I. TEMPERATUR Temperatur adalah ukuran panas- dinginnya dari suatu benda. Panas-dinginnya suatu benda berkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar temperaturnya. 1.1. Kontak termal. Dua buah benda dikatakan dalam keadaan kontak termal bila energi termal dapat bertukar diantara kedua benda tanpa adanya usaha yang dilakukan.
1.2. Kesetimbangan thermal Yaitu situasi yang mana dua benda yang dalam keadaan kontak thermal menukarkan energi termal dalam jumlah yang sama. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan thermal tergantung sifat benda tersebut. Pada saat kesetimbangan thermal ke dua benda mempunyai temperatur yang sama. 1.3. Hukum ke-nol Thermodinamika Jika benda A dan B masing-masing dalam keadaan setimbang thermal dengan benda ke tiga C, maka benda A dan B dalam keadaan setimbang thermal terhadap satu sama lain. 1.3. Hukum ke-nol Thermodinamika Benda ketiga C ini nanti yang akan kita sebut thermometer. Dua benda A dan B yang dalam kesetimbangan thermal mempunyai tempertur yang sama.
2. TERMOMETER Untuk mengukur temperatur sebuah benda secara kuantitatif Termometer ini terbuat dari bahan yang bersifat termometrik (sifat fisiknya bervariasi terhadap temperatur). volume cairan panjang kawat hambatan kawat volume gas pada tekanan konstan tekanan gas pada volume konstan warna pijar dsb. 2.1. Thermometer gas volume konstan. Sifat termometrik dari termometer ini adalah tekanan gas yang bervariasi terhadap temperatur pada volume konstan. T = aP + b a dan b konstan. Konstanta ini dapat ditentukan dengan mengguna-kan dua titik tertentu. Dari eksperimen ternyata untuk semua gas mempunyai nilai b yang sama (pada tekanan nol mempunyai temperatur yang sama, yaitu pada temperatur -273,15 0 C
1954, dibuat ketentuan referensi temperatur yaitu titik tripel air, yaitu air, uap air dan es dapat berada dalam kesetimbangan, yaitu pada temperatur 0,01 o C dan tekanan 0,61 kPa. Titik tripel air pada skala baru menjadi 273,16 K. Jika b = 0 dan P3 adalah tekanan pada titik triple maka : a = 273,16 K/ P3 maka T = (273,16 K/ P3) P pada tekanan rendah dan temperatur tinggi gas real dapat dipandang sebagai gas ideal, maka T = 273,16 K lim P/ P3 (Temperatur gas ideal )
P3 0 2.2. Skala Temperatur Celcius dan Fahrenheit. Pergeseran skala Celcius dengan temperatur absolut kelvin T sebesar 273,15 , maka Tc = T - 273,15 Oleh karena itu titik beku air (273,15 K) berhubungan dengan 0,00 C dan titik didih air (373,15 K) berhubungan dengan 100,00 C Celcius-Fahrenheit
Hubungan antara skala celcius dan skala Fahrenheit : T F = 9/5 T C + 32 2.3. Termometer yang lain. Termometer hambatan platina : perubahan hambatan 0,3 % setiap 1 K. Dapat digunakan pada rentang : 14 K - 900 K dan dapat dikalibrasi untuk 0,0003 K pada titik triple air. Termokopel : Sambungan dari dua logam/alloy yang berbeda. Dapat mengukur pada rentang - 180 C sampai 1500 C tergantung pada logamnya. Thermistor : dari bahan semikonduktor. Rentang temperatur yang terukur -50 C sampai 100 C dengan ketelitian 0,001 C Soal 1 : Carilah temperatur dalam skala Celcius yang ekivalen dengan 41 o F! Solusi : t c = 5/9 (t f -32 o ) = 5/9 (41 o - 32 o ) = 5 o C 3. Pemuaian Termal Bila temperatur sebuah benda naik, maka benda biasanya memuai
