You are on page 1of 39

Bersikap Tulus Terhadap Orang Lain

(Erabaru.or.id) - Kemarin malam ketika saya pergi ke tempat pelelangan, mencari bos
yang aku kenal untuk berbincang-bincang. Kebetulan istrinya juga datang membantu di
sana, maka kami bertiga pun berbincang bincang. Sang istri bercerita tentang peristiwa
yang pernah dia alami pada beberapa tahun yang lalu.

Kira-kira 6 tahun yang lalu, setelah menikah, istri bos mempunyai anak, maka dia lalu
tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya selama sepuluh tahun lebih.

Hingga 6 tahun yang lalu, dikarenakan anak-anaknya telah beranjak besar dan tidak perlu
didampingi lagi atau dilayani sepanjang hari, maka dia berpikir untuk bekerja kembali
agar bisa mendapatkan pemasukan lebih untuk menunjang keuangan rumah tangganya.

Sebelum menikah, istri bos itu bekerja sebagai seorang akuntan. Pekerjaannya sangat
sederhana, yaitu mencatat bon dan nota, lalu pergi menyetor uang ke bank. Hubungan
dengan teman teman sejawat juga tidak terlalu rumit.

Setelah menikah dan sudah istirahat selama sepuluh tahun lebih, dia ingin bekerja
kembali. Kali ini dia mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan elektronik yang besar,
dan mengemban tugas sebagai Quality Control (QC).

Karena perusahaan ini besar dan memiliki ribuan karyawan dan pekerjaannya sebagai
Quality Control sangat erat hubungannya dengan bagian produksi, maka rekan kerja yang
berhubungan dengannya juga sangat banyak. Jika dibandingkan dengan lingkungan
kerjanya yang dulu boleh dibilang jauh lebih rumit.

Sewaktu baru masuk kerja, dia sangat berharap bisa berhubungan baik dengan semua
rekan kerja, maka dari itu ketika dia menghadapi dan bergaul dengan orang boleh
dibilang selalu menaruh kepercayaan penuh kepada orang lain. Dan tentu saja dia juga
berharap bisa mendapatkan sikap yang sama dari orang lain.

Tetapi setelah beberapa bulan kemudian, mendadak dia menemukan ada seorang rekan
kerja yang sangat dia percayai, diluar dugaan demi menunjukkan kebaikan diri sendiri
kepada staff lain, telah menyebarkan isu fitnahan tentang istri bos itu. Di belakang
punggungnya rekan itu telah mengeluarkan kata-kata fitnahan yang tidak sedap dan
memutar balikkan perkataan tulus yang pernah dia ucapkan.

Pada akhirnya ketika istri si bos itu menyadari akan peristiwa yang terjadi, sudah banyak
staf lain yang terlanjur mempercayai fitnahan yang disebarkan itu. Sehingga mereka
semua timbul antipati terhadapnya.

Pada waktu itu, dia ingin meluruskan fakta yang sebenarnya, akan tetapi malah dicurigai
dan tidak dipercaya oleh mereka. Akibatnya sebuah hati yang semula baik, seketika itu
terasa pe-dih dan mengeluarkan darah bagaikan tersayat pisau.

Ketulusan hati dibalas dengan kecurigaan dan antipati. Hal ini membuatnya membentengi
diri ke dalam dunianya sendiri. Dia tidak berani lagi bergaul dan mengadakan kontak
dengan orang lain. Yang terparah bahkan pulang ke rumah pun tidak berani berbicara
dengan anak dan suami sendiri, dia trauma, takut jika orang-orang terdekatnya juga akan
melukainya dengan cara yang sama.

Kemudian suaminya dengan kesabaran dan kemurahan hati, selalu memberi bimbingan.
Seiring dengan berlalunya waktu, berangsur-angsur dia bisa keluar dari masa suram ini.

Kemarin ketika mendengarkan dia bercerita tentang peristiwa yang sudah berlalu ini, raut
wajahnya masih menyiratkan sebersit kesedihan. Bisa dibayangkan ketika peristiwa ini
terjadi pada lima tahun yang lalu, betapa beratnya pukulan itu terhadap seorang
“masyarakat baru” yang baru kembali bermasyarakat setelah meninggalkan pekerjaannya
selama sepuluh tahun lebih.

Dia berkata, jangan melihat dia sekarang dapat bercerita dengan ringan, jika pada
beberapa tahun yang lalu dia bercerita tentang peristiwa ini, masih bisa merasa sedih
hingga meneteskan air mata.

Akhirnya saya bertanya apakah rekan kerja yang memfitnahnya itu masih berada di
perusahaan sampai sekarang?

Dengan tertawa dia berkata, “Masih ada, hanya sekarang ini tidak ada seorang pun yang
sudi memperdulikan dia, karena semua orang pada akhirnya mengetahui bagaimana dia
sebenarnya.”

“Lalu para staf yang lain apakah masih antipati terhadap Anda?” saya bertanya dengan
penuh rasa ingin tahu.

“Mereka semuanya baik, setelah memahami bahwa saya benar benar tulus, semuanya
menjadi teman baik lagi”
Jawaban darinya ini mengharapkan mereka yang biasa mengadu domba kepada orang
lain agar memperhatikan hal ini. Juga bagi mereka yang bersikap tulus terhadap orang
lain, akan mendapatkan Semangat dan Keyakinan ! (The Epoch Times/lin)

Seni Berbicara

(Erabaru.or.id) - Ada seorang ibu mertua, cukup bijaksana. Anak dan menantunya
sesudah menikah lantas bersama-sama ke Amerika dan kuliah di sana. Suatu hari, saat ke
Amerika menengok mereka, menjumpai anaknya menjadi gemuk sedangkan menantunya
kurus, ia merasa kasihan dan berkata, “Kenapa menjadi kurus seperti ini?”

Sang menantu yang muda belia untuk sesaat tak dapat menahan diri dan berkeluh kesah
kepada ibu mertuanya. Ia mengeluhkan suaminya yang pemalas dan tidak bisa melakukan
pekerjaan rumah tangga. Ketika di luar mencari jalan saja, juga sering keliru. Dalam
mengerjakan apapun sering tidak benar.

Sesungguhnya, di dunia ini mana ada mertua yang mau mendengar si menantu mengeluh
tentang anaknya. Kebanyakan mertua akan tak tahan dan membela anak sendiri, tetapi
mertua modern ini cukup pintar, sesudah mendengar keluhan sang menantu, dia hanya
tersenyum dan mengucapkan sepatah kata, “Tetapi ada suatu hal yang ia kerjakan dengan
benar.”

”Apakah itu?”
“Yakni ia telah mempersuntingmu.” Setelah mendengar itu, menantunya bungkam seribu
bahasa.
Ada seorang suami, juga cukup bijak. Dalam bekerja ia sangat giat, sesudah menikah
karena bagian personalia kantor hampir lumpuh, karyawan lama mengundurkan diri
belum ada yang menggantikan, membuat pekerjaannya semakin hari semakin berat saja,
setiap hari selalu bekerja lembur.

Sang istri yang pengantin baru mengetahui suaminya begitu rajin, tetapi tak dapat
dihindari hatinya selalu mengeluh, “Betulkah ada begitu banyak tugas yang dikerjakan?
Selalu saja larut malam baru pulang, sesudah pulang masih nongkrong di depan monitor
komputer mengadakan konferensi jarak jauh? Hidup seperti ini, tidak ada kualitas sedikit
pun……

Suatu hari, si suami mestinya akan pergi makan malam bersamanya, tetapi karena harus
lembur maka tidak jadi. Si isteri sendirian dan merasa jengkel di rumah, di saat sang
suami datang dan membuka pintu, tak terbendung langsung menghujani dengan omelan,
“Hari ini kalau tidak lembur, apakah perusahaan bisa bangkrut? Untuk apa membuat diri
sendiri begitu lelah, tak bisakah bicara dengan atasan bahwa kamu tidak bisa lembur
setiap hari?”

Umumnya suami, tidak akan bisa menahan omelan istri saat dirinya sendiri lelah tak
karuan. Tetapi ia yang loyo karena kecapekan malah berkata dengan lembut kepada
istrinya, “Tahukah kamu, sewaktu saya kerja lembur, memikirkanmu adalah hiburanku
satu-satunya, maka tak lagi merasa capek.”

Mendengarnya, sang istri tertawa bagaikan bunga persik tertiup angin sepoi, tidak lagi
mempermasalahkan makan malam bersama yang batal.

Ilmu humor yang unggul, adalah tatkala orang normal sedang ingin marah, masih mampu
mengalihkan suasana, dengan mudahnya mematikan sumbu dinamit yang sudah menyala.

Di dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal-hal kecil yang bisa saja saling menimbulkan
konflik dan ketidakakuran. Kita bisa coba mempelajari dan mempraktekkan seni
berbicara seperti contoh diatas. Itu adalah semacam kungfu canggih dalam “menjadi
orang”. (Chen Chen/The Epoch Times/whs)

Mengapa Semakin Besar Anak, Semakin Tidak Sopan?

(Erabaru.or.id) - Anak saya Fani saat kecil sangat sopan, bila bertemu dengan orang
yang lebih tua dia selalu berinsiatif untuk menyapa mereka, dia akan berkata, “Selamat
pagi” atau “Terima kasih” dan lain-lain. Namun semakin besar, dia menjadi semakin
kurang berinisiatif. Suatu ketika saat saya mengajak dia pergi ke rumah seorang teman,
teman saya memberinya satu kotak sari buah, dan beberapa mainan anak, saya telah
memberinya petunjuk, ”Kamu harus berkata apa kepada tante?” Dia tidak mengindahkan,
malah bertanya, “Mana sedotannya?” Di saat lain, ketika saya sedang berbincang-bincang
dengan teman saya, dia selalu memutus pembicaraan kami. Kejadian semacam ini sering
kali terjadi, nasihat yang kami katakan, semuanya sia-sia . Saya pun tidak tahu harus
bagaimana?

Kemudian orang bijak memberi saran. Menurutnya, watak hakiki dari anak itu
sebenarnya baik, di masa kecil saat Anda mengajarkan bahasa sopan satun, dia bisa
mempergunakannya, tetapi jika dia tidak mengerti mengapa harus berkata demikian,
maka setelah agak besar perhatiannya mungkin akan beralih, dan sudah tidak teringat lagi
dengan kata-kata itu. Seperti halnya dengan Fani, ketika Anda mengira harus
mengucapkan terima kasih, dia lebih menaruh perhatiannya pada “penghisap”,ingin
segera menikmati minuman sari buah itu.

Sopan santun, adalah manifestasi dari seseorang untuk menyampaikan rasa hormat,
menghargai, atau menyayangi. Untuk membina seorang anak agar dapat menjadi seorang
anak yang santun, sebenarnya titik krusialnya terletak pada benihnya. Benih untuk
menghormati orang lain itu harus tertabur di dalam hati anak itu.

Saat mengajar anak bersikap sopan terhadap orang lain, maka harus memberitahukan
alasannya pada anak itu, mengapa orang itu patut dihormati atau patut dihargai, mengapa
patut disayangi,dan lain sebagainya.

Misalnya, ketika Anda dan anak keluar masuk pintu gerbang kampung/perumahan, dan
menyapa paman satpam, atau paman pengatur kebersihan, maka boleh memberitahukan
kepada anak bahwa tempat tinggal kita dijaga dan dibersihkan oleh paman-paman tadi,
sehingga lingkungan kita rapi, bersih, dan aman dari pencuri.

Kita juga harus menjelaskan kepada anak bahwa masyarakat kita ini terdiri dari berbagai
lapisan orang yang berbeda profesi. Melalui pekerjaan mereka masing-masing, orang-
orang itu bukan hanya mendapatkan uang imbalan jasa bagi keluarganya saja, tetapi
mereka juga telah memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemakmuran
masyarakat, seperti halnya dokter, guru, polisi, pengacara, pedagang, pegawai dan lain
sebagainya.

Kita juga harus berterima kasih kepada mereka, menyayangi dan menghargai
pengorbanan mereka. Juga harus menegaskan kepada anak bahwa orang tua, guru dan
orang-orang yang lebih tua memiliki budi yang sangat besar, sehingga mereka juga
adalah orang-orang yang harus kita hormati.

Menghormati dan menghargai, kedua hal ini bisa dibina. Kehidupan sehari-hari
merupakan materi pelajaran yang paling baik, dan keluarga merupakan sebuah kelas yang
khusus di luar sekolah. Pertama-tama orang tua di dalam keluarga harus menjadi teladan
untuk menghormati dan berbakti kepada orang yang lebih tua, selalu menghargai orang
lain, bersamaan itu orang tua sendiri juga harus saling menghormati.

Tingkah laku dan tutur kata dari orang tua mempunyai efek yang paling besar bagi si
anak untuk meniru, karena boleh dikata orang tua adalah orang-orang yang berada paling
dekat dengan mereka, dan merupakan model yang tiap hari dilihatnya sehingga secara
tidak sadar akan tertanam dalam sanubarinya dan akhirnya membentuk menjadi
karakternya.

Ada sebagian orang tua yang saling menuduh, saling mencari kesalahan masing-masing,
atau membicarakan kejelekan orang lain di belakang orang, semua ini memberikan
dampak yang sangat jelek bagi anak, di dalam hati anak itu penuh dengan anggapan hina
kepada orang lain, lalu bagaimana dia bisa menjadi santun?

Ingin agar anak bisa menghormati orang lain, pertama-tama Anda harus menghormati
anak itu.

Ketika anak itu berbicara kepada Anda, Anda harus melepaskan pekerjaan yang sedang
Anda lakukan, dan secara fokus mendengarkan ucapannya, agar anak itu merasakan
bahwa Anda benar-benar ingin tahu pikirannya, menyayangi dan menghargai
pendapatnya.

