You are on page 1of 52

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGUJIAN TERHADAP SIFAT FISIKA PERPANJANGAN PUTUS, BOBOT JENIS, KETAHANAN KIKIS KOMPON SOL KARET CETAK DAN KETIDAKPASTIANNYA

Disusun oleh :

Erwin Isna Megawati 08/269577/PA/11978 & Liana Fibriawati 08/270118/PA/12216

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kerja Praktek Pengujian Terhadap Sifat Fisika Perpanjangan Putus, Bobot Jenis, Ketahanan Kikis Kompon Sol Karet Cetak Dan Ketidakpastiannya

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal, Maret 2011

Oleh :

Ketua Program Studi Fisika FMIPA Dosen Pembimbing UGM

Dr. Kuwat Triyana, M.Eng

Dr. Arief Hermanto, M.Sc

Kepala Bidang Pengujian Sertifikasi dan Kalibrasi Pembimbing

Ir.Titik Purwati Widowati, MP

L. Triyono, SE

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, hanya karunia, rahmat, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Januari sampai dengan tanggal 18 Februari 2011 di Laboratorium Uji Komoditi Karet Plastik (LUKKAPS) Balai Besar Kulit Karet dan Plastik. Kerja Praktek ini merupakan mata kuliah pilihan program studi Fisika Universitas Gadjah Mada. Laporan ini disusun berdasarkan data yang diperoleh selama kerja praktek dan literatur-literatur sebagai pendukung. Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan laporan kerja praktek ini tidak terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Arief Hermanto selaku Kepala Program Studi Fisika Fakultas MIPA 2. Dr. Kuwat Triyana, M.Eng selaku dosen pembimbing kerja praktek. 3. Kepala Balai Besar Kulit Karet dan Plastik beserta seluruh staf. 4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesainya laporan kerja praktek ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Yogyakarta,

Maret 2011

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 6 1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 6 1.2.Tujuan ........................................................................................................... 7 1.3.Profil BBKKP ............................................................................................... 7 1.4.Ruang Lingkup .............................................................................................. 8 BAB II ..................................................................................................................... 9 KAJIAN TEORI ..................................................................................................... 9 2.1. Pengertian Karet dan Sejarah Penggunaannya ............................................. 9 2.2. Kompon Karet ............................................................................................ 11 2.3. Sistem Vulkanisasi ..................................................................................... 15 2.4. Sol Karet Cetak .......................................................................................... 17 2.5. ISO 17025 .................................................................................................. 18 BAB III ................................................................................................................. 20 METODOLOGI PENGUJIAN ............................................................................. 20 3.1. Pengujian Kuat Tarik (tegangan putus dan perpanjangan putus)............... 25 3.2. Uji Ketahanan Sobek.................................................................................. 26 3.3. Kekerasan ................................................................................................... 27 3.4. Perpanjangan Tetap .................................................................................... 28 3.5. Bobot jenis ................................................................................................. 29 3.6. Ketahanan Kikis ......................................................................................... 30 3.7. Ketahanan Retak Lentur ............................................................................. 30 BAB IV ................................................................................................................. 32 DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ................................... 32 4.1.Tegangan Putus ........................................................................................... 32 4.2.Perpanjangan Putus ..................................................................................... 32 4.3.Ketahanan Sobek ......................................................................................... 33 4.4.Perpanjangan Tetap ..................................................................................... 33 4.5.Ketahanan kikis ........................................................................................... 34 4.6.Kekerasan .................................................................................................... 34 4.7.Bobot Jenis .................................................................................................. 35

BAB V................................................................................................................... 36 PEMBAHASAN ................................................................................................... 36 BAB VI ................................................................................................................. 41 KESIMPULAN ..................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42 LAMPIRAN .......................................................................................................... 43

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan tingginya tingkat persaingan dalam dunia usaha, merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh semua pihak, terutama dalam dunia industri yang tidak bisa lepas dari teknologi elektronika dan informasi. Perubahan serta

perkembangan yang sudah dicapai seperti otomatisasi dan komputerisasi telah sedemikian cepatnya dan menuntut kalangan industri serta para praktisi yang berkecimpung didalamnya untuk lebih siap menghadapi kemajuan yang ada. Sementara itu, disatu sisi masih terdapat kesenjangan antara dunia

pendidikan kita, khususnya dari kalangan Perguruan Tinggi, dengan dunia kerja yang sebenarnya. Kenyataan yang kita temui saat ini adalah para sarjana lulusan Perguruan Tinggi hanya sebagai sumber daya yang siap latih, bukan siap pakai. Penyebab utamanya adalah ketertinggalan Perguruan Tinggi terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang ada di dunia luar. Untuk itu, sebagai salah satu upaya yang ditempuh Perguruan Tinggi untuk mengantisipasi permasalahan di atas adalah dengan mewajibkan setiap mahasiswanya untuk mengikuti Program Kerja Praktek di suatu lembaga, instansi atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, yang sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Dengan kerja praktek pada perusahaan-perusahaan atau instansi tertentu diharapkan mahasiswa dapat memiliki gambaran yang lebih mendalam tentang kondisi nyata di dunia kerja, sekaligus dapat menambah pengalaman serta membuka cakrawala pandang yang lebih luas yang mungkin tidak didapatkan di bangku kuliah. Oleh karena itu, kami menggunakan kesempatan kerja praktek ini untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di dunia kerja. Dengan

pertimbangan tersebut kami menggunakan kesempatan kerja praktek pada salah satu badan usaha yang kompeten untuk pengaplikasian ilmu Fisika di bidang pengujian beserta kalibrasi yaitu di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP).

1.2.Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerja praktek ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh gambaran nyata tentang penerapan atau implementasi dari ilmu atau teori yang selama ini diperoleh melalui bangku kuliah dan membandingkannya dengan kondisi nyata yang ada di lapangan. 2. Untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan pengalaman yang akan membuka cakrawala berpikir yang lebih luas mengenai disiplin ilmu yang ditekuni selama ini.

1.3.Profil BBKKP BBKKP mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan plastik sesuai kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Dalam melaksanakan tugas, BBKKP menyelenggarakan fungsi: penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa teknis bidang teknologi bahan baku, bahan pembantu, proses, produk, peralatan dan pelaksanaan pelayanan dalam bidang pelatihan teknis, konsultansi atau penyuluhan, alih teknologi serta rancang bangun dan perekayasaan industri, inkubasi, dan penanggulangan pencemaran industri, pelaksanaan pemasaran, kerjasama, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, pelaksanaan pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan pembantu, dan produk industri kulit, karet dan plastik, serta kegiatan kalibrasi mesin dan peralatan, pelaksanaan perencanaan, pengelolaan, dan koordinasi sarana dan prasarana kegiatan penelitian dan pengembangan di lingkungan BBKKP, serta penyusunan dan penerapan standardisasi industri kulit, karet dan plastik dan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan BBKKP.

