You are on page 1of 41

REFERAT ASMA BRONKHIALE

DISUSUN OLEH: YULI ERMAWATI 2007730130

PEMBIMBING Dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD

RSUD CIANJUR PROGRAM STUDI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 1

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan inayah-Nya, Saya selaku co.ass ilmu penyakit dalam RSUD Cianjur dapat menyelesaikan tugas referat Asma Bronkhiale ini dengan sukses, tak lupa shalawat serta salam, tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita ke dalam naungan agama yang lurus. Referat ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan baik untuk Saya, maupun pembaca pada umumnya tentang asma bronkhiale bagaimana cara mendiagnosis, pemeriksaan yang diperlukan, dan terapi yang diberikan. Selain itu, referat ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Saya, selaku co.ass interna di RSUD Cianjur dengan harapan dapat menyelesaikan program co.ass ilmu penyakit dalam RSUD Cianjur dengan baik dan sukses. Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan laporan kasus ini, kepada orang tua yang telah mendukung saya baik material dan spiritual, tidak lupa ucapan terima kasih kepada Dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD selaku dokter pembimbing. Dalam referat ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, saya harapkan kritik dan saran dari teman-teman, pembaca, dokter pembimbing.

Jakarta, Agustus 2011

Penulis

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 2

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2 DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3 Contents..................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 4 Latar Belakang......................................................................................................... 4 Masalah dan Pembatasan Masalah...........................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 5 2.1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pernafasan.........................................5 Anatomi .............................................................................................................. 5 Histologi................................................................................................................ 6 Definisi...................................................................................................................14 Epidemiologi..........................................................................................................14 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma...............................................15 Patofisiologi............................................................................................................17 Diagnosis Asma......................................................................................................20 PENATALAKSANAAN ASMA.....................................................................................26 BAB III PENUTUP...................................................................................................................40 Kesimpulan............................................................................................................ 40 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 3

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Di Amerika Serikat kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di bagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih banyak dibandingkan pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan pasien dengan asma akut dibagian gawat darurat berkisar antara 1-2%. Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pada pasien yang mengalami serangan adalah $600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya berkisar $170. (IPD, Edisi V) Walaupun dunia kedokteran dan farmasi semakin maju, dan akhir-akhir ini telah ditemukan cukup banyak obat-obat baru untuk melawan asma, tetapi secara mengherankan bukan saja prevalensi asma meningkat, tetapi begitu pula angka mortalitasnya (CHAPEL & HARNEY< 1993, SPONSORED SYMPHOsium HIGHLIGHTS, 1995) (Buku Saku Penyakit Paru) Masalah dan Pembatasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, faktor pencetus, pathogenesis, gejala dan tanda, klasifikasi asma, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, preventif dan promotif, komplikasi dan prognosis.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pernafasan Anatomi Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung hingga bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut di lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior dalam rongga hidung, dan kesuperior sistem pernapasan bagian bawah menuju faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau di batukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebes debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabanya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 5

arahnhya hampir vertikal. Bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya bisa berubah. Seluruh saluran udara kebawah hingga tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru. Histologi Sistem respirasi berfungsi untuk menyelenggarakan pengambilan oksigen oleh darah dan untuk pembuangan karbondioksida.Jaringan paru dihubungkan dengan lingkungan luar melalui serangkaian saluran yaitu hidung,faring ,laring,trakea dan bronki.Berikut histologi dari sistem pernapasan : 1. Rongga Hidung Rongga hidung mengubah udara yang masuk ,membuat udara pernapasan tidak merusak system respirasi yang lebih awal.Pada potongan frontal ,rongga hidung berbentuk buah alpokat ,terbagi dua oleh septum mediana dan dari dinding lateral menonjol 3 lengkungan tulang yang dilapisi oleh mukosa yang ditutupi oleh epitel bertingkat kolumnar bersilia. a. Kelenjar mensekresi lender dan cairan untuk melapisi dan melembabkan epitel b. Silia bergetar secara sinkron untuk memindahkan lendir dan menangkap debu tertentu ke dalam saluran cerna. c. Mukosa pembatas berkaitan dengan jala vaskuler yang luas yang menghangatkan ,mendinginkan dan melembabkan udara inspirasi.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 6

2. Epitel Olfaktorius Bagian posterior atas rongga hidung mengandung dua bercak epitel olfaktorius tepat lateral terhadap septum nasalis.Epitel olfaktorius dilembabkan oleh hasil sekresi serosa kelenjar Bowman.Mukosa Olfaktorius juga mempunyai epitel bertingkat kolumnar bersilia Epitel ini di modifikasi untuk penghiduan. Epitel olfaktorius disusun oleh 3 jenis sel yaitu : 1. Sel penyokong 2. Sel basal 3. Sel olfaktorius 3. Nasofaring Menghubungkan rongga hidung ke larings dan sisa system respirasi.Kebanyakan nasofaring ditutupi oleh epitel bertingkat kolumnar bersilia,meskipun bercak-bercak epitel berl;apis gepeng tak bertanduk mungkin ada di orofaring.Epitel berlapis gepeng menutupi faring bawah dan epiglotis.Epiglotis mengandung tulang rawan elastis. 4. Laring Laring adalah bagian berongga system respiratorius yang melebar terletak antara nasofaring dan trakea.Laring terdiri atas tulang rawan,ligament, otot mukosa. a. Mukosa dibungkus oleh epitel tinggi bervariasi : - Epitelnya adalah berlapis gepeng di bagian atas,menutupi sebagian epiglottis. - Epitel bertingkat kolumnar bersilia menutupi sebagian besar mukosa laring
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 7

dan permukaan

b.