Bersamaan dengan itu, Anda juga harus membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati
dan tidak boleh dibantah, contohnya seperti: saat mendapatkan bantuan dari orang lain
harus mengucapkan “Terima kasih”, berbuat kesalahan harus minta maaf, tidak peduli
alasan apa pun juga tidak boleh memukul, memaki atau mengeluarkan kata-kata yang
kotor kepada orang dan lain-lain.
Ketika timbul konflik antara orang tua dan anak, harus memperbolehkan anak
menjelaskan, tetapi harus menuntut anak itu menggunakan nada yang sopan dalam
berbicara.

Jika Anda tidak bereaksi terhadap ucapan kasar yang dikeluarkan oleh anak, sebentar saja
anak itu akan menganggapnya biasa, tidak memperdulikan apakah perkataannya itu bisa
melukai orang lain atau tidak.(The Epoch Times/lin)

Saya Sudah Bukan Lagi Diriku

(Erabaru.or.id) - Dalam legenda Yunani kuno alkisah ada sebuah cerita sebagai berikut :
ada seseorang yang lupa membawa uang ketika ia bepergian, lalu ia mencari seorang
temannya untuk meminjam sejumlah uang.

Setelah berselang cukup lama, orang ini tak kunjung mengembalikan uang yang
dipinjamnya sehingga temannya mendatanginya untuk menagih hutang tersebut. Namun
orang itu justru berkata, “Segala sesuatunya telah berubah, saya yang sekarang ini bukan
lagi saya yang meminjam uang darimu waktu itu.”

Teman yang mendengar pernyataan ini pun naik pitam dan melayangkan tinjunya
memukul orang itu dengan penuh amarah. Orang yang telah memungkiri hutangnya ini
pun menjadi gusar karena malu dan melaporkan masalah ini kepada aparat.

Di depan aparat, temannya itu pun berkata, “Segala sesuatunya telah berubah, saya yang
sekarang ini bukan lagi saya yang memukulmu tadi.” Orang yang memungkiri hutangnya
hanya dapat menahan emosinya dengan wajah merah padam dan mata terbelalak hingga
hanya menampakkan putihnya saja, dan tidak mampu berkata –kata sepatah pun.

Cerita ini sangat menarik, juga sangat bermakna. Jika ditilik dari sudut pandang manusia,
setiap hal yang telah kita lakukan biasanya tidak mudah kita lupakan, sama halnya
dengan orang yang telah meminjam uang dari temannya ini, tidak akan lupa semudah itu.
Meskipun ia telah lupa, jika diingatkan lagi oleh sang teman, ia pasti akan bisa
mengingatnya kembali.

Akan teapi ia telah mengucapkan kata-kata seperti itu untuk memungkiri hutangnya
tersebut. Dan temannya itu pun menggunakan cara yang sama untuk memberi pelajaran
terhadap dirinya.

Cerita ini seolah mengatakan bahwa saya tetap adalah saya, walaupun segala sesuatu
telah mengalami perubahan, walaupun saya sendiri juga telah mengalami perubahan,
namun saya tetap adalah saya.

Saya berpendapat : inti yang paling dalam pada diri seorang manusia adalah tidak
berubah, saya tetap adalah saya. Namun lingkungan di sekeliling inti ini telah mengalami
perubahan setiap saat, saya juga bukan saya lagi, saya sudah bukan saya. Saya adalah
saya, tapi juga bukan saya. Hanya di dalam perubahan, saya baru dapat menemukan diri
saya yang diam dan tak berubah, hanya di dalam tidak adanya perubahan itu saya
merasakan perubahan dalam diri saya.

Memang, saya yang telah meminjam uang pada waktu itu sudah bukan lagi saya yang
sekarang ini. Saya yang memukul orang pada waktu itu, juga sudah bukan saya yang
sekarang ini lagi. Seorang filosof Barat pernah berkata, “Anda tidak akan mungkin masuk
ke dalam aliran sungai yang sama untuk kedua kalinya.” Karena aliran sungai itu sudah
berubah, sudah bukan lagi aliran sungai semula. Maka hal itu juga berlaku pada manusia,
Anda yang kemarin sudah mati, dan Anda yang hari ini telah terlahir kembali.

Manusia senantiasa berubah setiap harinya dan dalam setiap detik, timbul perubahan
jasmaniah, timbul perubahan rohaniah, dan perubahan itu sendiri adalah satu-satunya
yang tidak berubah.

Menurut saya kita harus senantiasa menekankan perubahan ini, terlebih-lebih harus
menyesuaikan diri dengan perubahan ini, dan tidak bertindak seperti apa yang kita
lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari,mati-matian mempertahankan prinsip diri saya
yang tidak akan berubah ini, tidak rela melepaskannya sehingga amat sangat menyiksa
diri sendiri.

Ada seorang teman saya yang pada masa mudanya berpacaran dengan seorang gadis, dan
cinta mereka sungguh membara namun pada akhirnya si gadis mendadak memutuskan
untuk berubah pikiran, dan mencintai seorang pria lain.

Teman saya ini merasa amat terpukul dan sangat tersiksa atas kejadian itu. Hingga hari ini
meskipun kejadian itu telah 30 tahun berlalu, setiap kali teringat akan kejadian tersebut ia
masih dapat merasakan kepiluan dan hatinya tidak merasa tentram. Hal ini dikarenakan ia
telah menyamakan dirinya yang dulu dengan dirinya yang sekarang ini.

Sesuatu kejadian yang kita alami di masa lalu boleh saja kita ingat tapi jangan sampai
kejadian dan pengalaman di masa lalu itu mempengaruhi kehidupan kita sekarang ini,
mengekang dan mengatur kehidupan kita sekarang, membuat diri kita selalu hidup dalam
bayang- bayang masa lalu, perbuatan ini merupakan hal yang paling bodoh.

Harus diingat bahwa saya yang kemarin sudah tidak eksis lagi, dan saya yang ada pada
hari ini adalah saya yang benar-benar baru, dengan demikian barulah kita dapat benar-
benar hidup di saat sekarang ini.

Saya pernah mendengar suatu kisah : ada seorang juru masak yang dinobatkan sebagai
koki yang paling hebat, teknik memasaknya sangat hebat. Tapi dia tidak puas terhadap
kehidupannya, lalu ia pun pergi untuk menjadi biksu. Setelah beberapa tahun berlalu, ada
seseorang yang berasal dari suatu tempat yang jauh sekali datang ke kuil itu dan
bermaksud untuk menawarkan jabatan sebagai koki kepala dengan gaji tinggi.

Biksu itu berkata kepada si pengunjung, “Apa? Saya dulu adalah seorang juru masak
yang hebat? Mengapa saya sama sekali tidak mengetahuinya?”
Ia mengatakan bahwa ia telah lupa akan hal itu, setelah selesai mengatakan demikian, ia
pun kembali ke dalam kuil dan memakan dengan lahap masakan sederhana yang biasa
dimakan oleh para biksu.

Pada hakekatnya ia tidak pernah lupa akan keahlian dan pengalamannya di masa lalu.
Justru di sinilah letak kepintarannya, ia berpendapat bahwa ia pada masa lalu sudah tidak
eksis lagi, saya yang sekarang adalah saya yang benar – benar baru, melewati kehidupan
sekarang ini dengan baik, lalu mengapa harus membiarkan kehidupan masa lalu
mempengaruhi kehidupan sekarang ini? Mengapa harus mempertahankan masa lalu saya
dan tidak melepaskannya?

Dengan melalui setiap hari dengan baik, berarti telah bertanggung jawab terhadap
kehidupan kita sehari-hari, dan hanya dengan mengakui bahwa kita berbeda setiap
harinya, barulah kita dapat terjun ke dalam kehidupan setiap hari, dan menikmati
kehidupan.

Seorang teman saya merupakan mahasiswa cemerlang lulusan Universitas Beijing telah
mendapatkan suatu pekerjaan yang sangat penting dengan jabatan yang tinggi.

Setelah pindah ke Australia ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan kantoran. Pekerjaanya


adalah sebagai pekerja harian di pabrik, selain itu dia juga berdagang kecil-kecilan.

Setiap hari ia selalu berkeluh kesah, dan mengeluarkan semua keluhan dan
kejengkelannya, kehidupannya menjadi sangat menderita. Hal itu juga merupakan
pengaruh dari keakuannya di masa lampau.

Kebanggaan bahwa ia seorang siswa cemerlang lulusan Universitas Beijing telah sirna.
Jabatan yang tinggi pun telah berlalu, yang ada hanyalah dirinya sendiri yang harus
menghadapi hidup di Australia. Tak peduli dengan cara berdagang kecil-kecilan atau
bekerja serabutan, semuanya tidak ada yang buruk. Melewati hari – hari dengan baik di
Australia, sebenarnya hal itulah yang terpenting, mengapa harus mempermasalahkan
keadaan masa lalu yang telah lewat?

Di dalam kitab Buddha ada suatu kalimat yang berbunyi, “Hati masa lampau tidak
didapat, hati masa sekarang tidak didapat, hati yang akan datang tidak didapat.”

Dengan kata lain, setiap hal senantiasa mengalami perubahan, jika hendak
mempertahankan sesuatu di masa lampau dan tidak mau melepaskannya adalah suatu
tindakan yang bodoh dan menggelikan. Karena sudah sejak dulu hal itu sirna bagaikan air
di dalam aliran sungai, selamanya tidak akan bisa ditahan.

Ketika masa lalu berakhir dan masa akan datang dimulai, saat itu kita tidak boleh
membiarkan masa lalu kita mengendalikan masa depan kita. Manusia hanya mengikuti
perubahan pada diri masing – masing tanpa keterikatan, sepenuhnya hidup dalam
kehidupan masing – masing yang benar – benar baru, memasuki kehidupan yang abadi.
(Xu Gang/The Epoch Times/lin)
Senyum Ketika Jiwa Mengalami Keterpurukan

(Erabaru.or.id) - Sebagian ahli agama mengumpamakan manusia sebagai sebuah


tangga. Tangga bisa digunakan untuk melakukan dua hal: Anda bisa menggunakannya
untuk naik ke atas, juga bisa menggunakannya untuk berjalan ke bawah. Persis sama
dengan nasib, Anda bisa membuat diri Anda ke atas, juga bisa menggunakannya untuk
membuat diri Anda ke bawah. Semua ini tergantung diri Anda sediri.

Seperti halnya dengan kelemahan dan kegagalan dia bisa menjadi alat pemacu yang
paling besar bagi diri kita, juga bisa menjadi sebab dari keciutan nyali kita.

Ketika perasaan sedang sulit, mungkin bisa membuat manusia belajar bagaimana
menyayangi diri sendiri dan orang lain, begitu juga, ada pula orang yang merasa takut
untuk menyayangi.

Kekayaan harta yang berlimpah, bisa membuat manusia belajar bagaimana bisa berbagi
dan menguntungkan orang lain, tapi juga bisa membuat watak hakiki dari seseorang
menjadi tersesat.Suatu kemalangan yang terjadi,bisa membuat orang bekerja keras demi
kemakmuran, namun juga bisa membuat orang terperosok dalam keputus-asaan.

Banyak orang sebenarnya bisa menggunakan “tangga” untuk memperbaiki nasibnya, tapi
mereka tidak melakukan, hal inilah merupakan ketidaktahuan mereka.Sebenarnya kita
bisa naik setingkat lebih ke atas, tapi tidak bergerak naik, malahan terperosok karena
mengeluh dan mengasihani diri.

Beberapa hari yang lalu,saya membaca sebuah cerita:


Ada seseorang dimasa mudanya, telah dituduh oleh orang lain, sehingga masuk penjara
selama 9 tahun. Kemudian kasus salah tuduh ini terpecahkan, dan akhirnya orang tersebut
bisa keluar dari penjara.

Setelah keluar dari penjara dia mulai tak henti-hentinya mengecam dan mengutuk,
“Alangkah malangnya saya ini, dimasa muda yang sedang berprestasi mengalami
perlakuan yang tidak adil. Tempat itu layaknya sama seperti neraka, sempit hingga sulit
untuk membalikkan badan, sama sekali bukan tempat tinggal manusia.

“Satu-satunya jendela kecil yang berada di sana hampir tak tersinari oleh matahari. Di
musim dingin anginnya menusuk tulang, di musim panas ada banyak nyamuk yang
menggigit.”

“Saya sungguh tidak mengerti, mengapa Tuhan tidak menghukum orang yang telah
memfitnah saya itu, walaupun orang itu dicincang ribuan kali, juga tidak akan
melepaskan dendam sakit hati saya!”

Ketika orang ini sudah berumur lebih dari 70 tahun,dia dirundung kemiskinan dan
penyakit, yang akhirnya membuat dia tidur di ranjang tidak bisa bangun. Saat akan
meninggal, pastur datang disamping ranjangnya, “Anak yang malang, sebelum Anda tiba
di surga, mengakulah dosa-dosa yang telah Anda perbuat di dunia fana ini!”

Perkataan pastur itu belum selesai, dia yang berada di atas ranjang sudah berteriak
histeris, “Saya tidak perlu pengakuan dosa, yang saya butuhkan adalah kutukan,
mengutuk mereka yang menyebabkan saya dirundung oleh kemalangan.”

Mengutuk kemalangan tidak bisa membawakan kebahagiaan. Mereka sudah terbiasa


dengan mengutuk dan mengeluh ketika mereka menghadapi kesengsaraan dan
kemalangan. Sangat sedikit orang yang bisa berpikir dengan tenang,kesengsaraan itu
datang karena apa?

Fungsi tangga bukan agar orang bisa berdiri di atasnya, tapi digunakan untuk dapat
memanjat ke atas. Nasib yang sengsara dan menyedihkan juga bukan agar seseorang bisa
menerima kesengsaraan begitu saja, tapi agar orang bisa melewati kesengsaraan itu dan
bangkit.

