You are on page 1of 44

1

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan sebuah konsep yang multidimensional, yang mengaju pada serangkaian karateristik dan segenap aspek kehidupan baik aspek hukum, aspek politik, aspek ekonomi maupun aspek sosial. Pembagunan adalah proses multidimensi yang mencakup perubahanperubahan penting dalam struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional (menurut Todaro dalam Bryant and White (1987:3-4), dalam tesis Perencanaan Pembangunan Parsitipatif program Desa Mandiri di Kabupaten Gorontalo Victor F. Nanlessy 2006:1). Salah satu kegiatan yang penting dalam usaha pembangunan adalah perencanaan. Menurut Kunarjo (2002:14) perencanaan adalah merupakan penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang dan diarahkan pada tujuan tertentu. Definisi ini menunjukan bahwa perencanaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : (1) berhubungan dengan masa depan, (2) menyusun seperangkat program kegiatan secara sistematis, dan (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu (Victor Nanlessy 2006:1).

Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan, melalui perencanaan dapat dirumuskan kegiatan pembangunan secara efisien dan efektif, dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. Menurut Conyers dan Hills 1994 dalam bukunya Haryanto dan Sahmuddin 2008:57, mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan, yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan atas berbagai alternative penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa akan datang. Jadi definisi tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yaitu : (1) pemilihan, merencanakan berarti memilih, (2) sumberdaya, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya, (3) tujuan, perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan (4) waktu, perencanaan mengacu ke masa depan. Dengan demikian perencanaan selain merupakan kebutuhan

pembangunan tapi perencanaan merupakan suatu konsep yang harus dilakukan/dilaksanakan mempersiapkan secara terus-menerus yang yang dan akan sistematis dilakukan untuk untuk

kegiatan-kegiatan

mencapai tujuan tertentu secara efesian dan efektif. Menurut Raharjo Adisasmita 2011:2, mengatakan bahwa Manajemen Pemerintah yang efektif dan efisein dimaksudkan sebagai manajemen yang mampu menyelesaikan tugas pekerjaan kepemerintahan secara cepat

(dalam kurun waktu singkat), ringkas dan tidak berbelit-belit, berkinerja (berprestasi) tinggi, tidak mengalami pemborosan atau pemborosan waktu maupun dana dan daya, serta menghasilkan pelayanan yang berkualitas. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai berdayaguna dan berhasil guna. Manajemen Perencanaan yang efektif diartikan mampu mencapai hasil sesuai sasaran yang antara telah ditetapkan, yang yang dicapai diukur dengan dengan target cara yang

mambandingkan

realisasi

direncanakan. Sedangkan Manajemen Perencanaan yang efisien berarti segala kegiatan yang menggunakan berbagai input yang menghasilakn output dengan biaya yang minim atau tidak terjadi pemborosan. Sehingga dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Manajemen Perencaan harus berbasis kinerja serta berbasis transparansi dan

akuntabilitas dimana semua tindakan dan kegiatan yang dilakukan harus terbuka dan diketahui oleh semua masyarakat secara individu ataupun kelompok/golongan yang berhak menanyakan mengenai hal-hal yang dianggap tidak jelas ataupun mengkritisi hal-hal yang dianggap tidak benar. Selama ini perencanaan pembangunan yang digunakan bertumpu pada paradigma kalsik (trickle down efek) atau efek tetesan kebawah yang merupakan mekanisme pembangunan yang instruktif dan bersifat top down. Masyarakat sekedar sebagai objek dan suplemen pembangunan (Adisasmita 2005:23). Dengan demikian program pembangunan menjadi tidak aspiratif

terhadap masalah, potensi dan kebutuhan masyarakat sebagai penerima program pemerintah. Pada saat ini paradigma pembangunan telah mengalami suatu perubahan yang signifikan, dari pembangunan yang bertumpu pada Negara menjadi paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat atau yang dikenal dengan istilah pembangunan masyarakat (community

development). Menurut Amin (2005:196), model perencanaan yang dinilai sesuai dengan kondisi saat ini adalah model perencanaan yang melibatkan sebanyak mungkin unsur/peran masyarakat. Model perencanaan tersebut adalah model perencanaan partisipatif. Menurut Cohen dan Uphoff (1977:26) partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan adalah bagaimana masyarakat diajak untuk mendefinisikan apa kebutuhan/masalah mereka, bagaimana cara yang tepat untuk memecahkan masalah/memenuhi kebutuhan mereka, memikirkan bagaimana proses penyelesaian masalah tersebut dilakukan dan

merundingkan bagaimana penyelesaian masalah/pemenuhan kebutuhan tersebut dinilai keberhasilannya. Tentu saja, setiap individu, kelompok bahkan masyarakat dalam suatu komunitas tidak akan mencapai tingkat partisipasi yang sama, tetapi yang bisa menjadi indikator penilaian adalah sejauhmana masyarakat ikut menghadiri, ikut memberi saran, ikut mempengaruhi keputusan dan ikut merekomendasikan rencana pembangunan sesuai kemampuannya.

Dalam perencanaan pembangunaan saat ini yang mencakup segala aspek kehidupan yang didalamnya perencanaan pembangunan di bidang hukum. Salah satu unsur penting penting yang saat ini mendapat perhatian pemerintah dalam pembangunan di bidang hukum salah satunya adalah Pembentukan Desa Sadar Hukum dalam mewujudkan masyarakat yang sadar hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan prasyarat untuk tercapainya perwujudan dan pengamalan Negara hukum, sebagaimana tertuang dan tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu, Indonesia sebagai Negara hukum yang demokratis, kesadaran hukum masyarakat diharapkan mampu menjaga dinamika pemerintahan, dinamika pembangunan dan dinamika lainnya untuk

kepentingan nasional. Seharusnya, kesadaran hukum masyarakat selalu diupayakan dan dibudayakan dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi serta kebutuhan dan kepentingan pemerintah. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk menyukseskan program-program yang diarahkan untuk kepentingan masyarakat sendiri. Pada konsideran menimbang dalam Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

menyatakan bahwa pembentukan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang dapat

diwujudkan dengan didukung oleh metode, cara yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Hal ini sangat penting mengingat arah kebijakan hukum kita menegaskan tentang perlunya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat dalam rangka supremasi hukum dan tegaknya Negara hukum. Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah satu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan Sadar Hukum adalah sebuah desa atau kelurahan yang dibina secara swakarsa dan swadaya dari dan oleh masyarakat sendiri untuk meningkatkan kesadaran hukum warganya. Penghargaan Desa/Kelurahan Sadar