Kelenjar tubuloasinosa yang menghasilkan lendir pelindung tersebar di sepanjang mukosa larings dan terutama banyak di lipatan ventikuler.

c. Tulang rawan larings adalah hialin (tiroid) atau elastic (kuneiformis,kornikulata) d. Otot ekstrinsik dan intrinsic laring adalah otot skelet biasa 5. Trakea Menyalurkan udara antara larings dan bronki. a. Mukosa trakea Sel-sel epitel trakea .Trakea mempunyai lumen yang relative besar dibatasi oleh epitel bertingkat kolumnar bersilia dan bersel goblet untuk mrnsintesa dan mensekresi lendir. b. Dinding trakea mengandung beberapa tulang rawan hialin yang berbentuk huruf C.

6. Bronkus Bronkus mempunyai epitel bertingkat kolumnar bersilia mengandung sejumlah sel goblet ,macrofag dan fibroblast.Tulang rawan bronkus berbentuk irregular tetapi masih membentuk rangka yang membantu mempertahankan lumen broncus tetap paten.Seluruh dinding bronkus terdiri atas sserat otot dan lempeng tulang rawan yang tidak beraturan.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 8

7. Bronkiolus Broncus terkecil berhubungan dengan system bronkiolus. 1. Bronkiolus besar Mempunyai epitel selapis koliumnar dari sel bersilia ,sel bronkiolus,sel sikat yang tersebar dan sedikit sel bergranula kecil.Brinkiolus juga mengandung sel-sel otot polos yang membentuk anyaman dan fibroblast tetapi tidak mengandung tulang rawan. Sel bronkiolus (clara)khas untuk bronkiolus Sel ini bersifat sekresi,di duga ikut berperan menghasilkan filtrate darah untuk melembabkan epitel bronkiolus. 2. Bronkiolus terminalis Dibatasi oleh epitel selapis kubis bersilia dan banyak jaringan elastic pada dinding bronki. 3. Bronkiolus respiratorius Mempunyai alveoli pada dindingnya.Bagian dindingnya mengandung epitel kubis terutama terdiri atas sel bersilia dan sel bronkiolus.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 9

8. Ductus Alveolaris Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis,dilapisi oleh epitel selapis gepeng.Pada dindingnya mengandung banyak alveolus.Ductus alveolaris bermuara ke dalam atria.Yaitu suatu ruang tak teratur atau gelembung tempat alveoli dan sakus alveoli bermuara.Biasanya dua atau lebih sakus alveolaris muncul dari tiap atria.Sakus alveolaris adalah sekelempok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan.

9. Sel Epitel Alveolar Mempunyai dua tipe,yaitu : 1. Sel alveolar gepeng/sel epitel permukaan/sel tipe I Adalh sel yang sangat gepeng terutama sebagai pembatas ruang alveolus.Sel ini khusus untuk pertukaran gas. 2. Sel alveolar besar /sel septa/sel tipe II Bentuk selnya kubis dan menonjol kedalam ruang alveoli.Inti vesikuler dan sitoplasma bervakuol.Mengandung fosfoloipid,protein dan glikosaminoglikans.Sel ini menghasilkan surfaktan yang membentuk lapis tipis yang membatasi alveoli.Jadi sel tipe II adalah sumbeer utama pembentukan sel baru yang melapisi alveoli.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 10

Fisiologi: Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi seluruh jaringan tubuh dan membuang karbon dioksida ke menjalankan fungsi : atmosfir. Untuk mencapai tujuan ini, sistim pernapasan

1. Ventilasi paru, yaitu masuk keluarnya udara dari

atmosfir ke alveoli paru. Pada waktu

Inspirasi merupakan proses aktif. Volume thorax mengembang karena berkontraksinya diafragma dan otot-otot seperti M.sternocleidomastoideus yang mengangkat sternum, lalu M.seratus dan M.intercostalis externus yang mengangkat iga-iga. Peningkatan volume rongga thorax tersebut menyebabkan penurunan tekanan intra-pleura dan intra-pulmonal. Sehingga udara bertekanan tinggi yang berasal dari luar masuk ke dalam paru-paru yang bertekanan lebih rendah dan mengisinya. Ekspirasi merupakan proses pasif yang disebabkan elastisitas dinding dada dan paru mempengaruhi M.intercostalis externus & diafragma berelaksasi sehingga volume rongga thorax berkurang dan tekanannya meningkat. M.intercostalis interna berkontraksi menurunkan rangka iga. Melalui perbedaan tekanan, maka udara yang berada dalam paru-paru dihembuskan keluar.