Tangga adalah hambatan bagi jalan yang lurus, adalah batu penghalang, tapi jika tangga
digunakan untuk meningkat ke atas, dia akan menjadi batu penyanggah.
Saya sangat senang dengan doa dari Jerussalem. Doa ini menyarankan bahwa ketika kami
memanjat tangga, bayangkanlah bahwa kita meningkat setapak demi setapak menjadi
orang yang lebih baik.
Tangga membuat saya bisa memanjat keatap rumah yang paling tinggi,
Saya dapat melihat pemandangan yang sangat indah.
Asalkan memiliki tangga,saya akan bisa memanjat kerumah surga. Setiap hari dua hingga
tiga tapak, berjalan menuju ke rumah surga.
Setiap kali ketika saya menginjak tangga, maka akan berubah menjadi lebih baik, lebih
sabar.
Kepada anugerah yang telah Anda berikan hati saya sangat berterima kasih ----The
Bridge of Stars, ditulis oleh Marks Blairbulug.
Nasib sama halnya dengan sebuah tangga. Dengan tangga Anda bisa mencapai tingkat
lebih tinggi. Tetapi jika Anda terikat pada tangga, atau mengalihkan tangga itu, maka
bagaimana Anda bisa meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi?
Manfaat yang paling besar dari nasib, adalah membiarkan orang mempergunakannya
untuk melampaui nasib itu sendiri.
Di pinggir jalan ada sebatang pohon buah, pohon tersebut tidak mungkin jatuh dari atas
langit, pastilah diatas tanah itu pernah ada biji buah yang pernah jatuh di sana. Pohon
buah ini manis, juga pasti ada sebabnya, mungkin karena jenisnya memang manis,
mungkin juga karena pernah disetek dan diperbaiki jenisnya.
“Jenis yang manis” adalah takdirnya, “Disetek dan diperbaiki jenisnya” adalah nasibnya.
Buah mangga sudah ditakdirkan sebagai buah yang masam, tapi melalui setek dan
perbaikan jenis bisa berubah menjadi manis.Disetek dan diperbaiki jenis,kelihatannya
seperti mengalami kejadian yang buruk,akan tetapi akan menjadikan dia sebagai buah
yang manis. (The Epoch Times /lin)

Kita Dapat Hidup 26061 Hari


(Erabaru.or.id) - Apabila Anda sedang merenungi kehidupan ini, tidak ada salahnya kita
mencoba membuat perhitungan sederhana tentang usia manusia. Umur rata-rata orang
Asia bisa mencapai 71,4 tahun. Kalikanlah bilangan ini dengan 365 hari, Anda akan
dapatkan hasil 26062 hari. Ini adalah angka rata-rata (dalam hitungan hari) kita dapat
hidup. Jika Anda tahun ini berumur 15 tahun, Anda sudah menjalani hidup 15 x 365 =
5475 hari, masih tersisa 20586 hari.

Buatlah sebuah hitungan untuk Anda sendiri. Coba lihat berapa hari lagi anda masih bisa
hidup.

Suatu ketika seseorang memberikan saran pada saya untuk menganggap setiap hari
seolah-olah sebagai hari terakhir hidup saya. Rasanya pesimistik, tetapi ada kebenaran
didalamnya. Untuk setiap hari dari hidup kita, ini adalah satu hari dari hidup kita telah
berkurang. Kehidupan seringkali digambarkan sebagai sebuah sungai yang panjang.
Tetapi benar sepanjang itukah?

Hasil perkalian 26061 hari dengan 24 jam, akan Anda dapatkan 625464 jam. Itu adalah
jumlah jam kita dapat hidup. Nampaknya bukan sebuah angka yang kecil, tetapi berapa
jam kita habiskan untuk tidur, makan, dan melakukan hal-hal yang sepele? Apakah kita
memanfaatkan setiap menit dan detik dengan bijak?

Kita hidup di sebuah era yang serba cepat. Teknologi berubah seiring hari yang berlalu,
Maka tidakkah seharusnya kita menyesuaikan diri dan meningkatkan efisiensi kita juga?

Seberapa lama Anda menghabiskan waktu di tempat tidur, bermalas-malasan walaupun


telah terjaga? Sementara banyak orang lain telah melakukan senam pagi, menghabiskan
sarapan paginya, atau sedang berangkat ke sekolah atau tempat kerja. Sedang Anda tidak
melakukan apapun. Sangat sering, keberhasilan Anda tergantung pada seberapa baik
Anda memanfaatkan waktu – apakah Anda dapat melakukan sesuatu sebanyak Anda bisa
selama waktu yang Anda miliki.

Ingat, kita cuma punya waktu 26061 hari untuk hidup. Berapa harikah sisa hidup Anda?
(Xixi/The Epoch)

Keadaan Sulit Adalah Berkah


(Erabaru.or.id) - Suatu rintangan sebagaimana kita tahu adalah satu syarat, apa pun
rintangannya dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk melampaui diri kita sendiri, asal
kita memiliki kemauan untuk itu.

Suatu hari, seekor singa yang dijuluki si Raja Hutan itu datang ke hadapan Dewa Langit
dan berkata, “Hamba berterima kasih kepada Dewa yang telah memberi hamba postur
tubuh yang begitu gagah perkasa dan berwibawa, tenaga yang demikian besar tiada
banding, membuat hamba memiliki cukup kemampuan untuk menguasai seisi hutan ini.”

Dewa Langit mendengar perkataan itu, tersenyum dan berkata, “Tapi ini bukan tujuanmu
menemui saya hari ini, bukan? Kelihatannya engkau sedang dibingungkan oleh sesuatu
hal.”

Singa itu mengaum perlahan, ia berkata, “Dewa Langit sungguh memahami hamba!
Hamba hari ini datang kemari sebenarnya ada masalah yang membutuhkan pertolongan
Dewa. Sebab sehebat apa pun kemampuan hamba, setiap pagi ketika ayam berkokok,
hamba selalu kaget terbangun oleh suara kokoknya. Oh Dewa! Mohon Dewa memberi
hamba satu kekuatan lagi, agar tidak sampai kaget terbangun oleh suara kokok si ayam
itu!”

Dewa Langit tertawa dan berkata, “Pergilah engkau mencari si Gajah, dia bisa memberi
jawaban yang memuaskan atas masalahmu!”

Dengan girang Singa itu segera berlari mencari si Gajah, dilihatnya si Gajah sedang
menghentak-hentakkan kakinya dengan marah.

Singa berkata pada Gajah, “Mengapa engkau marah- marah, Gajah?”

Gajah itu mengibaskan telinga besarnya dengan membabi buta, sambil berteriak, “Ada
seekor nyamuk kecil yang menyebalkan, selalu ingin menyusup ke dalam telingaku,
membuat aku hampir mati kegatalan.”

Singa itu meninggalkan gajah sambil berpikir dalam hati, “Ternyata gajah yang berpostur
tubuh sebesar itu pun masih takut dengan nyamuk yang begitu kurus dan kecil, lalu
masalah apa lagi yang masih saya keluhkan? Bagaimana pun kokok ayam itu hanya
sekali dalam sehari, sementara nyamuk-nyamuk itu senantiasa mengganggu si Gajah.
Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya aku jauh lebih beruntung jika dibandingkan dengan si
Gajah itu.”

Sambil berjalan Singa itu menoleh ke belakang melihat si Gajah masih terus
menghentakkan kakinya, dalam hatinya ia berpikir, “Dewa Langit menyuruhku untuk
melihat-lihat keadaan si Gajah, sebenarnya bermaksud untuk memberitahu, bahwa siapa
pun bisa menjumpai masalah yang meresahkan, dan ia tidak bisa membantu setiap orang.
Kalau begitu, sebaiknya aku mengandalkan diri sendiri saja! Pokoknya di kemudian hari,
ketika ayam berkokok, aku akan menganggap kokok ayam itu sebagai tanda yang
memperingatkan aku bahwa sudah seharusnya aku bangun dari tidur. Dengan demikian,
suara kokok ayam itu akan menjadi bermanfaat bagiku.”

Hikmah yang melegakan : seberapa lancar perjalanan hidup kita sebagai manusia, begitu
kita menemui masalah yang tidak berkenan di hati, kita semua telah terbiasa mengeluh
kepada Tuhan yang telah memperlakukan kita dengan tidak adil, lalu berdoa memohon
kepada Tuhan untuk memberikan berkah kekuatan yang lebih besar, untuk membantu kita
melewati kesulitan tersebut. Sesungguhnya Tuhan Maha Adil, persis seperti saat Dewa
menghadapi singa dan gajah, setiap keadaan sulit pasti memiliki makna positif di balik
keberadaannya. (Mingxin.net/The Epoch Times/lin)

Kalkulasi dalam kehidupan:


Tidak Mengkritik, Menyalahkan dan Mengeluh

(Erabaru.or.id) - Eugene O'Kelly awalnya adalah presiden merangkap CEO dari


perusahaan akuntan terkenal dunia. Bulan Mei 2005, ia menderita penyakit lumpuh pada
pipi kanan (cheeks paralysis), saat pergi periksa ke rumah sakit, dokter mendiagnosanya
sebagai tumor otak tingkat akhir, usianya tinggal 3 hingga 6 bulan.

Meskipun berada di tengah bayangan redup kematian, Kelly tidaklah menunggu kematian
dengan duduk tepekur dengan sedih, sebaliknya dengan aktif melakukan pencatatan 100
hari lebih pasca diagnosa sampai dengan kematiannya, telah menyelesaikan buku
berjudul “Mengejar Sinar Mentari”. Dalam buku tesebut dipenuhi dengan gelora
kehidupan dan terjual laris di seluruh dunia. Membaca buku itu, membuat saya sering
kali merenung.

Apabila Anda hanya bisa menikmati 100 hari lebih, bagaimana Anda melewatinya?
Pekerjaan apakah yang hendak Anda manfaatkan untuk hari-hari terakhir? Terhadap
orang terkasih, akankah mengatakan perkataan yang biasanya tidak berpeluang me-
ngatakannya?

Terinspirasi oleh buku tersebut, saya menelpon adik perempuan saya, memuji
kelebihannya yang tidak suka mendendam. Tidak mendendam, betul-betul bukan hal
yang mudah, terhadap orang-orang tertentu saya sendiri kadangkala masih bisa merasa
sakit hati.

Saya pernah membaca sebuah berita tentang Sri Paus Yohanes ke 23. Beliau pernah
mengingatkan diri sendiri di dalam catatan hariannya, harus menghindari mengkomplain
dan menyalahkan orang lain. Dari situ bisa terlihat beliau hendak menjadi seorang yang
berlapang dada dan tidak suka melihat kekurangan orang lain, juga dibutuhkan koreksi
diri yang terus menerus dan kesadaran.

Itulah sebabnya, di dalam Golden Rule (aturan emas) Carnagie tentang hubungan
interpersonal, nomor satu ialah: “Tidak mengkritik, tidak menyalahkan, tidak mengeluh.”

Coba bayangkan, apabila ke dalam sebuah botol yang sudah terisi penuh dengan kerikil,
tak peduli bagaimana seringnya Anda menuangkan air ke dalamnya, pasti botol itu hanya
mampu memuat sedikit air saja, hanya apabila Anda mengosongkan botol tersebut, baru
bisa menuangkan air ke dalamnya.

Hubungan interpersonal juga memiliki logika yang sama, apabila terhadap orang lain
Anda dipenuhi dengan kritikan, teguran dan keluhan, maka antara dia dan Anda tak akan
mampu “teraliri” niat baik dan kehangatan, sangat sulit menegakkan komunikasi yang
baik dan interaktif.

Oleh karena itu, Carnegie menorehkan “3 tidak” ini sebagai rule nomor 1 dari Golden
Rule, sesungguhnya memiliki makna pengertian yang sangat mendalam.

Pada dasarnya, “Tidak mengritik, tidak menyalahkan orang, tidak mengeluh” justru
adalah semacam “perombakan batin” yang mengubah kita dari sikap yang sebelumnya
negatif, runcing tajam, suka mengritik, berubah menjadi proaktif dan positif. Kemudian,
tanpa diduga Anda akan menemukan, ketika Anda sudah berubah, seiring dengan itu
hubungan Anda dengan orang lain juga akan berubah.

Teringat sewaktu saya baru saja datang ke Amerika untuk mengikuti workshop Carnegie,
sudah berusia 40 tahun lebih, telah mengumpulkan sedikit pengalaman hidup, demi nama
besarnya menempuh ribuan km, tak dinyana pelajaran pertama adalah “Tidak mengkritik,
tidak menyalahkan orang, tidak mengeluh”, reaksi pertama saya adalah: “Hanya ini saja?!
Bukankah terlalu sederhana?” Untuk sesaat, betul-betul merasa agak kecewa.

Pelajaran waktu itu harus ditempuh selama 14 minggu, sesudah 14 minggu, saya
sekonyong-konyong menemukan, telah terjadi perubahan gaib pada diri sendiri, “3 tidak”
yang digarisbawahi oleh Carnegie, dilihat sekilas nampak sangat mudah, akan tetapi
prinsip termudah kadangkala adalah yang termujarab.

Sewaktu di AS saya berkenalan dengan seorang asisten khusus dari presiden direktur
sebuah perusahaan besar, wajahnya cantik, namun pergaulannya tidak mulus, sering kali
cekcok dengan teman sejawat, dia sendiri juga merasa tidak enak di hati, maka itu
suasana hatinya sangat gundah.

Suatu hari, presdir perusahaan berkata kepadanya, “Idealnya Anda cari cara untuk
menyelesaikan persoalan interpersonal, jika semua kepala bagian setiap departemen
masih saja tidak mampu bekerja sama dengan Anda, maka sayapun tak kuasa me-
lindungi Anda lagi.”