Untuk sebuah batang panjang dengan panjang L pada temperatur T, jika temperatut berubah dengan AT, maka perubahan panjang AL sebanding dengan AT dan panjang mula- mula L : AL = o L AT dengan o dinamakan koefisien muai linear (satuan o adalah 1/ o c) Koefisen muai linear pada suatu temperatur ttt T diperoleh dengan mengambil limit T mendekati nol : o = lim AL/ L = 1 dL
AT0 AT L dT Koefisien muai volume | didefinisikan dengan cara yang sama sebagai rasio antara perubahan volume terhadap temperatur pada (tekanan konstan) | = lim AV/ V = 1 dV
AT0 AT V dT Untuk kebanyakan bahan, muai volume adalah 3x muai linear : | = 3 o
Soal 1 : Sebuah jembatan baja panjangnya 1000m. Berapakah pertambahan panjangnya bila temperatur naik dari 0 o
sampai 30 o C? Solusi Dari tabel, koefisien muai linear untuk baja adalah 11 x 10 -6 K -1 . Jadi perubahan panjang untuk kenaikan temperatur 30 o C = 30K adalah : AL = o L AT = 11 x 10 -6 K -1 . 1000m . 30 K = 0,33m
Soal 2: Sebuah bejana kaca 1 L diisi sampai penuh dengan alkohol pada 10 o C. Jika temperatur naik menjadi 30 o C, berapa banyak alkohol yang tumpah dari bejana tersebut? Solusi : Dengan menggunakan AT = 20 o C = 20K, dan koefisien muai linear untuk kaca : o = 9 x 10 -6 K -1 dan koefisien muai volume untuk alkohol | = 1,1 x 10 -3 K -1 , maka : Perubahan volume bejana kaca : AV k = | V k AT = 3 o V k AT = 3(9 x 10 -6 K -1 ). 1 L. 20 K = 5,4 x 10 -4 L = 0,54 ml Perubahan volume alkohol : AV a = | V a AT = 1,1 x 10 -3 K -1 . 1 L. 20 K = 2,2 x 10 -2 L = 22 mL Jadi jumlah alkohol yang tumpah adalah : 22mL- 0,54mL = 21,46mL
II.Kalor Kalori : suatu materi yang tak terlihat, yang mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah.
II.1 KALOR dan ENERGI TERMAL Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya perbedaan temperatur. Sedangkan energi dalam (termis) adalah energi karena temperaturnya. II.1.1. Satuan Kalor Satuan kalor adalah kalori dimana, 1 kalori adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 gr air dari 14,5 C menjadi 15,5 C. Dalam sistem British, 1 Btu (British Thermal Unit) adalah kalor untuk menaikkan temperatur 1 lb air dari 63 F menjadi 64 F. 1 kal = 4,186 J = 3,968 x 10-3 Btu 1 J = 0,2389 kal = 9,478 x 10-4 Btu 1 Btu = 1055 J = 252,0 kal II.1.2 Kesetaraan Mekanik dari Kalor Dari konsep energi mekanik diperoleh bahwa bila gesekan terjadi pada sistem mekanis, ada energi mekanis yang hilang. Dan dari eksperimen diperoleh bahwa energi yang hilang tersebut berubah menjadi energi termal. Dari eksperimen yang dilakukan oleh Joule (aktif penelitian pada tahun 1837- 1847) diperoleh kesetaraan mekanis dari kalor : 1 kal = 4,186 joule II.1.3 KAPASITAS KALOR dan KALOR JENIS Kapasitas kalor (C) : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur dari suatu sampel bahan sebesar 1 o C. AQ = C AT Kapasitas panas dari beberapa benda sebanding dengan massanya, maka lebih mudah bila didefinisikan kalor jenis, c : Kalor jenis, c : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur dari 1 gr massa bahan sebesar 1 o C. AQ = m c AT T2 Bila harga c tidak konstan : Q = } m c dT T1
Catatan : untuk gas kalor jenis biasanya dinyatakan untuk satu mol bahan, dsb kalor jenis molar, AQ = n c AT Kalor jenis beberapa bahan pada 25 C. 3. KALOR LATEN Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah Q = m L dimana L adalah kalor laten. 4. PERPINDAHAN KALOR Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi. 4.1. Konduksi Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi.
