You are on page 1of 8

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia memiliki kemampuan untuk mengelola diri-nya sendiri dan orang lain sebagai teknik dan penerapan dari ilmunya sendiri, dalam hal ini yang dimaksud adalah sumber daya manusia-nya. Hal ini manusia dalam misinya berfungsi untuk menjalankan dirinya sebagai khalifah atau pemimpin di bumi dan bertanggung jawab untuk diri-nya sendiri dan orang lain atas apa yang telah di kerjakan. Pengelolaan sumber daya manusia ini sangat vital, karena berpengaruh terhadap berlangsungnya sebuah perusahaan. Objek vital yang menjadi tolok ukur dalam perusahaan adalah keutungan atau profit, dimana profit itu akan bisa mencerminkan dari suasana yang tercipta oleh perusahaan tersebut, seperti seberapa kondusifkah perusahaan tersebut. Hal ini juga mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan saat bekerja.

Di dalam dunia bisnis, faktor pencetak profit dan faktor yang menjalankan sebuah perusahaan adalah karyawan atau sumber daya manusia-nya. Hal ini diperlukan sumber daya manusia yang atraktif dan siap pada perubahan yang terjadi. Pada saat kita berbicara tentang sebuah perusahaan, tentunya elemen sumber daya manusia-nya berasal dari berbagai latar belakang, seperti setiap individu memiliki karakteristik yang tidak sama, berasal dari daerah berbeda, pemahaman budaya yang berbeda. Pembawaan karakter individu sangat mempengaruhi peran budaya yang di bawanya, hal ini yang sering memicu konflik dalam organisasi.

Organisasi seringkali menghadapi berbagai persoalan, ketika terjadi interaksi dengan lingkungan, terutama lingkungan tersebut tidak stabil dan terus berkembang. Penyelesaian yang harus dilakukan adalah sebuah organisasi sangat perlu untuk

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah, agar mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Di samping itu, pada saat yang sama organisasi juga menghadapi masalah internal, yang mengharuskan organisasi mengatasinya sehingga tetap terjadi suatu keterpaduan dalam fungsi organisasi. Upaya mengatasi masalah-masalah eksternal dan internal tersebut, organisasi perlu membentuk suatu budaya organisasi yang kuat dan sehat apabila organisai tersebut ingin mempertahankan diri, bahkan jika ingin terus tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang efektif.

Para pendiri organisasi telah meletakkan dasar tentang organisasi, yaitu budaya organisasi yang telah didirikan sejak awal. Seiring dengan adanya pertumbuhan organisasi sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya, dalam usaha pengembangan organisasinya, maka secara sadar nilai-nilai pokok tertentu yang ada dalam budaya organisasi juga akan mengalami perubahan, maka budaya organisasi perlu dikelola, agar sesuai dengan pertumbuhan organisasi tersebut, karena budaya organisasi memiliki peranan yang sangat penting tehadap efektifitas organisasi. Seperti dikemukakan oleh Robbins (1990), budaya organisasi merupakan nilai-nilai dominan atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap para anggota organisasi tersebut. Selain itu budaya organisasi juga merupakan sistem nilai yang diyakini, dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, dan dijadikan acuan perilaku oleh semua anggota organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Selain itu, Shein (Renstra LAPAN, 2005) pakar dalam Applied Strategic Planning mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan integrasi internal, yang dalam kurun waktu tertentu telah berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan, sehingga setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi pengikat semua karyawan dan sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dari keterlibatan karyawan dalam organisasi.