Karena itu, wanita tersebut lantas menerima training Carnegie dan mempelajari “3 tidak”.
Kemudian, saya menjumpai presdir tersebut, ia memberitahu saya, “Sesudah beberapa
minggu, saya seolah tidak berani mempercayai mata saya, saya melihat dengan mata
kepala sendiri perubahan pada diri wanita tersebut.”
Karena mempertahankan prinsip 3 tidak, dia tidak lagi sebagai landak yang perlu di-
hindari oleh orang-orang, hubungan interpersonalnya telah memperoleh perubahan sangat
baik.

Setiap orang bisa saja memiliki duri tajam yang tidak saja melukai orang lain, pada
akhirnya ia juga bisa melukai diri sendiri. Bagaimana dari berduri tajam berubah menjadi
batu yang bulat mulus, yaitu harus menjalankan tidak mengkritik, tidak menyalahkan
orang, tidak mengeluh.

Prinsipnya sedikitpun tak sulit dipahami. Ketika Anda mengritik dan menyalahkan orang
lain, justru seperti menempuh sebuah marabahaya, sangat mungkin melukai kehormatan
orang tersebut.

Meskipun kritikan dan teguran Anda bermaksud baik, tapi begitu martabat pihak lain
terusik, meski ia tahu dirinya keliru, bisa saja mati-matian membela diri, itulah sebabnya
kritik dan teguran serta keluhan, kadangkala hanyalah semacam pelampiasan emosi, yang
tak mampu menyelesaikan masalah, malah membuat jarak interpersonal semakin
menjauh.

Meskipun hubungan yang paling akrab pun, mungkin saja karena kritik dan teguran serta
keluhan lantas menjadi renggang.

Sewaktu kecil, saya sering mangkal di depan gereja menonton misa. Ada seorang pastor
bule warganegara Kanada acap kali mengingatkan jemaatnya, hal yang paling
mengandung daya perusakan terhadap hubungan keluarga ialah kritik. Banyak orang
sebagai suami, atau istri, setiap hari mengomel, senantiasa menunjukkan kekurangan dan
kejelekan pihak lain, alhasil perkawinan mereka menjadi hancur.

Kala itu, kami merasakan yang dikhotbahkan sang pastor tidak terlalu masuk akal, akan
tetapi, sesudah melalui perjalanan hidup selama ini, menyaksikan banyak perkawinan
yang semestinya bisa harmonis toh akhirnya berantakan, mau tak mau mengakui bahwa
sang pastor telah melihat bahwa kritikan, teguran dan keluhan, betul-betul adalah pisau
tajam bagi kelangsungan hubungan akrab.

Marilah kita simak kisah murid Carnegie, pasutri Li Limei dan Qiu Jiquan.

Limei dan Jiquan yang telah lama menikah, tiba-tiba perkawinannya mengalami
gelombang surut. Jiquan yang mengajar selain sibuk di kantor, juga setiap urusan selalu
mendahulukan teman-temannya pada posisi utama. Sudah berjanji hendak piknik
sekeluarga, namun begitu teman-nya menelpon mengajak main majong (red.: sejenis
permainan judi khas Tiongkok), Jiquan dengan segera mendampingi temannya bermain
majong.

Sebetulnya ia juga tidak suka main, hanya saja tidak ingin mengecewakan mereka. Juga
pernah suatu kali, karena teman ada urusan hendak ke luar negeri selama 2 minggu,
Jiquan dengan suka rela setiap hari tepat waktu memberi makan anjingnya, namun
mendampingi keluarga makan di luar pun malah tak rela.

Limei merasa dirinya dicampakkan, wajar saja kalau mengajukan protes. Karena cara
penyampaian yang tanpa tedeng aling-aling, Jiquan juga tak mau kalah membalas
beberapa patah kata. Kedua orang itu larut dalam saling melempar kata-kata tajam bak
pedang. Akhirnya lagi-lagi perang dingin selama beberapa hari.

Akhirnya Limei memberanikan diri, mengikuti workshop Carnegie di Tai Dung, Taiwan,
dan ia berkesimpulan:

Daripada harus mengubah suami, mendingan mengubah dahulu sikapnya terhadap sang
suami. Ketika Jiquan sekali lagi pulang larut malam, Limei membatalkan sikapnya yang
pada awalnya hendak siap perang, diubahnya dengan proaktif menyajikan secangkir kopi
kepada suami, Jiquan merasa terkejut, pasangan itu mulai berdialog dengan hati tenang
dan nada menyejukkan.

Oleh karena Limei tidak lagi dipenuhi dengan keluhan, hubungan pernikahan tersebut
mengalami kemajuan, kemudian Jiquan mengikuti workshop Carnegie, menjadi adik
seperguruan dari istri dan putrinya, ia memutuskan mengubah sikap acuhnya selama
bertahun-tahun terhadap keluarganya, mengharapkan mereka menjadi manusia paling
berbahagia di seluruh dunia.

Sekarang, Limei dan Jiquan mengelola penginapan di Tai Dung. Pepohonan dan perdu di
taman semuanya dikerjakan Jiquan. Di saat ada tamu berkunjung, penyajian teh ataupun
kopi juga dilayani olehnya, total bagaikan seorang lelaki baik-baik yang lagi kasmaran.
Segala perubahan ini, semuanya bermuara dari “3 tidak”nya.

Marilah kita menggunakan “3 tidak” pada berbagai hubungan interpersonal, maka Anda
akan menemukan, efeknya begitu menakjubkan.

Belakangan ini, para politisi sedang gemar “Bicara ceplas-ceplos”, saling menyerang
dengan perkataan yang menusuk tajam, sama sekali tidak ada dialog, hanya saling
menyemprotkan air liur.

Saya percaya, jikalau para politisi bisa menyadari makna sesungguhnya dari “tidak
mengkritik, tidak menyalahkan orang, tidak mengeluh”, mengurangi konfrontasi yang
negatif itu, masyarakat kita pasti bisa berubah harmonis dan jauh lebih indah.

Kembali ke buku “Mengejar Sinar Mentari”, dibandingkan dengan Eugene O' Kelly, kita
sungguh-sungguh jauh lebih beruntung, namun jangan dilupakan, kehidupan itu ada
batasnya, apabila kita menganggap setiap hari sebagai hari terakhir dari kehidupan kita,
maka akan menemukan, memboroskan waktu untuk kritik, celaan dan keluhan, adalah hal
yang sangat tidak bernilai. (Disadur dari Kalkulasi Kehidupan, Hei You Long/whs)

Berpikir Demi Orang Lain


(Erabaru.or.id) - Sering orang mengatakan, berpikirlah untuk orang lain, (dalam arti
kata, banyaklah berempati, atau ikut memahami perasaan orang lain, atau me-
ngutamakan kepentingan orang lain terlebih dahulu).

Sebenarnya perkataan ini mudah diucapkan tapi tidak untuk melaksanakannya.


Khususnya di dalam lingkungan masyarakat sekarang ini, banyak sekali konsep buruk
yang meracuni cara berpikir manusia. Sehingga memikirkan orang lain menjadi sangat
tidak mudah! Mari kita lihat dua kisah cerita di bawah ini.

Cerita Seorang Dokter Muda


Ada seorang dokter yang masih muda, ia membuka praktek sendiri. Ia sangat baik tapi
kurang mahir dalam mengobati orang sakit. Oleh karena itu pasien yang datang untuk
berobat kepadanya tidaklah begitu banyak.

Sang dokter juga sangat mementingkan nama baik dan reputasi dirinya. Demi reputasinya
agar semua orang mau berobat padanya, ia sering menggunakan obat-obatan yang mahal
dengan mengenakan bayaran yang murah kepada fakir miskin yang berobat padanya,
sehingga dengan demikian ia pun mendapat nama baik.

Suatu hari, si dokter sedang gelisah, sudah menganggur seharian karena tak banyak
pasien yang datang. Lalu datanglah seorang ibu membawa anaknya untuk berobat, anak
itu kelihatannya sangat kurus dan lemah, tak bersemangat. Kedatangan pasien ini
membuat si dokter sangat gembira, setelah memeriksa anak kecil itu, ia pun berkata pada
si ibu, ”Tubuh anak ibu ini sangat lemah, saya masih memiliki ginseng gunung yang
sangat bagus jika dicampur dengan obat – obatan lain untuk merawat tubuhnya, anak ibu
pasti akan segera sembuh!”

Sang ibu berkata, ”Kami adalah orang miskin, tidak mampu membeli obat-obatan yang
demikian mahal!”

Dokter itu berkata, ”Saya hanya akan menerima setengah harga saja dari ibu, asalkan
anak ibu bisa segera sembuh itu sudah cukup bagi saya.” Lalu dokter pun memberikan
anak itu obat untuk dosis pemakaian selama setengah bulan. Ibu dan anak itu pun pulang
ke rumah dengan riang gembira.
Sebenarnya anak itu hanya menderita ketidakselarasan limpa dan maag akibat panas
dalam yang berkepanjangan, yang telah mempengaruhi selera makannya menjadi
menurun sehingga menyebabkan tubuhnya tampak lemah. Yang dibutuhkannya hanya
obat untuk membersihkan panas dalam, lalu menggunakan dua atau tiga resep untuk
kembali membangkitkan selera makannya, itu sudah cukup.

Tapi dokter ini telah menggunakan obat yang berlebihan... Terbukti benar, setelah minum
obat dari sang dokter, anak itu bukan saja tidak sembuh dari penyakitnya tetapi justru
semakin tidak bisa makan dan minum, hidungnya terus mengeluarkan darah. Ibunya
terpaksa membawanya ke dokter lain untuk didiagnosa kembali, dan akhirnya anak itu
baru dapat disembuhkan.

Kisah Seorang Profesor


Ada seorang profesor di sebuah perguruan tinggi yang tenama, karena sibuk meniti karir
sang profesor baru mendapatkan seorang anak di usianya yang ke-40. Anak sang profesor
sangat lucu dan juga cerdas, dalam hati sang profesor berpikir bahwa kelak ia akan
membina anaknya menjadi seorang ilmuwan yang lebih unggul dari pada dirinya. Sejak
anaknya berusia 5 tahun ia pun mulai memberikan sang anak berbagai macam pe-lajaran,
terutama pelajaran-pelajaran di perguruan tinggi seperti matematika, kimia, dan fisika.

Mula-mula anak itu terlihat sangat berminat, seperti mendengarkan suatu cerita. Tapi jika
diminta untuk belajar sungguh-sungguh, anak itu tidak pernah mau, lama kelamaan sang
anak pun tak senang lagi mendengar ajaran profesor.

Tapi sang profesor tidak mau menyerah begitu saja, demikianlah anak itu berangsur-
angsur tumbuh menjadi anak remaja, yang semakin lama semakin jengkel mendengarkan
ajaran ayahnya itu. Mulanya ia hanya menangis kemudian ia pun mulai membolos.
Profesor itu menjadi murka, di dalam hatinya ia berpikir bahwa semua yang diajarkannya
itu adalah ilmu murni! Orang lain bahkan tidak mungkin mendapatkannya! Ia pun mulai
memukuli sang anak untuk memaksanya belajar.

Bertahun-tahun kemudian, anak itu pun tumbuh dewasa, tapi rapor sekolahnya sangat
jelek, anak itu benci sekali belajar, hampir setiap kali melihat buku ia akan merasa sakit
kepala. Sang profesor masih saja tidak mau menyerah, setiap malam ia terus memberikan
pelajaran pada anaknya, bercerita tentang kemajuan teknologi terbaru. Hingga akhirnya
pada suatu hari, anaknya pergi ke sekolah dan tidak pernah pulang ke rumahnya lagi, ia
meninggalkan rumah itu dan pergi jauh...

Seorang dokter yang tahunya hanya menggunakan obat yang baik tapi tidak memahami
bahwa memberi obat pun harus sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Tidak peduli
apakah obat yang digunakan itu murah atau pun mahal, hanya dengan penggunaan obat
yang sesuai, suatu penyakit baru dapat disembuhkan. Si dokter tidak mengerti akan
prinsip penerapan obat yang tepat.

Meskipun dokter ini telah mengenakan biaya murah saat ia mengobati penyakit
pasiennya, tapi hanya untuk melindungi sifatnya yang suka menjadi pahlawan bagi orang
lain, ia sama sekali tidak lagi mempedulikan keadaan penyakit yang diderita pasiennya.
Ia mengira bahwa ia sudah menaruh perhatian dan memikirkan pasiennya, padahal
sebenarnya? Sama sekali tidak. Ia sama sekali tidak memikirkan keadaan pasiennya, yang
ada dalam pikirannya hanyalah memuaskan sifatnya yang suka menjadi pahlawan.

Profesor tersebut telah keliru memberikan sesuatu yang menurutnya terbaik bagi anaknya
secara paksa, tanpa mempertimbangkan kemampuan menerima anaknya. Dengan
demikian, ia tidak hanya gagal dalam hal mengajarkan ilmunya kepada sang anak, tetapi
juga telah mencelakan diri anaknya karena sang anak sama sekali tidak bisa
menerimanya!

Namun sang profesor dari awal hingga akhir masih saja beranggapan bahwa yang ia
berikan adalah yang terbaik, mengapa sang anak justru tidak mau? Ia sudah terbelenggu
akan pikirannya sendiri, tak terpikir olehnya bahwa ia juga mengawalinya dari SD, lalu
SMP, SMA, lalu perguruan tinggi... dan seterusnya, demikian, mempelajari ilmunya
setahap demi setahap!

Ia terlalu terikat akan perencanaan terhadap anaknya itu. Ia bisa menjadi seorang profesor
yang baik, tapi belum tentu demikian dengan anaknya, menjadi musisi atau penulis,
bukankah itu juga sangat baik? Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing,
memaksakan maksud dan kehendak sendiri pada orang lain, apakah ini berarti kita sudah
berpikir demi orang lain?