Visi: Menjadi pusat inovasi teknologi dan pelayananan di bidang kulit, dan pelayanan di bidang kulit karet dan plastik yang profesional, terpercaya dan diakui di tingkat nasional maupun internasional. Misi :

Meningkatkan litbang inovatif dan aplikasi teknologi sektor kulit, karet dan plastik.

Meningkatkan layanan teknologi sektor industri kulit karet dan plastik. Meningkatkan jejaring nasional maupun internasional. Meningkatkan kemampuan sumber daya.

1.4.Ruang Lingkup Ruang lingkup kerja praktek di Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBPPK), meliputi kegiatan : 1. Orientasi mengenai Laboratorium Uji Komoditi Karet Plastik dan Sepatu (LUKKAPS) di BBPPK secara umum. 2. Pembuatan tugas khusus yaitu Pengujian Sol Karet Cetak Sepatu TNI, yang meliputi : Studi literatur dan pengujian di lapangan. Diskusi dan konsultasi dengan pembimbing dan teknisi di lapangan.

BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Karet dan Sejarah Penggunaannya Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) di getah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para. Hevea brasiliensis

(Euphorbiaceae). Ini dikarenakan melukainya akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex lagi. Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. Saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93% produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia dan Malaysia. Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan antara lain bola karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. Saat Christopher Columbus dan rombongannya menemukan benua Amerika pada tahun 1476, mereka terheran-heran melihat bola yang dimainkan orang-orang India yang dapat melantun bila dijatuhkan ke tanah. Di sinilah sejarah karet dimulai, tetapi baru pada tahun 1530 ada laporan tertulis mengenai gummi optimum, sebutan dari Pietro Martire dAnghiera untuk karet. Pada tahn 1535, Ahli sejarah mengenai bangsa India, Captain Gonzale Fernandez de Oveida menulis bahwa dia melihat 2 tim orang India yang bermain bola. Bola itu terbuat dari campuran akar, kayu dan rumput, yang dicampur dengan suatu bahan (latex) kemudian dipanaskan di atas unggun dan dibulatkan seperti bola. Bola orang India ini, bisa melambung lebih tinggi daripada bola yang umum dibuat orang-orang Eropa waktu itu. Oviedo mengatakan bahwa bila

bola buatan India itu dijatuhkan, bola itu bisa melambung lebih tinggi dan kemudian jatuh, lalu melambung lagi walaupun agak rendah daripada lambungan yang pertama. Pada tahun 1615 seorang penulis, F.J. Torquemada melaporkan bahwa orang Indian Mexico membuat sepatu tahan air dari bahan latex atau karet. Tentara Spanyol juga dilaporkan mengoleskan latex ke mantel mereka, saat hujan menjadi tahan air, tetapi di musim panas menjadi lengket. Karet sintetik berkembang pesat sejak berakhirnya perang dunia kedua tahun 1945. Saat ini lebih dari 20 jenis karet sintetik terdapat di pasaran dunia. Sifat-sifat, spesial karakteristik dan harga karet sangat bervariasi. Pengetahuan tentang keuntungan dan kekurangan karet sangat membantu dalam pemilihan karet termurah dan cocok dengan spesifikasi

penggunaannya. Sebelum perang dunia kedua, hanya karet alam tersedia dalam jumlah besar di pasaran dunia. Dengan berkembangnya kebutuhan manusia seiiring dengan berkembangnya pengetahuan, sangat dirasakan keterbatasan dari karet alam, antara lain tidak tahan pada suhu tinggi. Pengembangan karet sintetik sesudah perang dunia kedua lebih banyak ditujukan untuk memperoleh karet yang sifat-sifatnya tidak dimiliki oleh karet alam, antara lain karet tahan minyak, karet tahan panas, dll. Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu yang semuanya terbuat dari bahan karet. Sebelum itu usaha-usaha menggunakan karet untuk sepatu selalu gagal karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpenting dan mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet keras yang tahan air.

10

Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 sampai dengan 400.000. Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu dan telapak ban kendaraan. Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga tidak berbentuk cairan. Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada sifat karet yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa karet alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan kekentalan yang sangat tinggi. Namun begitu, sifat-sifat mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk memutus rantai molekulnya agar menjadi lebih pendek. Proses mastikasi ini mengurangi keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan memudahkan proses selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat karet alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau kompon maupun dalam bentuk vulkanisat. Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat disukai karena mudah menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open mill/penggiling terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahanbahan yang diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi dilakukan. Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan karet alam sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk ban radial ataupun dalam pembuatan sol karet yang sepatunya diproduksi dengan cara vulkanisasi langsung.

2.2. Kompon Karet Karet alam maupun karet sintetik tidak dipergunakan dalam keadaan mentah, karena tidak kuat dan sebagian mudah teroksidasi. Selanjutnya karet mentah mengalami perubahan bentuk yang tetap bila ditarik atau ditekan, yaitu tidak bisa kembali kebentuk semula. Dengan kata lain karet mentah

11

tidak elastis. Karet yang tidak elastis cenderung sulit untuk dimanfaatkan lebih jauh, oleh karena itu karet mentah harus terlebih dahulu diproses dengan perlakuan-perlakuan tertentu serta penambahan bahan-bahan kimia tertentu untuk memperoleh suatu kompon. Menurut Abednego (1979) kompon karet adalah campuran karet mentah dengan bahan-bahan kimia yang belum divulkanisasi. Proses pembuatan kompon adalah proses pencampuran antara karet mentah dengan bahan-bahan kimia karet (bahan aditip). Kompon merupakan campuran karet dengan bahan-bahan kimia yang mempunyai komposisi tertentu dengan cara pencampuran digiling pada suhu tertentu, kompon karet dapat dibuat pada mesin giling 2 rol atau pada mesin pencampur tertutup (Banbury mixer, Internal mixer). Akan tetapi dalam pembahasan laporan ini hanya dibahas tentang kompon sol luar sepatu. Pembuatan kompon karet adalah ilmu dan seni untuk menyeleksi dan mencampur jenis karet mantah dan jenis-jenis bahan kimia karet, sehingga diperoleh kompon karet yang setelah dimasak, dapat dihasilkan barang jadi karet dengan sifat-sifat fisik yang dibutuhkan. Pada pembuatan kompon karet ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu sifat kompon, karakteristk pengolahan dan harga. Kompon karet selain karet mentah pada umumnya mengandung 8 atau lebih jenis bahan kimia karet. Setiap jenis bahan tersebut memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat, karakteristik pengolahan dan harga dari kompon karetnya, bahan kimia tersebut adalah: 1. Bahan Pemvulkanisasi Adalah bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet membentuk ikatan silang tiga dimensi. Bahan pemvulkanisasi yang pertama dan paling umum digunakan adalah belerang (sulfur), khusus digunakan untuk memvulkanisasi karet alam atau karet sintetis jenis SBR, NBR, BR, IR, dan EPDM. 1

12

2. Bahan Pencepat (accelerator) Adalah bahan kimia yang digunakan dalam jumlah sedikit bersama-sama dengan belerang untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Bahan pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis pencepat. Menurut abednego (1979) mengatakan bahwa bahan pencepat adalah katalisator dalam proses vulkanisasi. Beberapa keuntungan menggunakan accelerator adalah : a. b. c. d. e. f. g. Penggunaan panas alat dikurangi. Hasil akhir lebih seragam. Bahan digunakan pada bahan dasar kualitas rendah. Dapat memperbaiki sifat-sifat fisis barang jadinya. Dapat memperbaiki performasi dan kemampuan memberi warna. Meningkatkan daya tahan terhadap aging. Mengurangi kecenderungan untuk memisahkan diri dari permukaan.

