahuan yang
membuat daerah Papua semakin merosot dan daerah Jakarta semakin melesat. Sudah sahar
agar kesenjangan tidak semakin melebar sehingga dapat seimbang.

10
3.5 Upaya Pemerintah

Pemerintah lewat Kementrian Komunikasi dan Informatika telah mengupayakan


beberapa hal untuk menghadapi globalisasi terutama meningkatkan akses ke teknologi
informasi.Menurut IDC (Information Data Corporation), dana yang sudah dibelanjakan untuk
kepentingan teknologi informasi di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$
772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom
yang sempat bergairah dalam beberapa tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar
(57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain
(14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini
jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia
tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang
untuk teknologi informasi tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah
komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreetmanufacturing (16,9%), pemerintah
(12,4%), dan perbankan (11,8%).

Pemerintah lewat Departemen Pendidikan Nasional juga telah mengupayakan


pendidikan teknologi informasi masuk dalam kurikulum nasional. Selain itu DepDikNas juga
telah membangun jaringan internet di 240 SMK di Indonesia. Sehingga masing-masing siswa
SMK hanya mengeluarkan biaya 1000 untuk satu jam akses internet. Namun hal itu tidak
dibarengi dengan proses pendidikan dan pencerdasan terhadap penggunakan teknologi

11
informasi. Akhir-akhirnya teknologi informasi disalahgunakan oleh siswa untuk melakukan
hal-hal negatif seperti membuka situs porno, hacking, carding, dll.

BAB IV CLUSTER “IT TRAINING CENTER” DAERAH

4.1 Potensi Daerah

12
Indonesia memiliki 33 provinsi, 350 kabupaten, dan ribuan kecamatan.Dengan adanya
otonomi daerah, setiap daerah memilki hak untuk mengatur daerahnya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah pusat. Anggaran pun diperoleh dari pemerintah pusat dan pendapatan
daerah kemudian dikelola sendiri oleh pemerintah daerah setempat. Kebijakan otonomi
daerah ini membuat antar daerah saling berlomba-lomba memajukan daerahnya. Iklim ini
tentunya sangat bagus untuk kemajuan Indonesia ke depan.

Pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri telah membuat program sistem egovernment
untuk daerah-daerah. Meliputi penggunaan standar perangkat teknologi informasi, pembuatan
web, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar setiap daerah bisa memamerkan potensi masing-
masing lewat dunia internet. Akan tetapi program ini tidak berjalan dengan lancer dikarenakan
sumber daya manusia masing-masing daerah di bidang teknologi informasi sangatlah kurang.
Kelemahan itu merupakan potensi besar bagi pemerintah pusat untuk membangun “IT
Training Center” di tiap-tiap daerah sebagai pusat pelatihan teknologi informasi.
Tujuannya yaitu untuk melatih para pejabat-pejabat pemerintahan, guru-guru, atau
siswa-siswa untuk bisa memanfaatkan teknologi informasi. Selain itu pusat pelatihan ini bisa
juga dimanfaatkan pemerintah daerah sebagai tempat melakukan riset di bidang teknologi
informasi. Untuk dapat membangun pusat pelatihan seperti itu di daerah-daerah dibutuhkan
SDM yang handal. Pemerintah dapat melakukan pelatihan secara terpusat dan intensif bagi
calon-calon trainer-trainer di pusat pelatihan tersebut. Jumlah tenaga teknologi informasi
Indonesia yang kurang juga merupakan potensi bagi masing-masing pemerintah daerah.
Pemerintah daerah setempat bisa melakukan pelatihan teknologi informasi kepada para
penganggur sehingga mereka memiliki kompetensi dan siap pemerintah yaitu pengangguran.