Seperti bunyi peribahasa, hati yang baik belum tentu dapat mengerjakan hal yang baik.
Memang benar, dengan suatu kesungguhan hati memikirkan orang lain seharusnya
seseorang dapat memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang tersebut, memberikan
sesuatu yang bisa diterimanya, dan bukan berdasarkan pemikiran dan kepentingan diri
kita sendiri.

Namun demikian kebaikan seperti ini merupakan kebaikan yang telah berubah wujud,
karena menunjukkan suatu kebaikan yang justru menciptakan rintangan, hal inilah yang
paling dapat menipu diri sendiri dan menipu orang lain.

Kebaikan mereka (dokter dan profesor) itu semu, tidak mencerminkan empati pada orang
lain, walaupun yang ditunjukkan di situ adalah kebaikan terhadap Anda, di dalam hati
mereka sesungguhnya masih terikat akan, “Anda harus melakukan hal ini menurut
rencana dan pendapat saya.” Apa ini dapat dikatakan benar-benar berpikir demi orang
lain? Sebenarnya mereka hanya memikirkan keterikatan mereka sendiri.

Lalu bagaimana yang dikatakan benar-benar berpikir demi orang lain?


“Saya sering mengatakan suatu ungkapan : jika seseorang tidak memiliki pikiran ego apa
pun akan dirinya, tidak berpijak pada sisi kepentingan pribadinya sebagai tolok ukur, dan
sepenuh hati senantiasa berbuat demi kebaikan orang lain, maka pada saat ia
memberitahukan kekurangan atau kesalahan orang lain, maka orang tersebut pasti akan
terharu mendengar penuturannya. Kekuatan dari Shan (kebajikan) ini sangat besar, hanya
saja pada umumnya seseorang pada saat memberitahukan sesuatu yang baik pada orang
lain acap kali justru membawa serta konsep kepentingan pribadinya. Bahkan ada pula
yang takut akan kehilangan, sehingga terbawa serta pula perasaan hati yang berniat untuk
melindungi kepentingan diri sendiri. Ada banyak faktor yang tercampur di dalamnya,
maka perkataan yang terucap, kedengarannya tidak akan lugu, tidak murni lagi, dan acap
kali disertai emosi. ”Jika benar-benar timbul kebaikan dari dalam sanubari Anda, dan
tidak ada sedikit pun konsep manusia (=kepentingan pribadi) tercampur di dalamnya,
perkataan yang Anda ucapkan benar-benar akan dapat membuat orang lain terharu.” ---
Master Li Hongzhi, pendiri Falun Gong.

Saya berpendapat, benar-benar berpikir untuk orang lain, bukan hanya harus dapat
menyingkirkan ego dan kepentingan pribadi, melainkan juga harus menggunakan hati
yang murni suci berempati demi orang lain, itulah yang disebut berpikir untuk orang lain
yang sesungguhnya. Marilah kita melihat ke dalam diri kita sendiri, apakah kita sudah
benar – benar melakukan berempati atau berpikir demi orang lain? (Qing Yuan/The
Epoch Times/lin)

Menghargai Hari Ini

(Erabaru.or.id) - Hal apa pun yang terjadi di dunia ini menyerupai aliran air di sungai,
yang setiap saat setiap detik selalu terjadi beraneka ragam perubahan.
Namun di masa kini masih terdapat banyak sekali orang yang tidak mengerti akan
bagaimana memanfaatkan sebaik-baiknya hari ini, dan tidak menghargai kesempatan
berharga yang telah terpampang di depan mata.
Malah justru mencemaskan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri di masa mendatang
nanti. Sesungguhnya waktu sama sekali tak identik dengan uang yang dapat kita tabung
sebagai persediaan bila kita membutuhkannya. Yang dapat kita manfaatkan adalah waktu
yang seketika ini yang telah diberikan kepada kita, yaitu hari ini, dan sekarang ini.
Di zaman dahulu kala di negeri Tiongkok ada seorang biksu kecil yang tugasnya adalah
menyapu halaman kuil hingga bersih. Setiap hari dia harus bangun pagi-pagi sekali.
Sebenarnya halaman kuil sudah sangat bersih, satu- satunya yang perlu disapu adalah
dedaunan kering yang rontok dan berserakan dimana-mana. Bangun di pagi hari untuk
menyapu rerontokan daun adalah tugas yang sangat menyengsarakan.
Lebih-lebih lagi di saat peralihan musim gugur dan musim dingin setiap tahunnya.
Dedaunan beterbangan memenuhi angkasa mengikuti tiupan angin dalam jumlah yang
sangat banyak.
Dibutuhkan waktu yang sangat lama setiap paginya untuk dapat membersihkan halaman
kuil dari dedaunan tersebut, hal ini sangat memusingkan kepala si biksu kecil, ia terus
menerus memikirkan suatu cara yang bagus agar dirinya bisa agak santai.
Kemudian ada seorang bikshu di kuil tersebut yang menganggap dirinya sendiri sangat
cerdas, ia berkata pada si biksu kecil, “Besok sebelum kamu mulai menyapu, gunakanlah
tenaga yang kuat untuk menggoyang-goyangkan pohon-pohon itu terlebih dulu. Agar
semua dedaunan rontok. Bukankah dengan begitu lusa kamu sudah tidak perlu menyapu
dedaunan lagi?”
Begitu mendengar perkataan tersebut si biksu kecil lantas berpikir bahwa cara tersebut
adalah cara penyelesaian yang baik dan tuntas untuk selama-lamanya.
Maka keesokan paginya ia menggoyang setiap pohon dengan segenap kekuatannya,
dengan demikian ia mengira bisa menyapu bersih semua rerontokan dedaunan yang jatuh
pada hari ini dan sekaligus juga semua daun yang akan rontok keesokan harinya,
sepanjang hari itu ia amat girang.
Namun keesokan paginya ketika si biksu kecil itu pergi ke halaman untuk melihat- lihat,
ia segera tertegun : halaman itu masih seperti sedia kala, penuh dengan dedaunan yang
rontok yang berserakan di mana – mana.
Ketika itu pula sang kepala biara melewati tempat itu, beliau melihat keadaan si biksu
kecil yang menjadi murung. Setelah menanyakan dengan jelas duduk perkaranya, beliau
pun berkata pada si biksu kecil, “Anak bodoh, seberapa pun besar tenaga yang telah kau
kerahkan, keesokan harinya dedaunan itu masih tetap akan rontok juga.”
Setiap kejadian semuanya adalah kehendak dari Langit. Terdapat sangat banyak kejadian
di dunia ini yang tidak bisa kita percepat lebih awal agar terjadi sekarang.
Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya hari ini merupakan sikap menghadapi kehidupan
yang paling tepat. Sebenarnya kehidupan ini tidak terlalu banyak memerlukan
pengaharapan atas hari esok. Karena pada hakikatnya hari esok itu masih penuh dengan
ketidakpastian yang tidak dapat dijelaskan.
Besok, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi, bagaimana perubahan di dalam
lingkungan di sekitar kita. Karena gambaran di dalamnya itu samar-samar, menyebabkan
orang sulit menyadari, sulit memahami dan sulit untuk diraba.
Jika seseorang semata- mata hanya mengharapkan esok hari, maka ia bisa tanpa disengaja
memboroskan hari ini dengan sia-sia. Mencampakkan hari ini begitu saja, melepaskan
kesempatan yang berharga, sehingga membuat waktu yang begitu indah dari hari ini
terlewatkan sambil lalu dengan sia – sia.
Hanya waktu pada hari ini, yang benar-benar nyata. Rel kehidupan di hari ini membuat
semua keberhasilan dan kegagalan yang dicapai kemarin menjadi tidak berarti, hari ini
bisa menghapus air mata dan kepedihan yang dialami kemarin, membuat cita-cita
kemarin terwujud pada hari ini.
Bisa memanfaatkan hari ini dengan sebaik mungkin berarti telah benar-benar menghargai
titik terpenting dari waktu, telah menanamkan benih ketulusan dan kebaikan di tanah
yang subur pada hari ini, baru dapat memperoleh suatu akhir yang bahagia di kemudian
hari.
Menghargai hari ini, Anda tidak akan menyia-nyiakan waktu. Menghargai hari ini, Anda
tidak akan melewatkan kesempatan dan nasib. Menghargai hari ini barulah Anda benar-
benar menyayangi jiwa Anda sendiri. Menghargai hari ini, Anda baru akan bisa
mendapatkan kehidupan yang kaya dan tanpa penyesalan. (Guang Ming/The Epoch
Times/lin)

Tercebur Dalam Air


(Erabaru.or.id) - Socrates (469—399 SM) seorang filosofis Yunani kuno, juga
merupakan salah satu pendiri Filsafat Barat. Pandangan Socrates sangat mempengaruhi
Plato (salah seorang murid Socrates) dan Aristoteles (murid Plato). Keduanya merupakan
ilmuwan dan filosofis Barat yang terkemuka sepanjang jaman.

Suatu hari Socrates hendak menyeberangi sebuah sungai. Karena kurang hati-hati, ia
terperosok ke dalam kubangan yang dalam. Ia tidak bisa berenang dan terpaksa hanya
meronta-ronta sekuat tenaga di dalam air sambil berteriak minta tolong.

Saat itu, ada seseorang yang sedang memancing di tepi sungai. Mendengar suara teriakan
Socrates, bukannya mengulurkan tangan untuk menolong, sebaliknya malah menyimpan
kail, lalu berdiri dan pergi.

Beruntung murid-murid Socrates datang tepat pada waktunya dan berhasil me-
nyelamatkan jiwa sang Guru.

Seketika itu juga murid – muridnya mengganti pakaian Socrates yang basah, dan
serempak mengutuk si pemancing sebagai orang yang bermoral rendah, tidak mau
menolong orang yang sedang dalam bahaya.

Tak lama berselang, pemancing itu ketika hendak menyeberang sungai, karena kurang
hati-hati juga terperosok ke dalam kubangan air yang dalam. Ternyata orang itu juga
sama sekali tidak bisa berenang, dan hanya bisa berteriak meminta tolong sambil
meronta- ronta sekuat tenaga.

Sungguh kebetulan, Socrates bersama dengan murid-muridnya sedang berjalan di tepi


sungai dan mendengar suara teriakan minta tolong si pemancing tersebut. Mereka pun
bergegas berlari mendekat, dan dengan menggunakan sebatang bambu yang panjang
mereka menolongnya.

Setelah mengetahui wajah orang yang mereka tolong, para murid Socrates merasa sangat
menyesal dan berkata, ”Jika tahu yang jatuh ke dalam sungai itu adalah orang itu,
bagaimana pun juga kami tidak akan menolong dia!”
Socrates membantu menggantikan pakaian orang tersebut yang telah basah, lalu dengan
tenang Socrates berkata, ”Tidak. Kalian justru harus menolong dia! Inilah perbedaan
antara dia dan kalian semua.” (mingxin.net/lin)

7 Tips Hapuskan Iri Hati

Dengan sungguh hati memahami mengapa kita hidup di dunia ini,


adalah pedoman tertinggi untuk mengatasi iri hati. ?Getty Images?

(Erabaru.or.id) - Biasanya, gemuk atau kurus senantiasa adalah topik utama kaum hawa,
teman sekantor yang berbodi sexy sering kali dengan serta merta menjadi obyek yang
dikagumi maupun menimbulkan iri hati. Sedangkan di dalam 6 kebutuhan pokok
masyarakat, yang agak dipersoalkan oleh kaum adam adalah “Mobilitas”, dari membeli
kendaraan sampai ke berkendara, barang siapa yang mobilitasnya buruk, maka
kemungkinan saja dianggap sebagai pecundang. Padahal sesungguhnya, tak peduli anda
memperbandingkan harta kekayaan, penampilan ataupun kedudukan, selalu saja akan ada
yang lebih mengungguli, dan niscaya selamanya tak bakal ada habisnya. Ardilles,
pengarang tersohor merangkap penerbit pernah mencatat dengan detail di dalam buku
larisnya <Kehidupan paruh bayaku> bahwa ia dalam jangka waktu lama terbenam di
dalam penderitaan yang menggelisahkan dan yang ia sarankan kepada pembacanya ialah,
“Carilah sendiri tolok ukur kesuksesanmu”.

Cara Mengatasi Iri-hati


1) : PILIHLAH BIDANG YANG ANDA KUASAI
Psychologist Sherlock Weir menyatakan: “Tatkala anda tak kuasa menyetop
memperbandingkan, cobalah mengenang suasana masa lalu ketika berjaya di dalam
bidang lain dan dengan pengalaman sukses tersebut untuk meredakan rasa iri hati.”

Jikalau dapat menemukan bidang dimana anda dapat ber-ekspresi, maka ia dapat secara
aktif memperkuat keterkaitan anda dengan kalangan tersebut. Seorang wanita yang mahir
menunggang kuda, karena tekniknya bagus maka ditingkatkan dengan mengikuti lomba
pacuan kuda professional. Di depan para pesaing, walau bisa saja secara spontan muncul
perasaan iri hati, akan tetapi bersamaan dengan itu juga membangkitkan penampilan yang
lebih baik di arena balap. Cari keistimewaan diri sendiri, dengan sendirinya kepercayaan
diri juga meningkat. Temukan wilayah dimana anda bisa unggul, terkadang
membutuhkan terus menerus bereksperimen dengan kesalahan. Jikalau bisa menemukan
bakat diri sendiri, dan pada tempat yang tepat dapat mengembangkannya hingga
maksimum, anda dan saya boleh dibilang adalah jenius dalam positif thinking!