4.1. Konduksi Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.
Bila T2 dan T1 dipertahankan terus besarnya, maka kesetimbangan termal tidak akan pernah tercapai, dan dalam keadaan mantap/tunak (stedy state), kalor yang mengalir persatuan waktu sebanding dengan luas penampang A, sebanding dengan perbedaan temperatur AT dan berbanding terbalik dengan lebar bidang Ax AQ/At = H A AT/Ax Untuk penampang berupa bidang datar :
k adalah kondutivitas termal. Konduktivitas termal untuk beberapa bahan : Untuk susunan beberapa bahan dengan ketebalan L1, L2,, ... dan konduktivitas masing- masing k1, k2,, ... adalah : H = A (T1 - T2 ) (L1/k1)
Bagaimana dengan benda berbentuk silinder?
4.2. Konveksi Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection), dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection). Besarnya konveksi tergantung pada : a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (AT). c. koefisien konveksi (h), yang tergantung pada : # viscositas fluida # kecepatan fluida # perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida # kapasitas panas fluida # rapat massa fluida # bentuk permukaan kontak
Konveksi : H = h x A x AT 4.3. Radiasi Pada proses radiasi, energi termis diubah menjadi energi radiasi. Energi ini termuat dalam gelombang elektromagnetik, khususnya daerah inframerah (700 nm - 100 m). Saat gelombang elektromagnetik tersebut berinteraksi dengan materi energi radiasi berubah menjadi energi termal. Untuk benda hitam, radiasi termal yang dipancarkan per satuan waktu per satuan luas pada temperatur T kelvin adalah : E = eo T 4
dimana o : konstanta Boltzmann : 5,67 x 10-8 W/ m2 K 4 . e : emitansi (0 s e s 1) III. THERMODINAMIKA
III.1. GAS IDEAL Definisi mikroskopik gas ideal : a. Suatu gas yang terdiri dari partikel-partikel yang dinamakan molekul. b. Molekul-molekul bergerak secara serampangan dan memenuhi hukum-hukum gerak Newton. c. Jumlah seluruh molekul adalah besar d. Volume molekuladalah pecahan kecil yang dapat diabaikan dari volume yang ditempati oleh gas tersebut. e. Tidak ada gaya yang cukup besar yang beraksi pada molekul tersebut kecuali selama tumbukan. f. Tumbukannya eleastik (sempurna) dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Jumlah gas di dalam suatu volume tertentu biasanya dinyatakan dalam mol. Misalkan suatu gas ideal ditempatkan dalam suatu wadah (container) yang berbentuk silinder
Hukum Boyle : Bila gas dijaga dalam temperatur konstan, tekanannya ber-banding terbalik dengan volume. Hukum Charles & Gay-Lussac : Jika tekanan gas dijaga konstan, volume berbanding lurus dengan temperatur. Kesimpulan tersebut dapat dirangkum sebagai persamaan keadaan gas ideal : pV = nRT R = konstanta gas universal = 8,31 J/mol .K = 0,0821 Lt . atm/mol.K III.2. KALOR dan USAHA Kalor dan usaha sama-sama berdimensi tenaga (energi). Kalor merupakan tenaga yang dipindahkan (ditransferkan) dari suatu benda ke benda lain karena adanya perbedaan temperatur. Dan bila transfer tenaga tersebut tidak terkait dengan perbedaan temperatur, disebut usaha (work).
Mula-mula gas ideal menempati ruang dengan volume V dan tekanan p. Bila piston mempunyai luas penampang A maka gaya dorong gas pada piston F = pA. Dimisalkan gas diekspansikan (memuai) secara quasistatik, (secara pelan-pelan sehingga setiap saat terjadi kesetimbangan), piston naik sejauh dy, maka usaha yang dilakukan gas pada piston :
dW = F dy = p A dy A dy adalah pertambahan volume gas, dW = p dV Bila volume dan tekanan mula-mula V i dan p i dan volume dan tekanan akhir V f dan p f , maka usaha total yang dilakukan gas : V f W = } p dV V i
Kerja yang dilakukan gas pada saat ekspansi dari keadaan awal ke keadaan akhir adalah luas dibawah kurva dalam diagram pV.