Hukum merupakan wujud apresiasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, melalui BPHN dan Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia, dan juga adanya kerjasama antar instansi (SKPD Provinsi, Kota/Kabupaten) dalam membina masyarakat, karena masyarakat di desa/kelurahan tersebut telah mampu menjaga tingkat kesadaran hukumnya dengan mentaati berbagai norma dan aturan hukum dari berbagai peraturan perundang undangan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari serta didukung dengan program/kegiatan dari Instansi/SKPD terkait. Dengan ditetapkannya

sebuah Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Sadar Hukum maka diharapkan masyarakat di Desa/Kelurahan tersebut mampu menjaga kredibilitasnya sebagai masyarakat yang sadar, taat dan cerdas hukum, serta menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat di Desa/Kelurahan sekitarnya, sehingga secara bertahap semua Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Kelompok Sadar Hukum dan Desa Sadar Hukum menjadi indikator kesadaran hukum masyarakat yang ditetapkan oleh Bappenas, Sampai pada triwulan pertama tahun 2011, Indonesia baru memiliki 2838 Kelompok Sadar Hukum dan 969 Desa Sadar Hukum, atau baru sekitar 1 persen dari jumlah desa di seluruh Indonesia (artikel/data internet, bahan laporan Kepala Pusat Penyuluhan Hukum BPHN). Tentu angka ini akan terus bertambah mengingat program pembinaan kelompok kadarkum dan desa sadar hukum terus digalakkan oleh Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional, melalui kantor wilayah-kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia dan didukung dengan perencanaan program kegiatan dari Instansi/SKPD baik Provinsi/Kota/Kabupaten. Desa Sadar Hukum telah menjadi tolok ukur kesadaran hukum masyarakat. Dalam rencana strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2010-2014 program pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum

dilaksanakan melalui serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara lain seluruh Desa di Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah

satu unit yang melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum. Selain itu pula bahwa Pembentukan Desa Sadar Hukum ini sebagaimana diketahui bahwa dengan dicanangkannya Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAk Asasi Manusia Sebagai Kantor Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusi atau disebut dengan LAW AND HUMAN RIGHT CENTER, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2008 Kerbukaan Informasi Publik dan Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.HH.03.03-14 Tahun 2010 Tanggal 11 November 2010 Tentang Kementerian Hukum dan HAM sebagai LAW AND HUMAN RIGHT CENTER dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Hukum dan HAM. Dengan demikian untuk mewujudkan terlaksananya program tersebut diatas memang telah tercantum dalam RENSTRA Kementerian Hukum dan HAM RI, akan tetapi dalam hal ini perlu perencanaan strategik dan didukung dengan bantuan kerjasama instansi/SKPD baik itu di Tingkat Provinsi,

Kabupaten/Kota yang terkait dalam rangka pencapaian sasaran program Pembentukan Desa Sadar Hukum. Cikal bakal berdirinya desa sadar hukum adalah adanya kelompokkelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) di desa tersebut. Kelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) adalah kelompok yang beranggotakan

lebih kurang 25 warga desa yang secara rutin setiap bulan bertemu untuk membahas permasalahan hukum yang mereka alami melalui temu sadar hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah, diskusi dan simulasi. Kelompok-kelompok ini dibina oleh perangkat desa bekerjasama dengan penyuluh hukum dari kantor wilayah kementerian hukum dan Ham setempat serta Instansi/SKPD yang terkait. Pembentukan Desa Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu desa/kelurahan yang telah memiliki kelompok kadarkum sebagai Desa Binaan. Desa/Kelurahan Binaan terus dibina oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM beserta Pemerintah Daerah setempat untuk menjadi Desa Sadar Hukum. Gubernur menetapkan Desa /Kelurahan Binaan menjadi Desa/Kelurahan Bupati/Walikota sadar dan Hukum Kantor Sadar setelah Wilayah Hukum mempertimbangkan Kementerian Kantor Hukum usul dan

HAM. Desa/Kelurahan

oleh

Wilayah

dengan

persetujuan Gubernur, diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh penghargaan Anubhawa Sasana Desa/Anubhawa Sasana Kelurahan. Desa Sadar Hukum merupakan wujud nyata dari kesadaran hukum masyarakat karena memenuhi kriteria-kriteria kesadaran hukum sebuah desa dan telah menjalani proses panjang dari pembentukan kelompok kadarkum,

10

desa binaan hingga akhirnya memperoleh penghargaan Anubhawa Sasana desa/Kelurahan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam proposal ini adalah : 1. Bagaimanakah peranan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku dalam hal ini Bidang Pelayanan Hukum pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM melakukan pembentukan Desa Sadar Hukum ? 2. Bagaimanakah Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar Hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku ?

C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan Bidang Pelayanan pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM dalam membentuk Desa Sadar Hukum. 2. Untuk menganalis Proses Perencanaan Pembentukan Desa Sadar Hukum oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku.

11

D. Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan mampu/dapat memberikan kontribusi dan manfaat dalam rangka pembangunan hukum dalam hal : 1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku dan Pemerintah Daerah utama Pemerintah Kota Ambon secara bersama dan bekerjasama serta berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon@@## dalam upaya pelaksanaan Hukum di Kota Ambon. 2. Menjadi bahan masukan bagi Kementerian Hukum dan HAM khususnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Maluku untuk memperbaiki dan merencanakan program kegiatan Pembentukan Desa Sadar Hukum di tahun-tahun mendatang yang didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, sumber daya baik sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai. 3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam rangka perencanaan pembentukan Desa sadar

pengembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan hukum khususnya

perencanaan pembentukan Desa sadar Hukum yang merupakan tugas pokok dan fungsi penulis sebagai pegawai pada Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Maluku.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Pembangunan Konsep perencanaan sebenarnya sangat kompleks menurut para pakar berbeda-beda mendefinisikan pengertian perencanaan, sehingga belum ada pengertian/definisi yang pasti dan memuaskan mengenai perencanaan itu sendiri. Menurut Tjokroamidjojo (1987:24) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu usaha yang berkenaan dengan suatu system pemecahan masalah. Sedangkan menurut Kunarjo (2002:14) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan tertentu. Dengan demikian perencanaan mempunyai unsur-unsur antara lain yaitu : (1) berhubungan dengan hari depan, (2) menyusun seperangkat kegiatan secara sistematik, (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu menurut Kunarto (1996:80) mengemukakan bahwa

perencanaan adalah suatu peyerapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada tujuan tertentu. Menurut Conyers & Hills (1994) Haryanto & Sahmuddin 2008:57, mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan, yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan atas berbagai