2) UBAH SELIDIKI KELOMPOK


Pakar ekonomi, Robert Frank berpendapat: “Jikalau telah bosan menjadi orang termiskin
di jalanan ini, maka pindahlah ke wilayah yang agak sederhana!” Meskipun kita tidak
mampu menekan cognitive diri sendiri, tetapi memiliki kebebasan mutlak untuk memilih
teman, tetangga dan rekan kerja. Mempertimbangkan mau ikut kelompok mana,
mempengaruhi obyek dari rasa iri hati atau peng-idolaan kita, tetapi pengendalian diri
dalam memperbandingkan dengan orang lain adalah semacam methode modifikasi yang
baik.

Walaupun dengan mengubah kelompok bergaul membutuhkan harga cukup mahal,


sepenuhnya tergantung bagaimana anda mengukurnya. Misalkan saja, apakah anda rela
menjadi ujung tombak back (empat bagian?) di klub sepak bola tak terkenal? Ataukah
sebagai pemain cadangan di klub sepaka bola tersohor (di Dallas)? Di klub sepak bola
Dallas, barangkali saja anda akan mendapatkan juga undangan ke acara resepsi dan
memperoleh tempat duduk yang tak penting di pergaulan kalangan atas, namun orang
yang jeli bisa menilai sebenarnya (anda) berbobot atau tidak.

3) MENEMUKAN TEMPAT DI LINGKUNGAN BUDAYA YANG LEBIH KECIL


Meski tidak mudah untuk segera pindah pekerjaan atau mencari rumah, anda bisa saja
mencari beberapa lingkungan budaya kecil, menemukan diantaranya kelompok gaul yang
anda inginkan. Misalnya David Brooke, kolumnis New York Times mengambil Amerika
sebagai contoh: “Amerika bukanlah negara dengan konsep kelas yang kuat, secara lebih
mendasar, ia sebenarnya kumpulan dari berbagai kelompok independent, setiap kelompok
pada memiliki centrum yang mereka sukai.” Misalkan saja, diantaranya bisa ditemukan
ekstremis anti pemanasan global, penggemar olah raga terukur, atau penggila musik jazz
dlsb dan di dalam lingkungan tersebut mengekspresikan diri semenstinya tidak terlalu
sulit. Tak peduli posisi kewenangan anda di dalam situ bagaimana, kelompok-kelompok
itu akan memperkokoh konsep nilai dan rasa kebersamaan anda.

Komunikasi antar kelompok kecil-kelompok kecil ini juga cukup terbatas. Suatu
perubahan kekuasaan, bagi orang dalam boleh dibilang kemungkinan adalah
menggemparkan, tetapi bagi orang luar yang meneliti dari arah luar, bagaikan hiccup (jw:
ceguk-an) yang sama sekali tidak berarti. Seperti psikolog yang menyukai orang lain
menggunakan namanya sebagai referensi formulir psiko-test, walaupun jarang ada orang
yang akan memperhatikan nama siapakah gerangan ini.

4) LEBIH BAIK SEBAGAI KEPALA AYAM DARIPADA SEBAGAI EKOR SAPI


Di depan mata terdapat 2 pilihan, satu ialah menjadi pengacara di desa, orang di
komunitas itu pada mengenal diri anda, bahkan papan nama di depan pintu tertera nama
anda; ataukah menjadi salah seorang pemegang saham yang silent (kosong) di sebuah
biro konsultan pengacara besar, maka anda akan memilih kehidupan yang mana?
Tak dapat dipungkiri, banyak orang seringkali di dalam lingkungan kecil lebih bisa
berkembang. Robert Frank memberi contoh seorang temannya yang meski prestasinya
saat remaja tidak menonjol, nilainya tidak mampu membawanya masuk ke sekolah
ternama (di kota), terpaksa beralih ke sekolah negeri di pedesaan. Tak dinyana di sekolah-
desa ia malahan bagaikan ikan yang memperoleh air, akhirnya ia diterima di sebuah P.T.
yang termasyur. Sesudah menjauhi lingkungan besar, apabila bisa dengan cara inovatif
atau lateral/berbalikan mengembangkan jalan keluar sendiri yang unik, nasib seumur
hidup barangkali semenjak saat itu sudah bisa diubah.

5) SEMAKIN MATANG SEIRING BERTAMBAHNYA USIA


Mengenal point ini sangat penting, ia juga adalah pedoman orang-orang untuk menekan
iri-hati. Survey membuktikan, kebiasaan membandingkan, akan berangsur berkurang
seiring dengan pertambahan usia. “Sewaktu ibu saya masih muda, sangat iri-hati terhadap
kawan-kawan wanitanya itu”. Sarah S. mengenang. Sampai pada suatu hari ibu Sarah
yang berusia 60 th mengungkapkan, persahabatannya dengan kawan-kawan lamanya itu
semakin lama semakin bagaikan saudara kandung, dia baru merasakan peningkatan
pemahaman terhadap dunia sanubari sang ibu. Ketika perempuan telah melampaui masa
kematangannya yang penuh energi, kecenderungan iri-hati terhadap rekan sesama
perempan akan semakin surut.

6) MENCIPTA RASA AMAN SEJATI


”Soroton mata anda seyogyanya alihkan dari orang lain, taruhlah alat pendeteksi itu pada
hati anda dan periksalah dengan teliti, carilah benih keiri-hatian di dalamnya, hapuskan
suara yang usang serta pengalaman yang telah lampau. Pusatkan segenap hati anda
dengan baik-baik bentuklah perasaan aman yang sejati pada emosi dan pribadi anda!”
demikian kata Jennifer James di dalam buku <Perjalanan Nurani>. Tatkala rasa iri hendak
bergerak, pikirkan dahulu hal apakah bagi anda baru betul-betul penting? Apakah baru
merupakan target anda sendiri? Bisa mencapai apakah kemampuan dan sumber daya
anda? Ia bisa membantu anda lepas keluar dari persaingan psikologis, dengan kepala
tegak dan langkah tegap melangkah menuju kehidupan milik anda sendiri.

7) PAHAMI KESEJATIAN HIDUP


Ini adalah pedoman tertinggi menyelesaikan rasa iri. Manusia hidup di dunia, memiliki
hawa nafsu dan rasa sentimental, semuanya secara naluri ingin hidup dengan lebih baik,
bisa hidup dengan lebih terpandang dan terhormat. Justru karena manusia memiliki
angan-angan, dalam hati kecilnya bisa tumbuh rasa sentimental berupa cinta dan benci,
ini adalah daya penggerak timbulnya iri hati. Apabila seorang manusia bisa menyadari,
bahwasanya manusia hidup di dunia, tujuannya sesungguhnya bukan demi hidup dengan
lebih baik, dengan lebih terpandang dan terhormat, melainkan demi kembali ke jati diri
yang asli/suci, balik ke sifat pokok alami manusia. Jikalau bisa mengenali hal ini, maka
perolehan dan kehilangan dalam hal materi dan kepuasan terhadap hawa nafsu dan rasa
sentimental menjadi tidak begitu penting lagi, maka lantas mampu juga mengurangi
hingga menghapus daya gerak timbulnya iri hati. Tentu saja cara melalui pemahaman
kesejatian hidup hingga berhasil mengendalikan iri hati, bukannya dengan mudah dapat
dilakukan oleh setiap orang, namun jikalau anda benar-benar mau bertekad mengatasi iri
hati, maka ia selain merupakan cara yang efektif, juga merupakan pedoman tertinggi
yang bisa menuntaskan masalah iri hati.

(http://www.dajiyuan.com)

Pengemis Bertangan Satu dan Seorang Biksu

(Erabaru.or.id) - Ada seorang pengemis yang hanya memiliki sebuah tangan. Ia datang
ke suatu biara dan memohon sedekah kepada kepala biara. Tanpa sungkan kepala biara
itu menunjuk setumpuk batu bata yang terletak di depan pintu seraya berkata,” Tolong
kamu bantu saya memindahkan batu bata itu ke halaman belakang.” Pengemis itu
dengan marah menjawab,” Saya hanya memiliki satu tangan. Bagaimana dapat
memindahkan? Tidak mau memberi ya sudah, tidak perlu mempermainkan orang!”
Mendengar itu, kepala biara memandangnya, lalu menggunakan satu tangan mengambil
sebuah batu bata lalu berkata, “Masalah seperti ini juga bisa dikerjakan dengan
menggunakan satu tangan.”

Melihat keadaan itu si pengemis terpaksa menggunakan satu tangan itu memindahkan
batu bata. Selama dua jam penuh dia memindahkan semua batu bata itu. Kemudian
kepala biara itu memberi sedikit uang, dengan sangat bersyukur pengemis itu berkata,”
Terima kasih.” Kepala biara menjawab,” Tidak perlu berterima kasih kepadaku, ini
adalah uang hasil jerih payahmu sendiri.” Pengemis itu membungkukkan badan dan
berkata,” Budi baik anda ini akan saya ingat untuk selamanya”. Lalu dia menegakkan
badan dan melanjutkan perjalanannya.

Beberapa hari kemudian datang lagi seorang pengemis ke biara itu. Kepala biara lalu
membawa pengemis itu ke halaman belakang, menunjuk setumpuk batu bata itu seraya
berkata,” Pindahkan batu bata ini ke halaman depan, dan saya akan memberimu uang.”
Tapi pengemis yang memiliki dua tangan ini menganggap hina pekerjaan ini, lalu di
tinggalnya pergi. Para murid dengan tidak mengerti bertanya kepada kepala biara,”
Kemarin dulu anda menyuruh pengemis memindahkan batu bata dari halaman depan ke
halaman belakang, kali ini anda juga menyuruh pengemis lain untuk memindahkan dari
halaman belakang ke halaman depan, sebenarnya batu bata ini ingin anda letakkan di
halaman depan atau halaman belakang biara? ” Kepala biara berkata kepada
pengikutnya,” Bata – bata itu diletakkan di depan atau di belakang adalah sama saja,
tetapi mau memindahkan atau tidak bagi pengemis itu tidaklah sama.”

Beberapa tahun kemudian, seorang yang berpenampilan luar biasa datang ke biara.
Namun ada hal yang kurang sempurna yaitu orang ini hanya memiliki satu tangan.
Ternyata dia adalah pengemis yang memindahkan batu bata. Ia melakukan pekerjaan
yang dia kerjakan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri untuk berjuang. Akhirnya
dia memperoleh keberhasilan yang sukses, menjadi orang kaya yang ternama di
daerahnya. Tetapi bagi pengemis yang memiliki dua tangan lengkap, hingga saat ini
masih meminta sedekah di luar pintu gunung.

Disini bisa dilihat, menyelamatkan manusia harus menyelamatkan hatinya. Nasi dalam
duniawi bisa menghilangkan rasa lapar sesaat, tapi itu bukanlah makanan batin yang
sebenarnya. Uang dalam duniawi bisa memuaskan keinginan sesaat manusia, tetapi
bukanlah cahaya kehidupan yang sebenarnya.

Dengan pengetahuan intuitif menyadarkan kejujuran dan kebajikan yang ada dalam hati
manusia, barulah bisa dari dasarnya menolong manusia untuk menjauhi kejahatan,
terlepas dari lautan kesengsaraan. Dengan prinsip yang sama, memberi orang sekantung
uang, lebih baik menyadarkan kebaikan hatinya. Karena ketulusan dan niat (pikiran) baik
merupakan satu jaminan yang paling dasar bagi satu kehidupan untuk bisa berjalan
menuju ke masa yang akan datang. (The Epoch Times/lin)

EQ: Bersikap Rendah Hati dan Ramah

(Erabaru.or.id) - Di dalam masyarakat terdapat satu macam orang yang dalam jangka
waktu panjang hubungan antar manusianya tidak terpelihara dengan baik, di dalam
tahapan kehidupan yang beraneka-ragam hampir selalu dikucilkan oleh kelompoknya,
tidak mempunyai banyak teman.

Satu kelompok orang ini biasanya memiliki ciri-ciri khusus yakni: Reaksi mereka agak
lamban dan mudah menimbulkan antipati.
Teknik komunikasi-gaul mereka tidak baik, tidak pandai menyimak kalimat dan menebak
mimic wajah serta pada saat yang pas mengeluarkan perkataan yang pas pula.

Lambat laun, mereka telah mengakumulasikan cukup banyak rasa permusuhan terhadap
kelompok, dengan secara tidak sadar mereka mulai memunculkan mimik dan gerakan
yang mengundang antipati orang lain (Misalkan: Mengerutkan alis, tanpa ekspresi wajah,
sewaktu berdialog tatapan matanya tidak terarah dll), sikap mereka juga berubah menjadi
banyak curiga, rasa proteksi dirinya terlalu kuat. Maka dari itu, hubungan antar manusia
mereka semakin lama semakin buruk.

Apabila anda yang menghadapi keadaan seperti tersebut di atas, harap jangan putus asa.
Hendak menjadi ahli di dalam komunikasi memang tidak mudah, akan tetapi hendak
menjadi orang yang tidak dibenci orang lain justru termasuk sangat mudah. Silakan
simak penjelasan sbb.:

Karena reaksi cepat maupun lambat sudah ada semenjak lahir, tutur kata anda tidak
lancar, teknik bergaul tidak baik juga merupakan gejala yang sudah eksis sejak lama,
maka jangan berupaya mengubah hal-hal yang sulit diubah tersebut. Sebetulnya apa yang
mudah diubah? Yaitu sikap bermusuhan dan mimik serta body language yang tanpa
disadari mengundang antipati orang.

Tatkala seseorang mampu me-revisi kekurangan nomor 3, sedangkan kelemahan nomor 1


dan 2 tidak berubah, macam apakah orang tersebut?