Tampak bahwa usaha yang dilakukan dalam setiap proses tidak sama, walaupun mempunyai keadaan awal dan keadaan akhir yang sama. Usaha yang dilakukan oleh sebuah sistem bukan hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir, tetapi juga tergantung pada proses perantara antara keadaan awal dan keadaan akhir.
Dengan cara yang sama, kalor yang dipindahkan masuk atau keluar dari sebuah sistemtergantung pada proses perantara di antara keadaan awal dan keadaan akhir. III.3. HUKUM PERTAMA THERMODINAMIKA Suatu proses dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, untuk setiap keadaan perantara (lintasan) yang berbeda memberikan Q dan W yang berbeda, tetapi mempunyai harga Q - W yang sama. Q - W hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir saja. Q - W ini dalam termodinamika disebut perubahan tenga internal (AU = U f - U i ), sehingga : AU = Q - W yang dikenal sebagai hukum pertama termodinamika, yang merupakan hukum kekekalan energi. Untuk perubahan infinitisimal : dU = dQ - dW III.4. KALOR JENIS GAS IDEAL Secara mikroskopis, temperatur dari gas dapat diukur dari tenaga kinetik translasi rata-rata dari molekul gas tersebut, Untuk molekul yang terdiri satu atom, momoatomik, seperti He, Ne, gas mulia yang lain, tenaga yang diterimanya seluruhnya digunakan untuk menaikkan tenaga kinetik translasinya. Oleh karena itu total tenaga internalnya : U = 3/2 NkT = 3/2 nRT Tampak bahwa U hanya merupakan fungsi T saja.
Untuk suatu proses volume konstan (i -> f ), usaha yang diakukan gas : W = p dV = 0, maka menurut hukum pertama termodinamika, Q = AU = 3/2 n R AT n cv AT = 3/2 n R AT cv = 3/2 R Seluruh kalor yang diterimanya, digunakan untuk menaikkan tenaga internal sistem. cv adalah kalor jenis molar gas untuk volume konstan. Untuk suatu proses volume konstan (i -> f ), usaha yang dilakukan gas W = p dV = p AV, maka menurut hukum pertama termodinamika AU = Q - W = n cp AT - p AV Karena kedua proses tersebut mempunyai temperatur awal dan akhir yang sama maka AU kedua proses sama. n c v AT = n c p AT - p AV Dari pV = nRT diperoleh p AV = n R AT , maka n c v AT = n c p AT - n R AT c p - c v = R Karena c v = 3/2 R, maka c p = 5/2 R, perbandingan antara kuantitas tersebut = c p / c v = 5/3 Untuk gas diatomik dan poliatomik dapat diperoleh dengan cara yang sama : gas diatomik ( U = 5/2 nRT) : = 7/5 gas poliatomik (U = 3 nRT) : = 4/3 III.5. PROSES-PROSES DALAM TERMODINAMIKA
III.5.1. Proses Isokoris (volume konstan) Bila volume konstan, p/T = konstan, p i / T i = p f /T f
Pada proses ini AV = 0, maka usaha yang dilakukan W = 0, sehingga Q = AU = n c v AT
III.5.2. Proses Isobaris (tekanan konstan) Bila tekanan konstan, V/T = konstan, V i / T i = V f /T f
Pada proses ini usaha yang dilakukan W = p AV = p (Vf - Vi ) , sehingga
AU = Q - W AU = n cp AT - p AV
III.5.3 Proses Isotermis (temperatur konstan) Bila temperatur konstan, pV = konstan p i V i = p f V f
Pada proses ini AT = 0, maka perubahan tenaga internal AU = 0, dan usaha yang dilakukan : W = } p dV p = nRT/V, maka W = nRT } (1/V) dV W = nRT ln (Vf/Vi)
Q = W
III.5.4. Proses Adiabatis Pada proses ini tidak ada kalor yang masuk, maupun keluar dari sistem, Q = 0. Pada proses adiabatik berlaku hubungan pV= konstan
p i V i = p f V f
Usaha yang dilakukan pada proses adiabatis : W = } p dV p = k/V , k = konstan , maka W = } (k/V ) dV W = 1/(1-) { p f V f - p i V i }
AU = -W
III.6. PROSES TERBALIKKAN & PROSES TAK TERBALIKKAN Secara alami kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah, tidak sebaliknya. Balok meluncur pada bidang, tenaga mekanik balok dikonversikan ke tenaga internal balok & bidang (kalor) saat gesekan. Proses tersebut termasuk proses tak terbalikkan (irreversible). Kita tidak dapat melakukan proses sebaliknya.