13

alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan dating, yaitu : 1. Pemilihan, merencanakan berarti memilih, perencanaan merupakan proses memilih diantara berbagai kegiatan yang diinginkan dan tidak semua kegiatan yang diinginkan dilaksanakan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan. 2. Sumber daya, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya, sumber daya menunjukan sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu, sumber daya mencakup sumber daya manusia, sumbaer daya alam, sumber daya keuangan dan modal. 3. Tujuan, perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan tujuan. 4. Waktu, perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsure penting dalam perencanaan adalah waktu, jadi waktu berkitan dengan masa depan. Munculnya perencanaan sebagai akibat dari perkembangan system perencanaan dunia, sehingga menurut pendapat Sarwoto (1986:40)

mengemukakan manfaat perencanaan antara lain adalah : (a) perencanaan penting karena didalamnya digariskan pula bahwa apa yang harus dilakukan agar tujua-tujuan tersebut tercapai, (b) perencanaan merupakan bentuk

14

petunjuk jalan bagi seluruh anggota organisasi yang ikut serta dalam pelaksanaan perencanaan itu, (c) perencanaan bukan suatu karya yang sekaligus saja tetapi suatu proses yang terus menerus, maka setiap perencanaan diharapkan dapat memberikan perhatian yang terus menerus untuk menunjukkan dan mempertinggi praktek dan berbagai cara para anggota organisasi, (d) prencanaan merupakan alat pengendali untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan , dan (e) perencanaan yang baik menjamin penggunaan sumber-sumber yang tersedia baik itu sumber daya alam ataupun sumber daya manusia yang dipergunakan dan atau dimanfaatkan secara efektif dan efisien serta dapat menghindari pemborosan yang tidak perlu. Disamping itu diperlukan perencanaan yang bersifat strategis sebagai langkah dalam mengatasi persoalan atau yang dihadapi. Rahardjo

Adisasmita (2011:68), perencanaan strategic merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang memiliki resiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis. Perencanaan strategik merupakan integrasi antara keahlian

sumberdaya manusia dan sumbardaya lainnya agar mampu menjawab

15

tuntutan perkembangan lingkungan strategik, nasional dan global serta tetap berada dalam tatanan system manajeme perencanaan nasional. Bila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan, maka terdapat beberapa unsur penting yang harus ada dalam perencanaan pembangunan yaitu : adanya kebijaksanaan atau strategic dasar rencana pembangunan, adanya kerangka rencana, prakiraan sumber-sumber daya untuk

pembangunan, dan kerangka kebijakan yang konsisten. Model perencanaan pembangunan ;pada masa lalu, dimana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah dan sasaran pembangunan nasional sehingga pemerintah daerah kurang menjalankan aspirasi masyarakat didaerahnya. Namun dengan adanya perubahan baik pada tingkat nasional sebagai akibat pelaksanaan otonomi daerah, maka konsep perannya pun mengalami perubahan. Konsekuensinya adalah perubahan pada strategis sistem dan pengendalian pembangunan. Dengan adanya perubahan tersebut maka sistem perencanaan pembangunan dilakukan pada masing-masing lingkup baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang harus dilakukan secara independen melalui suatu mekanisme tertentu untuk mencapai kebijakan secara efektif, efisien, akuntabel, transparan dan legitimatif. ##Secara umum dapat dijelaskan system perencanaan yang dilkukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sampai pada masing-masing tingkatan didaerah baik itu Kanwil Kemenkum HAM di

16

Daerah Provinsi maupun Unit Pelaksana Teknis di tingkat Kabupaten/Kota khususnya perencanaan pembangunan hukum, pada dasarnya mengacu pada pedoman Rencana Strategi pembangunan hukum dan program pembangunan yang berkeadilan (Indra J. Piliang, 2010:13) dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Sehingga Kantor Wilayah dan Unit Pelaksanaan Teknis yang terdapat di Provinsi, Kabupaten/Kota hanya menyusun rencana program/kegiatan yang dibutuhkan dalam rencana kerja tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan rapat kerja yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah dalam menyusun dan memuat rencana kerja apa saja yang memang diperlukan dan dibutuhkan, menyusun rencana kegiatan

anggaran/pembiayaan tahunan baik Kantor Wilayah maupun Unit Pelaksana Tekins (UPT) yang seluruhnya akan dirangkum menjadi satu rencana kerja Kantor Wilayah. Dari seluruh rencana kegiatan yang sudah disusun menjadi satu rencana kegiatan Kantor Wilayah, kemudian rencana kegiatan tersebut akan dibahas di Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta. Kemudian dari hasil akhir dari pembahasan mengenai rencana kerja dari semua unsur yang merupakan bagian dari Kementerian hukum dan HAM RI yang disebut dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Hukum dan HAM RI. Menurut Kunarjo, (2002:76), bahwa dalam perencanaan dapat dibagi menjadi kelompok yang satu sama lain berkaitan, kelompok perencanaan tersebut adalah : (a) Perencanaan Makro, (b) Perencanaan Sektoral, (c)

17

Perencanaan Regional, dan (d) Perencanaan Mikro atau Proyek namun sekarang ini sudah berganti sebutan dengan kegiatan. Dari keempat kelompok perencanaan diatas saling berkiatan satu sama lain, oleh karena itu untuk mencapai suatu hasil yang maksimal perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya. Bila dikaitkan dengan hubungan antara Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta dengan Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan HAM di Proninsi maupun Unit Pelaksanaan Teknis yang terdapat di Kabupaten/Kota maka koordinasi antara perencanaan makro dan perencanaan mikro (Proyek/Kegiatan sebutannya sekarang ini) disebut koordinasi vertical. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan HAM RI dalam Pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program, dan pengawasan, (b) pembinaan dibidang hukum dan hak asasi manusia, (c) penegakkan hukum dibidang pemasyarakatan, keimigrasian, administrasi hukum umum dan hak kekayaan intelektual, (d) perlindungan, pemajuan, pemenuhan, penegakan dan pengharmonisasian hak asasi manusia, (e) pelayanan hukum, (f) pengembangan budaya hukum dan pemberian informasi hukum, penyuluhan hukum, dan diseminasi hak asasi manusia, (g) pelaksanaan kebijakan dan pembinaan teknis di bidang administrasi di lingkungan Kantor Wilayah.