Reaksi si A agak lamban, tutur katanya juga tidak menarik perhatian orang lain, di dalam
kelompok ia tidak terlalu menonjol, kadang-kadang malah dilupakan di pojok ruangan.
Namun, di dalam kelompoknya tiada orang yang membencinya, karena ia seringkali
menyunggingkan senyum di wajah, bahkan proaktif bersikap ramah dan atensi terhadap
orang lain. Di dalam pekerjaannya dapat menanggung kerja berat dan menahan omelan,
tidak rewel. Ia meskipun sewaktu berdialog dengan orang lain seringkali tatapan matanya
dengan tanpa disadari tidak terarah, tetapi oleh karena di wajahnya selalu tersungging
senyuman, maka dari itu para sahabatnya tidak beranggapan bahwa ia sedang marah,
dikarenakan ia selalu tersenyum, juga tidak nampak mimik wajah dengan alis mengkerut
dan mulut terkunci.

Orang semacam ini di dalam kelompoknya kadang kala diam membisu, namun mereka
masih bisa memperoleh pengakuan dari mayoritas kelompok, juga bisa ber-interaksi
dengan beberapa sahabat. Perubahan seperti itu tidaklah sulit, sudah cukup asalkan
seringkali tersenyum dan mengangguk (kepada orang lain), ramah terhadap orang lain,
bisa bekerja keras dan tahan omelan.

Orang yang dalam jangka waktu lama tidak dapat bergaul dengan baik, sebaiknya anda
jangan bersikeras menonjolkan diri, karena dengan demikian kadang kadang bisa
mengakibatkan anti pati yang lebih keras. Penyebabnya ialah, jikalau kemampuan anda
lebih lemah dibandingkan dengan orang lain, sedangkan anda bersikeras menonjolkan
diri, maka orang-orang bisa memandang rendah anda. Sedangkan jikalau kemampuan
anda lebih kuat daripada kelompok, juga bersikeras menonjokan diri, orang-orang sama
saja akan membenci anda. Kenapa? Karena anda adalah manusia yang di-antipati oleh
kelompok, jikalau kemampuan anda sangat kuat, di dalam kelompok hanyalah
merupakan seorang lawan yang membahayakan, tentu saja mereka akan membenci anda.
Oleh karena itu, simpan kemampuan anda, lepaskan sikap bermusuhan terhadap orang
lain, jadilah seorang yang ramah tamah dan rendah hati.

Apakah anda meng-khawatirkan keistimewaan diri sendiri akan tenggelam di dalam


kelompok? Jangan kuatir, asalkan anda memiliki kemampuan yang sesungguhnya maka
anda bakal memperoleh penghargaan yang sudah selayaknya.

RUANG PSYCHO-THERAPI

Hendak menjadi seorang bintang gaul adalah sangat tidak mudah, akan tetapi hendak
menjadi seseorang yang tidak dibenci oleh orang lain justru sangat mudah. Rendah hati
dan ramah, itu saja resepnya.

Dikutip dari: <Putar Haluan Pemikiran Sekejap, Hati Tidak Lagi Risau> Disupply oleh
Yuan Shui Wen Hua

4 Tipe Manusia Hadapi Tekanan Hidup

(Erabaru.or.id) -"Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita


untuk tumbuh" (John Gray)

Hidup memang tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih, hidup di alam modern ini
yang menyuguhkan beragam risiko. Sampai seorang sosiolog Ulrich Beck menamai
jaman kontemporer ini dengan masyarakat risiko (risk society). Alam modern
menyuguhkan perubahan cepat dan tak jarang mengagetkan.

Nah, tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan
bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. Pembaca, pada kesempatan ini, saya akan
memaparkan empat tipe orang dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut. Mari kita
bahas satu demi satu tipe manusia dalam menghadapi tekanan hidup ini.

Tipe pertama, tipe kayu rapuh. Sedikit tekanan saja membuat manusia ini patah arang.
Orang macam ini kesehariannya kelihatan bagus. Tapi, rapuh sekali di dalam hatinya.
Orang ini gampang sekali mengeluh pada saat kesulitan terjadi.

Sedikit kesulitan menjumpainya, orang ini langsung mengeluh, merasa tak berdaya,
menangis, minta dikasihani atau minta bantuan. Orang ini perlu berlatih berpikiran positif
dan berani menghadapi kenyataan hidup.

Majalah Time pernah menyajikan topik generasi kepompong (cacoon generation). Time
mengambil contoh di Jepang, di mana banyak orang menjadi sangat lembek karena tidak
terbiasa menghadapi kesulitan. Menghadapi orang macam ini, kadang kita harus lebih
berani tega. Sesekali mereka perlu belajar dilatih menghadapi kesulitan. Posisikan kita
sebagai pendamping mereka.

Tipe kedua, tipe lempeng besi. Orang tipe ini biasanya mampu bertahan dalam tekanan
pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi menekan itu semakin besar
dan kompleks, ia mulai bengkok dan tidak stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini.
Mereka mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi berlarut-larut.

Tambahan tekanan sedikit saja, membuat mereka menyerah dan putus asa. Untungnya,
orang tipe ini masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Tipe lempeng
besi memang masih belum terlatih. Tapi, kalau mau berusaha, orang ini akan mampu
membangun kesuksesan dalam hidupnya.

Tipe ketiga, tipe kapas. Tipe ini cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan
tiba, orang mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan
mengikuti tekanan yang terjadi. Ia mampu menyesuaikan saat terjadi tekanan. Tapi,
setelah berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan semula. Ia bisa segera
melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk memulai lagi.

Tipe keempat, tipe manusia bola pingpong. Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Jangan
sekali-kali menyuguhkan tekanan pada orang-orang ini karena tekanan justru akan
membuat mereka bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba perhatikan
bola pingpong. Saat ditekan, justru ia memantuk ke atas dengan lebih dahsyat. Saya
teringat kisah hidup motivator dunia Anthony Robbins dalam salah satu biografinya.

Untuk memotivasi dirinya, ia sengaja membeli suatu bangunan mewah, sementara


uangnya tidak memadai. Tapi, justru tekanan keuangan inilah yang membuat dirinya
semakin kreatif dan tertantang mencapai tingkat finansial yang diharapkannya. Hal ini
pernah terjadi dengan seorang kepala regional sales yang performance- nya bagus sekali.

Bangun network

Tetapi, hasilnya ini membuat atasannya tidak suka. Akibatnya, justru dengan sengaja
atasannya yang kurang suka kepadanya memindahkannya ke daerah yang lebih parah
kondisinya. Tetapi, bukannya mengeluh seperti rekan sebelumnya di daerah tersebut.
Malahan, ia berusaha membangun netwok, mengubah cara kerja, dan membereskan
organisasi. Di tahun kedua di daerah tersebut, justru tempatnya berhasil masuk dalam
daerah tiga top sales.

Contoh lain adalah novelis dunia Fyodor Mikhailovich Dostoevsky. Pada musim dingin,
ia meringkuk di dalam penjara dengan deraan angin dingin, lantai penuh kotoran seinci
tebalnya, dan kerja paksa tiap hari. Ia mirip ikan herring dalam kaleng. Namun, Siberia
yang beku tidak berhasil membungkam kreativitasnya.

Dari sanalah ia melahirkan karya-karya tulis besar, seperti The Double dan Notes of The
Dead. Ia menjadi sastrawan dunia. Hal ini juga dialami Ho Chi Minh. Orang Vietnam
yang biasa dipanggil Paman Ho ini harus meringkuk dalam penjara. Tapi, penjara
tidaklah membuat dirinya patah arang. Ia berjuang dengan puisi-puisi yang ia tulis. A
Comrade Paper Blanket menjadi buah karya kondangnya.

Nah, pembaca, itu hanya contoh kecil. Yang penting sekarang adalah Anda. Ketika Anda
menghadapi kesulitan, seperti apakah diri Anda?

Bagaimana reaksi Anda? Tidak menjadi persoalan di mana Anda saat ini.

Tetapi, yang penting bergeraklah dari level tipe kayu rapuh ke tipe selanjutnya. Hingga
akhirnya, bangun mental Anda hingga ke level bola pingpong. Saat itulah, kesulitan dan
tantangan tidak lagi menjadi suatu yang mencemaskan untuk Anda. Sekuat itukah mental
Anda?

Sumber: 4 Tipe Manusia Hadapi Tekanan Hidup oleh Anthony Dio Martin

Pantangan dalam Adu Mulut

(Erabaru.or.id) Bagi kebanyakan orang, bahan pertengkaran sewaktu bertengkar-mulut


selamanya tidak bersifat membangun, selain saling membentak dengan keras, juga
biasanya lantas mengungkit-ungkit lagi persoalan basi yang tidak relefan, atau terceplos
keluar perkataan ekstrem yang bersifat melukai perasaan. Alhasil, terkadang malah
bagaikan telah menanamkan benih api bagi pertengkaran selanjutnya. Pada dasarnya
pertengkaran semacam itu dalam hal penyelesaian masalah, malah sama sekali tidak
bermanfaat.

Apabila hendak berdebat dengan efek yang positif, harus diperhatikan dua hal di bawah
ini:

1. Harus menjernihkan kesalah-pahaman pihak lain, juga harus dengan jelas


menyatakan pemikiran diri sendiri, misalkan sewaktu bertengkar, ketika pihak lain
berkata: “Saya merasa kamu benar-benar sangat egois.”

Waktu itu, anda jangan sekali-kali menjawab dengan bergegas: “Bagaimana dengan
kamu? Apa baiknya kamu?”.

Anda semestinya dengan hati tenang bertanya kepadanya: “Kenapa kamu bisa merasakan
seperti itu, apakah perilaku saya ada yang kamu rasakan demikian?”

Ini adalah untuk menjernihkan pemikiran pihak lain. Apabila bukti yang diajukan pihak
lain tidak wajar/benar, anda juga harus memberikan penjelasan tambahan untuk ketidak-
wajaran tersebut. Dengan gamblang menyatakan pemikiran masing-masing, dari
keributan tersebut kemungkinan baru akan muncul titik temu, jikalau tidak, akan mudah
terseret ke pelampiasan emosi yang tak bakal menghasilkan kesimpulan.

2. Harus tahu dengan jelas kebutuhan masing-masing pihak.


Harus ingat untuk menanyai pihak lain: “Kamu menghendaki saya berbuat bagaimana
baru bisa memuaskanmu?” atau dengan jelas memberitahu pihak lain tentang kebutuhan
anda (dengan lain kata ia harus bagaimana baru bisa memuaskan anda).

Kebanyakan orang sesudah selesai bertengkar, kedua pihak sama sekali tidak jelas
dengan simpul persoalan masing-masing pihak. Dalam situasi seperti ini, klarifikasi
dengan jelas masing-masing kehendak adalah sangat diperlukan.

Misalkan saja, ketika pihak lain berkata: “Kamu setiap kali mengacuhkan perasaanku”.
Anda bisa bertanya: “Saya seharusnya bertindak bagaimana, kamu baru merasakan niat
baikku?”
Jikalau ia berkata: “Saya berharap kamu bisa seringkali mendampingiku.”

Maka anda selanjutnya bisa bertanya: “Kamu merasa dalam satu minggu harus
mendampingi berapa hari, baru kamu merasakan tidak lagi diacuhkan?”

Jangan sampai merasakan klarifikasi tentang persoalan ini adalah hal dungu, kebanyakan
orang justru terikat dengan pendapat keliru tersebut.

Coba dipikir, jikalau pihak lain berkata: “Saya berharap kamu bila punya waktu maka
dampingilah aku.” Sedangkan anda menjawab: “Saya tidak mungkin mendampingimu
setiap hari. Jika 3 hari dalam satu minggu mendampingimu, bisakah kamu
menerimanya?”

Coba anda lihat, bukankah ini adalah awal dari komunikasi? Ketika anda menjawab
dengan demikan, pihak lain barangkali sudah memahami permintaannya tidak masuk
akal, dan rela berunding. Model komunikasi semacam ini bukankah lebih bermakna
daripada saling bertengkar?

PANTANGAN DALAM BER-ADU MULUT


Sewaktu bertengkar juga sebisa mungkin menghindari hal-hal dibawah ini sbb.:

1. Hindari permasalahan yang hampir tidak mungkin diubah.

Misalkan mencela tinggi badan pihak lain tidak mencukupi, bentuk body tidak baik atau
kurang menghasilkan uang dlsb.

Jikalau anda adalah pihak yang dilecehkan, saya usulkan anda bisa menjawabnya dengan
tenang: “Saya tahu saya memang betul seperti itu, demikianlah diri saya. Membahas
masalah ini, bagi kebersamaan antara kita berdua tidak akan membantu, oleh karena itu,
marilah kita membahas bagian yang bisa kita ubah?”

Jikalau anda adalah orang yang melecehkan pihak lain, maka sebuah persoalan harus
dipikirkan dengan jelas, pihak lain sudah seperti itu, apabila anda bisa menerimanya
maka hiduplah bersamanya, apabila tidak, pertimbangkanlah untuk meninggalkannya.
Memaksakan pihak lain untuk melakukan sesuatu hal yang mustahil diubah, hanyalah
akan menambah rasa saling keterpurukan. Apabila masalah pihak lain adalah
membutuhkan therapy dalam bidang psikis (misalkan karakter yang emosional,
kecanduan alkohol, pesimis, sifat menyendiri dll), maka anda harus membantunya
mencari alternatif dari para pakar.

2. Jangan mengungkit kekurangan masa lampau, harus memperdebatkan


permasalahan kebersamaan untuk masa depan.

Di dalam proses perselisihan, janganlah selalu mempersoalkan kekurangan masa lampau,


itu tak lain hanyalah akan menambah emosi negatif kedua belah pihak, sama sekali tidak
dapat menyelesaikan masalah. Penulis mengusulkan jika menjumpai situasi semacam itu,
boleh mengatakan: “Hal yang sudah lewat jangan lagi dibahas! Sekarang kita coba
rundingkan, di masa depan apabila menemui permasalahan semacam yang terjadi hari ini,
semestinya bagaimana?”