2. Difusi O2 dan CO2 melalui proses perbedaan tekanan antara alveolus dengan kapiler darah. Tekanan pleura

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 11

Tekanan di dalam rongga sempit antara pleura paru (viseralis) dan pleura dinding dada (parietalis). Normalnya tekanan ini pada saat akhir ekspirasi (mulai inspirasi) adalah -5 cm H20, yang merupakan kekuatan yang tetap mempertahankan pengembangan paru pasa saat istirahatnya. Selama inspirasi, pengembangan rangka dada akan mendorong permukaan paru dengan kekuatan yang sedikit lebih besar dan mengakibatkan tekanan pleura menjadi lebih negatif sekitar -7 cm H20. Tekanan alveolus

Adalah tekanan di bagian dalam alveoli paru. Agar udara bisa masuk selama inspirasi maka tekanan dalam alveolus harus turun sampai nilainya sedikit dibawah tekanan atmosfir yaitu -1 cm H20,agar 0,5 liter udara dapat masuk. Selama ekspirasi tekanan alveolus meningkat sekitar +1 cm H20 dan mendorong 0,5 liter udara keluar.

Surfaktan Merupakan campuran lipoprotein dan ion. Dihasilkan oleh sel epitel alveolar tipe II. Fungsi surfaktan ini melawan tegangan permukaan sehingga alveoli tidak mengempis/kollaps. Pada RDS yang biasanya terjadi pada bayi prematur, akibatnya kurangnya surfaktan.

Alveolus mengecil lapisan menebal Alveolus membesar lapisan menipis

3.

Transportasi ke dan dari sel

02

dan

CO2

dalam

darah

dan

cairan

tubuh

Transportasi O2, terdiri dari 2 cara: 1. Fisik : Plasma (1 % dari O2 total) 2. Kimia : Berikatan dengan Hemoglobin.
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 12

Setelah oksigen masuk dari alveoli ke dalam paru-paru maka oksigen diangkut dalam ikatan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen akan dilepaskan untuk digunakan oleh sel-sel. Adanya hemoglobin dalam sel darah merah mengizinkan darah mengangkut oksigen lebih banyak dibandingkan bila oksigen hanya terlarut dalam cairan darah. Oksigen yang dibawah ke perifer akan mengoksigenasi jaringan-jaringan tubuh, dan hal ini juga dipengaruhi oleh pemakaian oksigen jaringan persatuan waktu (oksygen consumption). Oksygen consumption ini harus seimbang dengan penyediaan sehingga diperoleh oksigen yang cukup untuk semua jaringan. oksigen (oksygen delivery),

Transportasi CO2, terdiri dari 3 cara: 1. 10 % CO2 larut dalam plasma 2. 20 % berikatan dengan carbaminohemoglobin 3. 70 % dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-) Karbondioksida yang terbentuk pada jaringan akan memasuki kapiler jaringan dan diangkut oleh darah kembali ke paru-paru. Tekanan CO2 jaringan akan meningkat akibat hasil metabolisme, dan tekanan CO2 ini (PCO2) akan lebih tinggi dari PCO2 darah, sehingga CO2 jaringan akan berdifusi ke dalam darah. Seperti juga oksigen, karbondioksida juga terikat dengan suatu bahan kimia dalam darah yang meningkatkan transport CO2 15-20 kali lipat.Transport CO2 dapat melewati 3 cara yaitu terikat dengan bikarbonat dan ini yang carbaminocompound, dan yang terlarut dalam darah. terutama, terikat dengan

Keseimbangan asam basa tubuh dipengaruhi oleh fungsi paru dan CO2. Bila Hiperventilasi, maka CO2 diekskresikan berlebihan jadi alkalosis (ph > 7,4). Sebaliknya, bila hipoventilasi C02 retensi (tertahan) jadi asidosis (ph <7,4).

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 13

Pada Jalan Udara Pernapasan, terdapat:

Zona konduksi/konveksi : zona hanya tempat lewatnya udara Ruang rugi anatomis (anatomic dead space)

Zona Respirasi : zona tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida (secara difusi)

Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. (GINA) CLARK (1992) beranggapan bahwa asma adalah penyakit yang ditandai dengan resistensi terhadap aliran udara intrapulmonal yang sangat variabel dalam jangka waktu yang pendek. (BUKU SAKU ILMU PARU) Epidemiologi Pada tahun 2008, diperkirakan bahwa 23,3 juta orang Amerika saat ini memiliki asma., 12.7 juta orang di Americans (4.1 juta di bawah usia 18) memiliki serangan asma. 1 Berdasarkan International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) didapatkan setengah juta anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun di 56 negara memiiliki riwayat serangan berupa wheeze sebesar 6-32% dan 2-33% prevalensi tertinggi terdapat di Eropa tengah dan barat, Amerika Latin, Africa and Asia Tenggara , dan sedikit di India, China, Eropa timur and Unisoviet, hal ini berkaitan dengan kejadian rhinosinusitis. (Clinical Guides to Asthma) Asma pada orang dewasa, kadang pada umumnya diakibatkan oleh paparan agen dari tempat kerja yang mengakibatkan asma akibat kerja, atau berasal dari riwayat atopi dalam kehidupannya, atau mungkin tidak berhubungan dengn riwayat atopic sama sekali. Pada asma akibat kerja pada umumnya menimbukan gejala yang persisten, tes fungsi paru yang abnormal dan
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 14

hiperesponsif bronkus yang bergantung pada derajat paparannya. Obstruksi saluran nafas yang ireversibel dapat terjadi pada asma orang dewasa yang tidak merokok, yang sebagian berusia >65 tahun. Ternyata terdapat hubungan antara beratnya kelainan fungsi paru, hiperesponsive saluran nafas, respon bronkodilator terhadap agen pathogen, hipersekresi mukosa dan riwayat merokok. (Clinical Guides to Asthma) Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 5 %5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2%2. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum usia 5 tahun9. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma Faktor risiko Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan : 1. pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 15

2. baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Faktor pejamu Asma adalah penyakit yang diturunkan dan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Faktor lingkungan Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala. Selain itu, faktor lingkungan yang sering dianggap sebagai faktor pencetus umum antara lain : Infeksi virus pada saluran nafas bagian atas Aeroalergen pada debu mite rumah, serbuk sari, dan bulu binatang Limbah kerja seperti isosianat, epoxyresins, laboratorium binatang, flour Latihan Udara dingin Hiperventilasi Air, aerosol hipotonik dan hipertonik Obat-obatan seperti aspirin dan NSAID, penyekat adrenergic Makanan dan minuman seperti kacang, susu dan alergi telur GERD

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 16

Polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, iritan seperti asap rokok Faktor psikologi (dapat dihubungkan dengan hiperventilasi)

(guide asma)

Patofisiologi

Patofisiologi yang terjadi pada asma mencakup hal-hal : 1) inflamasi saluran napas, 2) hiperresponsif bronkial, dan 3) obstruksi intermiten aliran udara. Inflamasi yang menyebabkan hiperresponsif jalan napas merupakan gambaran patologi utama asma. Alergen/iritan akan terikat dengan IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Granulasi sel mast tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan PAF. Faktor kemotaktik juga dihasilkan sebagai akibat terjadinya infiltrasi bronkial oleh neutrofil, eusinofil, dan limfosit. Hasil dari proses inflamasi ini menyebabkan spasme otot polos bronkus, kongesti vaskular, meningkatnya permeabilitas vaskular, edema dan produksi mukus, kegagalan fungsi mukosilier, penebalan dinding jalan napas, dan peningkatan respon kontraksi otot polos bronkus.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 17

Gambar 1. Dinding saluran napas pada keadaan normal dan penderita asma

Sitokin inflamasi lain seperti TNF dan IL-1 dapat mengubah fungsi reseptor muskarinik yang selanjutnya meningkatkan kadar asetilkolin sehingga menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan sekresi mukus. Perubahan ini serta kerusakan sel epitel menyebabkan infiltrasi eosinofil yang menghasilkan hiperesponsif akut jalan napas dan obstruksi. Obstruksi jalan napas meningkatkan tahanan terhadap aliran udara dan menurunkan kecepatan aliran termasuk aliran ekspirasi. Kegagalan ekspirasi menyebabkan hiperinflasi di distal obstruksi, sehingga mengubah mekanisme paru-paru yang meningkatkan usaha pernapasan. Inflamasi yang tidak diterapi dapat mencetuskan kerusakan jalan napas jangka panjang yang ireversibel (airway remodelling). Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti dengan proses penyembuhan. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan ikat sehingga menimbulkan skar. Pada asma, kedua proses tersebut akan menyebabkan perubahan struktur yang mempunyai mekasnisme yang sangat kompleks yang dikenal dengan airway remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodelling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basalis, matriks interstitial, fibrogenis growth factor, protease dam inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan-perubahan struktur yang terjadi adalah hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas dan kelenjar mukus, penebalan membran retikular basal,
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 18

peningkatan pembuluh darah, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim serta peningkatan fibrogenic growth factor yang berperan dalam proses fibrosis.

Paparan alergen/iritan

Aktivasi sistem imun (produksi IL-4, IgE)

Degranulasi sel mast

Mediator vasoaktif

Mediator kemotaktik

Vasodilatasi Permeabilitas kapiler Bronkospasme Kongesti vaskular Sekresi mucus Kegagalan fungsi mukosiliar Penebalan dinding saluran napas

Infiltrasi seluler (neutrofil, limfosit, eosinofil)

Disregulasi otonom Pelepasan neuropeptida toksik

Peningkatan respon kontraksi otot polos Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage bronkus 19 Hiperresponsif bronkial Obstruksi jalan napas Deskuamasi epitel & fibrosis

Bagan Patofisiologi Asma

Diagnosis Asma Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala : 1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan 2. Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak 3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari 4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu 5. Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 20

1. Riwayat keluarga (atopi) 2. Riwayat alergi / atopi 3. Penyakit lain yang memberatkan 4. Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, terjadi kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi yang dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan sangat berat, tatapi biasanya disertai gejala lain seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi, penggunaan otot bantu napas. Secara umum pada pemeriksaan fisik kita harus memperhatikan: Tingkat kesadaran pasien Posisi berbaring, pada pasien dengan serangan berat biasanya pasian berbaring dalam

posisi setengah duduk atau bahkan duduk penuh, sedangkan pada serangan ringan pasien terkadang masih bisa berbaring lurus. -

Kemampuan pasien untuk berbicara Tanda vital : takipneu, takikardi Mulut : pursued lips, sianosis perioral Hidung : pernafasan cuping hidung (PCH) Leher : JVP meningkat

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 21

Thorax : penggunaan otot pernafasan tambahan, retraksi supra sternal, retraksi

interkostal, ekspirasi memanjang, wheezing, hipertensi pulmonal, P2 mengeras (bila serangan berat).