18

Dalam pelaksanaan tugasnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM merupakan instansi vertical Kementerian Hukum dan HAM yang

berkedudukan di Provinsi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Hukum dan HAM RI. Sehingga dengan demikian Kantor Wilayah dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah. Sedangkan Kepala Kantor Wilayah dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh antara lain : (a) Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, (c) Divisi Keimigrasian, dan (d) Divisi Pelayanan Hukum dan HAM. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Kepala Kantor Wilayah

berpedoman, mematuhi dan mengikuti petunjuk pelaksanaan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI. Sehubungan dengan hal tersebut, demikian halnya dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku yang merupakan instansi vertical dari Kementerian HUkum dan HAM RI yang berkedudukan di Provinsi yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Maluku dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kepala Kantor Wilayah Kementerian

19

Hukum dan HAM Provinsi Maluku dibantu oleh Kepala Divisi Administrasi yang mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Maluku dalam

melaksanakan pembinaan administrasi dan pelaksanaan teknis di wilayah Provinsi Maluku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Divisi Pemasyarakatan mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagaian tugas Kantor Wilayah Provinsi Maluku di bidang pemasyarakatan berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Kepala Divisi Keimigrasian mempuyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Provinsi Maluku dalam melaksanakan sebagian tugas di bidang keimigrasian berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi. Dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Kepala Kantor Wilayah Provinsi Malukudalam melaksanakan sebagian tugas Kepala Kantor Wilayah Maluku di bidang pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusiaberdasarkan Kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal dan atau Kepala Badan terkait. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah diatas maka dalam hal perencanaan program pembangunan hukum yang berkeadilandi provinsi Maluku, diawali dengan pembuatan rancangan usulan program kegiatan yang harus dibuat oleh Divisi Administarasi, Divisi Pemasyarakatan, Divisi Imigrasi dan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta rancangan usulan program kegiatan oleh Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan, Balai

20

Pemasyarakatan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara serta Kantor Cabang Rumah Tahanan yang terdapat di Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku. Dalam pelaksanaannya digambarkan bahwa mekanisme perencanaan program kegiatan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Maluku beserta Unit Pelaksana Teknis yang terdapat baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota dimulai dari usulan perencanaan program kegiatan dari setiap Divisi dan Unit Pelaksana Teknis yang disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Bidang Penyusunan Program dan Laporan yang bertanggung jawab atas perencanaan program kegiatan dengan pengawasan dari Kepala Divisi Administrasi sebagai koordinator perencanaan program. Selanjutnya usulan perencanaan program kegiatan tersebut akan dilaksanakan dengan kegiatan Rapat Koordinasi (RAKOR) yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku. Dalam Rakor tersebut setiap Kepala Divisi dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis yang berada di bawah wewenang Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku memaparkan visi dan misi serta menyampaikan usulan perencanaan program kegiatan. Kemudian Rakor dilanjutkan dengan keputusan hasil usulan program kegiatan dan disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Provinsi Maluku. Kegiatan belum selesai pada tahap pengasahan Kepala Kantor Wilayah saja, tetapi Hasil Usulan tersebut akan dibawa ke Kementerian

21

Hukum dan HAM RI di Jakarta dan dilanjutkan dengan Musrembang Kementerian Hukum dan HAM RI yang stiap Provinsi diwakili oleh Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Administrasi, Kepala Bidang Penyusunan Program dan Laporan, Kepala Sub Bidang Keuangan dan Perlengkapan dan Staf Bidang Penyusunan Program Laporan dan Staf Sub Bidang Keuangan. Hail dari pembahasan tersebut selanjutnya ditetapkan dalam RKA-KL Kementerian Hukum dan HAM RI dan disesuiakan dengan usulan program kegiatan dan besar anggaran yang dimintakan oleh maing-masing Kantor Wilayah. Selain itu juga usulan program kegiatan harus disesuaikan dengan Rencana Strategi (RENSTRA) Kementerian HUkum dan HAM RI yang harus diikuti pula oleh setiap Kantor Wilayah, dengan tujuan adanya keterpaduan dan sinergitas setiap program kegiatan pembangunan dibidang hukum dan hak asasi manusia yang berhasil guna dan berdaya guna. Untuk itu, sesungguhnya program perencanaan kegiatan perencanaan pembentukan desa sadar hukum merupakan program kegiatan yang sesungguhnya merupakan kegiatan yang masuk dalam program

perencanaan kegiatan yang terdapat dalam Renstra Kementerian Hukum dan HAM RI. Perencanaan pembantukan desa sadar hukum merupakan program kegiatan dari Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bidang Pelayanan HUkum Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Ham Maluku. Perencanaan pembentukan desa sadar hukum dalam pelaksanaanya didukung oleh beberapa kegiatan yang merupakan bagian tupoksi dari

22

Bidang Pelayanan Hukum dan HAM Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, yang mana program kegiatannya terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukan guna terlaksananya pembantukan desa sadar hukum di Provinsi Maluku.

B. Pembentukan Desa Sadar Hukum Saat ini, pada tataran masyarakat akar rumput di pedesaan, ada 957 desa yang sudah membangun diri mereka untuk menjadi desa sadar hukum. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM RI beserta Pemerintah Daerah setempat memberikan apresiasi dengan Anugerah Anubawa Sasana Desa yang diberikan kepada desa-desa sadar hukum tersebut. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RepubIik Indonesia Nomor : M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum, Desa atau Kelurahan Sadar Hukum adalah desa atau kelurahan yang telah dibina atau karena swakarsa dan swadaya, memenuhi criteria sebagai desa sadar hukum atau kelurahan sadar hukum. Pembentukan Desa Sadar Hukum diawali dengan penetapan suatu desa/kelurahan yang telah memiliki kelompok kadarkum sebagai Desa Binaan. Desa/Kelurahan Binaan terus dibina oleh Kanwil Kemeneterian hukum dan Hak Asasi Manusia/Pemerintah Daerah setempat untuk menjadi Desa Sadar Hukum. Gubernur menetapkan Desa /Kelurahan Binaan menjadi Desa/Kelurahan sadar Hukum setelah mempertimbangkan usul

23

Bupati/Walikota dan Kanwil Kemkumham. Desa/Kelurahan Sadar Hukum oleh Kanwil dengan persetujuan Gubernur. Menurut Liestiarini Wulandari, Kepala Bidang Pembudayaan Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (07/03) tujuan dari pembentukan desa sadar hukum (DSH), tujuannya ialah untuk memberikan kesempatan yang merata ke seluruh wilayah Indonesia melalui