Budaya meliputi suatu sistem nilai yang diyakini oleh individu maupun organisasi. Rokeach (Renstra LAPAN, 2005) mendefinisikan nilai sebagai suatu keyakinan yang berlangsung terus dan relatif tetap bahwa suatu cara khusus mengenai perilaku atau keadaan akhir dari keberadaan adalah lebih baik secara pribadi atau secara sosial dibandingkan dengan cara yang berlawanan dengan cara khusus tersebut. Sedangkan Sistem Nilai adalah suatu rangkaian kesatuan dari nilainilai yang relatif penting dalam organisasi. Oleh karena itu, nilai yang dianut oleh organisasi akan membawa organisasi kepada suatu tujuan tertentu yang dianggap benar. Hal ini juga terjadi pada nilai yang dianut organisasi akan membawa organisasi tersebut kepada cara-cara tertentu yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi, dan cenderung mengabaikan cara-cara lainnya karena dianggap sebagai cara yang salah, dengan kata lain nilai menentukan norma-norma ataupun prinsipprinsip (standar tindakan) dalam organisasi. Sehubungan dengan lingkup substansi nilai dan kaitannya dengan budaya, maka dapat dinyatakan bahwa suatu organisasi yang mempunyai budaya kuat atau dikatakan mapan adalah organisasi dengan misi dan prinsip yang diterapkannya cukup jelas, dan lebih lanjut dapat dipahami setiap anggota organisasi dan stakeholders. Untuk pemahaman ini, organisassi dituntut untuk mengembangkan culture network. Berdasarkan definisi budaya dan nilai yang telah diuraikan di atas dapat dinyatakan bahwa budaya adalah himpunan sentral dari asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai, di mana nilai-nilai akan menurunkan prinsip-prinsip. Lebih lanjut penerapan prinsip-prinsip akan menjadi upaya validasi bagi budaya tersebut. Oleh karena itu, suatu organisasi selalu terjadi proses siklus budaya: keyakinan - nilai - prinsip - keyakinan.

Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependent. Robbins (1990) mengemukakan bahwa ada sepuluh karakteristik budaya yang berlaku di suatu organisasi yang membedakan antara budaya dari masing-masing organisasi. Karakteristik tersebut adalah: 1. Inisiatif individual 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko 3. Arah (direction) 4. Integrasi 5. Dukungan dari manajemen 6. Control 7. Identitas 8. Sistem imbalan (reward sistem) 9. Toleransi terhadap konflik 10. Pola pola komunikasi

Kesepuluh karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural dan perilaku dalam organisasi.

Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis terhadap kesuksesan suatu organisasi, misalnya untuk membangun kinerja ekonomi dan kinerja organisasionalnya dalam jangka panjang sebagai sarana bagi anggota organisasi untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuannya, yaitu sejauh mana budaya mempengaruhi efektifitas organisasi dapat diketahui dengan melihat kuat atau lemahnya budaya organisasi tersebut.

Robbins (1996) mengemukakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah, individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah

perubahan. Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik nilai-nilai individu maupun nilai-nilai kelompok yang selama ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang diharapkan. Apabila komponen dalam organisasi tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, maka hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Selanjutnya berdampak pada efektivitas organisasi itu sendiri.

Di sisi lain, adanya nilai inti (core value) dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan secara meluas merupakan ciri dari budaya organisasi yang kuat. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti (core values), memahami dan menyetujui jajaran tingkat kepentingannya, dan tingginya komitmen tehadap organisasi, maka semakin kuat budaya tersebut. Dengan adanya budaya organisasi yang kuat dan sehat di setiap perusahaan, maka akan berdampak positif di perusahaan tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa budaya organisasi yang kuat dan sehat dapat difungsikan sebagi tuntutan yang mengikat para karyawan, karena diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Maka budaya organisasi akan menciptakan peningkatan produktifitas, dan kinerja. Budaya organisasi yang kuat dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, karena untuk mencapai efektivitas maka dibutuhkan budaya organisasi, strategi, lingkungan, dan teknologi yang sesuai. Budaya organisasi lebih kuat apabila terdapat kecocokan budaya (culture fit) dengan variabel-variabel penting lainnya. Hal ini meliputi strategi, lingkungan, dan teknologi (Robbins, 1990).

Kecocokan budaya (culture fit) menentukan efektivitas organisasi (Smith, dkk: 2001). Budaya yang dimaksud di sini mencakup: lingkungan fisik dan sosio-politik, yang meliputi konteks ekologi, sosialisasi, hukum, dan sistem politik yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan perusahaan yang mencakup karakteristik pasar, kepemilikan (ownership), sifat industri, dan sebagainya. Hal ini

mempengaruhi budaya kerja dalam organisasi, yang diterapkan pada sejumlah kegiatan HRM (human resource management), yang antara lain meliputi: desain pekerjaan, pengawasan, dan prosedur pemberian reward.