Diagnosis Asma Menurut GINA Kita dapat mempertimbangkan terjadinya asma jika beberapa dari tanda dan gejala berikut ditemukan :
1. High-pitched wheezing, saat ekspirasi terutama pada anak-anak (pemeriksaan paru yang

normal tidak menyingkirkan asma). 2. Adanya riwayat : batuk, yang memburuk pada malam hari mengi berulang kesulitan bernapas berulang dada terasa berat yang berulang

(catatan : Eczema, hay fever atau riwayat asma pada keluarga atau penyakit atopi berhubungan erat dengan asma) 3. Gejala terjadi dan memburuk terutama pada malam hari, membangunkan penderita dari tidur 4. Gejala terjadi dan diperburuk oleh : binatang yang berbulu bahan aerosol perubahan temperatur tungau debu rumah obat ( aspirin, beta bloker) olah raga serbuk bunga infeksi pernapasan (viral) asap rokok luapan emosi berlebih

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 22

5. Hambatan aliran udara dan reversibel, diukur dengan spirometer (FEV1 dan FVC) atau

peak expiratory flow meter (PEF). Bila menggunakan peak flow meter, pertimbangkan asma bila terdapat :
-

PEF meningkat lebih dari 15 % setelah 15-20 menit inhalasi bronkolidator (2agonist kerja cepat), atau Variasi PEF lebih dari 20 % antara pengukuran pagi hari dengan pengukuran 12 jam kemudian (pada pasien yang diberi bronkolidator). Atau lebih dari 10 % pada pasien yang tidak diberi bronkolodator, atau

Faal Paru

PEF menurun lebih dari 15 % setelah olah raga atau aktivitas berat.

Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispneu dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan juga merupakan parameter objektif menilai beratnya asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai : Obstruksi jalan napas Reversibiliti kelainan faal paru Variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas. Banyak parameter dan metoda untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secaraluas dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (PEF).

Spirometri Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) dan kapasitas vital paksa (FVC) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. FVC adalah volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dengan paksa setelah inspirasi maksimal selama melakukan spirometri. Sedangkan FEV1 adalah volume udara ekspirasi selama detik pertama FVC.3 Pemeriksaan ini sangat bergantung pada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 23

instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio FEV1/FVC < 75 % atau FEV1 < 80 % nilai prediksi. Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio FEV1/FVC < 75 % atau FEV1 < 80 % nilai

prediksi.
2. Reversibilitas, yaitu perbaikan FEV1 15 % secara spontan/ setelah inhalasi bronkolidator,

atau setelah pemberian bronkolidator oral 10-14 hari atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral selama 2 minggu). Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.

Peak Expiratory Flow (PEF) = Arus Puncak Ekspirasi (APE) Nilai PEF dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau dengan pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu PEF-meter yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia diberbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun IGD. Alat PEF-meter relatif mudah digunakan baik oleh dokter maupun penderita, dan sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manfaat PEF dalam diagnosis asma :
1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai PEF 15% setelah inhalasi bronkolidator (atau

bronkodilator oral 10-14 hari ) atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi atau oral 2 minggu)
2. Variabiliti, menilai variasi diurnal PEF yang dikenal dengan variabilitas PEF harian

selama 1-2 minggu. Variabilitas juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit.

Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis 1. Uji provokasi bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita ddengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesivisitas rendah, artinya hasil negatif dapat
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 24

menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti asma. Hasil positif dapat juga terjadi pada rinitis alergik, PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. 2. Pengukuran status alergi Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko/pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksaannya. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (dermatitis). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

KLASIFIKASI ASMA Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perncanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Klasifikasi derajat berat asma berdasakan gambaran klinis adalah sebagai berikut: Gejala (siang) < 1 x/mgg STEP 2 Persisten Ringan Serangan Asimptomatik 1 > 2 x/bln singkat diluar serangan > x/hari Aktivitas terganggu
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 25

STEP 1 Intermiten

Gejala (malam) 2 x/bln

Faal Paru VEP1 80% 20%

APE 80% Variabiliti APE <

VEP1 80% APE 80% Variabiliti APE <

x/mgg,tetapi < 1

20-30%

STEP 3 Persisten Sedang

Setiap hari Aktivitas Butuh

> 1 x/mgg

VEP1 60-80% APE 60-80% Variabiliti APE >

terganggu bronkodilator

30%

STEP 4 Persisten Berat

setiap hari Kontinyu Sering Aktivitas fisik kambuh

Sering

VEP1 60% APE 60% Variabiliti APE >

30%

terbatas VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (Forced Expiratory Volume in 1 second/FEV1) APE = Arus Puncak Ekspirasi (Peak Expiratory Flow/FEV)

PENATALAKSANAAN ASMA Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Program penatalaksanaan asma meliputi 6 komponen, yaitu : 1. Edukasi penderita 2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala 3. Identifikasi dan mengendalikan faktor risiko/pencetus 4. Merencanakan pengobatan jangka panjang 5. Merencanakan penatalaksanaan serangan asma
6. Menyediakan regular follow up care.

Adapun tujuan dari penatalaksanaan asma adalah tercapainya gejala yang minimal atau tidak ada termasuk gejala malam, tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat, kbetuhan terhadap
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 26

bronkodilator minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise, fungsi paru (APE) mendekati normal, serta efek samping obat dapat minimal atau tidak ada.