Bahan pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis pencepat. Berdasarkan fungsinya bahan pencepat dapat dibedakan menjadi bahan pencepat primer dan bahan pencepat sekunder. Pencepat dikelompokkan berdasarkan fungsinya sebagai berikut; a. Pencepat primer : - Thiazol (semi cepat), contoh: MBT, MBTS - Sulfenamida (cepat-ditunda), contoh: CBS b. Pencepat sekunder : - Guanidine (sedang), contoh : DPG, DOTG - Thiuram (sangat cepat), contoh : TMT - Dithiokarbonat (sangat cepat), contoh : ZDC, ZMDC - Dithiofosfat (cepat), contoh : ZBPP 3. Bahan Penggiat Adalah bahan kimia yang ditambahkan kedalam sistim vulkanisasi dengan pencepat untuk menggiatkan kerja pencepat. Penggiat yang paling umum digunakan adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat. 4. Bahan Antidegradant Adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai anti ozonan dan anti oksidan, yang melindungi barang jadi karet dari pengusangan dan meningkatkan usia

13

penggunaanya. Penambahan anti oksidan pada kompon karet akan menghambat kerusakan karet karena udara (O2), sinar matahari dan ozon. Karet tanpa anti oksidan akan mudah teroksidasi sehingga menjadi lunak kemudian lengket dan akhirnya menjadi keras dan retak-retak (aging). Contoh: wax (anti ozonan), senyawa amina dan senyawa turunan fenol (ionol). 5. Bahan Pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang berfungsi untuk mengubah atau memperbaiki sifat fisis barang jadi karet, seperti daya tahan terhadap gesekan, irisan, dll. Bahan pengisi ditambahkan kedalam kompon karet dalam jumlah yang cukup besar dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan tertentu dan menekan biaya. Bahan pengisi dibagi dalam dua golongan besar yaitu bahan pengisi yang bersifat penguat, contoh carbon black, silica, dan silikat serta bahan pengisi yang bukan penguat, contoh CaCO3, kaolin, BaSO4 dan sebagainya. 6. Bahan Pelunak (Softener) Adalah bahan yang berfungsi untuk melunakkan karet mentah agar mudah diolah menjadi kompon karet. Jenis bahan pelunak antara lain jenis aromatik, naftenik, parafinik, ester dan sebagainya. 7. Bahan Kimia Tambahan Bahan ini ditambahkan kedalam kompon karet dengan tujuan tertentu dan sesuai dengan kebutuhan, misalkan : a. Bahan pewarna b. Bahan penghambat (inhibitor) c. Bahan pewangi d. Bahan peniup (blowing agent) e. Bahan bantu olah (homogenizer, peptizer, senyawa pendispersi, tackifier, dsb) Pada penyusunan formulasi kompon yang paling penting adalah menetukan jenis atau campuran karet mentah. Kemudian ditentukan jenis bahan pengisi. Setelah itu ditentukan sistim vukanisasinya kombinasi bahan pemvulkanisasi, bahan pencepat dan penggiat. Terkahir ditentukan bahan-

14

bahan kimia tambahan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan tergantung jenis proses selanjutnya dan barang yang akan dibuat. Pada proses pencampuran kompon karet biasanya menggunakan alat pencampur (mixer) dapat berupa internal mixer (mesin giling tertutup) atau mesin giling terbuka (open mill). Alat yang paling sederhana adalah mesin giling terbuka yang terdiri dari dua rol keras dan permukaanya licin. Kecepatan berputar kedua rol berbeda (penggilangan dengan friksi). Lebar celah diatara dua rol dapat diatur dan disesuaikan dengan banyaknya kompon dan keadaan kompon, sebelum proses pencampuran, karet mentah terlebih dahulu dilunakkan yang disebut dengan proses mastikasi yang bertujuan untuk mengubah karet padat dan keras menjadi lunak (viskositas berkurang) agar proses pencampuran dengan bahan kimia mneghasilkan dispersion yang merata (homogen). Pencampuran dimulai setelah karet menjadi plastis dan suhu rol hangat. Celah dua rol (nip) diatur sedemikian rupa sampai diperoleh tumpukan material diatas rol yang disebut bank, kemudian bahan kimia bentuk serbuk segera ditambahkan kecuali belerang. Penggulungan dan pemotongan juga dilakukan. Penambahan bahan pengisi dilakukan sedikit demi sedikit. Langkah terkahir adalah pemasukan belerang. Setelah semua bahan kimia tercampur, kompon karet yang dihasilkan dipotong dan dikeluarkan dari gilingan, kemudian dimasukkan gilingan lagi untuk dibentuk menjadi bentuk lembaran dengan ketebalan sesuai dengan kebutuhan.

2.3. Sistem Vulkanisasi Setalah tahap pembuatan kompon selesai tahap selanjutnya untuk membuat barang karet adalah tahap pemberian bentuk dan proses vulkanisasi (pematangan). Proses pemberian bentuk adalah salah satu cara pemberian bentuk terhadap kompon karet adalah dengan cara cetak tekan (pres moulding) dimana kompon karet dibentuk dalam acuan (cetakan) dan sekaligus dimasak dalam mesin kempa vulkanisasi (pres vulaknisasi). Pada mesin kempa vulaknisasi tunggal terdapat satu pasang plat tebal datar yaitu plat atas dan bawah. Kedua plat datar tersebut pada bagian dalamnya terdapat alur yang dapat dialirkan uap jenuh atau dipasang elemen listrik sebagai