Desa/Kelurahan agar sadar akan hukum, terkait hak dan kewajibannya. Ada beberapa kriteria agar sebuah desa/kelurahan untuk diresmikan menjadi DSH, seperti (a) pelunasan kewajiban membayar PBB mencapai 90 % atau lebih, (b) tidak adanya perkawinan di bawah usia berdasarkan ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (c) angka kriminalitas rendah, (d) rendahnya kasus narkoba, (d) tingginya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan dan (e) beberapa kriteria lain yang ditetapkan Daerah. Dari perspektif modal pembangunan, keberadaan kelompok kadarkum dan desa sadar hukum bisa menjadi modal sosial dalam pembangunan. Fukuyama mendefinisikan modal sosial secara sederhana yakni eksistensi dari serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal tertentu yang dibagikan di antara anggota-anggota dari kelompok yang membuat kerjasama di antara mereka. Modal sosial timbul karena kepercayaan di antara masyarakat tersebut. (Fukuyama 1997). Masyarakat yang memiliki

24

modal sosial yang tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, guyub, merasa aman untuk berbicara dan mengatasi perbedaaan-perbedaan di antara mereka. Modal sosial dapat diartikan sebagai hasil dari relasi yang intim dan konsisten di antara masyarakat. Elemen utama social

capital mencakup norms, reciprocity, trust, dan network. Keempat elemen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerjasama untuk mencapai hasil yang diinginkan yang mampu mengakomodasi kepentingan individu yang melakukan kerjasama maupun kelompok secara kolektif. Menurut World Bank (1998) social capital tidaklah sesederhana hanya sebagai penjumlahan dari institusi-institusi yang dibentuk oleh masyarakat, tetapi juga merupakan perekat dan penguat yang menyatukan mereka secara bersama-sama. Social capital meliputi shared values dan rules bagi perilaku sosial yang terekspresikan dalam hubungan-hubungan tanggung jawab antar terhadap

personal, trust dan common

sense tentang

masyarakat, semua hal tersebut menjadikan masyarakat lebih dari sekedar kumpulan individu individu. Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas kelurahan ikatan sosial akan terbanguan apabila ada kerjasama di antara semua warga masyarakat. Kerjasama akan terbangun dengan baik apabila

25

berlandaskan

kepercayaan

di

antara

para

anggotanya. Kemampuan

komunitas atau kelompok kelompok untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota anggotanya maupun dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar untuk bekerjasama dan menumbuhkan kepercayaan pihak lain, karena itulah disebut modal sosial. Jika warga masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan kepada nilai nilai universal yang ada , maka tidak akan ada sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya sehingga ketimpangan ketimpangan antara kelompok yang miskin dengan yang kaya akan bisa diminimalkan. Modal dasar dari Desa Sadar Hukum adalah Komunitas Kelompok Kadarkum. Di dalam komunitas kadarkum ini, nilai-nilai seperti gotongroyong, kepercayaan, kohesifitas, altruisme, jaringan dan kolaborasi sosial diartikulasi di setiap pertemuannya, baik melalui metode simulasi, temu sadar hukum atau diskusi. Modal sosial bersifat bottom-up, seperti halnya komunitas kadarkum yang merupakan upaya swadaya dari masyarakat untuk menjadikan diri mereka sadar hukum. Melihat Desa Sadar Hukum dari perspektif Modal Sosial, kiranya keberadaan desa ini dapat dimanfaatkan oleh banyak stake holder pembangunan. Misalnya, BNN dalam rangka pencegahan narkoba dan pemberdayaan masyarakat dapat memanfaatkan keberadaan kelompok

26

kadarkum serta desa sadar hukum ini. BNN bisa mensinergikan programprogramnya di daerah rawan narkoba (red district) untuk dibentuk kelompok kadarkum yang pada gilirannya daerah tersebut bisa menjadi desa sadar hukum. (kris dalam desa sadar hukum sebagai modal sosial dalam pembangunan). Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah ssatu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan. Penghargaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum merupakan wujud apresiasi

pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM melalui BPHN kepada masyarakat, karena masyarakat di desa/kelurahan telah mampu menjaga tingkat kesadaran hukumnya dengan mentaati berbagai norma dan aturan hukum dari berbagai dalam peraturan perundang sehari undangan hari. dan

mengimplementasikannya

kehidupan

Dengan

ditetapkannya sebuah Desa/Kelurahan sebagai Desa/Kelurahan Sadar Hukum maka diharapkan masyarakat di Desa/Kelurahan tersebut mampu menjaga kredibilitasnya sebagai masyarakat yang sadar, taat dan cerdas hukum, serta menjadi contoh dan tauladan secara bagi masyarakat di

Desa/Kelurahan

sekitarnya,

sehingga

bertahap

semua

Desa/Kelurahan Sadar Hukum.

27

Cikal bakal berdirinya desa sadar hukum adalah adanya kelompokkelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) di desa/kelurahan. Kelompok keluarga sadar hukum (kadarkum) adalah kelompok yang beranggotakan lebih kurang 25 warga desa yang secara rutin setiap bulan bertemu untuk membahas permasalahan hukum yang mereka alami melalui temu sadar hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah, diskusi dan simulasi. Kelompok-kelompok ini dibina oleh perangkat desa bekerjasama dengan penyuluh hukum dari kantor wilayah kementerian hukum dan Ham setempat Penyuluhan hukum merupakan program kegitan yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka mewujudkan kesadaran hukum masyarakat kearah yang lebih baik dan menggerakkan, membina setiap anggota masyarakat dalam suatu

desa/kelurahan untuk menjadi desa/kelurahan binaan hukum yang pada akhir proses pembinaan desa/kelurahan tersebut menjadi desa/kelurahan sadar hukum. Menurut Mulyana W. Kusumah, dkk. (1998:70) penyuluhan hukum adalah serangkaian kegiatan penyebarluasan informasi kepada seluruh warga masyarakat tentang hukum yang berlaku, dan membina kesadaran hukum masyarakat. Hukum memiliki banyak fungsi, salah satu dari fungsi hukum adalah a tool of social atau alat rekayasa social. Sehubungan dengan fungsi ini, maka proses sosialisasi peraturan perundang-undangan yang