Ad.1

Edukasi penderita Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, menjaga penderita agar

tetap dapat beraktivitas sehari-hari dan mengurangi biaya pengobatan dengan bantuan dan arahan tenaga kesehatan, diharapkan penderita dapat :

memahami penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri menghindari faktor risiko mengerti perbedaan pengobatan asma yang disebut controller dan reliever memakai pengobatan dengan benar monitor status asma yang diderita berdasarkan gejala klinis dan bila memungkinkan dengan hasil tes fungsi faal paru mengenali tanda-tanda perburukan dari asma serta dapat mengambil tindakan untuk mengatasinya

Dengan kata lain, tujuan dari seluruh kegiatan edukasi adalah membantu penderita agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma yang dideritanya

Ad.2

Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penatalaksanaan asma membutuhkan monitoring yang kontinyu dalam jangka waktu lama.

Monitoring meliputi review gejala klinis dan bila memungkinkan pengukuran fungsi faal paru. Hal tersebut berguna dalam menilai respon penderita terhadap terapi dan menentukan terapi selanjutnya. Pemeriksaan yang berkala dalam jangka waktu satu sampai enam bulan, sangatlah penting, dan dalam setiap kunjumgan, penderita diberikan pertanyaan-pertanyaan yang menginformasikan perkembangan penyakit dan terapi yang dijalaninya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebaiknya meliputi 3 hal, yaitu :

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 27

gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada, dan sesak napas) asma malam, terbangun pada malam hari karena gejala asma gejala asma pada dini hari yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 15 menit pengobatan 2-agonis kerja singkat.

Ad.4

Merencanakan pengobatan jangka panjang Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri dari pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang untuk mengontrol asma, dan diberikan setiap hari meskipun tidak ada gejala untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : Kortikosteroid Inhalasi Efek : mengurangi inflamasi dan mencegah kebocoran plasma ke dalam jaringa sehingga dapat menurunkan frekuensi serangan dan kebutuhan obat yang lain. Co. Beclomethasone, Budesonide, Flunisolide, Fluticasone, Mometasone Furoate, Triamcinolone Kortikosteroid Sistemik Co. Hydrocortisone, Methylprednisolone, Prednisolone, Prednisone

Agonis 2 long acting, Inhalasi Efek : bronkodilatasi yang dapat bertahan minimal 12 jam sehingga dapat mengatasi asma persisten sedang-berat dan mencegah serangan malam hari. Co. Formoterol, Salmeterol

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 28

Agonis 2 long acting, oral Co. Salbutamol, Terbutaline

Mast Cell Stabilizer Walaupun tidak selalu efektif pada setiap pendeita, namun penggunaan harian dari inhalan anti inflamasi Sodium Kromoglikat (Co. Cromolyn, Cromones) dan Nedokromil Sodium (Co. Cromones) dapat mencegah serangan asma ringan-sedang, serta asma yang dicetuskan oleh latihan fisik.

Antileukotrien/Leukotriene Modifiers Efek : mengurangi produksi atau mengahambat aksi dari leukotrien. Penggunaan bersama obat lain seperti kortikosteroid inhalasi efektif untuk mencegah terjadinya serangan asma. Co. Montelukast, Pranlukast, Zafirlukast, Zileuton

Methylxanthine Efek : bronkodilator potensi ringan-sedang Co. Aminophylline, Theophylline - sustained release

Antihistamin generasi ke-dua

Pelega (Reliever) Yang termasuk obat pelega :

Agonis 2 short acting Co. Albuterol, Bitolterol, Fenoterol, Pirbuterol, Salbutamol, Terbutaline

Antikolinergik Co. Ipratropium Bromida, Oxitropium Bromida

Kortikosteroid Sistemik Co. Dexamethasone, injeksi

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 29

Theophylline - short acting Co. Aminophylline

Adrenalin/Epinefrin, injeksi Pengobatan Asma Berdasarkan Derajat Berat Asma (dewasa&anak > 5 tahun)

Derajat Berat Obat Pengontrol Harian Pilihan Obat lain Asma Semua Tahapan : ditambahkan Agonis 2 kerja singkat untuk pelega (reliever) bila dibutuhkan, tetapi pemakaiannya tidak melebihi 3-4 kali sehari. STEP 1 Tidak memerlukan obat Intermiten STEP 2 Kortikosteroid Inhalasi, dosis rendah Teofilin lepas lambat Persisten Cromone Ringan Antileukotrien STEP 3 Kortikosteroid, dosis rendah-sedang Kortikosteroid Persisten + inhalasi, dosis sedang + Sedang Agonis 2 long acting, Inhalasi teofilin lepas lambat Kortikosteroid inhalasi, dosis sedang + Agonis 2 long acting, Oral Kortikosteroid inhalasi, dosis sedang + antileukotrien Kortikosteroid inhalasi, dosis tinggi STEP 4 Kortikosteroid Inhalasi, dosis Persisten Berat tinggi + Agonis 2 long acting, Inhalasi + Salah satu/lebih di bawah ini, bila diperlukan : Teofilin Lepas Lambat Antileukotrien Agonis 2 long acting, Oral Kortikosteroid Oral Semua Tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi minimal 3 bulan, kemudian turunkan secara bertahap sampai mencapai terapi yang paling minimal dengan kondisi asma tetap terkontrol.