15

sumber panas. Plat atas tidak dapat bergerak, sedang plat bawah dipasang pada kempa hirolik sehingga dapat digerakkan ke atas dan ke bawah. Dengan memompa minyak dari tangki minyak ke dalam silinder hidrolik, maka plat bawah akan ditekan ke atas. Tekanan minyak dapat mencapai 100 hingga 150 kg/cm2. Sebaliknya dengan mengeluarkan minyak dari selinder kempa hidrolik, kempa bawah akan kembali turun. Pada mesin kempa vulkanisasi, kompon karet diberi bentuk dan divukanisasi pada mesin yang sama. Vulkanisasi adalah kunci dari keseluruhan teknologi karet, walaupun kadar barang yang terlibat dalam proses vulkanisasi tidak lebih dari 0,5 hingga 5% dari berat keseluruhan campuran, namun proses ini memegang peranan penting dalam pembentukan sifat kimia dan fisika yang dikehendaki. Proses vulkanisasi adalah proses pematangan karet mentah dengan menggunakan panas belerang (S), disamping itu daya guna karet mentah akan bertambah karena sifat-sifat fisisnya menjadi lebih baik. Vulkanisasi merupakan proses irreversible (tidak dapat balik) yang menggabungkan rantai-rantai molekul karet secara kimiawi dengan molekul belerang membentuk ikatan tiga dimensi. Sehingga karet mentah yang semula plastis setelah vulaknisasi berubah menjadi elastis, kuat dan ulet. Salah satu syarat yang harus dimiliki karet agar dapat divulaknisasi dengan belerang adalah memiliki ikatan rangkap pada rantai utamanya. Sistim vulkanisasi belerang yang dipercepat dapat diterapkan untuk jenis-jenis karet yang memiliki ikatan rangkap yaitu: a. Untuk keperluan umum: karet alam (NR), Isoprene Rubber (IR), Polibutadiene Rubber (BR) dan karet stiren/butadiene Rubber (SBR). b. Untuk keperluan khusus : Karet Nitril (NBR), Karet Butil (IIR), Karet Bromo Butyl (BIIR), Chlorobutil (CIIR) dan Karet Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM). Vulkanisasi karet alam biasanya dilakukan pada suhu sekitar 1500C dan suhu lebih tinggi (1550C hingga 1600C) untuk karet sintetis (SBR dan IIR). Untuk memperoleh vulkanisat yang dapat matang sempurna yaitu yang memiliki sifat fisika optimum, maka kompon karet dalam cetakan harus dikempa (ditekan) pada tekanan, suhu dan waktu vulkanisasi tertentu.

16

2.4. Sol Karet Cetak Sol karet cetak adalah salah satu komponen bagian bawah alas kaki yang dibuat dari kompon dan dicetak dengan sistem cetak vulkanisasi. Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu yang semuanya terbuat dari bahan karet. Sebelum itu, usaha-usaha menggunakan karet untuk sepatu selalu gagal karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpentin dan mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet keras yang tahan air. Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 sampai dengan 400.000. Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu (sol karet cetak). Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga tidak berbentuk cairan. Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada sifat karet yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa karet alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan kekentalan yang sangat tinggi. Namun begitu, sifat-sifat mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk memutus rantai molekulnya agar menjadi lebih pendek. Proses mastikasi ini mengurangi keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan memudahkan proses selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat karet alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau kompon maupun dalam bentuk vulkanisat. Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat disukai karena mudah menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open mill atau penggiling

17

terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahan-bahan yang diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi dilakukan. Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan karet alam sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk ban radial ataupun dalam pembuatan sol karet yang sepatunya diproduksi dengan cara vulkanisasi langsung. Vulkanisasi karet alam sangat baik dalam hal-hal berikut: Kepegasan pantul Tegangan putus Ketahanan sobek dan kikis Fleksibilitas pada suhu rendah Daya lengket ke fabric atau logam Sol sepatu sangat memerlukan sifat-sifat tersebut di atas, karena itu karet alam adalah pilihan sangat tepat. Secara umum sol sepatu membutuhkan kekuatan, ketahanan kikis, dan ketahanan sobek yang tinggi. Vulkanisat karet alam kuat dan tahan lama bahkan dapat digunakan pada suhu -60F. Karet alam bisa dibuat menjadi karet yang agak kaku tetapi masih mempunyai fleksibilitas dan ketahanan kikis, ketahanan retak lentur serta kekuatan tinggi. Hal ini menguntungkan dalam pembuatan sol sepatu karena sol sepatu bisa dibuat tipis (seperti sol luar sepatu olahraga), sambil tetap menjaga agar tidak merasakan batu sewaktu berjalan.

2.5. ISO 17025 Badan akreditasi yang mengakui kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi sebaiknya menggunakan standar Internasional ini sebagai dasar akreditasi mereka. Perkembangan dalam penggunaan sistem manajemen, secara umum telah meningkatkan kebutuhan untuk memastikan bahwa laboratorium yang merupakan bagian dari suatu organisasi yang lebih besar atau yang menawarkan jasa lainnya dapat mengoprasikan sistem manajemen yang

18

dipandang memenuhi persyaratan standar Internasional ini. Laboratorium pengujian dan kalibrasi ini yang memenuhi standar standar Internasional ini juga akan beroperasi sesuai dengan ISO 9001. Penggunaan standar Internasional ini dapat memfasilitasi kerjasama antar laboratorium dan lembaga-lembaga lainnya, dan membantu dalam pertukaran informasi pengalaman dan dalam harmonisasi standar dan prosedur. Standar ini menetapkan persyaratan umum kompetensi dalam melakukan pengujian/atau kalibrasi, termasuk pengambilan contoh. Hal ini mencakup pengujian dan kalibrasi dengan menggunakan metode yang baku, metode yang tidak baku dan metode yang dikembangkan laboratorium. Standar Internasional ini digunakan oleh laboratorium untuk

mengembangkan sistem manajemen untuk mutu, administratif dan kegiatan teknis. Customer laboratorium, regulator dan badan akreditasi dapat juga menggunakannya dalam melakukan konfirmasi atau mengakui kompetensi laboratorium. Standar Internasional ini tidak ditujukan sebagai dasar untuk sertifikasi laboratorium. Laboratorium yang memenuhi standar ini, akan mengoperasikan sistem manajemen untuk kegiatan pengujian yang juga memenuhi prinsip ISO 9001. Persyaratan teknis Laboratorium, menurut ISO 17025: Berbagai faktor menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan oleh laboratorium. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1. Personil/faktor manusia 2. Kondisi akomodasi/kondisi lingkungan 3. Metode pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode 4. Peralatan 5. Ketertelusuran pengukuran 6. Pengambilan sampel 7. Penanganan barang yang diuji 8. Jaminan mutu hasil pengujian 9. Pelaporan hasil

19

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

Dalam proses pengujian sol karet cetak, dilakukan berbagai pengujian yang bersifat fisika yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat fisis dari karet yang memenuhi standar sesuai SNI 0778:2009. Standar Nasional Indonesia Mutu Sol Karet Cetak No. SNI 0788:2009
No Uraian Fisika 1 2 3 4 5 6 7 8 Tegangan putus Perpanjangan putus Kekerasan Ketahanan sobek Perpanjangan tetap 50% Bobot jenis Ketahanan kikis Ketahanan retak lentur 150.000 kcs Organoleptis 9 (keadaan dan atau kenampakan sol N/mm2 Shore A N/mm2 g/cm3 mm3 Min 16 Min 250 55-80 Min 6,0 Maks 3 Mak 1,2 Maks 250 Tidak retak Min 11 Min 200 55-80 Min 4,0 Maks 4 Mak 1,3 Maks 300 Tidak retak Min 5,0 Min 150 55-80 Min 3,5 Maks 6 Mak 1,4 Maks 350 Tidak retak Satuan Persyaratan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3

Tidak cacat dan atau rusak yang serupa sobek, lubang, retak, goresan.