28

menjadi bagian penting dalam proses pemebetukan desa/kelurahan sadar hukum diupayakan agar peraturan-perturan tersebut benar-benar efektif diberlakukan. Menurut Achmad Ali (1998:195) tujuan sosialisasi antara lain adalah : 1. Agar warga masyarakat mengetahui kehadiran suatu undang-undang atau peraturan; 2. Agar warga masyarakat dapat mengetahui isi suatu undang-undang; 3. Agar warga masyarakat dapat menyesuaikan diri atau pola piker dan tingka laku dengan tujuan yang dikehendaki oleh Undang-Undang atau peraturan hukum tersebut. Pengaruh sosialisasi dan komunikasi sangat besar pengaruhnya dalam rangka penegakkan hukum serta dalam rangka pembentukan desa/kelurahan sadar hukum. Menurut Sajtipto Rahardjo (1982:91) Efektifitas dari sosialisasi dan komunikasi hukum adalah : 1. Makin banyak saluran untuk pembeitahuan keputusan, makin besar dampaknya; 2. Informasi mengenai ketentuan tentang kepatuhan terhadap suatu

keputusan akan mendatangkan dampak lebih besar daripada diskusi secara umum mengenai suatu kasus; 3. Pemberitaan tentang reaksi negative dengan segera, cenderung untuk menaikkan ketidakpatuhan.

29

Meskipun dinyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum, akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Oleh karena itu dalam rangka pembentukan desa/kelurahan sadar hukum ini Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM mengemban tugas yang sangat berat yakni harus selalu melakukan penyebarluasan pengetahuan hukum kepada setiap anggota masyarakat baik itu di wilayah Provinsi, Kabupaten dan kota agar jumlah anggota masyarakat di setiap desa/kelurahan bertambah

pengetahuan hukum. Dengan bertambahnya setiap anggota masyarakat yang mengetahui hukum maka diharapkan kita semua dapat lebih sadar akan manfaat hukum dalam kehidupan benegara dan bermasyarakat. Selanjutnya pembangunan di Negara kita yang merupakan

pembangunan di segala bidang, didasarkan pada asas pembangunan nasional, salah satu diantaranya adalah asas kesadaran hukum. Setiap warga Negara Indonesia haarus selalu sadar dan taat kepada hukum, dan Negara berkewajiban untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum. Menurut Soerjono Soekanto (1982:72) salah satu persyaratan agar hukum dapat berfungsi dengan baik adalah adanya kepatuhan hukum yaitu jika setiap orang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum menunjukkan efektifitas keberlakuan hukum ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, jika kaidah hukum

30

dipatuhi atau digunakan maka hukum itu mampu mempunyai pengaruh positif yang biasa disebut efektifitas hukum menurut Rusli Effendy, dkk (1991:76). Lebih lanjut Scholten (Chairuddin, 1991:104) mengatakan bahwa kesadaran hukum itu tidak lain adalah suatu kesadaran yang ada dalam kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat kepada hukum. Menurut Liaca Marzuki (1995:96) fungsi kesadaran hukum rakyat berkaitan dengan kepatuhan hukum, sekalipun kepatuhan hukum belum tentu mencerminkan kesadaran hukum para anggota masyarakat. Kepatuhan hkum yang didasarkan kepada pemaksaan, niscaya tidak dapat lahir dari sikap batiniah yang memancarkan nilai kesadaran hukum. Kiranya desa/kelurahan tidak sadar berlebihan hukum bila yang dikatakan menjadi bahwa bagian pembentukan penting dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang dilaksanakan dengan berbagai program kegiatan temu sadar hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, ceramah penyuluhan hukum, diskusi dan simulasi adalah bagian penting dalam pembangunan hukum. Oleh karena itu perencanaan, pengelolaan, dan pelaksanaan program kegiatan tersebut diatas dilakukan dengan lebih merata dan menjangkau seluruh

lapisan/golongan masyarakat yang lebih luas, melalui berbagai pola penyuluhan hukum dengan mengusahakan tetap adanya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi Menurut Mulyana W Kusumah, dkk, 1998:7-8).

31

(Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dengan PEMDA Provinsi, Kabupaten dan Kota). Upaya untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat merupakan keadaan yang tidak mudah karena sangat berkaitan dengan pelbagai kehidupan, meskipun kesadaran hukum itu dapat dibentuk. Menurut Mustafa Abdullah dan Soerjono Soekanto (1982:213) bahwa kesadaran hukum dapat dibentuk melalui program-program pendidikan tertentu, yang memberikan suatu bimbingan kearah kemampuan untuk dapat memberikan penilain kepada hukum, bahkan hukum dapat pula dijadikan sarana untuk itu. Menurut Satjipto Raharjo (1983) membuat analisis bagaimana sebenarnya budaya hukum yanga berlaku dalam masyarakat Indonesia. Hal yang tidak dapat diabaikan adalah peranan orang-orang atau anggota masyarakat yang menjadi sasaran pengaturan hukum itu. Hukum yang dijalankan dalam masyarakat banyak ditentukan oleh sikap, pandangan serta nilai-nilai yang hidup dan dihayati dan dianut oleh masyarakat. Membangun kesadaran hukum masyarakat adalah sebuah usaha yang harus terus menerus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Salah satu usahanya adalah pembentukan Desa Sadar Hukum.Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Berdasarkan data Badan Pembinaan HUkum Nasional

sampai dengan tahun 2010 jumlah desa sadar hukum sebanyak 734 desa

32

atau hanya satu persen dari jumlah desa di seluruh Indonesia. Sedangkan jumlah kelompok Kadarkum sebagai cikal bakal desa sadar hukum adalah 2022. Desa Sadar Hukum telah menjadi tolok ukur kesadaran hukum masyarakat. Dalam rencana strategi Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2010-2014 program pemberdayaan masyarakat untuk sadar hukum

dilaksanakan melalui serangkaian kebijakan dan kegiatan prioritas, antara lain seluruh Desa di Indonesia menjadi Desa Sadar Hukum dan HAM. Salah satu unit yang melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat adalah Badan Pembinaan Hukum Nasional melalui Pusat Penyuluhan Hukum, yang kemudian kebijakan dan kegiatan prioritas menjadikan desa/kelurahan menjadi sadar hukum diteruskan ke Kantor Wilayah kmenterian Hukum dan Hak Asasi manusia Maluku yang secara terprogram menjalankan program kegiatan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum. Dalam menjalankan program kegiatan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Hak Asasi Manusia Maluku tetap mengacu pada petunjuk teknis dari Badan pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Disamping itu menurut keterangan dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian HUkum dan Ham Maluku yang menjabat pada periode Tahun 2010 mengatakan bahwa Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku menargetkan sejumlah desa sadar hukum dan mengerti tentang masalah HAM. Lebih

33

lanjut disampaikanm bahwa untuk sementara, sudah 5 desa dan 1 kelurahan yang telah dijadikan sasaran desa sadar hukum di Kota Ambon meliputi desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, kelurahan Waehaong Kecamatan

Nusaniwe, Desa Batumerah Kecamatan Sirimau, Desa Waiheru Kecamatan Baguala, Desa Leihari Kecamatan Leitmur dan Hunuth/Durian Patah, kecamatan Baguala," kata Kakanwil Depkum HAM Maluku, Chris Leihitu. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku mengeharapkan dari puluhan ribu desa/keluraha di Maluku ini, ada yang betul-betul menjadi andalan sebagai desa sadar hukum, dimana

masyarakatnya taat membayar pajak, mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak membuat pelanggaran dan benar-benar memahami yang namanya hak asasi manusia.