Penatalaksanaan berdasarkan status kontrol (khususnya pada tindak lanjut)


Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 30

1. Hitung nilai ACT dengan tabel 1 2. Tetapkan status kontrol berdasarkan nilai ACT dengan Tabel 2 3. Penatalaksanaan berdasarkan status kontrol dengan Tabel 2 4. Semua kasus mendapat terapi reliever inhalasi 2 Agonis atau alternatifnya Tabel 1. Asthma Control Test (ACT) Seberapa sering asma Mengganggu kerja sehari-hari Mengalami sesak napas Menyebabkan bangun malam hari Menggunakan obat semprot atau tablet Terkontrol menurut pasien Nilai Total ACT 1 Selalu >1/hr >4/mg >3/hr Tidak 2 Sering 1/hr 2-3/mg 1-2/hr Kurang 3 kadang 3-6/mg 1/mg 2-3/mg cukup 4 jarang 1-2/mg 1-2/bl 1/mg Baik 5 tidak tidak tidak tidak selalu Nilai

Status Kontrol (nilai ACT) Terkontrol (25) Terkontrol sebagian (20-24) Tidak terkontrol (<20) Serangan Asma Reliever Diberikan pada semua langkah

Tindakan terapi Pertahankan dan temukan langkah terapi terendah Pertimbangkan meningkatkan langkah terapi untuk mencapai control Tingkatkan langkah terapi hingga terkontrol Terapi sesuai Protokol Serangan Asma Inhalasi 2 agonis kerja cepat sesuai keperluan Alternatif lain: Inhalasi antikolinergik 2 agonis oral kerja cepat. Salbutamol,

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 31

Prokaterol Teofilin kerja pendek

Langka h1

Langkah 2 + kortikosteroi d inhalasi dosis rendah (budesonid 100 200 g)

Langkah 3 + kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 100 200 g) + 2 agonis kerja panjang formoterol atau salmoterol atau prokaterol

Langkah 4 + kortikosteroid inhalasi dosis sedang (budesonid 200 400 g) s/d tinggi (>400 g) + 2 agonis kerja panjang formoterol atau salmoterol Atau prokaterol

Langkah 5 + Glukortikoid oral dosis rendah: Pred 40-50 mg, atau metilpred 60-80 mg dosis tunggal, atau hidrokort 300-400 mg dosis terbagi selama 5-10 hari tanpa tappering.

+ antileukotrie n

+ kortikosteroid inhalasi ds sedang + kortikosteroid inhalasi ds rendah + antileukotrien

+ antileukotrien

+ anti IgE

+ teofilin lepas lambat

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 32

+ kortikosteroid inhalasi ds rendah + teofilin lepas lambat

Manajemen asma berdasarkan derajat beratnya asma berguna pada awal penatalaksanaan asma. Untuk penatalaksanaan selanjutnya gunakan manajemen asma berdasarkan status kontrol (GINA 2008). Selain medikasi asma berupa obat pengontrol dan pelega, ada beberapa pilihan dalam perencanaan pengobatan jangka panjang bagi penderita asma, diantaranya : 1. Imunoterapi Spesifik

Imunoterapi spesifik dilakukan apabila penderita memiliki kecenderungan alergi terhadap bahan-bahan tertentu, tidak termasuk alergi makanan dan penderita tidak dapat menghindari faktor pencetus atau kegagalan pengobatan konservatif dalam mengontrol gejala asma. Terapi ini diawali dengan melakukan skin test untuk menentukan secara pasti alergen pencetus, setelah itu diberikan suntikan yang mengadung dosis kecil dari alergen tersebut secara bertahap. Terapi ini memiliki efek samping terjadinya reaksi anafilaksis. 2. Antibodi Monoklonal Anti-IgE

Jika penderita memiliki allergic asthma dan sulit dikontrol, penggunaan antibodi monoklonal anti-IgE seperti injeksi Omalizumab (Xolair) yang diberikan setiap 2-4 mainggu dapat mengurangi angka kejadian serangan asma dengan menghambat aksi dari antibodi IgE. Xolair dapat digunakan untuk anak-anak > 12 tahun dan dewasa yang menderita asma persisten sedang-berat yang disebabkan alergi dan tidak berespon terhadap pengobatan lain. 3. Termoplasti bronkial

Ditujukan untuk mengurangi kapasitas kontraksi dari otot polos saluran nafas sehingga dapat mengurangi hiperresponsif bronkial, yang dilakukan dengan menghantarkan energi radiofrekuensi pada jalan nafas untuk mengkoagulasi jaringan bronkial dan mengurangi jumlah sel otot polos pada dinding saluran nafas.
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 33

Ad.5

Merencanakan penatalaksanaan serangan asma Eksaserbasi atau serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif dari dispneu,

batuk, mengi, rasa berat di dada, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Terapi inisial pada serangan asma adalah dengan inhalasi agonis 2 kerja singkat dengan dosis yang cukup atau dengan menggunakan nebulizer. Respon terhadap terapi inisial ini dapat berupa :

Respon Baik Eksaserbasi ringan Respon terhadap agonis 2 bertahan selama 4 jam dan APE > 80% tanpa mengi atau sesak. Aksi : lanjutkan agonis 2 setiap 3 - 4 jam dalam 24 48 jam dan hubungi dokter untuk tindakan lebih lanjut.