Pengujian Fisis Sifat-sifat fisis yang diuji dalam praktikum ini meliputi; uji tegangan putus dan perpanjangan putus, uji kekerasan, uji ketahanan sobek, uji perpanjangan tetap, uji bobot jenis, uji ketahanan kikis dan uji ketahanan retak lentur.

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi ;

20

Gambar alat uji tarik (tensile strength)

Gambar caliper (jangka sorong)

21

Gambar thickness (pengukur tebal)

Gambar Shore A Durometer (pengukur kekerasan)

Gambar alat perpanjangan tetap (permanen)

22

Gambar neraca elektronik

Gambar alat uji kikis grasselli

23

Gambar densimeter (uji bobot jenis)

Gambar flexometer

Gambar bagian dalam flexometer

24

Alat pemotong dumbell

Semua pengujian dilakukan dalam ruangan dengan suhu 25 2C dan kelembaban 65 5 % . Cuplikan harus dikondisikan dahulu minimal 24 jam. Pengujian terhadap sol karet cetak meliputi : 3.1. Pengujian Kuat Tarik (tegangan putus dan perpanjangan putus) Pengujian dilakukan dengan alat uji ketahanan tarik (tensile strength). Kuat tarik (tensile strength) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk menarik benda uji sampai putus. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah thickness, caliper (jangka sorong) dan tensile strength. Langkah pertama adalah memotong contoh uji (sol karet cetak) dalam bentuk dayung (dumbell) memakai pisau pons D dengan bentuk dan ukuran sebagai berikut : a c d e 25 b

Gambar.1 Contoh uji kuat tarik pada pengujian sol karet cetak Keterangan : a : (75 1) mm b : (25 1) mm c : (3 0,1) mm Setelah contoh uji (sampel) siap, diberi tanda dua garis sejajar pada cuplikan berjarak (25 0,5) mm, simetris dari tengah cuplikan. Lalu diukur lebar dan tebal cuplikan sebanyak 3 kali pada titik yang berbeda, kemudian dirata-rata hasilnya. Kemudian contoh uji dijepit pada mesin tes tensile streght dengan jarak antara kedua jepitan (50 1) mm, penarikan dikerjakan dengan kecepatan (250 10)mm/menit sampai cuplikan putus. Diamati panjang saat putus dan beban yang diperlukan sampai sampel putus. Dilakukan 3 kali pengujian dengan 3 sampel, kemudian dicari rata-ratanya. Kemudian dilakukan perhitungan dengan persamaan : d : (25 0,5) mm e : (50 1) mm

Keterangan : F adalah beban untuk menarik cuplikan sampai putus (N) t adalah tebal cuplikan (mm) w adalah lebar cuplikan (mm) l0 adalah panjang ukur cuplikan antara 2 tanda garis l1 adalah panjang ukur cuplikan antara 2 garis, pada waktu putus 3.2. Uji Ketahanan Sobek Ketahanan sobek adalah beban yang diperlukan untuk menarik beban sampai putus suatu cuplikan yang telah dilubangi memakai pons ditengah tengah cuplikan sepanjang 5 mm tegak lurus pada arah tarik. Alat yang digunakan adalah Tensile Strength, pisau pons untuk membuat cuplikan dengan lebar 5 mm, pengukur tebal (thickness) dan caliper (jangka sorong). Langkah pertama yaitu memotong karet vulkanisat sol luar sepatu sesuai dengan contoh uji ketahanan sobek seperti gambar dibawah ini:

26

a Gambar. 2 Contoh uji ketahanan sobek Keterangan; Panjang (a) : 60 mm Lebar (b) : 9,0 0,1 mm Lebar sobekan awal (c) : 5,0 0,1 mm Tebal cuplikan : maksimum 2 mm Setelah contoh uji siap, lalu dibuat lubang pada tengah cuplikan tegak lurus sumbu panjang cuplikan dengan lebar (5,0 0,1) mm. Diukur tebal dan lebar cuplikan, tepat ditengah cuplikan. Kemudian dipasang kedua ujung cuplikan pada penjepit tensile strength, kemudian ditarik dengan kecepatan (25010) mm/menit, dicacat beban yang diperlukan sampai cuplikan tersobek. Dilakukan pengujian 3 kali, kemudian dicari rata-ratanya.

Keterangan : F adalah beban untuk menarik sampai putus, dinyatakan dalam Newton (N). t adalah tebal cuplikan, dinyatakan dalam milimeter (mm). w adalah lebar yang tersobekkan, dinyatakan dalam milimeter (mm). 3.3. Kekerasan Uji kekerasan digunakan dengan alat uji kekerasan shore A Durometer. Kekerasan shore adalah ukuran dari ketahanan suatu material terhadap tekan dari jarum (indentor jarum). Shore skala A biasanya digunakan untuk skala lunak Elastomer (karet) dan polimer lunak lainnya. Durometer menggunakan sebuah indentor yang dimuat oleh pegas kalibrasi. Kekerasan diukur oleh kedalaman penekanan indentor bawah beban. Kekuatan beban atau kekuatan tekanan adalah 822 gram. Nilai kekerasan shore dapat bervariasi dalam 27

rentang dari 0 sampai 100. Penetrasi (penekanan) maksimum untuk setiap skala 0,97 sampai dengan 0,1 inchi (2,5 sampai dengan 2,54 mm). Nilai ini sesuai dengan kekerasan shire minimum : 0. Maksimum nilai kekerasan 100 sesuai dengan nol penetrasi. Pengujian kekerasan tidak memerlukan cuplikan dengan ukuran tertentu, asal memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Ketebalan contoh sekurang-kurangnya 6,3 mm. Contoh yang tipis boleh disusun untuk mencapai ketebalan tersebut. 2. Lebar contoh sekurang-kurangnya 2,54 mm. 3. Pengujian tidak boleh dilakukan pada tempat yang kurang dari 12,7 mm dari tepi permukaan contoh dan luas permukaan ini tidak boleh kurang dari luas permukaan kaki penekan. 4. Permukaan contoh harus rata, karena kaki penekan alat harus sejajar benar dengan permukaan contoh. Pengujian dilakukan dengan meletakkan contoh di atas dasar yang keras dan datar. Alat dipegang tegak lurus dengan erat oleh ibu jari dan jari tengah serta jari manis. Telunjuk diletakkan dibagian alas alat. Alat ditekankan pada permukaan contoh sampai kaki penekan alat menyentuh dan sejajar benar dengan permukaaan contoh. Besarnya tekanan yang diberikan oleh kaki penekan pada permukaan contoh harus menurut standar penekanan tertentu (60 shore). Pembacaan skala segera setelah diperoleh kontak yang erat dan sejajar tadi. Pengujian dilakukan 3 kali pada 3 tempat yang berlainan dan tidak terlalu dekatr dengan tempat yang sudah ditekan oleh jarum untuk menghindari kelelahan contoh (fatique). Hasil uji dinyatakan dengan satuan Shore A. 3.4. Perpanjangan Tetap Alat suatu plat logam bentuk persegi panjang berukuran panjang 45 hingga 50 cm, lebar 30 hingga 35 cm, dengan bingkai memanjang ke kiri dan kanan, tinggi 2 cm dan lebar 2 cm. Cuplikan dibuat dengan bentuk seperti dibawah ini :