Pembentukan desa sadar hukum sudah menjadi tugas pokok dan tanggung jawab Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di bidang pelayanan hukum.

Proses pembentukannya diawali Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan Ketua Pengadilan Negeri dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk dibina, kemudian diajukan ke Gubernur untuk memperoleh keputusan dan nantinya diresmikan.

"Tapi tentunya dalam menjalankan program pembentukan desa sadar hukum ini tidak semudah membalik telapak dan kita akan dorong terus karena sudah menjadi salah satu tugas pokok Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan

34

HAM Maluku katanya. Selain tiga lokasi kecamatan di Pulau Ambon, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku secara bertahap akan

melancarkan program pembinaan desa sadar hukum di kabupaten lain di Pulau Buru, Pulau Seram, Maluku Tenggara dan Kota Tual sampai ke Maluku Barat Daya (MBD).

C. Kerangka Pemikiran Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan Kanwil Kemenkumham dalam hal ini Bidang Pelayanan Hukum pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM melakukan pembentukan Desa Sadar Hukum dan menganalisa proses Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum di Kota Ambon, dimana Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku memilki program kegiatan yang dalam penyusunan program kegiatan perencanaan pembungunan dibidang hukum harus berkoordinasi dengan Divisi Administrasi, Divisi Pemasyarakatan, Divisi Keimigrasian, dan Divisi Pelayanan Hukum dan HAM serta Unit Pelaksana Teknis di wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Maluku dalam penyusun program kegiatan. Dalam hal ini, unsur koordinasi merupakan suatu proses yang sangat dibutuhkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan secara idealnya dilakukan.

35

Berdasarkan

kenyataan

bahwa

dalam

proses

penyusunan

perencanaan program kegiatan sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian bahwa proses pengusulan dan sampai pada penyusunan program kegiatan, kewenangan Kantor Wilayah dalam proses penyusunan hanya pada pengusulan program kegiatan yang harus disesuiakan dengan kondisi geografis wilayah dan disesuaikan dan dipadukan dengan Rencana Strategis Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Program kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan desa/kelurahan desa sadar hukum, pelaksanaannya dilaksanakan oleh Divisi Pelayanan Hukum dan HAM bidang Pelayanan Hukum. Untuk mendukung terlaksananya

pembentukan desa/kelurahan sadar hukum terdapat program kegiatan yang menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan dan di program secara berkesinambungan yaitu : kegiatan ceramah penyuluhan hukum terpadu, kegiatan temu sadar hukum, kegiatan inventarisasi desa/kelurahan binaan atau desa/kelurahan sadar hukum, sosialisasi peraturan perundangundangan, diskusi dan simulasi sehingga menghasilkan masyarakat yang sadar hukum meskipun diakui bahwa untuk membangun kesadaran hukum masyarakat tidak mudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu diperlukan perencanaan program kegiatan yang terencana dan terarah serta didukung dengan sarana dan prasarana yang mendukung tercapainya tujuan yang dikehendaki.

36

Sedangkan untuk proses pembentukan desa sadar hukum itu harus di dasarkan dan mengikuti petunjuk pelaksanaan dari : Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola Penyuluhan , Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008 Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Laporan-laporan Kegiatan Penyuluhan Hukum/Temu Sadar Hukum, Inventarisasi Desa/Kelurahan Binaan atau Desa/Kelurahan Sadar Hukum, Penetapan Walikota Ambon tentang

Pembinaan Desa/Kelurahan Binaan. Bila dilihat dari pengalaman peneliti bahwa dalam penyusunan program kegiatan khususnya pada bidang pelayanan hukum Divisi pelayanan hukum dan HAM, itu terasa masih terdapat keterbatasan dalam penyusunan dan pengusulan program kegiatan yang menunjang perencanaan

terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon serta kurangnya

37

koordinasi yang berkesinambungan sehingga bila dikaji lebih lanjut, maka masih terdapat program-program kegiatan yang menjadi program prioritas dalam mendukung terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon tidak berjalan dengan dukungan program kegiatan yang tersedia dalam APBN, kurangnya sarana dan prasarana, volume kegiatan yang sedikit, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang, kurangnya koordinai dengan PEMDA Provinsi, Kabupaten dan Kota serta ketersediaan anggaran atau alokasi keuangan yang belum optimal dalam mendukung terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.. Situasi ini mengakibatkan terhambatnya perencanaan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum yang dilaksanakan oleh Bidang pelayanan Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan HAM pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku. Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

38

Perencanaan Pembentukan Desa/Kelurahan Sadar Hukum di Kota Ambon

Peranan Kantor Wilayah

Faktor Penghambat

Proses Pembentukan

1. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah 2. Program Kegiatan sesuai dengan RENSTRA 3. Menyelaraskan dan mengikuti Petunjuk dan Bimbingan Kementerian Hukum dan HAM RI

1. Kurangnya Program Kegiatan 2. Jumlah Personil Kurang 3. Kurang SDM 4. Kurangnya anggaran 5. Kurangnya Koordinasi dengan Pihak PEMDA

1. Tugas pokok dan fungsi bidang pelayanan hukum 2. Pola Penyuluhan Hukum 3. Pembentukan dan Pembinaan KADAR KUM 4. Program-program Kegiatan dalam Pembentukan desa/kelurahan Sadar hukum 5. laporan kegiatan Penyuluhan Hukum Kegiatan Temu sadar Hukum, Kegiatan iventarisasi Desa/kelurahan Binaan

TERBENTUKNYA DESA/KELURAHAN SADAR HUKUM DI KOTA AMBON

B. METODE PENELITIAN

1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Wilayah Kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku dan penelitian dilaksanakan 5 Desa dan 1 Kelurahan di Kota Ambon. Untuk lebih focus terhadap penelitian maka yang menjadi lokasi penelitian yaitu Desa Batumerah Kecamatan Sirimau dan Kelurahan Waihaong Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon yang menjadi