Anda boleh mengajukan metode penyelesaian anda, lihat pihak lain apakah bisa
menerima atau tidak, ataukah pihak lain berharap anda berubah seperti apa. Anda juga
boleh menanyai pihak lain akan bagaimana menangani masalah, lihat apakah anda bisa
menerima atau anda menyatakan harapan anda. Apabila seringkali melontarkan
perkataan: “Kita kelak jikalau menemui permasalahan semacam ini akan bagaimana?”
kalimat ini, bisa membantu kunci perselisihan kalian dari pelampiasan emosi dialihkan ke
penyelesaian masalah.

3. Jangan memotong pembicaraan lawan

Jikalau anda terus-terusan memotong pembicaraan lawan bicara anda, sangat mudah
menimbulkan amarah pihak lawan, untuk melakukan komunikasi yang efektif, jelas akan
sulit.

Diusulkan semestinya dengan tenang mendengarkan secara tuntas omongan pihak lain
lebih dulu, baru kemudian mengklarifikasi isi pembicaraan pihak lain. Apabila isi
pembicaraan pihak lain tidak sistematis, anda boleh memintanya setiap kali hanya
membahas satu inti permasalahan saja.

Kemudian setelah pihak lawan selesai menguraikan pandapatnya, anda bisa mengulangi
pemikirannya, lalu konfirmasi kepadanya, apakah pengertian demikian sudah tepat.
Biasanya, kondisi emosional pihak lain menjadi reda, bisa jadi dikarenakan anda telah
dengan tepat memahami perasaannya. Maka dari itu, biarkan pihak lawan mempunyai
peluang mengutarakan dengan leluasa pemikirannya sendiri, ini adalah hal penting.

Namun, ketika anda sedang berbicara, pihak lawan selalu saja memotong pembicaraan
anda? Saat itu, anda boleh menukas dengan langsung: “Kamu selalu memutuskan
pembicaraanku, dengan begini saya tak dapat menguraikan pemikiran saya.”
Ketika anda sudah mengingatkannya beberapa kali, pihak lain tidak ada perubahan, maka
anda boleh mengatakan: “Saya rasa anda selalu memutuskan perkataan saya, dengan
begini kita sama sekali tak dapat berkomunikasi. Jikalau kamu ingin melanjutkan
komunikasi, maka silahkan saya mengatakannya dengan tuntas. Jikalau kamu tak mampu
melakukan hal ini, maka kita sambung lagi besok.”

Pertahankan prinsip anda, sampai dengan pihak lain mau menghargai pembicaraan anda,
baru anda melanjutkan lagi komunikasi dengannya.

4. Jangan bertengkar dikala sedang emosi

Ketika kedua belah pihak dalam kondisi emosional, tak pelak lagi bisa meninggikan
volume suara, selain itu mudah mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati orang lain.
Saat itu komunikasi sudah tak bisa nyambung lagi, hanya berupa pelampiasan nafsu
amarah saja.

Oleh karena itu, sebisa mungkin menghindari bertengkar dikala sedang emosional,
tunggulah saat kedua belah pihak “cooling down” baru ulangi berkomunikasi.

Dalam beberapa situasi seperti contoh dibawah ini, sebaiknya hindari


pertengkaran:

1. Sewaktu mengendarai mobil


2. Pagi buta sesudah jam 0.00
3. Sesudah minum alkohol
4. Dikala badan merasa tidak fit atau penat

Pada situasi seperti tersebut di atas, psikis anda mudah berada dalam kondisi bergejolak,
seperti bensin yang mudah disulut, begitu bertengkar, sangat mudah terjerumus dalam
teriakan yang tak bermanfaat, dengan demikian hanya akan membawa keburukan bagi
hubungan kedua belah pihak yang bertikai, tidak ada manfaatnya.

Apabila pihak lain ngotot mencari anda untuk bertengkar, anda boleh beritahukan dia:
“Emosimu sekarang ini terlampau bergejolak, pembicaraan kita tidak akan membawa
hasil. Besok pasti saya akan menyediakan waktu untuk berkomunikasi denganmu.” Harus
mempertahankan prinsip ini.

Di dalam hubungan akrab antar manusia, pertengkaran tak dapat dielakkan. Pertengkaran
yang sifatnya membangun bisa memperoleh pengertian dari pihak lain, sehingga perasaan
kedua belah pihak bisa semakin akrab. Oleh karena itu, asalkan dapat menguasai esensi
pertengkaran dengan tepat, akan membawa banyak manfaat bagi hubungan kedua belah
pihak.

RUANG PSIKO THERAPI


METHODE:
Harus menjernihkan kesalah-pahaman pihak lain, juga harus dengan jelas menyatakan
pendapat sendiri. Harus tahu dengan jelas kebutuhan masing-masing pihak.

PANTANGAN:

1. Hindari problema yang nyaris tidak mungkin untuk diubah.


2. Jangan mengungkit kekurangan masa lampau, harus berdebat tentang
permasalahan pergaulan bersama di masa depan.
3. Jangan memotong pembicaraan pihak lain.
4. Jangan bertengkar dikala emosi sedang labil.

Dikutip dari: <Putar Haluan Pemikiran Sekejap, Hati Tidak Lagi Risau> Disupply oleh
Yuan Shui Wen Huaww

Apakah Maoisme Itu?


penulis: Zang Shan

(Erabaru.or.id) Partai Komunis Nepal pada saat pemilu telah memperoleh suara
mayoritas di dalam parlemen, dengan demikian telah menjadi sebuah “Partai penguasa”
yang sesungguhnya. PKN (Partai Komunis Nepal) sebelumnya terkenal dengan pasukan
gerilyanya, media luar negeri biasanya menyebut mereka sebagai “Gerilyawan Maois”.
Media resmi Tiongkok juga menyebutnya demikian. Baru-baru ini setelah PKN
menguasai pemerintah, media resmi pemerintahan PKC (Partai Komunis China) mulai
ganti menyebut pimpinan PKN sebagai “Kamerad”, selain itu di belakang PKN
ditambahi catatan “Maois”.

Apakah Maois itu?


Dahulu, setiap kali ada pimpinan partai komunis yang berkunjung ke Tiongkok, kadang-
kadang sewaktu mengenalkan komunis dari negara yang bersangkutan biasanya diberi
tanda kutip “ML (Marxis Leninis)” pada bagian belakangnya, ada pula yang tidak diberi
titel seperti itu.

Perbedaan ini, sesungguhnya bukan terletak pada M (Marxis), melainkan pada L (Lenin).
Karena banyak partai komunis mengakui Marx, tapi tidak mengakui Lenin. Misalnya
sebagian besar partai komunis di negara-negara Eropa.
Perbedaan antara Lenin dan Marx, yaitu Lenin mengakui kaum proletariat harus dengan
kekerasan merebut kekuasaan. Selain itu dilangsungkan di negara tertentu yang
kekuasaan kapitalismenya lemah. Sedangkan Marx beranggapan, partai komunis
seharusnya terlebih dahulu memperoleh kekuasaan di beberapa negara dengan
kapitalismenya yang paling berkembang.

Trotsky yang dibunuh oleh pembunuh bayaran Stalin, juga seorang komunis yang teguh,
tetapi dia tidak mengakui merebut kekuasaan dengan kekerasan dan kebrutalan
“kediktatoran proletariat” yang dilaksanakan sesudah perebutan kekuasaan.

Itulah sebabnya, di dalam penjelasan tradisi Partai Komunis China, Marxisme yang non
Leninis, biasanya disebut sebagai “Revisionis” yang bermakna Marxisme yang telah
direvisi.

Mao Zedong (baca: Mao Cetung) adalah pewaris Leninisme. Kemenangan kaum
Bolschewijk Soviet, adalah kerusuhan kaum pekerja di dalam kota-kota utama, sekaligus
merebut kekuasaan.

Doktrin Mao berbeda, ia beranggapan di dalam negara dengan industri terbelakang,


revolusi berdarah pertama kali harus dilakukan di wilayah pedesaan yang termiskin dan
tertinggal, kemudian baru dengan metode pasukan gerilya mengepung kota, dan pada
akhirnya merebut kota serta kekuasaan negara. Maka dari itu, paham Maoisme adalah
perebutan kekuasaan dengan kekerasan dan desa mengepung kota.

Setelah usai perang dunia ke-2, yang memprovokasi penggunaan kekerasan komunisme
dalam gerakan perebutan kekuasaan di seluruh dunia, terutama ialah Maoisme. Karena
waktu itu negara dimana partai komunis bisa bangkit sebagian besarnya adalah negara
miskin, bukannya negara industri dengan kota metropolitannya.

Maka dari itu partai komunis Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, Burma, Filipina,
bahkan Vietnam, Kamboja dan lain-lain semuanya kelompok Maois. Sedangkan pasukan
gerilya di sebagian negara Amerika Latin, juga kebanyakan kelompok Maois.

Partai Komunis Nepal termasuk salah satu dari Maois tersebut.


Nepal adalah negeri terkurung daratan, ekonominya tidak berkembang, selain itu
kesenjangan sosialnya sangat parah. Itulah sebabnya petani wilayah pegunungan yang
sangat miskin telah menjadi kekuatan pendukung utama pasukan gerilya Maois. Sebuah
sebab penting lainnya ialah semua orang tahu tetapi tidak ada orang yang berani
berbicara jelas bahwa PKC-lah pendukung di balik layar.

Maois pernah sukses di Kamboja dan Vietnam, dan menimbulkan bencana kemanusiaan
yang amat sangat parah. Mao Zedong masih ada satu doktrin lagi yang penting yakni
yang disebut teori “Revolusi berkelanjutan di bawah kediktatoran proletariat”.
Maksudnya ialah sesudah merebut kekuasaan, harus terus menerus berevolusi,
melaksanakan diktator proletariat yang keras, ini adalah dasar teori pembantaian Khmer
Merah dari Kamboja.

Partai Komunis Maois Nepal meskipun telah memperoleh kekuasaan politik, namun itu
diperoleh berkat pemilu dan bukannya melalui perebutan kekuasan dengan kekerasan,
sepertinya ada perbedaan dengan Mao Zedong-isme.

Akan tetapi yang lebih dikhawatirkan oleh semua pihak ialah apakah PKN bakal
melaksanakan kediktatoran proletariat yang lebih bengis? Jikalau ya, maka Nepal tak
urung akan terjerumus ke dalam kabut anyir darah. (Zang Shan /The Epoch Times/whs)

nternet & Ponsel, Prospek Media Masa


Depan, tarifnya akan turun

(Erabaru.or.id) — Kemajuan teknologi dan kemudahan akses masyarakat terhadap


perangkat internet dan ponsel dewasa ini, rupanya sudah dipandang jeli oleh kalangan
media. Pertemuan Asia Pacific Media forum yang diadakan di Bali beberapa waktu yang
lalu juga telah mengangkat dan membahas prospek bisnis media dalam format internet
dan ponsel.

Kemajuan teknologi dewasa ini sudah memungkinkan masyarakat luas untuk dimanapun
dan kapanpun, mengakses informasi dari internet dan ponsel. Didukung dengan biaya
yang terjangkau, prospek bisnis media dalam format ini memang sangat menjanjikan.

Menurut ketua panitia Asia Pasifik Media Forum, Andi Sadha, strategi memajukan bisnis
media tradisional melalui kemajuan teknologi seperti ponsel dan internet telah menjadi
isu penting. Ponsel dan internet mulai akrab dengan masyarakat dunia sehingga strategi
bisnis media dengan format ini mau tidak mau harus segera diadopsi.

Menyusul tarif pulsa mobile phone yang sudah diturunkan, tarif internetpun dipastikan
turun secara bertahap. Mulai Juli mendatang, tarif internet akan turun 20% dulu. Dirjen
Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memastikan hal tersebut sebelum akhirnya
tarif internet retail turun hingga 40%. "Trennya memang akan turun bertahap hingga
mencapai 40 persen. Tapi untuk bulan Juli ini kami harap turun 20 persen dulu," ujarnya
usai peresmian Indonesia Cellular Show 2008 di Jakarta Convention Center, Jakarta
Selatan, Rabu (11/6/2008).

Ibu kota Jakarta juga mau dijadikan kota cyber oleh Telkom. Monas pun ditetapkan
BUMN telekomunikasi itu sebagai kilometer nol alias titik awal pembangunan hotspot
internet di seluruh wilayah DKI. Demikian diungkapkan Eksekutif General Manager
Divisi Regional II Telkom, Adeng Achmad, seusai meresmikan Monas Cyber Zone
bersama Walikota Jakarta Pusat, Sylviana Murni, yang mewakili Gubernur DKI Jakarta
Fauzi Bowo, di Diorama Monas, Sabtu (7/6/2008).

ips Menghemat BBM untuk Menghadapi


Kenaikan Harga BBM
(Erabaru.or.id) - Pengumuman kenaikan harga BBM telah dimuat di media, bagi anda
yang mengendarai mobil sendiri dan sudah sulit rasanya untuk menggantinya dengan
busway atau kendaraan umum lainnya, sudah saatnya anda berhemat.

Beberapa tips yang mungkin berguna untuk menghemat BBM:

- Servis mobil anda secara berkala

- Pastikan tekanan angin ban sesuai dengan standar pabrik, selain dapat menghemat
BBM, juga dapat menyelamatkan kita dari kecelakaan

- Gunakan oli yang sesuai dengan standar dari pabrikan mobil

- Bersihkan dan ganti filter udara secara berkala

- Memainkan gas dan rem secara berlebihan juga salah satu pemborosan BBM

- Jangan mengemudi dengan kecepatan diatas 100km/ jam dan usahakan selalu mengatur
kecepatan yang sama

- Matikan mesin bila kendaraan berhenti terlalu lama

- Bila jarak dekat, gunakan sepeda atau berjalan kaki


- Nebeng teman kantor

You might also like