28

Dengan ukuran : Panjang Lebar Tebal : 100 mm : 4 mm : 3 mm

Dibuat garis sejajar pada cuplikan dengan jarak 50 mm. Cuplikan dipasang pada alat dengan menggunakan klem. Klem yang satu dipindahkan dengan memutar sekrup dengan menggunakan kunci T, sehingga cuplikan ditarik samapi perpanjangan 50 %. Dalam keadaan tertarik dibiarkan selama 24 jam. Sesudah itu dilepaskan dan dibiarkan selama 1 jam, lalu diukur jarak antara 2 garis sejajar. Perhitungan :

Dimana: t1 = panjang antara dua garis sejajar pengujian t0 = panjang antara dua garis sejajar semula hasil uji adalah rata-rata dari tiga kali pengujian 3.5. Bobot jenis Bobot jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi, yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah bobot jenis, akan lebih cocok bila disebut sebagai kerapatan relative. Cuplikan tidak ditentukan bentuknya, hanya beratnya 2 g. Cuplikan ditimbang terlebih dahulu. Densimeter merupakan alat untuk mengukur massa jenis (densitas) zat cair secara langsung. Cuplikan dimasukkan ke dalam gelas yang berisi aquades. Angka-angka yang tertera pada tangkai berskala g/cm3. secara langsung menyatakan massa jenis zat cair yang

permukaannya tepat pada angka yang tertera. Bobot jenis dinyatakan dalam

29

3.6. Ketahanan Kikis Pengujian ketahanan kikis dengan cara Grasselli. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah mesin kikis grasselli, neraca elektronik dan stopwatch. Sebelum pengujian dimulai, ditentukan terlebih dahulu bobot jenis contoh. Dibuat cuplikan dengan ukuran : Panjang Lebar Tebal : 2 cm : 2 cm :1 cm (kiri dan kanan ditambah sedikit untuk jepitan). Cuplikan dipasang pada tempatnya. Satu kali pengujian dapat dipasang 2 cuplikan sekaligus. Pertama mesin dijalankan selama 2 menit untuk meratakan cuplikan. Lalu cuplikan dikeluarkan, kemudian ditimbang dengan teliti, lalu dipasangkan lagi pada tempat pengujian semula. Mesin dijalankan selama 6 menit untuk mengikis cuplikan. Waktu mesin berjalan, neraca pegas diatur juga beban pemberatnya sehingga lengan neraca letaknya tetap seimbang ditengah-tengah, diantara 2 pena. Pada saat mesin berjalan, permukaan amplas dibersihkan dengan menyapukan kuas, karena bekas kikisan yang menempel pada amplas dapat menganggu proses pengikisan. Pembacaan timbangan neraca pegas dilakukan setiap menit, setelah 6 menit, kedua cuplikan dikeluarkan dan ditimbang kembali dengan teliti, kemudian dicari bobot jenisnya. Perhitungan :

Keterangan : W0 W1 BJ : berat semula setelah diratakan selama 2 menit (g). : berat setelah pengikisan selama 6 menit (g). : bobot jenis contoh uji (cuplikan).

3.7. Ketahanan Retak Lentur Alat yang digunakan dalam pengujian ini dinamakan flexometer. Flexometer digunakan untuk penilaian daya tahan kelenturan karet dan permukaannya. Alat uji ini terdiri dari piringan logam dasar kaku. Contoh uji

30

(sampel) diletakkan diantara 2 plat logam yang akan berosilasi. Ketika logam berosilasi, maka sampel karet yang terjepit akan bergerak seperti huruf T. Cuplikan dibuat dengan bentuk seperti dibawah ini :

Ukuran cuplikan : Panjang Lebar Tebal : 150 mm : 20 mm : 6 mm

Cuplikan dipasang pada flexometer, cuplikan melingkar setengah lingkaran dari karton, dilenturkan 150.000 pelenturan. Setelah selesai, dikeluarkan dari alat flexometer dan diamati ada tidaknya keretakan. Pengujian dilakukan pada 3 cuplikan (sample). Pengujian ini dianalogikan pada waktu berjalan, sepatu akan

membengkuk. Dimisalkan jarak kedua kaki ketika berjalan (jarak 1 langkah) adalah 0,25 m. Sehingga pelenturan 150.00 kali sama dengan kemampuan sepatu untuk berjalan sepanjang 37500 m (0,25 x150.000)

31

BAB IV DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1.Tegangan Putus
tebal (mm) 2,670 2,860 2,830 lebar (mm) 2,700 2,400 2,300 area (mm2) 7,209 6,864 6,509 beban (N) 123,115 132,435 142,245 hasil (N/mm2) 17,078 19,294 21,853

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 19,408 N/mm2 = 1,38 N/mm2

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 ticknes k 95 caliper k 95 tensile strength k = 6,3 m = 1,996 = 29 m =2 = 0,05 kgf =2

c. Ketidakpastian gabungan : 0,797 d. Ketidakpastian diperluas : 1,594 e. Tegangan putus : (19,408 1,594) N/mm2

4.2.Perpanjangan Putus
awal (mm) 2,54 2,54 2,54 akhir (mm) 9,5 10 10,5 hasil (%) 274,016 293,701 313,386

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 293,701 % = 11,365 %

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 caliper = 29 m

32

k 95 tensile strength k

=2 = 0,05 kgf =2

c. Ketidakpastian gabungan : 6,562 d. Ketidakpastian diperluas : 13,124 e. Perpanjangan putus : (293,701 13,124) %

4.3.Ketahanan Sobek
tebal (mm) 2,820 2,750 2,600 lebar (mm) 5,100 5,900 4,200 area (mm2) 14,383 16,225 10,920 beban (N) 179,032 188,842 155,489 hasil (N/mm2) 12,447 11,639 14,239

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 12,775 N/mm2 = 0,960 N/mm2

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 ticknes k 95 caliper k 95 tensile strength k = 6,3 m = 1,996 = 29 m =2 = 0,05 kgf =2

c. Ketidakpastian gabungan : 0,397 d. Ketidakpastian diperluas : 0,796 e. Ketahanan sobek : (12,775 0,796) N/mm2

4.4.Perpanjangan Tetap
awal (mm) 50 50 50 akhir (mm) 52,3 52,1 52,1 hasil (%) 5,8 4,2 4,2

33

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 4,733 % = 0,517 %

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 caliper k = 29 m =2

c. Ketidakpastian gabungan : 0,299 d. Ketidakpastian diperluas : 0,598 e. Perpanjangan tetap : (4,733 0,598) %

4.5.Ketahanan kikis
berat sebelum (g) 9,626 9,452 9,313 berat sesudah (g) 9,541 9,414 9,248 berat terkikis (g) 0,084 0,038 0,064 BJ 1,155 1,160 1,170 hasil (mm3) 72,900 32,758 54,700