39

sasaran penelitian berdasarkan Penetapan Walikota Ambon tentang pembinaan pada desa dan kelurahan tersebut. Waktu penelitian

dilaksanakan selama 3 bulan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah bidang Pelayanan Hukum Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di bawah Kantor Wilayahn Kementerian Hukum dan HAM Maluku antara lain : 1. Kepala Kantor Wilayah 2. Kadiv Yankum HAM 3. Kepala Bidang Pelayanan Hukum 4. Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum 5. Staf Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum Sedangkan untuk wilayah Kota Ambon sendiri penelitiannya antara lain yaitu : 1. Bagian Hukum PEMDA Kota Ambon 2. Kantor Camat Nusaniwe, Kantor Camat Sirimau, Kantor Camat Baguala, Kantor Camat Leitimur Selatan, dan Kecamatan teluk Ambon di Kota Ambon 3. Kepalam Desa, Tokoh Masyarakat dan anggota masyarakat Desa Latuhalat, Kelurahan Waihaong, Desa Batumerah, Desa Waiheru, Desa Leihari, dan Desa Hunuth/Durian Pata di Kota Ambon.

40

Sehingga seluruh responden diharapkan dapat mewakili populasi penelitian.

3. Pengumpulan dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam studi ini adalah dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Kuesioner yaitu responden menjawab sejumlah pertanyaan yang telah dipersiapkan, disusun secara sistematis yang tujukan kepada para pejabat dan pegawai dilingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku, Pemda Kota Ambon, Para Camat dan masyarakat. b. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan baik melalui wawancara berstruktur maupun wawancara bebas, secara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar

pertanyaan dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan. c. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan melalui pengamatan langsung terhadap objek kegiatan perencanaan

pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon. d. Dokumen yaitu teknik catatan pengumpulan kejadian yang data sudah dengan lampau cara yang

mengumpulkan

dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan dan karya bentuk yang

41

brekaitan

langsung

dengan

perencanaan

pembentukan

desa/kelurahan sadar hukum. e. Dokumentasi yaitu pengumpulan data dari dokumen-dokumen mengenai peranan dan proses pembentukan desa sadar hukum di Kota Ambon. 2. Analisis Data Analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif diskriptif yaitu pengumpulan data dengan menjelaskan, menguraikan, dan

menggambarkan situasi sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini, sehingga dapat jawaban dan

kesimpulan mengenai perencanaan pembentukan desa/kelurahan sadar hukum di Kota Ambon.

42

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, M 2005 Membangun Desa Partisipatif, Universitas Hasanuddin Makassar. Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama: Jakarta Agustinus Tangkemanda, 2006, Efektifitas Penyuluhan Hukum Dalam Mewujudkan Masyarakat Sadar Hukum di Kecamatan Baruga Kota Kendari, UNHAS Makassar. Amien, A. M, 2003b Kemandirian Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan, Makassar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Armansyah, 2004, Koordinasi Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Dompu NTB, UNHAS Makassar. Bryan Coralie dan White Louise, 1987, Managemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, LP3S, Jakarta. Chairuddin, 1991, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika: Jakarta. Christian Leihitu, 2010, Desa Sadar Hukum Diharapkan Mengerti Masalah HAM, Antara Ambon. Cohen, J. M. and Uphoff, N. T. 1977, Rural Development Participatory. Cornell University, Itacha. Conyer dan Hills, 1994, Perencanaan Yang Berkesinambungan. Fukuyama, 1997, Desa Sadar Hukum Sebagai Modal Sosial Dalam Pembangunan, BPHN, Jakarta. Haryanto dan Sahmuddin, 2008, Perencanaan dan Penganggaran Daerah Pendekatan Kinerja, Badan Penerbit UNDIP Semarang. Indra J Pilliang, 2010, Refleksi Akhir Tahun Kementerian Hukum Dan HAM, Membudayakan Hukum dan HAM, Majalah Hukum, Jakarta. Kunarjo, A., 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, UI-Press Jakarta.

43

Kunarto, 1996. Sejarah perencanaan Pembagunan Suatu Tinjauan Singkat., Jakarta Prisma Edisi 25. Leony Anggraeny, 2005 Perencanaan Partisipatif di Kabupaten Maros (Studi Kasus Pada Pemusyarawatan Tudang Sipulung di Kecamatan Turikale), UNHAS Makassar Liaca MArzuki, 1995, Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar (sebuah Telaah Filsafat Hukum). Penerbit Hasanuddin University Press: Makassar. Liestiarini Wulandari, 2010, Pembentukan DSH Sebagai Tolak Ukur Tingkat Kesadaran Hukum di Masyarakat, BPHNTV Jakarta. Mulyana W Kusumah, dkk., 1998. Konsep dan Pola Penyuluhan Hukum., Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta. Rahardjo Adisasmita, 2011, Manajemen Pemerintah Daerah. Graha Ilmu, Yogyakarta. Rusli Effendi, dkk, 1991, Teori Hukum. Hasanuddin University Press, Ujung Pandang. Sarwoto, 1986, Dasar-dasar Managemen, Penerbit Ghalia Jakarta. Satjipto Raharjo, 1982, Ilmu Hukum, Alumni Bandung. , 1983, Budaya Hukum dalam Permasalahan Hukum di Indonesia, Seminar Budaya Hukum Nasional Ke Empat, Bina Cipta, Bandung. Soerjono Seokanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Rajawali, Jakarta. Tjokroamidjojo, Bintoro, 1987, Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta. Victor F. Nanlessy, 2006, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Program Desa Mandiri Di Kabupaten Gorontalo (Studi Kasus Di Desa Toyidito Kecamatan Polubala), UNHAS Makassar.

Dokumen Perundang-undangan

44

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi Tata Kerja Kanwil Kemenkum HAM Maluku. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang Pola Penyuluhan. Peraturan Kepala BPHN No. PHN.HN.03.05-73 Thn 2008 Tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M-09.PR.07.10 Tahun 2007 dan dilakukan perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : M.MH-10.OT.01.01 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.HH-01.PR.01.01 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2010-2014. http://www. kemenkumhamri.go.id http://www. bphn.go.id http://www.kemenhukhammaluku.go.id BPHNTV, Kementerian Hukum dan HAM RI. POTRET DESA SADAR HUKUM, Metro TV , Sabtu 27 Nopember 2010.

You might also like