Respon Inkomplit Eksaserbasi Sedang Gejala berkurang namun muncul kembali setelah 3 jam dan APE 60 80% dengan mengi atau sesak yang menetap. Aksi : tambahkan kortikosteroid oral, antikolinergik inhalasi, lanjutkan agonis 2 dan segera hubungi dokter untuk tindakan lebih lanjut.

Respon Buruk Eksaserbasi Berat Gejala menetap atau memburuk setelah pemakaian agonis 2 dan APE < 60% Aksi : tambahkan kortikosteroid oral, ulangi agonis 2 , tambahkan antikolinergik inhalasi dan segera bawa ke unit gawat darurat.

Penderita asma sebaiknya segera mencari pertolongan medis apabila :


Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 34

Serangan berat :

- Penderita tidak dapat bernafas saat istirahat, bicara dalam kata-kata bukan dengan kalimat, agitasi, drowsy/confused, bradikardi, atau frekuensi pernapasan lebih dari 30 per menit. - Mengi/wheezing terdengar sangat keras atau tidak terdengar sama sekali - Nadi lebih dari 120 x/menit - APE < 60% nilai prediksi atau nilai terbaik setelah pengobatan - Penderita sangat kelelahan Respon penggunaan bronkodilator sebagai terapi inisial tidak tercapai atau Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah penggunaan Gejala semakin memburuk.

tidak dapat dipertahankan minimal 3 jam kortikosteroid oral

Asma Eksaserbasi

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 35

Manajemen Asma Eksaserbasi


Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 36

Komplikasi
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 37

Komplikasi

asma

yang

sering

ditemukan

mencakup

pneumoniae,

pneumothoraks/pneumomediastinum, dan gagal nafas akibat eksaserbasi yang berat sehingga membutuhkan intubasi, serta dapat menimbulkan kematian. Faktor resiko terjadinya kematian akibat asma adalah adanya riwayat sebagai berikut :

eksaserbasi akut yang berat, riwayat penggunaan intubasi dan perawatan di ICU sebelumnya rawat inap 2 kali/lebih atau rawat UGD 3 kali/lebih dalam satu tahun terakhir, riwayat rawat inap/rawat UGD dalam satu bulan terakhir penggunaan lebih dari dua Agonis 2 per bulan penyakit kardiovaskular masalah psikososial,psikiatri, dan masalah penyalahgunaan obat status sosioekonomi yang rendah Komplikasi yang berhubungan dengan pengobatan asma pada umumnya jarang terjadi.

Namun, pada penderita yang menggunakan kortikosteroid sistemik dalam jangka waktu yang lama dapat memiliki komplikasi osteoporosis, imunosupresi, katarak, miopati, penurunan berat badan, addisonian crisis, penipisan kulit, mudah memar, nekrosis avaskular, diabetes, gangguan psikiatri.

PENCEGAHAN Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi seranganatau bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.

Pencegahan Primer Perkembangan respon imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi allergen pada fetus, tetapi
Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 38

pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin.

Pencegahan Sekunder Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihistamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma. Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersentisasi dan sudah dengan gejala asma lebih menghasilkan pengurangan/resolusi total dari gejala dari pada jika pajanan terus berlangsung.

Pencegahan Tersier Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/obat.

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 39

BAB III PENUTUP Kesimpulan Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam alergen seperti debu, tunagu rumah, makanan atau minuman, obat-obatan, infeksi virus, dll yang akan terus berulang jika pendertia tersebut tidak menghindari faktor pencetusnya. Asma ini umumnya terjadi pada anak-anak namun, tidak jarang asma juga dapat ditemukan pada orang dewasa maupun usia lanjut sekitar 40-50 tahun yang disebut dengan ocupational asthma atau asma akibat kerja. Pengobatan asma ada yang bersifat reliever ataupun kontroler, hal ini bergantung pada derajad berat ringannya asma dan terkontrol dan tidak terkontrolnya asma yang dibuktikan berdasarkan ACT (Asthma Control Test).

DAFTAR PUSTAKA 1. A, Price Sylvia, Lorraine M,Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 40

2. Barner, Pieter dkk. Asthma and COPD Basic Mrchanism and Clinical Management. ebook

3. Chung, Kian Fan. Clinical Guides to Asthma. 2002. London: Arnold

4. Danususantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. 2000. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

5. Global Initiative for Asthma (GINA) 2008

6. Guyton, C Arthur dan John E.Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Hlm. 784,919. Jakarta: EGC.

7. Johnson, E. Kurt. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta : Binarupa Aksara.

8. Lesson, Roland C dkk. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC

9. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam

Referat Asma Bronkial , Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJURPage 41

You might also like

  • Definisi Syok - Syok Pada Anak
    Definisi Syok - Syok Pada Anak
    Document42 pages
    Definisi Syok - Syok Pada Anak
    tefamoo
    100% (1)
  • Syok Anafilaktik
    Syok Anafilaktik
    Document2 pages
    Syok Anafilaktik
    sabdaa_2
    75% (4)
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet
  • Jambi
    Jambi
    Document7 pages
    Jambi
    Irma Wati
    No ratings yet