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 53,538 mm3 = 11,609 mm3

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 neraca elektronik k c. Ketidakpastian gabungan : 6,7 d. Ketidakpastian diperluas : 13,411 e. Tegangan putus : (53,538 13,411) mm3 = 0,0012 g =2

4.6.Kekerasan
Data 1 (shore A) 75 Data 2 (shore A) 75 Data 3 (shore A) 75

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata = 75 shore A

34

rep

= 0 shore A

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 durometer k = 0,14 shore A =2

c. Ketidakpastian gabungan : 0,297 d. Ketidakpastian diperluas : 0,594 e. Kekerasan : (75,000 0,594) shore A

4.7.Bobot Jenis
Data 1 (g/cm3) 1,155 Data 2 (g/cm3) 1,16 Data 3 (g/cm3) 1,17

a. Ketidakpastian Repeat (rep) : Rata-rata rep = 1,160 g/cm3 = 0,005 g/cm3 = 0,0076 g/cm3 =2

b. Ketidakpastian kalibrasi alat (kal) : 95 durometer k

c. Ketidakpastian gabungan : 4,8 x 10-3 d. Ketidakpastian diperluas : 9,6 x 10-3 e. Bobot jenis : (1,160 0,010) g/cm3

35

BAB V PEMBAHASAN

Sol sepatu merupakan bahan tumpuan pijakan untuk kaki pada saat berjalan atau berlari. Pada proses tersebut terjadi gesekan, kelekukan, kemuluran dan lain-lain yang dapat mempengaruhi ketahanan dari sol tersebut sehingga diperlukan pengujian ketahanan sobek, ketahanan retak lentur, perpanjangan tetap/permanent set, kemuluran dan ketahanan kikis. Pengujian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pengujian fisika dan pengujian kimia. Pengujian fisika digunakan untuk mengetahui sifat-sifat fisika yang ada pada sol sepatu yang akan diuji dan perubahannya terhadap pengaruh alam. Contohnya ketahanan sobek, ketahanan retak lentur, perpanjangan tetap/permanent set, kemuluran dan ketahanan kikis. Pengujian kimia digunakan untuk mengetahui sifat-sifat fisika yang ada pada sol sepatu yang akan diuji dan perubahannya terhadap pengaruh alam dan bahan kimia. Pengujian-pengujian tersebut juga dapat dipergunakan sebagai titik ukur suatu perusahaan untuk menentukan standar berapa lama maksimal sepatu tersebut dapat bertahan sehingga produk di dalam perusahaan dapat terus berjalan. Untuk mendapatkan sol sepatu karet dengan mutu yang baik, juga perlu dilakukan analisis karet beserta bahan kimia yang digunakan sebagai additif dalam pembuatan kompon karet, baik terhadap barang karet yang belum divulkanisasi maupun yang sudah divulkanisasi. 1. Pengujian Ketahanan Retak Lentur Pengujian ketahanan retak lentur merupakan salah satu pengujian fisika dalam pengujian sol sepatu. Dalam uji ketahanan retak lentur, sampel dibekuk-bekuk berulang-ulang. Bila kita didiskripsikan dalam kehidupan sehari-hari, bila sepatu kita dipergunakan untuk berjalan dan berlari, maka berapa jarak sol tersebut dapat bertahan, dapat diperkirakan dari percobaan ini.

36

Setelah diuji dengan Flexometer, contoh uji tidak mengalami keretakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sepatu tersebut bagus. Semakin lama pengujian dan hasil sampel tidak mengalami keretakan maka semakin bagus kualitas sol tersebut. 2. Pengujian Perpanjangan Tetap/Permanent Set Pengujian perpanjangan tetap/permanent set merupakan salah satu pengujian fisika dalam pengujian ini. Dalam uji perpanjangan

tetap/permanent set, sampel ditarik dan dibiarkan beberapa hari, kemudian dilihat perubahannya. Bila kita didiskripsikan dalam kehidupan sehari-hari, bila sepatu kita dipergunakan untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, maka sol akan mengalami perpanjangan, perpanjangan tersebut dapat diperkirakan dari percobaan ini. Hasil pengujian Perpanjangan Tetap untuk sampel A.1 = 5,8% , sampel A.2 = 4,2% dan sampel A.3 = 4,2%. Dari hasil tersebut dapat dirata-rata sehingga hasilnya = 4,73 %. Menurut SNI 0778:2009, standar maksimum perpanjangan tetap untuk kelas 1 = 3, kelas 2 = 4 dan kelas 3 = 6. Dari pengujian yang kita lakukan, rata-rata hasilnya mendekati kelas atau mutu 2. 3. Pengujian kuat tarik (Kemuluran/perpanjangan putus) Pengujian kemuluran atau perpanjangan putus merupakan salah satu pengujian fisika dalam praktikum ini. Dalam uji kemuluran atau perpanjangan putus, sampel ditarik hingga putus. Percobaan ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan patokan sebagai nilai ambang batas sol tersebut dapat tertarik. Kode A.1 Kemuluran = 274,016%, Kode A.2 Kemuluran = 293,701%, Kode A.3 Kemuluran = 313,386% Menurut SNI 0778:2009, standar minimum perpanjangan tetap untuk kelas A (mutu 1) = 250%, kelas B (mutu 2) = 200% dan kelas C (mutu 3) = 150%. Dari pengujian yang kita lakukan, rata-rata hasilnya melebihi standar kelas A sehingga kualitas untuk kemuluran sangat baik. 4. Pengujian ketahanan kikis Pada sol sepatu karet digunakan untuk menentukan seberapa kuat sol sepatu terhadap daya pengikisan, dalam pengujian ini kita menentukan berat