4.2 “IT Training Center” Cluster

Pusat pendidikan teknologi informasi merupakan salah satu jalur efektif untuk
mencerdaskan anak bangsa. Lewat pendidikan langsung inilah masyarakat akan berinteraksi
langsung dan dapat berpartisipasi dalam pengembangan dunia teknologi informasi. Penulis
sangat yakin, akan lebih efektif dan strategis jika dana pendidikan digunakan untuk
13
membangun cluster “IT Training Centre” di daerah digunakan untuk pembelian perangkat
kebutuhan sekolah dan pemerintahan yang berlebihan seperti Televisi layar
Dengan cluster ini juga diharapkan proses penyamaan pengetahuan antara negara
Indonesia dengan negara maju lainnnya bisa terwujud. Sangat mustahil untuk maju apabila
informasi yang diperoleh sangat jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan negara maju. Bisa
diibaratkan dalam lomba lari kita berada ditrack yang salah yaitu jalur lambat. Negara maju
sudah memikirkan teknologi yang akan berkembang ke depan sementara negara kita masih
memikirkan hal negara maju. Hal itu digambarkan dalam tabel berikut

Gambar 3 Apa yang dilakukan Negara kita?

Pembangunan infrastruktur jaringan internet oleh pemerintah ke sekolah-sekolah dan


instansi pemenrtahan harusnya di barengi dengan program pendidikan dan pengajaran
teknologi yang komprehensif.Lewat cluster-cluster "IT Training Center" di daerah-daerah
inilah anak bangsa di cerdaskan sehingga mereka tidak asal menggunakan teknologi tersebut,
melainkan bagaimana menggunakannya dengan benar, atau bahkan berkarya membuat
aplikasi pendukung teknologi informasi. Dengan berkarya inilah mereka akan bisa lebih
antusias untuk terus berpartisipasi dalam pengembangan dunia teknologi informasi.
Diharapkan target pembangunan sumber daya manusia Indonesia berkelanjutan pun dapat
dicapai. Konsep “IT Training Center” ini telah diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta
namun belum untuk daerah lain. Disinilah pendidikan teknologi informasi untuk masyarakat
Jakarta dilakukan. Tanpa harus mengeluarkan banyak dana, masyarakat bisa memperoleh
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Setiap minggunya “IT Training Center”
ini juga menggelar seminar dan workshop untuk masyarakat Jakarta. Konsep ini hendaknya
dilakukan oleh daerah lain sehingga cluster-cluster Pusat pelatihan dan pengembangan
teknologi informasi dapat mencerdaskan masyarakat di daerah-daerah.

4.3 Pendidikan IT, Pendidikan berkelanjutan

14
Pendidikan merupakan modal dasar dari sebuah negara yang paling penting. Dengan
pendidikan penduduk bisa memperoleh kecerdasan. Pendidikan teknologi informasi
merupakan alat untuk mendukung proses pendidikan tersebut. Sehingga, dengan memperoleh
pendidikan teknologi informasi diharapkan objek bisa mengembangkan ke hal-hal yang
positif seperti riset dengan mahasiswa di negara lain, dan lain-lain yang bisa dimanfaatkan.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah penyelesaian masalah pendidikan yang tidak
berkelanjutan, contohnya dengan memberikan bantuan operasional sekolah kepada siswa.
Dengan memberikan bantuan berupa uang, masyarakat akan semakin konsumsi. Hal ini
dikarenakan mereka belum cerdas sehingga tidak bijak dalam mempergunakan dana ini. Apa
yang terjadi justru menguntungkan bagi para pebisnis asing yang bermain di Indonesia
dikarenakan produk mereka semakin lagi dengan konsumtifnya masyarakat Indonesia yang
didapat dari dana bantuan pemerintah. Peristiwa ini penulis gambarkan dalam model berikut :

Gambar 4 Siklus pendidikan tidak berkelanjutan


Solusi yang pasti untuk mencerdaskan masyarakat adalah dengan pendidikan yang
berkelanjutan. Pendidikan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari itu. Dengan
pendidikan teknologi informasi masyarakat akan semakin memiliki kemampuan untuk
memperoleh informasi dengan cepat. Dengan begitu mereka akan lebih cerdas didukung
dengan kemampuan teknologi informasi. Kecerdasan ini akan menjadikan masyarakat lebih
bijak dalam mengambil keputusan sehingga terwujudnya masyarakat yang madani.

15
Gambar 5 Siklus pendidikan IT yang berkelanjutan

16

You might also like