Budaya yang kuat juga akan meningkatkan perilaku yang konsisten dari anggota organisasi. Oleh karena itu, budaya dapat dijadikan sebagai sarana yang kuat untuk mengontrol dan dapat bertindak sebagai sebuah substitusi bagi formalisasi. Semakin kuat budaya suatu organisasi maka semakin lemah atau rendah formalisasi yang berlaku di oraganisasi tersebut. Kebutuhan manajemen untuk mengembangkan peraturan dan kebijakan formal sebagai pedoman perilaku kerja anggota organisasi makin kurang. Pedoman tersebut akan dipahami dan diterima oleh anggota organisasi apabila mereka menerima budaya organisasi tersebut.

Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan budaya organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut direalisasikan. Robbins (1990) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan hasil interaksi antara lain adalah (1) bias dan asumsi para pendirinya, dan (2) hasil belajar dan pengalaman dari anggota organisasi. Budaya yang diciptakan dalam suatu kondisi atau lingkungan organisasi mempunyai Kekuatan-kekuatan yang mempunyai peranan penting untuk mempertahankan budaya tersebut. kekuatan tersebut adalah praktek seleksi organisasi, tindakan manajemen puncak, serta metode sosialisasi organisasi.

Tujuan dari proses seleksi adalah untuk merekrut orang-orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi, namun selain itu, hal tujuan lainnya adalah menemukan orang - orang yang cocok atau sesuai dengan budaya organisasi. Menurut Rothman (2006) dengan menggunakan metode cultural fit, maka dapat dapat ditemukan orang (calon karyawan) yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya organisasi dalam porsi yang sama besarnya dengan kemampuan teknisnya. Dengan

pendekatan ini, akan lebih mudah menemukan orang yang dapat terintegrasi dengan organisasi.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen mempunyai pengaruh atau dampak yang besar terhadap budaya organisasi. Setiap tindakan yang diambil oleh manajemen, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku kerja bawahan, karena tindakan tersebut dalam kurun waktu tetentu akan mempengaruhi karakteristik budaya organisasi. Misalnya bagaimana suatu kejadian dalam organisasi menetapkan norma-norma yang kemudian meresap melalui organisasi dan memberitahukan apakah pengambilan resiko diinginkan atau tidak, sejauhmana kebebasan yang diberikan oleh para manajer kepada bawahannya, kriteria kinerja seperti apa yang akan menunjang kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian selanjutnya akan dilakukan di ............. dengan alasan .......... Masalah yang terjadi di perusahaan tersebut membuat peneliti mengambil penelitian tersebut, dengan tema penelitian organisasi perusahaan. Penelitian lebih mengarah kepada efektifitas organisasi dalam perusahaan tersebut, ini sudah mencakup tentang manajemen sumber daya manusia pada perusahaan tersebut. Mulai dari penataan pegawai, kedisipilinan pegawai, dan pengaturan pegawai. Jadi perumusan masalahnya adalah, bagaimana tingkat efektifitas pengorganisasian sumber daya manusia pada perusahaan ...... terhadap kinerja perusahaan pada tahun 2011? 1.3 Batasan Masalah Batasan permasalahan secara umum pada penelitian ini adalah pengukuran pada tingkat efektifitas dari pengorganisasian sumber daya manusia pada sebuah perusahaan. Pada batasan permasalahan secara khususnya adalah mengetahui

tingkat efektifitas pengorganisasian sumber daya manusia pada perusahaan ...... yang telah ada dan dijalankan terhadap kinerja perusahaan pada tahun 2011. 1.4 Tujuan Penulisan Pada penelitian ini, penulis memiliki tujuan penelitian, yaitu : 1. Tujuan Umum Mengetahui tingkat efektifitas pengorganisasian sumber daya manusia pada perusahaan ....... terhadap kinerja perusahaan pada tahun 2011. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan keefektifan pengorganisasian sumber daya manusia perusahaan ...... pada tahun 2011. b. Mengetahui hubungan tingkat keefektifan pengorganisasian sumber daya manusia pada perusahaan ..... terhadap kinerja perusahaan pada tahun 2011. 1.5 Metode/Pendekatan Metode yang dipakai dalam penelitian ini, antara lain : 1. Literarute publikasi 2. Penelitian kuantitatif 3. Pembagian angket 4. Penghitungan statistika 1.6 Sistematika Penulisan Kalau ini kan yang tahu farnas...., jadi cek aja di buku atau modulnya farnas aja.... Disitu mesti ada kok. Karena tiap fakultas tu beda-beda. Takutnya salah aja. Ni juga ga ku atur sistematika laporanmu.

You might also like