Proses terbalikkan terjadi bila sistem melakukan proses dari keadaan awal ke keadaan akhir melalui keadaan setimbang yang berturutan. Hal ini terjadi secara quasi-statik. Sehingga setiap keadaan dapat didefinisikan dengan jelas P, V dan T-nya. Sebaliknya pada proses irreversible, kesetimbangan pada keadaan perantara tidak pernah tercapai, sehingga P,V dan T tak terdefinisikan.
III.7. MESIN KALOR Rangkaian dari beberapa proses termodinamika yang berawal dan berakhir pada keadaan yang sama disebut siklus.
Untuk sebuah siklus, AT = 0 oleh karena itu AU = 0. Sehingga Q = W. Q menyatakan selisih kalor yang masuk (Q1) dan kalor yang keluar (Q2) (Q = Q1- Q2) dan W adalah kerja total dalam satu siklus.
III.7.1. Siklus Carnot Tahun 1824 Sadi Carnot menunjukkan bahwa mesin kalor terbalikkan adengan siklus antara dua reservoir panas adalah mesin yang paling efisien. Siklus Carnot terdiri dari proses isotermis dan proses adiabatis.
Proses a-b : ekaspansi isotermal pada temperatur T h
(temperatur tinggi). Gas dalam keadaan kontak dengan reservoir temperatur tinggi. Dalam proses ini gas menyerap kalor T h dari reservoir dan melakukan usaha W ab menggerakkan piston. Proses b-c : ekaspansi adiabatik. Tidak ada kalor yang diserap maupun keluar sistem. Selama proses temperatur gas turun dari T h ke T c (temperatur rendah) dan melakukan usaha W ab . Proses c-d : kompresi isotermal pada temperatur T c
(temperatur tinggi). Gas dalam keadaan kontak dengan reservoir temperatur rendah. Dalam proses ini gas melepas kalor Q c dari reservoir dan mendapat usaha dari luar W cd . Proses d-a : kompresi adiabatik. Tidak ada kalor yang diserap maupun keluar sistem. Selama proses temperatur gas naik dari T c ke T h dan mendapat usaha W da .
Efisiensi dari mesin kalor siklus Carnot : q = W/Q h = 1 - Q c /Q h
karena Q c /Q h = T c /T h maka q = 1 - T c /T h III.7.2. Mesin Bensin Proses dari mesin bensin ini dapat didekati dengan siklus Otto. Proses O-A : Udara ditekan masuk ke dalam silinder pada tekanan atmosfir dan volume naik dari V 2 menjadi V 1 . Proses A-B : gas ditekan secara adiabatik dari V 1
menjadi V 2 dan temperaturnya naik Dari T A ke T B .
Proses B-C : terjadi proses pembakaran gas (dari percikan api busi), kalor diserap oleh gas Q h . Pada proses ini volume dijaga konstan sehingga tekanan dan temperaturnya naik menjadi p C dan T C . Proses C-D : Gas berekspansi secara adiabatik, melakukan kerja W CD . Proses D-A : kalor Q c dilepas dan tekanan gas turun pada volume konstan. Proses A-O : dan pada akhir proses, gas sisa dibuang pada tekanan atmosfir dan volume gas turun dari V 1 menjadi V 2 . Bila campuran udara-bahan bakar dianggap gas ideal, efisiensi dari siklus Otto adalah : q = 1 - 1/(V 1 /V 2 ) -1. V 1 /V 2 disebut rasio kompresi. III.7.3. Mesin Diesel. Mesin diesel diidealkan bekerja dengan siklus Diesel.