37

jenis terlebih dahulu dari sampel yang kita gunakan karena berat jenis sangat menentukan dalam ketahanan kikis. Selain berat jenis kita juga harus mengetahui berat serta waktu pengikisan, dalam pengukuran berat jenis kita menimbang cuplikan terlebih dahulu karena berat jenis yang kita hitung ada dua yaitu berat jenis di dalam air dan berat jenis udara, berat disini sangat berpengaruh dimana semakin besar berat kikisan maka pengikisan yang terjadi itu besar belum tentu dengan ketahanan kikisnya. Dapat kita lihat dari hasil pengujian untuk sampel A1 dengan berat terkikis 0,084 gram didapatakan ketahanan kikis 72,900 mm3 dan sampel A2 yang memiliki berat terkikis 0,038 gram memiliki ketahanan kikis 32,758mm3. Hal ini menunjukan besarnya berat terkikis mempengaruhi ketahanan kikis dari sol karet. Semakin besar berat terkikis semakin kecil ketahan kikis dari sol karet karena itu maka terjadi banyak pengikisan yang dapat mengurangi berat sampel sol sepatu. Dalam SNI 0778:2009 dapat kita lihat untuk ketahan kikis nilai untuk kelas A (mutu 1) maksimal ketahan kikis 250 mm3, kelas B (mutu 2) maksimal ketahan kikis 300 mm3 dan untuk kelas C (mutu 3) adalah 350 mm3 dari hasil pengujian ini dapat kita simpulkan bahwa sol karet tersebut memiliki ketahan kikis yang terlalu kecil hal ini menunjukan tidak sesuai dengan standar. Dari pengujian dua jenis sepatu A dan B diperoleh nilai BJ di bawah 1,2 yaitu sesuai SNI 0778:2009 mutu 1 (pertama). 5. Pengujian Tegangan putus Pengujian dilakukan dengan alat uji ketahanan tarik (tensile strength). Kuat tarik (tensile strength) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk menarik benda uji sampai putus. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah thickness, caliper (jangka sorong) dan tensile strength. Pengujian ini di analogikan dalam kehidupan sehari-hari, seberapa kuat sepatu jenis A ini apabila diberikan beban, dan apabila putus, berapa beban minimal untuk jenis sepati A tersebut. Dari hasil pengujian didapatkan hasil rata-rata 19,408 N/mm2. Hasil ini telah sesuai dengan SNI 0778:2009 yaitu bahwa mutu 1 tegangan putusnya minimal 16 N/mm2.

38

6. Pengujian ketahanan sobek Pengujian ketahanan sobek merupakan salah satu pengujian fisika yang ditentukan dalam pengujian ini. Dalam uji ketahanan sobek, sampel dilubangi tengahnya untuk memudahkan penyobekan. Bila kita didiskripsikan dalam kehidupan sehari-hari, bila sepatu kita tersobek sedikit, maka berapa lama waktu karet tersebut dapat rusak, dapat diperkirakan dari pengujian ini. Sampel A.1 memiliki ketahanan sobek = 12,447, Sampel A.2 memiliki ketahanan sobek = 11,639, sampel A.3 memiliki ketahanan sobek = Menurut SNI 0778-2009, standar minimum kelas A (mutu 1) adalah 6,0 kg/cm2, kelas B (mutu 2) 4,0 kg/cm2 dan kelas C(mutu 3) 3,5 kg/cm2. Jadi sol yang kita uji merupakan sol dengan kualitas di ats mutu 1 yaitu kelas A. 7. Pengujian kekerasan Uji kekerasan digunakan dengan alat uji kekerasan shore A Durometer. Kekerasan shore adalah ukuran dari ketahanan suatu material terhadap tekan dari jarum (indentor jarum). Shore skala A biasanya digunakan untuk skala lunak Elastomer (karet) dan polimer lunak lainnya. Durometer menggunakan sebuah indentor yang dimuat oleh pegas kalibrasi. Kekerasan diukur oleh kedalaman penekanan indentor bawah beban. Kekuatan tekan Shore A adalah 822 gram. Nilai kekerasan shore dapat bervariasi dalam rentang dari 0 sampai 100. Pengujian kekerasan tidak memerlukan cuplikan dengan ukuran tertentu, asal memenuhi persyaratan sebagai berikut : Pengujian dilakukan dengan meletakkan contoh di atas dasar yang keras dan datar. Alat dipegang tegak lurus dengan erat oleh ibu jari dan jari tengah serta jari manis. Telunjuk diletakkan dibagian alas alat. Alat ditekankan pada permukaan contoh sampai kaki penekan alat menyentuh dan sejajar benar dengan permukaaan contoh. Besarnya tekanan yang diberikan oleh kaki penekan pada permukaan contoh harus menurut standar penekanan tertentu (60 shore). Pembacaan skala segera setelah diperoleh kontak yang erat dan sejajar tadi. Pengujian dilakukan 3 kali pada 3 tempat yang berlainan dan tidak terlalu dekat dengan tempat yang sudah ditekan oleh jarum untuk menghindari kelelahan contoh (fatique). Hasil uji dinyatakan dengan satuan Shore A. Dari hasil pengujian

39

jenis sepatu di atas untuk sampel A yaitu rata-rata 75. Hasil ini telah sesuai SNI 0778:2009. Karena menurut SNI 0778:2009 sepatu dikatakan memiliki kekerasan standar diantara 55 sampai dengan 80 shore A.

40

BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian kerja praktek yang telah dilakukan selama satu bulan, penulis dapat menyimpulkan bahwa : 1. Sol sepatu dari karet yang dilakukan pengujian dapat diperuntukkan sebagai alas sepatu untuk TNI. 2. Kekuatan tarik, perpanjangan putus, ketahanan putus, ketahanan kikis, kekerasan, ketahanan sobek, perpanjangan tetap, bobot jenis sol sepatu untuk TNI yang telah dilakukan pengujian didapatkan hasil sebesar dan telah memenuhi standard mutu sesuai dengan SNI 0778:2009 . 3. Sampel sepatu diatas setelah melalui berbagai pengujian fisika, telah lulus uji dengan kualitas mutu 1. 4. Ketidakpastian yang diperoleh dari hasil pengujian bernilai kecil menunjukkan nilai yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mengujian yang dilakukan mempunyai kesalahan pengukuran yang relative kecil, sehingga hasil data yang diperoleh valid.

41

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Analisa Karet dan Bahan Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet: Bogor. Anonimous, Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi Karet(accessed; www.google.com/ Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi - Karet.pdf.)Balai Penelitian Teknologi Karet: Bogor Anonimous,2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Setyowati Penny,2004, Petunjuk Praktikum Teknologi Pembuatan Barang Karet dan Plastik,Balai Besar Kulit Karet dan Plastik: Yogyakarta http://infokaretalamindonesia.blogspot.com/ http://industrikaret.wordpress.com/2008/05/12/hello-world/

42

LAMPIRAN a. Tegangan Putus Nilai

Rata-rata

Standar deviasi

43

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas Jadi, Tegangan Putus = (19,4081,594) N/mm2

b. Perpanjangan Putus Nilai

Rata-rata

44

Standar deviasi

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas

Jadi, Tegangan Putus = (293,70113,124) %

45

c. Ketahanan sobek Nilai

Rata-rata

Standar deviasi

46

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas Jadi, Ketahanan Sobek = (12,7750,796) N/mm2

d. Perpanjangan tetap Nilai

Rata-rata

47

Standar deviasi

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas

Jadi, Perpanjangan Tetap = (4,7330,598)%

e. Uji kekerasan Nilai : 75 shore A, 75 shore A, 75 shore A Rata-rata

48

Standar deviasi

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas

Jadi, Kekerasan = (75,0000,594) shore A

f. Ketahanan kikis Nilai

49

Rata-rata

Standar deviasi

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas Jadi, Ketahanan Kikis = (53,54113,411)mm3

50

g. Bobot Jenis Nilai : 1,155 g/cm3; 1,16g/cm3; 1,17 g/cm3 Rata-rata

Standar deviasi

Ketidakpastian Gabungan

Ketidakpastian Diperluas Jadi, Bobot Jenis = (1,169,6x10-3) g/cm3

51

52

You might also like