Berbeda dengan mesin bensin, pembakaran gas dilakukan dengan memberikan kompresi hingga tekanannya tinggi. Pada proses BC terjadi pembakaran gas berekspansi sampai V 3 dan dilanjutkan ekspansi adiabatik sampai V 1 . Rasio kompresi siklus Diesel lebih besar dari siklus Otto sehingga lebih efisien.
III.7. 4. Heat Pumps dan Refrigerators. Heat pump adalah peralatan mekanis untuk memanaskan atau mendinginkan ruang dalam rumah/gedung. Bila berfungsi sebagai pemanas gas yang bersirkulasi menyerap panas dari luar (eksterior) dan melepaskannya di dalam ruang (interior). Bila difungsikan sebagai AC, siklus dibalik.
Efektifitas dari heat pump dinyatakan dalam Coefisien of Perfoment (COP), COP =Q h /W Refrigerator, seperti dalam heat pump, memompa kalor Q c dari makanan di dalam ruang ke luar ruangan. COP = Q c /W III.8. HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA Mesin kalor yang telah dibahas sebelumnya menyatakan : + kalor diserap dari sumbernya pada temperatur tinggi (Q h ) + Usaha dilakukan oleh mesin kalor (W). + Kalor dilepas pada temperatur rendah (Q c ). Dari kenyataan ini menujukkan bahwa efisiensi mesin kalor tidak pernah berharga 100 %. karena Q c selalu ada dalam setiap siklus. Dari sini Kelvin-Planck menyatakan : Tidak mungkin membuat suatu mesin kalor, yang beroperasi pada suatu siklus, hanyalah mentransformasikan ke dalam usaha semua kalor yang diserapnya dari sebuah sumber.
Sebuah heat pumps (atau refrigerator), menyerap kalor Qc dari reservoir dingin dan melepaskan kalor Qh ke reservoir panas. Dan ini hanya mungkin terjadi bila ada usaha/kerja yang dilakukan pada sistem. Clausius menyatakan : Untuk suatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan tidak ada efek lain, selain daripada menyampaikan kalor secara kontinyu dari sebuah benda ke benda lain yang bertemperatur lebih tinggi.
Secara sederhana, kalor tidak dapat mengalir dari objek dingin ke objek panas secara spontan. III.9. ENTROPI Konsep temperatur muncul dalam hukum ke-nol termodinamika. Konsep energi internal muncul dalam hukum pertama termodinamika. Dalam hukum kedua termodinamika muncul konsep tentang entropi. Misal ada proses terbalikkan, quasi-statik, jika dQ adalah kalor yang diserap atau dilepas oleh sistem selama proses dalam interval lintasan yang kecil, dS = dQ/T
Entropi dari alam naik bila proses yang berlangsung alamiah Perubahan entropi dari suatu sistem hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem.
f AS = } dS = } dQ/T i Untuk proses dalam satu siklus perubahan entropi nol AS = 0. Untuk proses adiabatik terbalikkan, tidak ada kalor yang masuk maupun keluar sistem, maka AS = 0. Proses ini disebut proses isentropik. Entropi dari alam akan tetap konstan bila proses terjadi secara terbalikkan.
Untuk proses quasi-statik, terbalikkan, berlaku hubungan : dQ = dU + dW dimana dW = pdV.
Untuk gas ideal, dU = ncv dT dan P = nRT/V, oleh karena itu dQ = dU + pdV = ncv dT + nRT dV/V bila dibagi dengan T dQ/T = ncv dT/T + nR dV/V AS = } dQ/T = ncv ln(T f /T i ) + nR ln(V f/ V i )